Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIKUM

PEMBERIAN CAIRAN INTRAVENA


Oleh Ananda Puspitasari, 0806316101, kelompok B
1. Pengertian tentang tindakan
Pemberian cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah
jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau
zat-zat makanan dari tubuh. Selain itu, ada pengertian lain yang mengatakan bahwa
pemasangan infus atau kanulasi intravena adalah suatu tindakan memasukkan jarum infuse ke
dalam vena untuk memberikan jalan masuk terapi parenteral.
2. Tujuan dari tindakan
Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit, memulihkan keseimbangan asam basa,
memulihkan volume darah, mengatasi syok, menyediakan saluran terbuka untuk pemberian
obat-obatan.
3. Kompetensi darar lain yang harus dimiliki untuk melakukan tindakan tersebut.
Perawat harus mengetahui jenis dan ukuran kanula infuse, jenis cairan yang akan diberikan,
cara menghitung tetesan infuse.
Kanula infuse yang digunakan harus yang mudah dimasukkan, menggunakan trauma yang
sedikit (gunakan yang terkecil), dan alirannya lancar. Ukuran kanul yang digunakan
tergantung dari tujuan pemberian infuse, tipe cairan dan ukuran atau kondisi vena.
- 18 Gauge (ungu) untuk darah atau memasukkan banyak cairan.
- 20 Gauge (pink) untuk pemberian obat yang lama atau pemberian 2-3 liter cairan/hari.
- 22 Gauge (biru) untuk pemberian obat yang lama, klien kanker dan vena kecil.
- 24 Gauge (kuning) untuk bayi, anak atau dewasa yang venanya kecil/ rapuh.
Cara menghitung tetesan infuse
V c airan ( ml ) x faktor tetes (
Rumus =

waktu(menit )

tetes
)
menit

tetes
menit

Jenis cairan infuse:


a. Cairan kristaloid
- Cairan hipotonik: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+
lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan
osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan

sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi),


sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami
dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada
pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi
yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke
sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam
-

otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
Cairan isotonik: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat
pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan
darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah

cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
Cairan hipertonik: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu
menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema
(bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose
5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%,

produk darah (darah), dan albumin.


b. Cairan Koloid
Jenis-jenis cairan koloid adalah :
- Albumin
Terdiri dari 2 jenis yaitu albumin endogen dan albumin eksogen. Albumin merupakan
protein serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma. Albumin
tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis. Albumin 25% bila
diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi intravaskuler mendekati 5x jumlah yang
diberikan. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma. Peningkatan
ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke intravaskuler sepanjang jumlah cairan
intersisial mencukupi.
Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat menyebabkan depresi fungsi
miokardium, reaksi alegi terutama pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yang
dimurnikan. Hal ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan

disamping itu harganya pun lebih mahal dibanding dengan kristaloid. Larutan ini
-

digunakan pada sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom.


HES (Hidroxy Ethyl Starch)
HES merupakan senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Tersedia dalam
bentuk larutan 6% dalam garam fisiologis. Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan
osmolaritasnya 310 mosm/l. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan
volume ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-24
jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang diberikan oleh karena
tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi penggunaan HES yang sering
dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal ini terjadi bila

dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.


Dextran
Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70. Dextran 70 lebih lambat dieksresikan
dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih efektif sebagai volume
ekspander dan merupakan pilihan terbaik dibadingkan dengan dextran 40. Pemberian
dextran untuk resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan
hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan pad penyakit
sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi antara lain gagal ginjal akut,
reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan darah.

4. Indikasi, kontraindikasi dan komplikasi dari tindakan.


Indikasi pemberian cairan intravena:
- Perdarahan dalam jumlah banyak atau kehilangan cairan tubuh dan komponen darah.
- Trauma berat pada abdomen dapat menyebabkan kehilangan cairan dan komponen darah.
- Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) menyebabkan
-

kehilangan cairan tubuh dan komponen darah.


Heat stroke yaitu kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi.
Diare dan demam yang dapat menyebabkan dehidrasi.
Luka bakar dapat menyebabkan kehilangan banyak cairan tubuh.
Semua trauma kepala, dada dan tulang punggung yang mengakibatkan kehilangan cairan

tubuh dan komponen darah.


Pasien tidak dapat minum obat karena muntah atau karena tidak dapat menelan obat (ada

sumbatan di saluran cerna atas).


Kesadaran pasien menurun dan beresiko terjadi aspirasi (tersedak sehingga obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain seperti intravena perlu
dipertimbangkan.

Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi

bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena).


Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur. Misalnya pada operasi besar
dengan resiko perdarahan, dipasang jalur infuse IV untuk persiapan jika terjadi syok dan
memudahkan pemberian obat.

Kontraindikasi pemberian cairan intravena:


- Area yang menunjukkan tanda-tanda infeksi dan terdapat eksudat.
- Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infuse.
- Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal karena lokasi ini akan digunakan untuk
-

pemasangan fistula arteri vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya

lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).


Vena yang dalam waktu 24 jam sebelumnya telah digunakan untuk kanulasi.
Bagian tubuh yang mengalami mastektomi, luka bakar, infeksi atau inflamasi, edema,

limfadenopati, thrombosis, lumpuh, terpasang graft vena atau fistula.


Klien yang tidak kooperatif.

Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infuse:


- Hematoma: darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah
arteri vena atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan
-

jarum atau tusukan berulang pada pembuluh darah.


Infiltrasi: masuknya cairan infuse ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah),
terjadi akibat ujung jarum infuse melewati pembuluh darah. Infiltrasi terjadi ketika
cairan IV memasuki ruang subkutan di sekeliling tempat pungsi vena.
Hal ini dimanifestasikan dalam bentuk pembekakan (akibat peningkatan
cairan di jaringan) di sekitar tempat pungsi vena. Cairan dapat tetap
mengalir melalui selang IV dengan penurunan kecepatan atau mungkin
berhenti samasekali. Nyeri juga dapat timbul, biasanya akibat edema
dan peningkatan proporsi jumlah infiltrasi. Apabila terjadi infiltrasi,
infuse harus dihentikan dan jika perlu jarum harus di insersi kembali ke
tempat yang lain. Untuk mengurangi ketidaknyamanan yang
disebabkan oleh infiltrasi, perawat meninggikan ekstrimitas klien, yang
akan meningkatkan drainase vena dan membentu mengurangi edema,

dan bungkus ekstrimitas di dalam handuk hangat selama 20 menit,


-

yang akan meningkatkan sirkulasi dan mengurangi nyeri serta edema.


Tromboflebitis: bengkak atau inflamasi pada pembuluh vena, terjadi akibat infuse yang

dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.


Emboli udara: masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara

yang ada dalam cairan infuse ke dalam pembuluh darah.


Rasa perih atau sakit akibat tusukan jarum.
Reaksi alergi.

5. Alat dan bahan yang diperlukan.


Kanula infuse (pilih ukuran yang sesuai, set infuse, cairan infuse dan gantungan infuse,
tourniquet, plester hipoalergik, sarung tangan, perlak dan alasnya, kapas alcohol, kasa perban,
bengkok.
6. Anatomi daerah yang akan menjadi target tindakan.
- Vena metacarpal : terdapat dipunggung telapak tangan. Pemasangan IV didaerah ini terasa
-

lebih nyeri karena banyak ujung saraf. Pada orang tua, vena metacarpal lebih mudah pecah.
Vena cafalika : tidak mengganggu mobilisasi namun pada orang gemuk lebih sulit dicari.
Vena basalika : nyeri
Vena mediana basilica : mudah didapat karena vena lebih besar dan dekat dengan arteri
brakhialis.

7. Aspek keamanan dan keselamatan yang harus diperhatikan.


- Cuci tangan sebelum dan sesudah prosedur untuk mencegah
terbawanya kuman abnormal ke dalam cairan tubuh pasien yang bisa
menghasilkan reaksi infeksi.

Perawat menggunakan sarung tangan selama prosedur pelaksnaan

untuk mencegah kontaminasi dengan cairan tubuh dari klien.


Pemilihan area vena sesuai pilihan klien (yang nyaman bagi klien)
dengan memperhatikan tidak adanya tanda-tanda konta indikasi pada

area vena yang akan dipungsi.


Penggunaan kapas atau kassa alkohol ketika pungsi vena dan lepas

kateter IV untuk mengurangi rasa nyeri dan menvegah perdarahan.


Pemberian posisi yang nyaman bagi klien dan perawat ketika dilakukan

pungsi vena.
Pemakaian jarum sekali pakai untuk mencegah penularan penyakit yang
dapat ditularkan melalui cairan tubuh.

Aspek keamanan dan keselamatan pada lansia:


- Pada klien lansia sebisa mungkin gunakan jarum yang ukurannya paling kecil untuk
mengurangi trauma pada vena dan memungkinkan aliran darah lebih lancar sehingga
-

hemodilusi cairan IV atau obat-obatan meningkat.


Hindari pemasangan di bagian dominan karena mengganggu kemandirian lansia.
Gunakan tourniquet yang tidak terlalu kencang.
Pasang traksi pada kulit di bawah tempat insersi
Minimalkan pemakaian plester karena jaringan kulit lansia rapuh.

8. Protocol atau tahap prosedur tindakan.


- Kaji status klien (instruksi atau program terapi, tanda vital, alergi, hasil laboratorium).
- Jelaskan prosedur, beri privasi dan posisi yang nyaman.
- Cuci tangan, siapkan alat
- Cek bungkus/botol cairan: bocor, warna cairan, tanggal kadaluarsa.
- Hitung tetesan infuse dengan benar.
- Gunakan teknik mempertahankan sterilitas untuk menyambung selang ke dalam botol
cairan. Atur set selang dan cairan infuse. Kunci/ klem selang infuse. Sambungkan selang
dengan cairan infuse & gantung botol infuse, isi chamber dengan cairan infuse dan aliran
-

sampai ke ujung selang.


Beri label pada botol infuse (tanggal, jam, terapi, tetesan) & selang infuse (tanggal, jam,

inisial perawat yang memasang).


Pilih dan kaji kondisi vena, pastikan tidak ada hematoma.
Matikan alur cairan pada selang dan lindungi ujungnya dengan jarum untuk mencegah

kontaminasi.
Perhatikan posisi klien dan cahaya untuk memudahkan insersi.
Siapkan tempat penusukan (mulai dari vena bagian distal). Pasang tourniquet.
Pasang perlak, sarung tangan dan bersihkan area penusukan dengan kapas alcohol.

Buka jarum dengan tangan dominan, insersi jarum dengan sudut 15-450
Bila sudah pasti masuk ke dalam vena, tarik jarum dan lepaskan, pertahankan kateter.
Hubungkan selang infuse dengan kateter yang masuk ke vena dan buka klem selang infuse
Lepaskan bendungan dan mulai jalankan infuse, dan atur tetesan.
Plester kateter infuse dengan metode H. beri antiseptic pada tempat penusukan.
Tutup dengan kasa perban. Plester perban dan beri label (waktu pemasangan, ukuran dan

jenis kanula infuse serta inisial pemasang).


- Rapikan alat, lepas sarung tangan dan dokumentasi.
9. Hal-hal penting yang harus diperhatikan bagi perawat dalam melakukan tindakan.
- Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru.
- Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi.
- Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain.
- Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan.
- Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir.
- Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa
-

ujung kateter terhadap adanya embolus.


Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester dibersihkan memakai
kapas alkohol atau bensin (jika perlu)

10. Hal-hal penting yang harus didokumentasikan setelah melakukan tindakan.


Nama klien yang diberikan cairan, perawat yang melakukan tindakan, tanggal dan waktu
pemberian cairan, lokasi dipasangnya infuse, jenis cairan yang telah diberikan pada klien,
ukuran jarum/kateter IV, kecepatan tetesan, tanda-tanda komplikasi, respon klien terhadap
terapi yang telah diberikan.
SUMBER
Arifianto. Pemberian cairan infuse intravena (Intravenous Fluids). Style sheets.
http://www.sehatgroup.web.id/?p=200 (Tanggal unduh 9 Oktober 2010).
Murwani, A. (2008). Keterampilan dasar praktek klinik keperawatan. Yogyakarta: Penerbit
Fitramaya.
Staff DKKD. (2006). Panduan praktikum keperawatan dasar II. Jakarta: Lembaga Penerbit
FEUI.
Potter, P. A & Perry, A. G. (2006). Fundamentals of nursing: concepts, process and practice.
Philadelphia: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai