Terapi Cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-
batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander)
secara intravena.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama
Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari dan K+ = 1 mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut
merupakan pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi
gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan
insensible water losses. Digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu:
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan
karbohidrat atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang
juga mengandung karbohidrat adalah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer's
dextrose, dll. Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah
dextrose 5%. Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang
antar sel sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik.
Dalam terapi rumatan cairan keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena
seperti sudah dijelaskan kadar berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek
samping yang berbahaya. Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu
mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai
kebutuhan harian.
Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang
peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya pembedahan,
yaitu :
6-8 ml/kg untuk bedah besar.
4-6 ml/kg untuk bedah sedang.
2-4 ml/kg untuk bedah kecil.
Infus cairan intravena (intravenous fluids drip) adalah pemberian sejumlah cairan
ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).
2.
Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah).
3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha)
(kehilangan cairan tubuh dan komponendarah).
4. Kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi (karena Heat stroke, demam dan diare).
5. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah).
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous
Cannulation):
1. Hematoma
Hematom adalah darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya
pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang
tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
2. Infiltrasi
Infiltrasi adalah masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
3. Tromboflebitis
Tromboflebitis atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena terjadi akibat infus
yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
4. Emboli udara
Emboli udara adalah masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat
masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
5. Selain itu komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus
rasa perih atau sakit dan reaksi alergi.
D. Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume
intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30
menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak
digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan
mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang
sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan
menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan
lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka
kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru
serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila
seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9. Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra
kranial.
a. Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi
ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah
keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke
osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada
keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam
terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan
ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba
cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah
NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
b. Cairan Isotonik
Cairan Isotonik osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum
(bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh,
sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload
(kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam
fisiologis (NaCl 0,9%).
c. Cairan hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga
“menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi
edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya
Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5% + Ringer-Lactate, Dextrose 5% +
NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma
substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami
Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam
untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain
mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
b. Koloid sintetis
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70
(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri
Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun
Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan
Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi
mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran
mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran
darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross
match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran
dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan
memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
A. Defenisi Nutrisi parenteral
Nutrisi parenteral (PN) adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan
langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui saluran pencernakan. Nutrisi parenteral
diberikan apabila usus tidak dipakai karena sesuatu hal, misalnya: Malformasi Kongenital
Intestinal, Enterokolitis Nekrotikans, dan Distres Respirasi Berat. Nutrisi parsial
parenteral diberikan apabila usus dapat dipakai, tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan
nutrisi untuk pemeliharaan dan pertumbuhan (Sulastri, 2009).
B. DASAR PEMBERIAN
Pemberian nutrisi parenteral secara rutin tidak direkomendasikan pada kondisi-
kondisi klinis sebagai berikut :
a. Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi.
b. Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.
c. Pankreatitis akut ringan.
d. Kolitis akut.
e. AIDS.
f. Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.
g. Luka bakar.
h. Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness)
1. Dekstrosa, sumber utama kalori; 1 gram dekstrosa memberikan energi sebesar 2,4
kilokalori (kkal)
2. Asam amino, untuk sistesis protein yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perbaikan
jaringan; 1 gram asam asmino memberikan energi sebesar 4 kkal
3. Lemak, untuk kebutuhan asam lemak esensial dan sebagai sumber kalori; 1 gram lemak
memberikan energi sebesar 9 kkal
4. Elektrolit, Na, K, Mg, Ca, fosfat
5. Vitamin
6. Trace elements, Cu, Cr, Zn, Mn, Se
Antagosis reseptor-H2 histamin, untuk mencegah dan mengobati tukak pada GI atas dan tukak
yang terkait dengan stres; pengobatan ini sering disertakan pada formulasi TPN.
Agar tidak melebihi batas normal cairan sehari-hari, nutrisi-nutrisi tersebut biasanya diberikan
sebagai larutan hipertonis dengan konsentrasi tinggi.
Kerusakan vena yang diakibatkan oleh pemberian larutan TPN hipertonis diminimalisasi
dengan melakukan pemberian larutan TPN melalui vena pusat berdiameter besar yang aliran
darahnya cepat. Hal ini memungkinkan larutan TPN menjadi cepat terencerkan karena
mengalir ke dalam tubuh.
2. Nutrisi parenteral total, pemberian nutrisi melalui jalur intravena ketika kebutuhan nutrisi
sepenuhnya harus dipenuhi melalui cairan infus. Cairan yang dapat digunakan adalah
cairan yang mengandung karbohidrat seperti Triofusin E1000, cairan yang mengandung
asam amino seperti PanAmin G, dan cairan yang mengandung lemak seperti Intralipid
3. Lokasi pemberian nutrisi secara parenteral melalui vena sentral dapat melalui vena
antikubital pada vena basilika sefalika, vena subklavia, vena jugularis interna dan
eksterna, dan vena femoralis. Nutrisi parenteral melalui perifer dapat dilakukan pada
sebagian vena di daerah tangan dan kaki.
Hipertrigliseridemia
Pasien-pasien yang mendapat TPN perlu pemantauan kadar plasma lipid
(trigliserida) yang diukur sebelum dan selama memulai TPN. Ini memiliki kepentingan
khusus pada pasien yang memiliki risiko tinggi untuk gangguan bersihan lemak, misal
hiperlipidemia, diabetes, sepsis, atau pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati, dan
pasien sakit kritis.
Sekarang ini ada kecenderungan meningkatkan rasio glukosa: lemak dari 50:50
menjadi 60:40 atau bahkan 70:30 total NPC, karena masalah-masalah yang dijumpai
mengenai hiperlipidemia dan perlemakan hati, yang kadang-kadang diikuti oleh kolestasis
dan pada sebagian pasien dapat berlanjut menjadi steatohepatitis non-alkoholik(Grade C).
Kerugian-kerugian yang tepat dari perlemakan hati dan hipertrigliseridemia belum
diketahui. Pada kepustakaan dipastikan bahwa hipertrigliseridemia merupakan faktor risiko
untuk berkembangnya arteriosklerosis dan infusi akut dari emulsi lemak yang berisi
trigliserida rantai panjang (long-chain triglyceride (LCT)) mengurangi kemampuan relaksasi
pembuluh darah. Kekhawatiran utama bahwa infus lemak bisa mengganggu respons imun
tidak didukung oleh meta-analisis terbaru. Namun, banyak ahli menganjurkan menghindari
kadar trigliserida lebih dari 5 mmol/dL, walaupun data yang mendukung kurang. Bila kadar
ini dicapai dianjurkan oleh banyak ahli di bidang ini untuk mengurangi kandungan lemak
(terutama omega-6) pada nutrisi parenteral atau untuk sementara menghentikan lemak. Pada
kasus defisit energi tidak dianjurkan menambah glukosa lebih banyak karena ini bisa
melampaui kapasitas oksidasi pasien.