Anda di halaman 1dari 14

Sumber:

1. Modul Basic Trauma Cardiac Life Support. Edisi Revisi. AGD Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.
Jakarta, 2012.

2. Rehidrasi. Soebagjo Loehoeri, Moefrodi Wirjoatmoko (ed). BAIPD. J I.E IV. FKUI. Jakarta, 2006. p
156-30.

A. Rumus Menghitung Tetesan Infus

Berikut cara mudah untuk menghitung tetesan infus per menit (TPM) secara sederhana yang di
rumuskan oleh Puruhito adalah:

Tetesan per menit = Jumlah cairan yang dimasukkan (ml)

(normal) lamanya infus (jam) x 3

Tetesan per menit = Jumlah cairan infus (ml)

(mikro) lamanya infus (jam)

=Contoh soal : =

Berapa Tetesan per menit bila infus yang masuk RL 500 cc habis dalam waktu 5 jam?

1. Cara menghitung tetesan infus per menit (normal).

“Tetes per menit (TPM) = jumlah cairan yang masuk : (lamanya infus x 3)”

Jawaban : TPM = 500 : (5×3) = 500 : 15 = 33 TPM

2. Cara menghitung tetesan infus per menit (mikro).


“Tetes per menit (TPM) = jumlah cairan infus : lamanya infus”

Kegagalan pemberian cairan infus dapat terjadi:

Jarum tidak masuk ke dalam vena. Jarum infus (abocath) / vena terjepit karena posisi tempat
masuknya jarum dalam keadaan fleksi. Pipa penyalur udara tidak berfungsi. Pipa infus terlipat
maupun terjepit.

B. JENIS-JENIS CAIRAN INFUS

Menurut pengelompokannya, cairan infus dapat di kelompokkan menjadi :

1. Cairan Hipotonik :

Osmolaritasnya lebih rendah di bandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah di bandingkan
serum), maka larut dalam serum, & menurunkan osmolaritas serum. Sehingga cairan ditarik dari
dalam pembuluh darah menuju ke luar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari
osmolaritas yang rendah ke osmolaritas lebih tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yg dituju.
Digunakan pada kondisi sel “mengalami” dehidrasi, contohnya pada pasien cuci darah (dialisis)
dalam terapi diuretik, serta pada pasien hiperglikemia (dengan kadar gula darah tinggi) dengan
gangguan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yg membahayakan ialah perpindahan tiba-tiba cairan
dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular & peningkatan tekanan
intrakranial (didalam otak) pada sebagian beberapa orang. Misalnya ialah NaCl 45% & Dekstrosa
2,5%.

2. Cairan Isotonik :

Osmolaritas (merupakan tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (merupakan bagian cair dari
komponen darah), maka terus berada di dalam pembuluh darah. Berguna pada pasien yg mengalami
hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, maka tekanan darah konsisten menurun). Mempunyai risiko
terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif &
hipertensi. Misalnya ialah cairan Ringer-Laktat (RL), & normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl
0,9%).

3. Cairan hipertonik :

Osmolaritasnya lebih tinggi di bandingkan serum, maka “menarik” cairan & elektrolit dari jaringan &
sel ke dalam pembuluh darah. Dapat mengurangi edema (bengkak), menstabilkan tekanan darah &
meningkatkan produksi urin . Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Contohnya NaCl
45% hipertonik, Dextrose 5%, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, product darah
(darah), & albumin.
4. Kristaloid

bersifat isotonik, sehingga efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan ke dalam pembuluh darah
dalam waktu yg singkat, & bermanfaat pada pasien yg memerlukan cairan segera. Contohnya Ringer-
Laktat & garam fisiologis. Jika ada trauma atau syok, selalu berikan cairan kristaloid terlebih dahulu
(perdarahan <900 ml darah), namun bila sudah >900 baru diberikan cairan koloid, dan bila cairan
koloid masih belum dapat mengkompensasi, barulah diberikan transfusi cairan darah.

Normal Saline / Cairan Saline

Komposisi (mmol/L): Na = 154, Cl = 154

Kemasan: 100, 250, 500, 1000 ml

Indikasi:

a) Resusitasi

Pada kondisi kritis, sel-sel endotelium pembuluh darah bocor, diikuti oleh keluarnya molekul protein
besar ke kompartemen interstisial, diikuti air dan elektrolit yang bergerak ke interstisial karena
gradien osmosis. Plasma expander berguna untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang pada
intravaskuler.

b) Diare

Kondisi diare menyebabkan kehilangan cairan dalam jumlah banyak, cairan NaCl digunakan untuk
mengganti cairan yang hilang tersebut.

c) Luka Bakar
Manifestasi luka bakar adalah syok hipovolemik, dimana terjadi kehilangan protein plasma atau
cairan ekstraseluler dalam jumlah besar dari permukaan tubuh yang terbakar. Untuk
mempertahankan cairan dan elektrolit dapat digunakan cairan NaCl, ringer laktat, atau dekstrosa.

d) Gagal ginjal akut

Penurunan fungsi ginjal akut mengakibatkan kegagalan ginjal menjaga homeostasis tubuh. Keadaan
ini juga meningkatkan metabolit nitrogen yaitu ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan
cairan dan elektrolit. Pemberian normal saline dan glukosa menjaga cairan ekstra seluler dan
elektrolit.

Kontraindikasi: hipertonik uterus, hiponatremia, retensi cairan. Digunakan dengan pengawasan ketat
pada CHF, insufisiensi renal, hipertensi, edema perifer dan edema paru.

Adverse Reaction (keadaan/kondisi yang tidak sesuai harapan/tujuan yang muncul setelah
pemberian obat dalam dosis sesuai): edema jaringan pada penggunaan volume besar (biasanya
paru-paru), penggunaan dalam jumlah besar menyebabkan akumulasi natrium.

2. Ringer Laktat (RL)

Komposisi (mmol/L): Na = 130-140, K = 4-5, Ca = 2-3, Cl = 109-110

Basa = 28-30 mEq/L

Kemasan: 500, 1000 mL

Cara kerja obat: keunggulan terpenting dari RL adalah komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang
sangat serupa dengan yang dikandung di cairan ekstraseluler (Intravaskuler). Natrium merupakan
kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama
di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk
menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik. RL menjadi kurang disukai
karena akan menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan
penumpukan asam laktat oleh metabolisme anaerob yang tinggi.

Kontraindikasi: Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat, edema perifer
pulmoner, CHF, dan pre-eklampsia.

Adverse Reaction: Edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya paru-paru.

3. Dekstrosa

Komposisi: glukosa = 50 gr/L (5%), 100 gr/L (10%), 200 gr/L (20%)

Kemasan: 100, 250, 500 mL

Indikasi:

Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi selama dan sesudah
operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai sedang (kadar kreatinin kurang dari 25
mg/100ml).

Kontraindikasi: hiperglikemia

Adverse Reaction: Injeksi glukosa hipertonik dengan pH rendah dapat menyebabkan iritasi pada
pembuluh darah dan tromboflebitis.
4. Ringer Asetat (RA)

Larutan ini merupakan salah satu cairan kristaloid yang cukup banyak diteliti. Larutan RA berbeda
dari RL dimana laktat terutama dimetabolisme di hati, sementara asetat dimetabolisme terutama di
otot. Sebagai cairan kristaloid isotonik yang memiliki komposisi elektrolit mirip dengan plasma, RA
dan RL efektif sebagai terapi resusitasi pasien dengan dehidrasi berat dan syok, terlebih pada kondisi
yang disertai asidosis. Metabolisme asetat juga lebih cepat 3-4x dibanding laktat. RA memiliki
manfaat-manfaat tambahan pada dehidrasi dengan kehilangan bikarbonat masif yang terjadi pada
diare.

Indikasi: Baik untuk resusitasi cairan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis
hati dan asidosis laktat, diare, DBD, luka bakar, pengganti cairan selama prosedur operasi, loading
cairan saat induksi anestesi regional, priming solution pada tindakan pintas kardiopulmonal dan
untuk stroke akut dengan komplikasi dehidrasi.

5. Koloid

Ukuran molekulnya (umumnya protein) cukup besar maka tidak akan ke luar dari membran kapiler,
& terus berada dalam pembuluh darah, sehingga sifatnya hipertonik, & mampu menarik cairan dari
luar pembuluh darah. Misalnya ialah albumin & steroid.

Albumin

Komposisi: Albumin yang tersedia untuk keperluan klinis adalah protein 69-kDa yang dimurnikan dari
plasma manusia (contoh: albumin 5%).

Albumin adalah koloid alami dan lebih menguntungkan, karena: volume yang dibutuhkan lebih kecil,
efek koagulopati lebih rendah, risiko akumulasi di dalam jaringan pada penggunaan jangka lama
yang lebih kecil dibandingkan starches dan risiko terjadi anafilaksis yang lebih kecil.

Indikasi:
-Pengganti volume plasma / protein pada keadaan syok hipovolemia, hipoalbuminemia, atau
hipoproteinemia, operasi, trauma, kardiopulmonari bypass, hiperbilirubinemia, gagal ginjal akut,
pankreatitis, mediasinitis, selulitis luas, dan luka bakar.

– Pengganti volume plasma pada ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Paisen dengan
hipoproteinemia dan ARDS diterapi dengan albumin & furosemid (diuretik) untuk penurunan berat
badan.

-Hipoalbuminemia yang merupakan manifestasi klinis dari keadaan malnutrisi, kebakaran, operasi
besar, infeksi (syok sepsis), berbagai inflamasi, dan ekskresi renal berlebih.

–Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP) = komplikasi sirosis, terapi albumin untuk mencegah MODS
(Multi Organ Dysfunction Syndrome)

2. HES (Hydroxyetyl Starches)

Komposisi: Starches tersusun atas 2 tipe polimer glukosa, yaitu: amilosa & amilopektin.

Indikasi: Penggunaan HES pada resusitasi post trauma dapat menurunkan permeabilitas pembuluh
darah, sehingga dapat menurunkan risiko kebocoran kapiler.

Kontraindikasi: Kardiopulmo bypass, meningkatkan risiko perdarahan post-op (karena HES bersifat
antikoagulan pada dosis moderat (>20 ml/kg), sepsis (karena dapat meningkatkan risiko ARF).
Penggunaan HES untuk sepsis masih diperdebatkan (antara boleh dan tidak boleh).

3. Dextran

D. Volume resuscitation

1. Rapid infusion of warmed crystalloids: sehingga sesuai dengan suhu tubuh 36 derajat celcius
untuk mencegah hipotermi dan mengurangi morbiditas.

2. Koloid/colloids

3. Transfusion of type-specific blood

E. Intravenous access:

* At least 2 large (min. 16-G) catheters are required injury of the abdomen (and with potential for
above the level of diaphragm obstruction or disruption of the superior below the level of the
diaphragm.

*Peripheral venous cannulation failure

a. Percutaneous: V. subklavia / V. femoralis

b. Surgical cutdowns: V. saphenous

c. Intraosseous infusion
F. Monitoring

a. Arterial line: for hemodynamic instability and respiratory failure

b. Central venous pressure line: to assess volume status, to administer vasoactive drugs

c. Pulmonary artery catheter: ventricular dysfunction, severe coronary artery disease, valvular heart
disease, and multiple organ system involvement.

Contoh

Cara Menghitung Tetesan Infus Yang Benar dan Akurat Beserta Contoh Soal

Cara Menghitung Tetesan Infus Yang Benar dan Akurat Beserta Contoh Soal

Dekisugi July 15, 2017 Contoh, Pendidikan No Comments

Cara menghitung tetesan infus – sebagai seorang yang bergelut di dunia medis, pastinya kita harus
mengetahui banyak hal baik dari peralatan-peralatan medis dan juga cara penggunaannya termasuk
mengetahui bagaimana cara menghitung tetesan infus yang benar dan akurat. Sebab seperti yang
kita tahu bahwa banyak orang awan yang selalu bertanya 1 botol infus habis berapa lama?

Jadi perlu kalian ketahui bahwa untuk menghitung tetesan infus sendiri tidak bisa di lakukan dengan
sembarangan karena itu berbahaya. Jadi seorang yang bertanggung jawab untuk itu harus benar-
benar mengetahui cara menghitung tetesan infus secara tepat yang nantinya akan di masukkan ke
dalam tubuh pasien dalam bentuk cairan. Sebab untuk pasien yang kekurangan cairan atau dehidrasi
memang bisa di kembalikan dengan memberinya infus yang mengandung Natrium di dalamnya.

Jadi dalam kasus pasien yang kehilangan cairan, maka kita bisa dikembalikan dalam waktu 2 hari
dengan memberinya infus melalui mulut. Namun pemberian tetesan infus yang terlalu cepat juga
bisa membahayakan pasien karena bisa berakibat kejang dan keracunan.

cara menghitung tetesan infus

Daftar Isi [show]

Rumus Tetesan Infus (Paten)


1 gtt = 3 mgtt

1 cc = 20 gtt

1 cc = 60 mgtt

1 kolf = 1 labu = 500 cc

1 cc = 1 mL

mggt/menit = cc/jam

konversi dari gtt ke mgtt kali (x) 3

konversi dari mgtt ke gtt bagi (:) 3

1 kolf atau 500 cc/ 24 jam = 7 gtt

1 kolf atau 500 cc/24 jam = 21 mgtt

volume tetesan infus yang masuk per jam infus set mikro ialah = jumlah tetesan X 1

volume tetesan infus yang masuk per jam infus set makro ialah = jumlah tetesan X 3

Catatan :

Sebelum melakukan perhitungan, kita juga harus mengetahui bagaimana cara menghitung rumus
jumlah tetesan cairan dalam hitungan jam dan menit

Rumus Tetesan Infus Dalam Hitungan Jam

Jumlah Tetesan Per Jam

Rumus Tetesan Infus Dalam Hitungan Menit

Jumlah Tetesan Per Menit

Rumus Faktor Tetes Dewasa

Faktor tetes untuk orang dewasa = 20


Faktor tetes untuk anak-anak= 60

Latihan Soal :

Apabila ada seorang pasien dewasa yang datang ke rumah sakit serta memerlukan 1000 ml RL cair,
maka bagaimana infus diperlukan untuk memenuhi cairan pasien dalam waktu 200 menit?

Diketahui :

Cairan = 1000 ml (cc)

Waktu = 200 menit

Faktor Tetes = 20 (dewasa)

Jawaban :

Jumlah tetes per menit = (1000 ml x 20 tetes ) : 200 menit

Jumlah tetes per menit =5/1 x 20

Jumlah tetes per menit = 5 x 20

Jumlah tetes per menit = 100 tetes

Jadi dengan demikian pasien dewasa tersebut memerlukan waktu 200 menit untuk menghabiskan
200 hingga 1000 ml cairan dengan menggunakan infus set terumor.

Anak-anak (drip mikro)

Seperti orang dewasa, anak dengan berat badan kurang dari 7 kg membutuhkan infus set dengan
tetes faktor yang berbeda.

Tetes mikro, faktor tetes:


1 ml (cc) = 60 tetes / cc

Penurunan Rumus Anak

Berikut adalah cepat kehilangan hasil formula dari rumus dasar (dalam jam) untuk pasien anak :

Penurunan Rumus Anak

Lalu bagaimana mencari jumlah tetesan/ detik ? kita hanya tinggal merubah rumus dan
menggunakan angka angka yang ada.

Rumus :

( Jumlah cairan infus x jumlah tetes : jumlah tetes per menit x 60 )

Contoh Soal :

Jika soal diatas menyatakan bahwa tetesan per/ menit= 21 tetes/menit maka tetesan per detiknya
adalah ?

Jawaban :

1 menit= 60 detik,

Jadi jika 21 tetes dalam waktu 60 detik maka hitungan perdetiknya adalah : 60/21= 2,857 ( kalian
bulatkan menjadi 3 ) jadi artinya dalam waktu 3 detik itu ada 1 tetes
Untuk lebih mudah nya saya membuatkan patokan yang sudah di hitung, jadi rekan-rekan hanya
tinggal mengingatnya saja,

Untuk yang makro

20 tetes/menit=1cc = 60 cc/jam, Lamanya habis= 500 cc/60= 8,3 =8 jam (bulatkan )

15 tetes/menit= 11 jam

10 tetes permenit=17 jam artinya dalam waktu 1 jam=30 cc

5 tetes permenit= 33 jam

60 tetes/menit= 3 jam

40 tetes/menit= 4 jam

30 tetes/ menit= 6 jam

Untuk yang mikro

Silahkan di hitung sendiri saja yah sesuai rumus.

Sedikit patokan tambahan mengenai pola pemberian tetesan infus yang harus habis sebagai berikut :

1 kolf = 500 cc = 7 tts/mnt, habis dalam 24 jam.

2 kolf = 1000 cc = 14 tts/mnt, 1 kolfnya habis dalam 12 jam, sehingga 24 jam habis 2 kolf.

3 kolf = 1500 cc = 20 tts/mnt, 1 kolfnya habis dalam 8 jam, sehingga 24 jam habis 3 kolf.

4 kolf = 2000 cc = 28 tts/mnt, 1 kolfnya habis dalam 6 jam, sehingga 24 jam habis 4 kolf.

5 kolf = 2500 cc = 35 tts/mnt, 1 kolfnya habis dalam 4.5 jam, sehingga 24 jam habis 5 kolf.

Cara Menghitung Tetesan Infus

tetesan infus
Menurut Purohito, cara menghitung tetesan infus per menit (TPM) secara sederhana adalah:

Tetes Per Menit = Jumlah cairan infus (ml)

(Makro) Lamanya infus (jam) x 3

Tetes Per Menit = Jumlah cairan infus (ml)

(Mikro) Lamanya infus (jam)

Contoh soal :

Berapa tetes per menit (TPM) jika cairan yang dimasukkan 500 ml dan habis dalam waktu 8 jam?

Jawab :

Bila faktor tetesan makro.

Tetes Per Menit = Jumlah cairan infus (ml)

(Makro) Lamanya infus (jam) x 3

Tetes Per Menit = 500 ml

(Makro) 8 jam x 3

Tetes Per Menit = 500

(Makro) 24

Tetes Per Menit = 20

(Makro)

Jadi, cairan tersebut harus diberikan 20 TPM.

Faktor tetesan mikro.


Tetes Per Menit = Jumlah cairan infus (ml)

(Mikro) Lamanya infus (jam)

Tetes Per Menit = 500 ml

(Mikro) 8 jam

Tetes Per Menit = 60

(Mikro)

Jadi, cairan tersebut harus diberikan 60 TPM.

Alasan Kegagalan Pemberian Cairan Infus

Alasan Kegagalan Pemberian Cairan Infus

Biasanya cara menghitung tetesan infus yang salah bisa mengakibatkan kegagalan dalam pemberian
terapi cairan per infus. Kegagalan lain yang dapat terjadi dalam pemberian cairan infus adalah:

Jarum tidak masuk ke dalam pembuluh darah balik dengan sempurna

Jarum infus dan vena terjepit karena posisi tempat masuknya jarum dalam kondisi menekuk.

Kurang berfugnsinya pipa penghubung udara.

Pipa infus yang terlipat atau mungkin tertekuk.

Anda mungkin juga menyukai