Penelitian dibiayai melalui Hibah Bersaing, tahun aggaran 2006 s.d. 2007
Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar dan Jurusan TIK, Universitas Negeri Surabaya
bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi; dan (3) memberi
bekal kemampuan dasar untuk hidup di masyarakat dan mengembangkan diri sesuai
dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya.
Sekolah Dasar dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki dasardasar karakter, kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang memadai untuk
mengembangkan potensi dirinya secara optimal sehingga memiliki ketahanan dan
keberhasilan dalam pendidikan lanjutan atau dalam kehidupan yang selalu berubah sesuai
dengan perkembangan zaman. Secara lebih rinci, kompetensi lulusan SD adalah: (1)
mengenali dan berperilaku sesuai dengan ajaran yang diyakini, (2) mengenali dan
menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan perduli terhadap lingkungan, (3)
berpikir secara logis, kritis dan kreatif serta berkomunikasi melalui berbagai media, (4)
menyenangi keindahan, (5) membiasakan hidup bersih, bugar, dan sehat, dan (6) memiliki
rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air.
Mengacu pada uraian di atas, jelaslah bahwa pendidikan di SD, sebagaimana
pendidikan pada semua jalur dan semua jenjang, bertujuan mengembangkan potensi
setiap peserta didik agar menjadi manusia yang utuh, yang tidak hanya cerdas secara
intelektual, namun juga cerdas secara emosional dan spiritual. Pendidikan yang bertujuan
mengembangkan semua potensi siswa agar memiliki kecakapan untuk hidup, yaitu
kecakapan untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara
wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta
menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya.
Namun tujuan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas, belum dapat tercapai
seperti yang diharapkan. Selama ini, hasil pendidikan hanya tampak dari kemampuan
siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan
yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka seringkali
tidak memahami secara mendalam substansi materinya. Bagaimana pemahaman anak
terhadap dasar kualitatif di mana fakta-fakta saling berkaitan dan kemampuannya untuk
menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi baru dan dalam konteks kehidupan di
sekitar siswa, belum terlihat. Menurut Depdiknas (2002:1), sebagian besar siswa tidak
mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan
tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. Siswa memiliki kesulitan untuk
memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajarkan, yaitu menggunakan
sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat memerlukan sesuatu untuk
memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada
umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja.
Bertitik tolak dari hal di atas, beberapa pertanyaan yang muncul, sebagaimana
dikemukakan Nurhadi dkk (2003), adalah: (1) bagaimana menemukan cara yang terbaik
untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu,
sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep-konsep
tersebut, (2) bagaimana setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling
berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh, (3) bagaimana seorang guru
dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang
alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari, dan (4)
bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa,
sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dengan
kehidupan nyata, sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya?
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut adalah perlunya peningkatan kualitas pembelajaran, yang secara mikro, harus
ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas, yang lebih
memberdayakan potensi siswa. Salah satu pendekatan tersebut adalah pembelajaran
terpadu, yakni pendekatan pembelajaran yang melibatkan berbagai bidang studi untuk
memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa, karena siswa akan memahami
konsep-konsep
yang
mereka
pelajari
melalui
pengalaman
langsung
dan
menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah dipahami. Menurut Piaget (dalam
Joni, 1996), kemampuan anak untuk bergaul dengan hal-hal yang bersifat abstrak yang
diperlukan untuk mencernakan gagasan-gagasan dalam berbagai mata pelajaran akademik
umumnya baru terbentuk pada usia ketika mereka duduk di kelas terakhir SD, dan
berkembang lebih lanjut pada usia SMP. Oleh sebab itu, cara pengemasan pengalaman
belajar yang dirancang untuk para siswa akan sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan
pengalaman tersebut bagi mereka. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan
unsur-unsur konseptualnya, baik intra maupun antar bidang studi, akan meningkatkan
peluang bagi terjadinya pembelajaran yang lebih efektif. Artinya, kaitan konseptual dari
apa yang tengah dipelajari dengan semakin banyak sisi dalam bidang yang sama, dan
bahkan dengan bidang yang lain, semakin terhayati oleh para pebelajar. Di sinilah
pentingnya penerapan model pembelajaran terpadu, khususnya pembelajaran terpadu
model tematik.
Dalam penelitian ini, pembelajaran terpadu yang digunakan adalah model terjala
(webbed model) yang umumnya disebut pembelajaran tematik. Model pembelajaran
tersebut memiliki kelebihan karena cara pendekatannya yang sistematik. Model
pembelajaran terpadu dengan pendekatan tematik tersebut cukup memberi peluang
pelibatan berbagai pengalaman siswa, karena tema-tema yang diangkat dipilih dari halhal yang dikemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya, serta
berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt need). Menurut Kovalik dan McGeehan
(1999), tema yang dipilih menyediakan struktur jalan pijakan ke konsep-konsep yang
penting yang membantu siswa melihat pola dan membuat hubungan-hubungan di antara
fakta-fakta dan ide-ide yang berbeda (http://www.kovalik.com).
Menurut kurikulum 2004, pembelajaran tematik diajarkan pada siswa SD kelas
rendah (kelas 1 dan 2), karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu
sebagai satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak pernah bisa dipisahkan
dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional. Apabila di jenjang pendidikan yang
lebih tinggi seperti SMU, khasanah pengetahuan dapat dipilah-pilah demi efisiensi
penyajian (matematika, bahasa, IPA, dan sebagainya, yang diajarkan secara terpisah-pisah
oleh guru bidang studi), di jenjang SD terutama di kelas-kelas awal, para siswa yang
masih lebih menghayati pengalamannya sebagai totalitas, mengalami kesulitan dengan
pemilahan-pemilahan pengalaman yang artifisial ini (Joni, 1996). Dengan kata lain,
para siswa yang masih muda itu melihat dirinya sebagai pusat lingkungan yang
merupakan suatu keseluruhan yang belum jelas unsur-unsurnya, dengan pemaknaan
secara holistik yang berangkat dari yang bersifat konkrit.
Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan
pembelajaran yang lain. Kegiatan belajar lebih banyak dilakukan melalui pengalaman
langsung atau hands on experiences. Adapun karakteristik pembelajaran tematik antar
lain;(1) tema memberikan pengalaman langsung dengan obyek-obyek yang nyata bagi
anak untuk memanipulasi, (2) tema menciptakan kegiatan yang memungkinkan anak
untuk menggunakan pemikirannya, (3) membangun kegiatan sekitar minat-minat umum
anak, (4) menyediakan kegiatan dan kebiasaan yang menghubungkan semua aspek
perkembangan kognitif, sosial, emosi, dan fisik, (5) mengakomodasi kebutuhan anakanak untuk bergerak dan melakukan kegiatan fisik, interaksi sosial, kemandirian, dan
harga diri yang positif, (6) menghargai individu, latar belakang kebudayaan, dan
pengalaman di keluarga yang dibawa anak-anak ke kelasnya, dan (7) menemukan caracara untuk melibatkan anggota keluarga anak. (Barbar Rohde dan Kostelink, et.al, 1991).
4
CLASS mempunyai pengaruh positif pada motivasi dan kinerja siswa, khususnya pada
keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi. Semua siswa menyatakan CLASS
memberikan pengaruh positif pada kehadiran dan sikap siswa, iIklim sekolah, dan moral
serta profesionalisme guru (Morgan, W., 1998).
Pada tahun 1998, sebuah disertasi doktoral meneliti perbandingan antara skor
membaca siswa pada SD yang menerapkan pembelajaran tematik terpadu dengan skor
siswa pada sekolah kontrol. Selama periode dua tahun, skor siswa yang menggunakan
pembelajaran tematik menunjukkan peningkatan sebesar 16%,
sedangkan sekolah
tematik untuk siswa kelas I SD yang dapat digunakan sebagai bahan perkuliahan di
PGSD, khususnya matakuliah pembelajaran terpadu.
METODE PENELITIAN
A.
Prosedur Penelitian
Penelitian tahun pertama adalah mengembangkan perangkat pembelajaran tematik
untuk siswa kelas I SD. Pengembangan perangkat pembelajaran model tematik ini
menggunakan four-D models yakni define, design, develop, dan disseminate (Thiagarajan,
Semmel & Semmel, 1974). Dalam tahap define akan dilakukan kajian terhadap standar
kompetensi dan isi yang ada dalam kurikulum KTSP dan akan ditentukan tema-tema yang
bersesuaian. Setelah tema ditentukan, langkah selanjutnya adalah mendisain format
perangkat dan penulisan perangkat seperti tampak pada bagan berikut ini.
Analisis Kurikulum
define
Penentuan Tema
design
Tahun I
develop
Ujicoba terbatas
Tahun II
Tujuan
Ujicoba skala
luas (II)
perangkat
pembelajaran
tematik SD untuk
4 tema hasil tahun
pertama
Mengetahui
efektivitas
perangkat
pembelajaran
Penyempurnaan
perangkat
pembelajaran
tematik atas hasil
ujicoba skala luas
Memperoleh
perangkat
final yang
siap
diterbitkan
Metode
Randomized
control group
post test only
Diskusi
kelompok
peneliti
Tempat
Hasil
3 SD di
Surabaya,
(kategori
tinggi,
sedang,
rendah)
UNESA
Surabaya
Prototope
perangkat
pembelajaran
tematik untuk
kelas I SD
semester I
Justifikasi
efektivitas
perangkat
pembelajaran
Penyempurna
an perangkat
B.
2.
Kualitas pembelajaran adalah skor hasil belajar yang diperoleh siswa setiap akhir
tema.
C.
Instrumen Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka data diambil dengan
Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini selanjutnya dilakukan analisis
secara deskriptif kuantitatif. Program yang digunakan untuk melakukan analisis ini SPSS
14.0. Untuk mengetahui pengaruh jenis sekolah dan bahan ajar terhadap hasil belajar
siswa dilakukan dengan menggunakan analisis varian.
10
11
Berdasarkan tabel dan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada SDN Babatan 2,
rerata postes 1 dan 2 siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi
daripada siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (43,4318 > 38,7619); begitu
juga pada SDN Kedurus 2, yang selisih reratanya cukup berarti (41,9643 > 33,8947).
Rerata postes 1 dan 2 siswa SDN Wiyung 2 yang menggunakan tematik-bahan ajar
sebagaimana pada hasil analisis sebelumnya, juga lebih rendah dibanding siswa yang
menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,1047< 44,8088). Secara keseluruhan, rerata
postes 1 dan 2 siswa yang menggunakan tematik-bahan ajar adalah lebih tinggi daripada
siswa yang menggunakan tematik-nonbahan ajar (42,3224 > 38,9839). Dengan demikian,
secara deskriptif nampak bahwa ada perbedaan hasil belajar antar sekolah, dan juga ada
perbedaan hasil belajar yang disebabkan karena perbedaan strategi pembelajaran
(tematik-bahan ajar dan tematik-nonbahan ajar). Tetapi apakah perbedaan ini signifikan
atau tidak, perlu diuji dengan analisis varian.
B. Uji Hipotesis
Dalam rangka analisis data penelitian, digunakan Analisis Varian untuk menguji
apakah ada pengaruh jenis sekolah dan bahan ajar terhadap hasil belajar. Ringkasan hasil
Anava untuk Tema 1 seperti pada Tabel 1. Hipotesis null (Ho) ditolak jika p>0,05.
Tabel 1. Ringkasan Hasil Anava Tema 1
Dependent Variable: Postes1
Source
Corrected Model
Intercept
Sekolah
Bhn_ajar
df
5
1
Mean Square
629.661
310115.779
F
8.695
4282.272
Sig.
.000
.000
1110.178
555.089
7.665
.001
532.430
532.430
7.352
.007
1446.147
723.074
9.985
.000
Error
14049.193
194
72.419
Total
352578.000
200
Sekolah * Bhn_ajar
Corrected Total
17197.500
199
a R Squared = .183 (Adjusted R Squared = .162)
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar menunjukkan perbedaan yang signifikan di antara
variasi bahan ajar.
Untuk interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar, dengan df = 2 dan taraf
signifikansi 5%, diperoleh F = 9,985 dan angka signifikansi p = 0,000, yang berada jauh
di bawah 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh
interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar.
Analisis lanjutan dengan Duncan test menunjukkan hasil belajar siswa SDN
Kedurus 2 berbeda dengan SDN Babatan 2 dan SDN Wiyung 2. Sedangkan SDN Babatan
2 hasil belajar siswanya tidak berbeda secara signifikan dengan SDN Wiyung 2. Secara
lebih jelas, hasil analisis lanjut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2: Hasil Analisis Duncan Postes 1
Sekolah
Subset
1
SDN
Kedurus 2
SDN
Babatan 2
SDN Wiyung
2
Sig.
80
38.3000
43
41.9767
77
43.1299
1.000
.453
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 72.419.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 61.548.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I
error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
Selanjutnya ringkasan hasil Anava untuk Tema 2 tentang Lingkungan seperti pada
Tabel 3. Hipotesis null (Ho) ditolak jika p>0,05.
Tabel 3. Ringkasan Hasil Anava Tema 2
Dependent Variable: Postes2
Source
Corrected Model
Intercept
Sekolah
Bhn_ajar
df
5
1
Mean Square
590.973
291022.682
F
7.706
3794.706
Sig.
.000
.000
1364.834
682.417
8.898
.000
738.692
738.692
9.632
.002
1032.247
516.123
6.730
.002
Error
14571.435
190
76.692
Total
332969.000
196
Sekolah * Bhn_ajar
Corrected Total
17526.301
195
a R Squared = .169 (Adjusted R Squared = .147)
13
Subset
SDN Kedurus 2
SDN Babatan 2
80
42
SDN Wiyung 2
74
1
37.2125
2
40.8095
42.8649
Sig.
1.000
.199
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 76.692.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 60.213.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used.
Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
df
5
Mean Square
545.580
F
11.590
Sig.
.000
14
Intercept
306374.258
306374.258
6508.594
.000
Sekolah
1196.314
598.157
12.707
.000
Bhn_ajar
514.162
514.162
10.923
.001
1158.138
579.069
12.302
.000
Error
9132.019
194
47.072
Total
344298.500
200
Sekolah * Bhn_ajar
Corrected Total
11859.920
199
a R Squared = .230 (Adjusted R Squared = .210)
Subset
SDN Kedurus 2
SDN Babatan 2
80
43
SDN Wiyung 2
77
1
38.1313
2
41.1512
43.2987
Sig.
1.000
.084
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 47.072.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 61.548.
b The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used.
Type I error levels are not guaranteed.
c Alpha = .05.
15
C. Pembahasan
Bagian ini memaparkan pembahasan hasil analisis data yang difokuskan pada
penjelasan atas temuan-temuan penelitian dan kaitannya dengan penelitian lain dan
fenomena-fenomena yang relevan, sebagai berikut:
1. Perbedaan Hasil Belajar Karena Jenis Sekolah yang Berbeda
Dari hasil analisis varian diperoleh bukti bahwa jenis sekolah mempengaruhi hasil
belajar siswa. Jenis sekolah yang berbeda (pinggiran, tengah, dan kota), sesungguhnya
tidak hanya berkaitan dengan lokasi saja, namun sangat mungkin juga berkaitan dengan
ketersediaan sarana prasarana, karakteristik guru dan siswa, serta budaya sekolah. Ini
berkaitan erat dengan sumber belajar, yaitu segala sesuatu baik itu media, fasilitas yang
lain, dan lingkungan yang bisa dimanfaatkan oleh guru dan siswa untuk menunjang
pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Lingkungan belajar yang kondusif tentulah
sangat menguntungkan bagi siswa dan guru untuk melaksanakan pembelajaran dengan
bermakna dan menyenangkan.
Keunggulan sekolah lebih terkait dengan keunggulannya dalam menumbuhkan
lingkungan yang memungkinkan terjadinya belajar aktif (active learning). Belajar aktif
merupakan sebuah kesatuan sumber kumpulan strategi-strategi pembelajaran yang
komprehensif (Silberman, 1996). Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk membuat
peserta didik aktif sejak awal melalui aktivitas-aktivitas yang membangun kerja
kelompok, dan dalam waktu singkat membuat mereka berpikir tentang materi pelajaran.
Dalam belajar aktif, siswa perlu melakukan memecahkan masalah sendiri, menemukan
contoh-contoh, mencoba keterampilan-keterampilan, dan melakukan tugas-tugas yang
tergantung pada pengetahuan yang telah dimiliki atau yang harus dicapai.
Sekolah sebagai tempat belajar dengan demikian harus diupayakan sedemikian
rupa oleh guru dan semua yang terlibat di dalamnya, agar mampu menumbuhkan
terjadinya belajar aktif. Namun begitu tidak semua sekolah bisa diupayakan sebagaimana
tersebut karena berbagai kendala. Oleh sebab itu dapat dipahami bila kemudian hasil
belajar antara sekolah yang satu berbeda dengan sekolah yang lain. Berbagai faktor yang
telah disinggung di atas dapat menyebabkan terjadinya perbedaan tersebut.
2. Perbedaan Hasil Belajar Karena Ketersediaan Bahan Ajar
Berdasarkan hasil analisis varian menunjukkan bahwa hasil belajar dipengaruhi
oleh ketersediaan bahan ajar. Siswa yang menggunakan model tematik-bahan ajar hasil
belajarnya lebih baik daripada siswa yang menggunakan model tematik-nonbahan ajar.
16
Kenyataan ini tentu saja sangat mudah dipahami karena bahan ajar menjadi media belajar
yang sangat penting dalam setiap pembelajaran, apapun model atau strategi yang
digunakan.
Benson (2005) mengemukakan pembelajaran tematik melibatkan sekumpulan
aktivitas yang terkait dan dirancang di seputar topik atau tema, serta menjangkau
beberapa area kurikulum. Adanya keterlibatan sekumpulan aktivitas berarti siswa tidak
hanya mengandalkan pendengaran, namun juga mata dan bahkan gerakan atau sentuhan;
dan semuanya ini akan lebih optimal bila dilengkapi dengan bahan ajar tematik. Tema
yang dikemas sedemikian rupa dalam bentuk bahan ajar dapat menyediakan lingkungan
yang mendorong belajar proses dan melibatkan seluruh siswa secara aktif (Fisher, 1991).
Tema juga membangun minat siswa dan prior knowledge dengan memusatkan perhatian
pada topik yang relevan dengan kehidupan mereka. Tema membantu siswa berhubungan
dengan pengalaman hidup yang nyata (real-life experiences) dan mengembangkan apa
yang mereka tahu. Tema tersebut memberikan salah satu kendaraan terbaik untuk
memadukan area konten dalam sebuah cara yang masuk akal bagi siswa dan membantu
mereka membuat hubungan-hubungan untuk mentransfer pengetahuan yang mereka
pelajari dan menerapkannya dalam cara yang bermakna. Manfaat lain penggunaan tema
dalam pembelajaran anak SD, meliputi: belajar informasi faktual secara mendalam,
terlibat secara fisik dengan belajar, belajar keterampilan proses, memadukan belajar
dalam cara yang holistik, meningkatkan keeratan kelompok, memusatkan perhatian pada
kebutuhan individual, dan memotivasi siswa dan guru (Kostelnik, Soderman, Whiren,
2004).
Selain itu, pengemasan bahan ajar yang berbasis tema, membuat siswa mudah
memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu. Siswa dapat mempelajari
pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang
sama, serta memahami materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. Selama
pembelajaran, lingkungan belajar yang ditata sedemikian rupa memungkinkan siswa lebih
bergairah belajar, karena bisa berkomunikasi dalam situasi yang nyata misalnya bertanya,
bercerita, bermain peran, berdiskusi, bekerja kelompok, dan sebagainya. Dengan
demikian dapat dipahami mengapa hasil belajar siswa yang menggunakan bahan ajar
tematik lebih baik daripada hasil belajar siswa yang tidak menggunakan bahan ajar
tematik, meskipun dengan menggunakan model pembelajaran tematik.
17
3. Perbedaan Hasil belajar karena Interaksi antara Jenis Sekolah dan Bahan Ajar.
Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa hasil belajar siswa dipegaruhi secara
signifikan oleh interaksi antara jenis sekolah dan bahan ajar yang digunakan. Relevan
dengan uraian di atas, maka sesungguhnya sekolah merupakan lingkungan belajar yang
harus diupayakan kondusif untuk terjadinya belajar yang bermakna, dan bahan ajar
merupakan
sumber
Temuan
belajar
yang
sangat
penting
dalam
setiap
pembelajaran.
antaranya: (1) penelitian Ruth (1989) yang menemukan bahwa skor membaca siswa SD
yang menerapkan pembelajaran tematik selama periode dua tahun menunjukkan
peningkatan sebesar 16%, sedangkan SD yang menerapkan model tradisional hanya
mencapai peningkatan sebesar 3%; (2) Buechler (1993) mengemukakan salah satu hasil
penelitian tentang penerapan model pembelajaran tematik, yaitu program yang dinamakan
CLASSsuatu program di Indiana yang menggunakan model tematik. Penelitian ini
menganalisis kinerja 100 SD dalam hal pengujian kemajuan belajar yang dinamakan
ISTEP (Indiana Statewide Testing for Educational Progress). Temuannya adalah bahwa
sekolah CLASS memperoleh skor ISTEP lebih tinggi daripada SD lain di negara tersebut,
dan bahwa skor pada SD CLASS terus meningkat dari waktu ke waktu.
Selanjutnya Nurkhotiah dan Kamari (2002) menemukan bahwa pembelajaran
tematik efektif untuk meningkatkan prestasi belajar IPS di SD kelas IV. Anitah (2002)
juga mengemukakan bahwa pengorganisasian isi pembelajaran terpadu model multi
disiplin memberikan pengaruh terhadap perolehan belajar konsep pada pembelajaran di
sekolah dasar.
Semua hasil penelitian di atas menggunakan model tematik dan tentu saja
dilengkapi dengan perangkat pembelajarannya. Perangkat pembelajaran tersebut sangat
membantu terjadinya proses belajar aktif dan menyenangkan. Namun demikian, bila
sekolah tidak cukup menyediakan lingkungan belajar yang kondusif, maka belajar aktif
tidak terjadi secara optimal. Oleh sebab itu dapat dipahami bila hasil belajar siswa sangat
dipengaruhi oleh interaksi antara sekolah dan bahan ajar.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penyajian data dan pembahasan hasil penelitian maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut. 1)Ada pengaruh penerapan bahan ajar (perangkat
pembelajaran) tematik terhadap hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang diajar
dengan menggunakan perangkat pembelajaran tematik lebih tinggi dari pada hasil belajar
18
siswa yang diajar tanpa menggunakan perangkat tematik. 2) Ada pengaruh jenis sekolah
terhadap terhadap hasil belajar siswa, jika pembelajaran dilakukan dengan pendekatan
tematik. Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa pada sekolah baik dan
sedang, namun ada perbedaan untuk sekolah rendah. 3) Ada pengaruh interaksi antara
jenis sekolah dan penerapan bahan ajar tematik terhadap prestasi belajar siswa, yang
menunjukkan hasil belajar siswa yang menerapkan bahan ajar tematik juga dipengaruhi
oleh jenis sekolah. Walaupun demikian, secara keseluruhan hasil belajar siswa yang
menggunakan bahan ajar tematik lebih baik daripada tanpa menggunakan pembelajaran
tematik.
Sesuai dengan hasil penelitian ini maka direkomendasikan beberapa saran
sebagai berikut. 1) Agar hasil belajar siswa bisa optimal maka sebaiknya pembelajaran
tematik di kelas rendah, khususnya kelas I SD, menggunakan bahan yang dikemas dalam
bentuk tematik, tidak berdiri sendiri setiap mata pelajaran.2) Dalam menyusun bahan ajar
tematik sebaiknya memperhatikan kondisi sekolah dan keberagaman siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Benson, T. R. 2005. The issues: Integrated teaching units. PBS teacher source.
http://www.pbs.org/teachersource/prek2/issues/904issue.shtm.
Buechler, M. 1993. Connecting Learning Assures Successful Students: a Study of the
CLASS program. Bloomington, In: Indiana Education Policy Center.
Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004. Jakarta: Depdiknas.
Fisher, B. 1991. Joyful learning: A whole language kindergarten. Postmouth, N. H.:
Heinemann.
Fogarty, Robin. 1991. The mindful school: How to integrate the curricula. Illinois:
Skylight Publishing.
Grisham, D.L. 1995, April. Integrating the curriculum: The case of an award-winning
elementary school. Paper presented at the annual meeting of the American
Educational Research Association, Berkeley, CA. http://www.kovalik.com.
Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran terpadu. Naskah Program Pelatihan Guru Pamong,
BP3GSD PPTG Ditjen Dikti, 1996.
Kostelnik, M.J., Soderman, A. K & Whiren, A.P (2004). Developmentally appropriate
curriculum: Best practice in early childhood education. Upper Saddle River, N.
J.: Merrill.
19
Kovalik, Susan J. dan Jane R. McGeehan. 1999. Integrated thematic instruction: from
brain research to application. Instructional-Design Theories and Models. II.
New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers. 371-396
Morgan, W. 1998. The impact of CLASS on teaching and learning in Indiana.
Bloomington, IN: Indiana University. http://www.kovalik.com.
Nurhadi, Burhanuddin Yasin, Agus Gerrad Senduk. 2003. Pembelajaran kontekstual
(Contextual Teaching Learning/CTL) dan penerapannya dalam KBK. Malang:
UM Press.
Nurkhotiah, S. dan Kamari. 2002. Pembelajaran terpadu: Solusi meningkatkan prestasi
belajar IPS. http://202.159.18.43/jp/ 41sitinur.htm.
Pappas, Christine C., Kiefer, Barbara Z., dan Levstik, Linda S. 1995. An integrated
language perspective in the elementary school. USA: Longman Publiser
Ruth, N.S. 1998. A comparative study of Integrated Thematic Instruction (ITI) and nonintegrated thematic instruction. Doctoral dissertation, Texas A&M University.
http://www.kovalik.com.
Silberman, M. 1996. Active learning: 101 strategies to teach any subject. Boston: Allyn
and Bacon.
The National Clearinghouse for Comprehension School Reform (NCCSR). 1999. The
catalog of school reform models. http://www.kovalik.com.
Thiagarajan, S., Doroty S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. 1974. Instructional
Development for Training Teachers of Exceptional Children. Source Book.
Bloominton: Center for Innovation on Theaching the Handicapped.
20