Anda di halaman 1dari 4

Hadits Maudhu

Resume ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul


Hadits 1

Dosen Pengampu Prof. Dr. Suryadi, Ma


Oleh
Rafika Dhiya Alfadhilah (14530059)

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015

4. Hukum Memalsukan dan Meriwayatkan Hadits Palsu


Kaum muslimin sepakat bahwa memalsukan hadits hukumnya
haram secara mutlak. Namun kelompok Al-Karamiyyah memiliki
pendapat berbeda, dan memperbolehkan membuat hadits palsu
berkenaan dengan tarhib dan targhib, bukaan yang berkenaan
dengan pahala dan siksa dengan tujuan menarik masyarakat untuk
berbuat taat kepada Allah SWT dan menjauhkan mereka berbuat
dari berbuat maksiat. Pendapat mereka itu jelas tertolak karena
tidak memiliki dasar sama sekali, baik oleh dalil naqli maupun aqli.
Rasulullah telah memberikan ancaman keras terhadap siapa saja
yang memalsukan hadits: Barang siapa berdusta atas diriku secara
sengaja, maka bersipalah menempatkan dirinya di neraka. Jumhur
ahli hadits juga sependapat bahwa berdusta termasuk dosa besar.
Semua ahli hadits juga menolak khabar pendusta, bahkan syeikh
Abu Muhammad al-Juwainy mengkafirkan pemalsuan hadits. Mereka
juga tidak memperbolehkan meriwayatkan sedikitpun hadits palsu,
baik berkenaan dengan kisah tarhib, targhib, hukum-hukum ataupun
tidak. Karena hadits Rasulullah SAW: Siapa yang meriwayatkan
dariku sebuah hadits dan terlihat bahwa hadit itu dusta, maka ia
juga termasuk satu di antara para pendusta.
Semua hadits maudhu bathul lagi tertolak dan tidak bias
dijadikan pegangan, karena merupakan kedustaan dan bualan atas
diri Rasululllah.

5. Upaya-upaya Ulama Melawan Hadits Palsu

Berpegang Pada Sanad

5 Upaya ulama
dalam rangka
menjaga hadits
Nabi SAW:

Meningkatkan Semangat Ilmiah


dan Ketelitian dalam
Meriwayatkan Hadits
Para Ulama Memerangi Para
Pendusta dan Tukang Cerita

Menjelaskan Hal Ihwal Para


Perawi
Meletakkan Kaidah-Kaidah untuk
Mengetahui Hadits Maudhu

a. Berpegang pada Sanad


Isnad mendapatkan perhatian serius sejak masa tabiin.
Sampai-sampai merupakan suatu kewajiban bagi muhaddits
untuk menjelaskan usul-usul riwayatnya. Dengan menyandarkan
suatu hadits melalui sanad ia telah terlepas dari tanggungan dan
dapat memberikan kelegaan bila sanadnya mutashil sampai
kepada rasulullah SAW, disamping memberikan ketenangan bagi
yang menerimanaya.
b. Meningkatkan
Semangat
ilmiah
dan
Ketelitian
dalam
Meriwayatkan Hadits
Perjalanan ilmiah dalam menuntut hadits, kecermatan dan
ketelitian serta kehati-hatian dalam meriwayatkan hadits,

mengirimkan para sahabat yang hafidz ke berbagai daerah guna


menyebarluaskan hadits, semangat ulama dalam menyebarkan
hadits pejelasan yang maqbul dari yang mardud dan yang
susupan dari yang asli. Semua itu merupakan bukti maraknya
kehidupan ilmiah sejak masa awal Islam.
Ahli ilmu sangat bersungguh-sungguh dalam menjaga
hadits dan mudzakarahnya di antara mereka. Imam-imam hadits
memiliki peranan yang sangat besar, mereka menghafal yang
shahih, dhoif dan maudhu sehingga mereka tidak akan merasa
kabur menghadapi berbagai jenis hadits.
c. Para Ulama Memerangi Para Pendusta dan Tukang Cerita
Sebagian ulama memerangi para pendusta dan tukang
cerita serta melarang mereka dan menjelaskan keadaan mereka
kepada masyarakat. Mereka juga melarang masyarakat
mendekati para pendusta itu. Semua ahli juga menjelaskan yang
maudhu kepada murid-murid mereka dan mengingatkan agar
para murid tidak meriwayatkan khabar-khabar dari para
pendusta itu. Ahli hadits tidak cukup hanya memerangi
kedustaan bersama murid-muridnya.
Diantara yang paling ganas melawan para pendusta itu
adalah Syubah ibn Al-hajjaj (-160 H), asy-Syabiy (-103 H),
Sufyan al-Tsaury (-161 H), Abdurrahman ibn Mahdy (-198 H), dan
lain-lain.
d. Menjelaskan Hal Ihwal Para Perawi
Ahli hadits melakukan penelitian tentang kehidupan para
periwayatdan mengenal hal ihwal mereka.
Demikianlah upaya-upaya ulama dalam hal ini dengan cara
menciptakan ilmu al-jarh wa at tadil, yang kaidah-kaidah
dasarnya sebenarnya telah diletakkan oleh sahabat, tabiin dan
atba at-tabiin.
e. Meletakkan Kaidah-kaidah untuk Mengetahui Hadits Maudhu
Ulama juga meletakkan kaidah-kaidah untuk mengetahui
hadits yang maudhu. Mereka menyebutkan tanda-tanda
kepalsuan baik dalam sanad maupun matan.

Anda mungkin juga menyukai