Anda di halaman 1dari 18

Infeksi Bakteri Penyebab Osteomyelitis

Abstrak
Kali ini penulis dihadapkan dengan sebuah skenario tentang seorang laki-laki
berusia 20 tahun yang datang ke rumah sakit karena luka di kaki kanan yang tidak
sembuh-sembuh sejak 5 bulan lalu. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas dan mengakibatkan patah dan luka pada kaki kanannya. Pasien telah menjalani
2 kali operasi dan selama ini hanya control di mantra untuk mengganti perban, namun
luka di kaki kanannya tidak sembuh sampai saat ini. Luka tersebut mengeluarkan
darah dan nanah. Pasien juga disertai dengan keluhan demam.
abstract
This time the author was faced with a scenario of a man aged 20 years who
came to the hospital because of a right foot injury does not heal since 5 months ago.
Previously patients had a traffic accident and resulting fractures and injuries to his
right leg. The patient had undergone two surgeries and had only control in a spell to
change a bandage, but the wound in his right leg did not heal until recently. The
wound bleeds and pus. Patients also accompanied with fever.

Pendahuluan
Dewasa ini, begiu banyak ditemukan penyakit dan kelainan pada susunan
tulang dan otot, tidak memandang usia, penyakit ini menyerang balita bahkan sampai
lansia. Penyakit atau kelainan yang menyerang susunan tulang dan otot disebut
sebagai penyakit/kelainan musculoskeletal. Pada tulisan kali ini, penulis akan
mencoba membahas sebuah penyakit musculoskeletal yang ditemukan pada manusia,
tentunya sesuai dengan scenario yang sudah dituliskan pada abstraksi diatas. Penulis
berharap, kiranya tulisan ini dapat menjadi bahan pembelajaran lebih lanjut tentang
penyakit/kelainan msukuloskeletal.
Isi dan Pembahasan

Berdasarkan skenario tersebut, setelah menganalisis inti permasalahannya,


penulis menggambarkan semua yang akan dibahas melalui sebuah peta konsep seperti
di bawah ini :
WD/DD

penatalaksanaa
n

pemeriksaan
penunjang

prognosis
Rumusa
n
masalah

pemeriksa
an fisik

komplikasi

anamnesi
s

gambaran
klinis

etiologi

epidemiologi

Dalam peta konsep yang digambarkan penulis diatas, dapat dilihat bahwa
terdapat 10 tahapan yang dapat menjabarkan rumusan masalah yang ada secara detil,
10 tahapan tersebut ialah; anamnesis,pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang,
diagnosis (working diagnosis dan Differential Diagnosis), penatalaksanaan,
prognosis, komplikasi, epidemiologi, etiologi, dan gambaran klinis.
Anamnesis
Anamnesis merupakan metode yang digunakan oleh seorang dokter untuk
menanyakan keluhan pasien. Terdapat 2 bentuk anamnesis; auto-anamnesis dan alloanamnesis. Auto-anamnesis ialah anamnesis yang dilakukan oleh seorang dokter
langsung kepada penderita/pasien dengan syarat kondisi pasien sadar, sedangkan alloanamnesis ialah anamnesis yang dilakukan oleh seorang dokter melalui orang terdekat
atau kerabat penderita/pasien, biasanya allo-anamnesis dilakukan apabila kondisi
asien tidak sadarkan diri atau pada pasien psikiatri/kejiwaan.
Anamnesis sebenarnya bertujuan untuk mengembangkan pemahaman
mengenai kondisi pasien. Dalam melakukan anamnesis kepada pasien, terdapat
sejumlah data yang perlu ditanyakan kepada pasien, seperti halnya:1

Identitas diri pasien (Nama, Tempat/tanggal lahir, Usia, Jenis Kelamin,

Alamat, Agama, Status perkawinan, Pekerjaan, dan suku bangsa)


Keluhan utama (disertai dengan lama waktu pasien mulai merasakan

keluhan tersebut) dan Keluhan tambahan/penyerta


Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Dahulu yang pernah diderita

trauma/kecelakaan
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Lingkungan Tempat Tinggal dan Tempat Kerja
Dan khusus bagi pasien wanita, perlu ditanyakan riwayat persalinan,

ataupun

riwayat menstruasi, dan riwayat keluarga berencana


Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang
Setelah melakukan anamnesis kepada pasien baik secara auto-anamnesis
maupun allo-anamnesis, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan. Pemeriksaan pasien
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu; pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui adanya kelainan
faali pada pasien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan 4 tahapan; inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi. Data-data yang diperlukan dalam pemer iksaan fisik
antara lain seperti; keadaan umum,tingkat kesadaran pasien, tanda ruam pada kulit,
kelainan bunyi fisiologis organ, nyeri tekan, dan tanda vital (seperti : tekanan darah,
frekuensi denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan suhu tubuh). Dan pada pemeriksaan
musculoskeletal dapat ditambahkan dengan Look-Feel-Move. Look berarti melihat
keadaan bagian musculoskeletal pasien yang dikeluhkan, ada/tidaknya pus, edema,
jaringan granulasi, Feel berarti melakukan palpasi, memeriksan ada/tidaknya neri
tekan dan suhu bagian musculoskeletal, dan Move berarti memeriksa kemampuan
motoric pasien, apakah bagian musculoskeletal yang dikeluhkan dapat bergerak, atau
tidak. Pemeriksaan fisik berguna dalam mengambil diagnosa penyakit yang diderita
oleh pasien.1
Pemeriksaan penunjang dapat membantu dokter dalam mendiagnosis, namun
bukan menjadi acuan/patokan dalam mendiagnosis suatu penyakit. Pemeriksaan
penunjang ialah pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan hasil laboratorium,
radiologi, dan lainnya. Begitu banyak hal yang dapat di periksa dalam pemeriksaan
penunjang, seperti x-ray, MRI, CT-Scan, dll. Pemeriksaan penunjang sangat
membantu dalam menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan penyakit lain, sehingga
membantu dokter merujuk kepada satu penyakit pasti.

Diagnosis
Setelah melakukan pemeriksaan fisik secara seksama dan didukung oleh
pemeriksaan penunjang, dokter harus mendiagnosis penyakit apa yang diderita oleh
pasien, sehingga pasien mendapatkan terapi pengobatan yang tepat. Diagnosis di bagi
menjadi 2, yaitu; WD atau Working Diagnosis, dan DD atau Differential Diagnosis.1
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan setelah dokter melakukan diagnosis terhadap
pasien. Penatalaksanaan dibagi menjadi 2 macam, yang pertama ialah penata
laksanaan secara Medika Mentosa, yang artinya ialah penatalaksanaan atau prosedur
yang dilakukan oleh dokter dalam menyembuhkan pasien melalui pemberian obat.
Dan yang kedua ialah penatalaksanaan secara Non-Medika Mentosa, berarti prosedur
yang dilakukan dokter dalam menyembuhkan pasiennya bukan dengan cara
memberikan obat, melainkan yang lain, seperti; memberikan edukasi, menyarankan
pasien untuk melakukan istarahat penuh/bedrest, dan sebagainya.1
Prognosis
Prognosis merupakan perkiraan dokter terhadap kelangsungan/nasib pasien
setelah dokter melakukan penatalaksanaan.1
Komplikasi
Komplikasi merupakan sebuah efek samping berupa penyakit lain yang dapat
timbul akibat dari sebuah penyakit yang diderita oleh pasien, tidak hanya oleh karena
penyakit yang diderita, namun bahkan oleh karena penatalaksanaan yang didapat oleh
pasien.1
Epidemiologi
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari proses penyebaran infeksi
penyakit yang sama seperti diderita oleh pasien.1

Etiologi

Etiologi adalah ilmu yang mempelajari siklus dan cara hidup penyebab infeksi
penyakit yang diderita pasien.1
Gambaran Klinis
Gambaran

klinis ialah gejala-gejala yang timbul akibat infeksi suatu

penyakit.1
PEMBAHASAN SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 20 tahun yang datang ke rumah sakit karena luka di
kaki kanan yang tidak sembuh-sembuh sejak 5 bulan lalu. Sebelumnya pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas dan mengakibatkan patah dan luka pada kaki
kanannya. Pasien telah menjalani 2 kali operasi dan selama ini hanya control di
mantra untuk mengganti perban, namun luka di kaki kanannya tidak sembuh sampai
saat ini. Luka tersebut mengeluarkan darah dan nanah. Pasien juga disertai dengan
keluhan demam.
anamnesis
Pada scenario kali ini, anamnesis yang dilakukan pada pasien tersebut berupa
alloanamnesis. Melalui alloanamnesis, didapat bahwa, pasien tersebut memiliki
sebuah luka yang belum sembuh sejak 5 bulan yang lalu pada kaki kanannya. Luka
tersebut akbat kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh pasien, tidak hanya luka,
pasien juga mendapati patah tulang. Pasien tersebut menjalani 2 kali operasi dan
control rutin ke mantra untuk mengganti perban. Pasien juga memiliki keluhan
demam.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kesadaran pasien compos mentis yang berarti, pasien
sadar penuh dan pasien terlihat sakit sedang. Pada pemeriksaan suhu tubuh, suhu
tubuh pasien berada pada 37,9 derajat celcius yang menunjukkan bahwa pasien
menderita demam, karena angka suhu tubuh normal ialah 36-37 derajat celcius. 2 Pada
pemeriksaan tekanan darah, tekanan darah pasien menunjukkan angka normal 120/80
mmHg. Begitu juga dengan pemeriksaan Respiratory Rate/RR pasien menunjukkan
angka normal 20 kali per menit. Sedangkan pada pemeriksaan denyut nadi, terlihat

ada sedikit peningkatan, pasien memiliki jumlah denyut nadi 102 kali per menit,
dengan angka normal 60-100 kali per menit.2 Pada pemeriksaan fisik lanjutan pada
cruris dextra, terlihat adanya edema, pus, darah dan jaringan granulasi dengan
capillary time reffil kurang dari 2 detik. Terdapat nyeri tekan, dan suhu raba lebih
hangat dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Pergerakan terbatas karena nyeri dan
akral hangat.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang disarankan pada kasus scenario diatas ialah
pemeriksaan foto X-ray dan MRI pada cruris dexra.
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien menunjukkan
tanda-tanda infeksi pada luka yang disebabkan oleh bakteri. Hal ini dibuktikan dengan
terdapatnya nanah/pus pada luka pasien. Ada beberapa bakteri yang mungkin
menginfeksi pasien dan menyebabkan osteomyelitis pada pasien, bakteri tersebut
ialah;

Staphylococcus

aureus,

Methiciliin-resistant

Staphylococcus

aureus,

streptococci, enterococci, enterobacteriaceae (E.coli, Klebsiella), dan Pseudomonas


aeruginosa.3 dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan, penulis menyimpulkan
working diagnosis pasien tersebut ialah osteomyelitis, dengan differential diagnosis
grauchers syndrome, demam rematik, dan Ewing sarcoma.3
Osteomyelitis
Osteomyelitis adalah sebuah infeksi tulang dan medulla tulang, baik karena
infeksi piogeni atau non-piogenik. Biasanya infeksi bakteri yang menyebabkan
osteomyelitis ini terjadi bersamaan dengan fraktura terbuka. Ada beberapa bakteri
yang dapat menginfeksi dan menyebabkan osteomyelitis, yang paling sering
ditemukan ialah infeksi oleh Staphylococcus aureus. Infeksi lainnya disebabkan oleh
Streptococci, Enterobacteriaceae, dan Pseudomonas aeruginosa. Tidak hanya itu saja,
ada pula beberapa organisme yang memang jarang ditemukan, namun dapat
menginfeksi dan menyebabkan osteomyelitis; Bartonella henselae, Brucella sp.,
Fungi, Mycobacterium tuberculosis, dan virus.4 osteomyelitis tidak memandang ras
dan jenis kelamin, namun orang-orang yang memiliki faktor dibawah ini dapat lebih
rentan terhadap osteomyelitis;5
6

Diabetes mellitus
Pasien hemodialysis
Sickle cell disease
Narkotisme dan alkoholisme
Pengguna steroid jangka panjang

Secara pathogenesis, osteomyelitis dibagi menjadi 2, osteomyelitis primer dan


sekunder. Osteomyelitis primer terdiri dari osteomyelitis hematogenous dan
perkontinuitatum akut, osteomyelitis sub akut, dan osteomyelitis kronis.
Osteomyelitis primer
Osteomyelitisi hematogenous akut : Penyebaran osteomielitis dapat terjadi
melalui dua cara yaitu:5
penyebaran umum

melalui sirkulasi darah berupa bakterimia dan septikemia

melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi mltifokal pada


daerah-

2.

daerah lain

penyebaran lokal

subperiosteal abses, akibat penerobosan abses melalui periost

selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit

penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik

penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi


dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang lokal
dengan terbentuknya tulang mati yang disebut sekuestrum.

Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu: 5

Teori vaskuler (trueta)


Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok dan membentuk
sinus-sinus sehingga menyebabkan aliran darah menjadi lambat. Aliran darah
yang lambat pasda daerah ini memudahkan bakteri berkembang biak.

Teori fagositosis (rang)


Daerah

metafisis

merupakan

daerah

pembentukan

sistem

retikuloendotelial. Bila terjadi infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit
matur di tempat ini. Meskipun demikian, di daerah ini juga terdapat sel-sel fagosit
imatur yang tidak dapat memfagosit bakteri sehingga beberapa bakteri tidak
difagosit dan berkembang biak di daerah ini.

Teori trauma
Bila trauma artifisial dilakukan pada binatang percobaan, maka akan
terjadi hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan penyuntikan bakteri
secara intravena, akan terjadi infeksi pada daerah hematoma tersebut.
Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada
umur, daya tahan penderita, lokasi infeksi, serta virulensi kuman. Infeksi terjadi
melalui aliran darah dari fokus tempat lain dari tubuh pada fase bakterimia dan dapat
menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian masuk ke dalam juxta epifisis
pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi hiperemi dan udem di
daerah metafisis disertai pembentukan pus di tulang panjang. Terbentuknya pus dalam
tulang di mana jaringan ulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan
dlam

tulang

bertambah,

peninggian

tekanan

dalam

tulang

mengakibatkan

terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada pembuluh darah tulang yang
akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Di samping proses yang disebutkan di atas,
pembentukan tulang baru yang ekstendsif terjadi pada bagian dalam periostem
sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk lingkungan tulang
seperti peti mayat yang disebut involukrum dengan jaringan sekuestrum di dalamnya.
Proses ini terlihat jelas pada akhir minggu kedua. Apabila pus menembus tulang,
maka terjadi pengaliran pus atau (discharge) dari involukrum keluar melalui lubang
yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan kulit. 5
Osteomyelitis perkontinuitatum akut disebabkan kontak langsung antara
jaringan tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan
pembedahan. Manisfestasinya terlokalisasi dan lebih jelas dari pada hematogenous
osteomyelitis.6
Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, anemia
sel sabit, AIDS, penggunaan obat-obatan intra vena, alkoholisme, penggunaan steroid
yang berkepanjangan, imunosupresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian
prostetik adalah salah satu faktor resiko, begitu juga dengan pembedahan
ortopedi dan fraktur terbuka.6
Osteomyelitis Subakut bentuk lain dari osteomyelitis, dan abses Brodie
adalah salah satu tipe yang paling umum dari osteomyelitis subakut. Abses ini
biasanya ditemukan dalam spongiosa tulang dekat ujung tulang. Bentuk abses ini

biasanya bulat atau lonjong dengan pinggiran skleroti, kadang-kadang terlihat


sekuester. Abses tetap terlokalisasi dan kavitas dapat secara bertahap terisi jaringan
granulasi. Abses Brodie juga dapat ditemukan pada osteomielitis kronik. 7,8
Osteomyelitis subakut terjadi lebih banyak pada tulang-tulang dibandingkan
dengan tipe akut, dan itu terjadi pada bermacam-macam daerah diantara tulang-tulang
yang terinfeksi. Ekstremitas bawah terinfeksi lebih banyak dibandingkan ekstremitas
atas. Tibia terinfeksi lebih sering dibandingkan femur.5,7
Osteomyelitis subakut mungkin hanya terjadi pada epifisis, yang merupakan
kebalikan dari yang dipercaya bahwa infeksi tulang pertama tidak terjadi di epifisis.
Diafisis kadang-kadang terinfeksi, meskipun lebih sering pada dewasa dibandingkan
pada anak-anak; daerah yang paling sering terinfeksi adalah metafisis. Daerah lain
yang dilaporkan sebagai osteomielitis subakut adalah metafisis sesuai lokasi, seperti
di pelvis, tulang belakang, calcaneus, clavicula, dan talus. Osteomyelitis subakut
yang terjadi pada tulang tarsal biasanya terjadi pada daerah subkondral atau batas
apofisis dari calcaneus. Lesi subakut dari tulang belakang terjadi lebih sering pada
orang dewasa dibandingkan pada anak-anak. Pada osteomyelitis subakut yang terjadi
pada tulang panjang pada orang dewasa, diafisis sering terkena sama seperti metafisis,
sedangkan lutut jarang terkena.7,8
Osteomyelitis Kronis adalah Osteomyelitis akut yang tidak diterapi secara
adekuat. Organisme yang biasa berperan adalah Staphylococcus aureus (75%),
Escherichia coli, Streptococcus pyogenes, Proteus, dan Pseudomonas. Kebanyakan
penyebab dari osteomielitis polimikroba. Kadang-kadang infeksi ini tidak terdeteksi
selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau
beberapa tahun. 5,9
Destruksi tulang tidak hanya pada fokus infeksi tetapi meluas. Kavitas berisi
potongan tulang mati (sekuestra) yang dikelilingi jaringan vaskular, dan di luar
jaringan vaskular tersebut ada daerah sklerosis, hasil dari reaksi kronis pembentukan
tulang baru.
Sekuester berperan sebagai substrat bagi adesi bakteri, lama-kelamaan
terbentuk sinus. Destruksi tulang dan dengan meningkatnya sklerosis berakibat
terjadinya fraktur patologis. Gambaran histologis berupa sebukan sel radang kronis di
sekitar daerah aselular tulang atau sekuestra.9
Osteomyelitis sekunder

osteomielitis sekunder dapat disebabkan oleh perluasan infeksi secara


langsung dari jaringan lunak di dekatnya atau dari arthritis septic pada sendi yang
berdekatan.
Infeksi di jaringan lunak kaki atau tangan, terutama di jari kaki atau jari tangan
dapat menjalar ke dalam tulang dan menyebabkan osteomielitis. Panarisium subkutan
menyebabkan osteomielitis falang terminal. Yang sering ditemukan adalah
osteomielitis tulang tangan atau kaki karena neuropati perifer, misalnya pada lepra
atau diabetes mellitus.9
Epidemiologi
Osteomyelitis sering ditemukan pada usia dekade I-II, tetapi dapat pula
ditemukan pada bayi dan neonatus. Insiden di amerika 1 dari 5000 anak, dan 1 dari
1000 pada neonatal. Pada keseluruhan insiden terbanyak pada negara berkembang,
khususnya di negara kita Indonesia. Osteomyelitis pada anak-anak sering bersifat akut
dan menyebar secara hematogen, sedangkan osteomyelitis pada orang dewasa
merupakan infeksi subakut atau kronik yang berkembang secara sekunder dari fraktur
terbuka dan meliputi jaringan lunak. 5,6
Kejadian pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan dengan anak
perempuan dengan perbandingan 4:1. Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang
panjang, misalnya femur, tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Namun tibia menjadi
lokasi tersering untuk osteomyelitis post trauma karena pada tibia hanya terdapat
sedikit pembuluh darah. 5,6
Faktor-faktor pasien seperti perubahan pertahanan netrofil, imunitas humoral,
dan imunitas selular dapat meningkatkan resiko osteomyelitis. 6
Etiologi
Organisme spesifik yang diisolasi dari osteomielitis seringkali dihubungkan
dengan usia pasien atau keadaan-keadaan tertentu yang menyertainya (trauma atau
riwayat operasi). Staphylococcus aureus terlibat pada kebanyakan pasien dengan
osteomielitis hematogenous akut dan bertangguang jawab atas 90% kasus pada anakanak yang sehat. Penyebab osteomielitis pada anak-anak ialah Staphylococcus aureus
(89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophillus influenza (2-4%), Salmonella typhi
dan Escherichia coli (1-2%). Bakteri penyebab osteomielitis kronik terutama
Staphylococcus aureus (75%), atau Escherichia coli, Proteus atau Pseudomonas

10

aeruginosa. Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab utama osteomielitis


kronik pada operasi-operasi ortopedi yang menggunakan implan. 5,6,9
Selain disebabkan bakteri piogenik, osteomielitis juga dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri granulomatosa seperti tuberkulosis dan siphilis melalui proses spesifik,
oleh jamur seperti aktinomikosis yang pada awalnya seringkali bersifat kronik. Selain
itu juga dapat disebabkan oleh virus. 4,7,9
Organism

Comments

Staphylococcus aureus

Organism most often isolated in all types


of osteomyelitis

Coagulase-negative staphylococci or
Propionibacterium species

Foreign-bodyassociated infection

Enterobacteriaceae
species
Pseudomonas aeruginosa

Common in nosocomial infections

or

Streptococci or anaerobic bacteria

Associated with bites, fist injuries caused


by contact with another person's mouth,
diabetic foot lesions, decubitus ulcers
Sickle cell disease

Salmonella species or Streptococcus


pneumoniae
Bartonella henselae

Human immunodeficiency virus infection

Pasteurella multocida or Eikenella


corrodens

Human or animal bites

Aspergillus species, Mycobacterium


avium-intracellulare
or
Candida
albicans

Immunocompromised patients

Mycobacterium tuberculosis

Populations in which tuberculosis is


prevalent

Brucella species, Coxiella burnetii


(cause of chronic Q fever) or other
fungi found in specific geographic
areas

Population in which these pathogens are


endemic

Organisms Commonly Isolated in Osteomyelitis Based on Patient Age

11

Infants(<1year)
GroupB streptococci
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Children(1to16years)
S. aureus
Streptococcus pyogenes
Haemophilus influenzae
Adults(>16years)
Staphylococcus epidermidis
S. aureus
Pseudomonas aeruginosa
Serratia marcescens
E. coli
Adapted with permission from Dirschl DR, Almekinders LC. Osteomyelitis.
Common causes and treatment recommendations. Drugs 1993;45:29-43.
Gambaran Klinis
Organisme spesifik yang diisolasi dari osteomielitis seringkali dihubungkan
dengan usia pasien atau keadaan-keadaan tertentu yang menyertainya (trauma atau
riwayat operasi). Staphylococcus aureus terlibat pada kebanyakan pasien dengan
osteomielitis hematogenous akut dan bertangguang jawab atas 90% kasus pada anakanak yang sehat. Penyebab osteomielitis pada anak-anak ialah Staphylococcus aureus
(89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophillus influenza (2-4%), Salmonella typhi
dan Escherichia coli (1-2%). Bakteri penyebab osteomielitis kronik terutama
Staphylococcus aureus (75%), atau Escherichia coli, Proteus atau Pseudomonas
aeruginosa. Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab utama osteomielitis
kronik pada operasi-operasi ortopedi yang menggunakan implan. 6
Selain disebabkan bakteri piogenik, osteomielitis juga dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri granulomatosa seperti tuberkulosis dan siphilis melalui proses spesifik,
oleh jamur seperti aktinomikosis yang pada awalnya seringkali bersifat kronik. Selain
itu juga dapat disebabkan oleh virus. 6,9
Organism

Comments

Staphylococcus aureus

Organism most often isolated in all types of


osteomyelitis

Coagulase-negative staphylococci or

Foreign-bodyassociated infection

12

Propionibacterium species
Enterobacteriaceae species or
Pseudomonas aeruginosa

Common in nosocomial infections

Streptococci or anaerobic bacteria

Associated with bites, fist injuries caused by


contact with another person's mouth, diabetic
foot lesions, decubitus ulcers
Sickle cell disease

Salmonella species or Streptococcus


pneumoniae
Bartonella henselae

Human immunodeficiency virus infection

Pasteurella multocida or Eikenella


corrodens

Human or animal bites

Aspergillus species, Mycobacterium


avium-intracellulare or Candida albicans

Immunocompromised patients

Mycobacterium tuberculosis

Populations in which tuberculosis is prevalent

Brucella species, Coxiella burnetii (cause


of chronic Q fever) or other fungi found in
specific geographic areas

Population in which these pathogens are


endemic

Organisms Commonly Isolated in Osteomyelitis Based on Patient Age


Infants (<1 year)
Group B streptococci
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
Children (1 to 16 years)
S. aureus
Streptococcus pyogenes
Haemophilus influenzae
Adults (>16 years)
Staphylococcus epidermidis
S. aureus
Pseudomonas aeruginosa
Serratia marcescens
E. coli
Adapted with permission from Dirschl DR, Almekinders LC. Osteomyelitis.
Common causes and treatment recommendations. Drugs 1993;45:29-43.

Pengambilan Diagnosis Osteomyelitis

13

Diagnosis dari osteomielitis pada awalnya didasarkan pada penemuan klinik,


melalui data dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik. Pada osteomelitis akut, berikut
adalah beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan;4

Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah)


o Leukosit meningkat sampai dengan 30000
o LED meningkat
o Pemeriksaan Titer antibody-anti Staphylococcus
o biopsy
Pemeriksaan radiologis
o USG : memperlihatkan adanya efusi pada sendi
o MRI : menunjukkan gambaran inflamasi awal dari sumsum
tulang, dengan inflamasi periosteum dan jaringan lunak, sebagai
bentuk infeksi yang progresif.

Apabila terapi yang tepat tidak dilakukan, osteomyelitis akut akan berangsurangsur menjadi osteomyelitis kronis. Beriku adalah beberapa pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan pada osteomyelitis kronis;4

Pemeriksaan laboratorium
o Peningkatan LED
o Leukositosis
o Peningkatan titer antibody-anti Staphylococcus
Pemeriksaan radiologi
o Foto rontgen/ X-ray : dapat ditemukan adanya tanda-tanda porosis dan
sklerosis tulang, penebalan periosteum, elevasi periosteum dan
terdapat sekuestrum
o Radioisotope scanning : dapat membantu menegakkan diagnosis
osteomyelitis kronis dengan menggunakan 99mTCHDP
o CT-Scan dan MRI : berguna untuk melihat sejauh mana kerusakan
tulang yang dialami pasien

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah tindakan bedah berupa
debridement, dan pemberian antibiotik. Berikut merupakan antibiotik pilihan untuk
osteomyelitis, tergantung pada bakteri yang menginfeksi;
organisme
Staphylococcus Aureus

antibiotik
Oxacillin / nafcillin

dosis
2g IV q6h
14

cephalosporin

Cefazolin: 2g IV q8h

streptococcus

Klindamisin*
vancomycin
Daptomycin*
Linezold*
Penisilin

Ceftriaxone: 1-2g IV q24h


600-900 mg IV q8h
15mg/kgBB IV q21h
4-6mg/kgBB IV q24h
600mg IV or PO q12h
5mU IV q6h or 20mU/d dengan

Enterococcus

Penisilin +

infus berlanjut
Penisilin : 5mU IV q6h

enterobacteriaceae

gentamicin
vankomisin
Ceftriaxone /

gentamisin : 5mg/kgBB/hari IV
15mg/kgBB IV q21h
Cefazolin: 2g IV q8h

Pseudomonas

cephalosporin
ciprofloxacin
ciprofloxacin

Ceftriaxone: 1-2g IV q24h


400mg IV q8-12h
400mg IV q8-12h

MRSA

aeruginosa
Prognosis
Angka mortalitas pada osteomyelitis yang diobati adalah kira-kira 1 %, tetapi
morbiditas tetap tinggi. Bila terapi efektif dimulai dalam waktu 48 jam setelah
timbulnya gejala, kesembuhan yang cepat dapat diharapkan pada kira-kira 2/3 kasus.
Kronisitas dan kambuhnya infeksi mungkin terjadi bila terapinya terlambat. 6
Empat faktor penting yang menentukan keefektifan terapi antimikroba dalam
terapi osteomyelitis, sehingga akan mempengaruhi prognosis adalah :6
1. Interval waktu diantara onset penyakit dan permulaan terapi.
Terapi yang dimulai dalam 3 hari pertama adalah yang paling ideal karena
pada tahap ini area lokal dari osteomyelitis masih belum menjadi iskemi. Dengan
pengobatan dini, organisme penyebab akan lebih sensitif terhadap obat yang dipilih
dan dapat mengontrol infeksi sehingga osteolisis, nekrosis tulang dan pembentukan
tulang baru akan dihambat. Dengan keadaan seperti ini maka perubahan gambaran
radiologik tidak akan muncul kemudian pengobatan dalam tiga sampai tujuh hari
akan mengurangi infeksi baik sistemik maupun lokal, namun terlalu lambat untuk
mencegah kerusakan tulang. Pengobatan yang dimulai setelah satu minggu infeksi
hanya dapat mengontrol septikemia dan menyelamatkan jiwa, tetapi memiliki efek
yang kecil dalam mencegah kerusakan tulang lebih lanjut.
2. Keefektifan obat antimikroba dalam melawan kuman penyebab

15

Hal ini bergantung pada jenis kuman penyebab yang bersangkutan apakah
kuman tersebut resisten atau sensitif terhadap antibiotik yang digunakan.
3. Dosis dari obat antimikroba
Faktor lokal dari vaskularisasi tulang yang terganggu memerlukan dosis
antibiotik yang lebih besar untuk osteomielitis daripada infeksi jaringan lunak.
4. Durasi terapi antimikroba
Penghentian terapi yang terlalu awal terutama bila kurang dari empat minggu akan
mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan rekuren dari osteomyelitis.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomielitis hematogen akut adalah: 5,6

Septikemia
Dengan makin tersedianya obat-obatan antibiotik yang memadai, kematian

akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan.

Infeksi yang bersifat metastatik


nfeksi dapat bermetastatik ke tulang/ sendi lainnya, otak, dan paru-paru, dapat
bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada penderita dengan status gizi yang
jelek

Artritis Supuratif
Artritis Supuratif dapat terjadai pada bayi muda karena lempeng epifisis bayi
(yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik. Komplikasi
terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang
bersifat intra-kapsuler (misalnya pada sendi panggul) atau melalui infeksi
metastatik

Gangguan Pertumbuhan
Osteomyelitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan kerusakan
lempeng

epifsisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, sehingga

tulang yang

terkena akan menjadi lebih pendek.

Pada anak yang lebih besar akan terjadi hiperemi pada daerah metafisis yang
merupakan stimulasi bagi tulang untuk bertumbuh. Pada keadaan ini tulang
bertumbuh lebih cepat dan menyebabkan terjadinya pemanjangan tulang

Osteomielitis Kronik

16

Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka osteomielitis
akut

akan berlanjut menjadi osteomielitis kronik

Fraktur Patologis

Ankilosis

Penutup
Sekian pembahasan penulis mengenai infeksi bakteri yang dapat menyebabkan
osteomyelitis. Dan hipotesis penulis diterima. semoga apa yang telah dituangkan oleh
penulis dapat menjadi acuan dalam menghadapi infeksi bakteri yang dapat
menyebabkan osteomyelitis. penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah turut membantu dalam pembuatan tulisan ini, Penulis mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan, kritik dan saran dapat dikirimkan ke alamat
korespondensi di atas.

Daftar Pustaka
1. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran: bagaimana dokter
berpikir, bekerja, dan menampilkan diri. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama; 2006. hal 218-9, 229-30
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia. 6th ed. Jakarta: EGC;
2007.h.510-7.
3. Braunwald E. Harrisons Principles of Internal Medicine. United States of
America: The McGraw-Hill Companies,Inc;2012. Hal 1071-6
4. http://www.dokterbedahherryyudha.com/2012/07/osteomielitis-bab-ipendahuluan-sistem.html
5. Rasjad C., Infeksi dan Inflamasi. Dalam Pengantar Ilmu
Bedah Ortopedi. Edisi 3. Penerbit Yarsif Watampone.
Jakarta. 2007. Hal 132- 41.
6. King R., Johnson D. Osteomyelitis. www.emedicine.com.
Last updated: Nov 4, 2008
7. Khoshhal K., Letts R. M. Subacute Osteomyelitis (Brodie
Abscess). www.emedicine.com. Last updated: Jul 18, 2008.

17

8. Rasad S., Kartoleksono S, Ekayuda I. Infeksi Tulang dan


Sendi. Radiologi Diagnostik. Bagian Radilogi FKUI. Jakarta.
1995. Hal: 62-72.
9. Jong W., Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuloskeletal.
In Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 903 910

18

Anda mungkin juga menyukai