KelainanAfektif
BABIITINJAUANPUSTAKA
Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan
afek (mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain
bersifat sekunder. Afek bisa terus menerus depresi atau gembira (dalam
mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada orang yang sama, karena
itu dinamai 3psikosis manik-depresif . Penyakit dengan hanya satu
jenis serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan depresif
keduanya ada disebut bipolar (Ingram dkk, 1993).
Mood merupakan subjetivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat
dutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk sebagai
contoh adalah depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain,
mengemukakan mood, merupakan perasaan, atau nada 3perasaan hati
seseorang, khususnya yang dihayati secara batiniah(Ismail dkk, 2010).
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan
energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu
makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk
perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan
fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik
yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya
(handicap) interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dkk,
2010).
Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJIII (Depkes RI,1993):
F30 Episode Manik F30.0 Hipomania
F30.1 Mania tanpa gejala psikotik
.
F32.0 Episode depresif ringan .00 Tanpa gejala somatik .01 Dengan
gejala somatik
F32.1 Episode depresif sedang .10 Tanpa gejala somatik .11 Dengan
gejala somatik
F34.0 Siklotimia
F34.1 Distimia
3.
b.
3.
pasien, terutama pada pasien dengan depresi bipolar, waham dan ada
riwayat penyakit ini dalam keluarga (Ingram dkk, 1993). Wanita dua
kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau menopause.
Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum menstruasi.
Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal ini
menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan faktor
penting dalam menentukan etiologi (Ingram dkk, 1993).
4.
b.
c.
d.
e.
f.
Tidur terganggu
g.
2.
3.
bunuh diri seharusnya selalu ditanyakan dan jika ada harus dianggap
serius. Penderita depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi kalau
terjadi biasanya karena dia merasa harus menyelamatkan keluarganya
dari kehidupan yang sengsara.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
2.
3.
4.
hanya untuk waktu singkat, dengan lama waktu yang tidak memenuhi
kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat.
DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat
secara terpisah dari kriteria diagnostik untuk diagnosis berhubungan
dengan depresi, dan juga menuliskan deskriptor keparahan untuk
episode depresif berat.
a. Depresif Berat dengan Ciri Psikotik
Adanya ciri psikotik pada gangguan depresif berat mencerminkan
penyakit yang parah dan merupakan indikator prognostik yang buruk.
b.
c.
a.
b.
c.
1.
2.
3.
4.
Pasien lanjut usia harus diuji untuk pneumonia virus dan kondisi
medis lainnya,
5.
Terapi
Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan pada
sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua,
pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan.
Ketiga, suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan
hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya
(Kaplan, 2010).
Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi
psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada
dasarnya berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi
mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons yang buruk,
ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk
jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan
kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin
terganggu (NIMH, 2002).
1.TerapiFarmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek
farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk pengamatan
bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap antidepresan
lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk membedakan efek
samping yang terlihat pada antidepresan (Kaplan, 2010).
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada proses
farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek
farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan
kembali (reuptakesites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine
oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter yang abnormal
di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja
pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang
kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem
neurotransmitter di otak (NIMH, 2002). Obat antidepresan yang akan
d.
c. SSRIs (SelectiveSerotoninReuptakeInhibitors)SSRIs adalah jenis
pengobatan yang juga menjadi pilihan
lini pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik
(Kaplan, 2010). Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram
dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya
mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan
trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai
efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan
pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik.
Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs
dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek
serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan
gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda
vital (Arozal, 2007).
SNRIs (SerotoninandNorepinephrineInhibitors)Golongan
antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang
hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptakenorepinefrin (NIMH, 2002).
Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada
beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa pada
pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat lebih
jelas pada gambar di bawah ini (Mann, 2005).