PENDAHULUAN
dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia
dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen.
Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Morbili telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam
penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan
mengurangi komplikasi penyakit ini.
I.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, terapi, komplikasi, prognosis, dan pencegahan dari
morbili.
I.4 MANFAAT
Diharapkan kepada pembaca maupun audience untuk mengerti dan memahami tentang
morbili sehingga dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan pada pasien yang
menderita morbili.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Penyakit campak (Morbili) adalah suatu penyakit berjangkit. Campak atau rubeola adalah
suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis
dan ruam kulit. Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu: stadium kataral, stadium erupsi dan, stadium konvalesensi.
1. Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan
sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh,
lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3. Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi
hiperpigmentasi.
II.2 ETIOLOGI
Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus.
Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan
dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam
dalam suhu kamar. Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan
ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa
multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam
muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama
masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi
sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10
sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan
pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus
dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.
II.3 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit
Surveilans dan Daerah, kasus-kasus campak terjadi karena anak belum mendapat imunisasi
cukup tinggi, mencapai sekitar 40100 persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen).
Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi seIndonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada periode 1998
1999: dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi
intensitas laporan dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern
pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup tinggi
terhadap
pelaporan
KLB,
mempunyai
kontribusi
besar
terhadap
kecenderungan
meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia, seperti Jawa Barat, NTB, Jambi,
Bengkulu dan Yogyakarta.
Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak
sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak
terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang
dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung menurun dengan
rata-rata kasus setiap KLB selama 19941999, yaitu sekitar 1555 kasus pada setiap
kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode itu,
rata-rata tidak lebih dari 15 kasus.
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan mahasiswa
FETP (UGM) selama 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak dominan pada kelompok
umur balita. Angka proporsi penderita pada KLB campak 19981999 juga menunjukkan
proporsi terbesar pada kelompok umur 14 tahun dan 59 tahun bila dibandingkan
kelompok umur lebih tua (1014 tahun).
II.4 PATOFISIOLOGI
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang
biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada
kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua
sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal.
Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat
peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada
otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata
merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi.
Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi
(pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler
warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan
gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda
dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan
hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdaraha perivasculer
dan infiltrasi limfosit.
Manusia merupakan satu-satunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun banyak
spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara percobaan. Virus masuk ke
dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka membelah diri secara setempat;
kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi pembelahan diri
selanjutnya. Viremia primer menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi dalam system
retikuloendotelial. Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel tubuh,
termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal.
Campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di
seluruh tubuh. Sel datia berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan
limfoid di seluruh tubuh (limfonodus, tonsil, appendik). Peristiwa tersebut di atas terjadi
selama masa inkubasi, yang secara khas berlangsung 9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang
hingga 3 minggu pada orang yang lebih tua. Mula timbul penyakit biasanya mendadak dan
ditandai dengan koriza (pilek), batuk, konjungtivitis, demam, dan bercak koplik dalam
mulut. Bercak koplik- patognomonik untuk campak- merupakan ulkus kecil, putih kebiruan
pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah. Bercak ini mengandung sel datia,
antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali.
Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air mata,
sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul
setelah 14 hari tepat saat antibody yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan demam
turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi virus dalam
pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas
berperantara sel, tidak timbul ruam.
Keterlibatan system saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik
timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka
diduga reaksi autoimun merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini.
Sebaliknya, ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan cacat
imunitas berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otak dan hal
ini biasanya bentuk fatal dari penyakit. Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah
peneesefalitis sklerotikkans subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah
infeksi campak awal dan disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah
infeksi campak akut. Jumlah antigen campak yang besar ditemukan dalam badan inklusi
pada sel otak yang terinfeksi, tetapi paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus
yang cacat adalah akibat tidak adanya pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering
kali protein maatriks. Tidak diketahui mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk
pemilihan virus patogenik cacat ini. Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak
pasien dengan panensefalitis sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan system imun
untuk membasmi infeksi virus. Ekspresi antigen virus pasa permukaan sel dimodulasi oleh
penambahan antibosi campak terhadap sel yang terinfeksi dengan virus campak. Dengan
menngekspresikan lebih sedikit antigen virus pada permukaan, sel- sel dapat menghindarkan
diri agar tidak terbunuh oleh reaksi sitotoksik berperantara sel atau berperantara antibody
tetapi dapat tetap mempertahankan informasi genetic virus.
Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian
dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut campak
atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan merusak
imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan respon antibody yang
baik terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibody F dapat dimulai dan virus dapat
menyebar dari sel ke sel melalui penyatuan. Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik
imun yang dapat memperantarai campak atipik.
II.5 GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi 10-12 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3
stadium, yaitu:
1. Stadium kataral (prodormal).
Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam,
malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih
kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal
yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan
limfositosis.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum dan
palatum mole. Kadang kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk
makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang
normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan
ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari
ke 3, dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah
bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali,
tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi yang biasa terjadi adalah Black
Measless, yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan
traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi
(gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan
pula kelainan kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk
morbilli. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit
menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada
komplikasi.
II.6 DIAGNOSIS
Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan
laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti
banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan
pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization,
immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent
antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum
akut pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel
serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih
(Cherry, 2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum
IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap
kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung
menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan
peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal.
II.7 TERAPI
Pengobatan bersifat suportif, terdidiri dari :
o Pemberian cairan yang cukup
o Pemberian kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
o
o
o
o
Diet cukup
Vitamin A 100.000 IU, apabila malnutrisi dilanjutkan 1500 IU perhari
II.8 KOMPLIKASI
Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi alergi
(uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan
mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti:
1. Bronkopnemonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh pneumococcus,
streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi
yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun
seperti tuberkulosis, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu
dilakukan pencegahan.
2. Komplikasi neurologis
Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan
mental, neuritis optica dan ensefalitis.
3. Encephalitis morbili akut
Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah.
Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan
ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
4. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)
SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai oleh
gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang,
dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun
setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat terjadi.
Biasanya terjadi pada anak yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul
setelah 7 tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun
kemudian. Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli
memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum
umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi
BAB III
STATUS PASIEN
: 16 April 2014
Keluar PKM
: 19 April 2014
I.IDENTITAS PASIEN
Nama
: Nn. J
Umur
: 23 Tahun
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Muara Sabak
II.
ANAMNESIS
nyeri (-). Mata merah (+) dialami bersamaan dengan demam. BAB kesan
biasa, BAK kesan lancar.
Riwayat-riwayat : Riwayat penyakit sama sebelumnya disangkal, riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama (-),riwayat pengobatan sebelumnya (-), riwayat
imunisasi campak tidak diketahui, riwayat merokok (-), riwayat konsumsi
alkohol. Riwayat sosial ekonomi sedang.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS :
Keadaan Umum
: Sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Status Gizi
: Gizi cukup
STATUS VITAL:
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Penafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 38,7 oC
STATUS LOKALIS:
Kulit : Warna kulit sawo matang, ruam macula eritem di wajah, dada, punggung, dan lengan.
Turgor kulit normal
Kelenjar Getah Bening : Tidak ditemuka pembesaran KGB region leher, aksila dan inguinal
Kepala :
-
Telinga : Daun telinga normal, tofi (-), liang telinga bersih, selaput gendang telinga intak,
pendengaran baik
Hidung : rhinitis (+), deviasi (-)
Mulut dan tenggorokan : Bibir kering (+), gigi geligi lengkap, karies (-), koplik spot (+)
pada mukosa buccal, lidah kotor (-), faring tidak hiperemis. Tonsil T1-T1 hiperemis (-/-)
Leher : pembesaran (-), ikut gerak menelan, simetris. Deviasi trakea (-), kaku kuduk (-)
Thoraks :
Paru
-
Jantung
-
Abdomen :
-
IV.
DIAGNOSIS
Morbili
V.
RENCANA TERAPI
-
IVFD RL 24 tetes/menit
Amoxicilin 500mg tablet 3x1
Paracetamol 500mg tablet 3x1
Metoclopramide HCL tablet 3x1 (kalau perlu)
Ambroxol 30 mg tablet 3x1
VI.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
VII. OBSERVASI
Tanggal 17 April 2014
Subyektif : Demam (+), mual (-), muntah (-) batuk (+), pilek (-) ruam (+)
Obyektif :
-
KU : Lemah
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 80x/menit, Nafas 20x/menit, Suhu 37,8oC
Mata : congtivitis (-) Sklera icterus (-)
Thorax : Bp.Vesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Peristaltik (+), kesan normal
BAB biasa, BAK lancar
Assesment : Morbili
Planning :
-
IVFD RL 24 tetes/menit
Amoxicilin 500mg tablet 3x1
Paracetamol 500mg tablet 3x1
Metoclopramide HCL tablet 3x1 (kalau perlu)
Ambroxol 30 mg tablet 3x1
Vit C tablet 2x1
KU : Lemah
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : TD 120/70 mmHg, Nadi 80x/menit, Nafas 20x/menit, Suhu 36,5oC
Assesment : Morbili
Planning :
-
IVFD RL 24 tetes/menit
Amoxicilin 500mg tablet 3x1
Paracetamol 500mg tablet 3x1 (kalau demam)
Metoclopramide HCL tablet 3x1 (kalau perlu)
Ambroxol 30 mg tablet 3x1
Vit C tablet 2x1
KU : Baik
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : TD 120/80 mmHg, Nadi 88x/menit, Nafas 20x/menit, Suhu 36,5oC
Mata : congtivitis (-) Sklera icterus (-)
Thorax : Bp.Vesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Peristaltik (+), kesan normal
BAB biasa, BAK lancar
Assesment : Morbili
Planning :
Aff Infus
Boleh Pulang
Edukasi
Kontrol poliklinik
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien perempuan datang ke Puskesmas dengan keluhan deman yang dialami sejak 3 hari
yang lalu, disertai dengan ruam macula eritem di wajah, dada, punggung dan lengan sejak 2 hari
yang lalu. Selain itu, pasien juga mengeluh batuk berlendiri yang dialami 3 hari yang lalu disertai
pilek. Terdapat mual dan ada riwayat muntah sebanyak 2 kali dirumah berisi sisa makanan dan
air, juga mata merah dialami oleh pasien bersamaan dengan demam. Tidak ada riwayat menderita
penyakit yang sama sebelumnya, dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama dalam
keluarga tidak ada, serta pasien tidak mengetahui riwayat imunisasi sebelumnya. BAB kesan
biasa, dan BAK kesan lancar.
Pada pasien ini terdapat gejala 3C yaitu coryza (pilek), cough (batuk), conjungtivitis (mata
merah). Selain itu juga mengalami demam yang mengindikasikan adanya infeksi, bisa berupa
infeksi virus maupun bakteri. Pasien juga mengalami ruam atau bercak kemerahan pada wajah,
dada, punggung, dan lengan yang muncul sehari setelah mengalami demam. Pada pemeriksaan
fisik, ditemukan tanda vital dalam batas normal, kecuali suhu, yaitu pasien demam mencapai
38,7oC. Satu tanda khas pula di dapatkan pada pemeriksaan fisik, yaitu terdapat koplik spot pada
mukosa buccal pasien, sementara pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Dari anamnesis dan
pemfis yang didapat, gejala-gejala yang muncul pada pasien diatas mengarah kepada diagnosis
Morbili.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa penanganan simptomatik. Cairan parenteral berupa
RL diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien yang hilang akibat evaporasi oleh karena
demam yang dialami. Pemberian obat-obat simptomatik lainnya ditujukan untuk mengurangi
gejala, sedangkan antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder yang bisa
menyerang pasien dengan keadaan daya tahan tubuh menurun akibat infeksi virus. Perlu
diketahui, bahwa morbili merupakan penyakit akibat virus, oleh karena itu penyakit ini masuk
dalam kategori self limiting disease. Walaupun demikian, pengobatan yang dilakukan
bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum, mempercepat penyembuhan dan mencegah
terjadinya komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini. Pemberian vitamin pada pasien
bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Pada perawatan pasien, edukasi mengenai penyakit yang diderita sangat penting, serta
pemberian makanan cukup gizi dan kalori juga merupakan salah satu tindakan yang dapat
mempercepat proses penyembuhan. Edukasi mengenai ruam yang dialami oleh pasien juga harus
diberikan. Jika dalam perawatan keadaan umum pasien sudah baik, maka pasien dapat
diperbolehkan pulang dan disarankan untuk mengontrol kembali kesehatannya 3 hari kemudian
di poliklinik.
BAB V
KESIMPULAN
V.1 KESIMPULAN
Morbili
merupakan penyebab utama dari komplikasi serius dan kematian. Pneumonia merupakan
komplikasi yang paling berat dan menyebabkan kematian. Ensefalitis terjadi pada 1 dari
setiap 1000 anak-anak dengan morbili. Kekurangan vitamin A pada anak-anak kurang dari
5 tahun, orang dewasa, dan orang dengan gizi buruk atau immunodefisiensi berisiko tinggi
mengalami komplikasi morbili. Diagnosis morbili ditegakkan dari gambaran klinis,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Komplikasi dari morbili dapat
mengenai saluran pernafasan, saluran penernaan, sistem saraf dan komplikasi pada mata.
Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik, serta perbaikan gizi dan
peningkatan daya tahan tubuh diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan bertujuan pula untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul
oleh karena penyakit ini. Edukasi juga penting dalam proses penyembuhan penderita dengan
penyakit ini.
V.2 SARAN
Diharapkan mini project dan laporan kasus ini dapat menambah wawasan pengetahuan
bagi pembaca maupun audience sehingga dapat melakukan diagnosis, penatalaksanaan yang
tepat pada pasien, serta mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari
penyakit Morbili.
DAFTAR PUSTAKA
1. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of
Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743
2. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of
Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 2298
3. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit
4.
5.
6.
7.
8.
9.