Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Morbili diketahui sebagai penyebab kematian tertinggi pada negara berkembang. Vaksin
morbili telah dikembangkan lebih dari 30 tahun yang lalu, tetapi virus morbili masih
menyerang 50 juta orang setiap tahun dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian.
Empat puluh tahun setelah vaksin morbili efektif dikeluarkan, morbili masih
menyebabkan kematian dan penyakit parah pada anak di seluruh dunia. Komplikasi morbili
hampir mengenai semua sistem organ. Pneumonia dan ensefalitis adalah penyebab umum
kematian. Tingkat komplikasi lebih tinggi pada anak usia kurang dari 5 tahun dan lebih dari
20 tahun. Peningkatan komplikasi terjadi karena penurunan kekebalan tubuh, kekurangan
gizi, kekurangan vitamin A, dan tidak ada vaksinasi morbili sebelumnya.
Insiden terbanyak berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas penyakit campak yaitu
pada negara berkembang, meskipun masih mengenai beberapa negara maju seperti Amerika
Serikat. Program pencegahan dan pemberantasan campak di Indonesia pada saat ini berada
pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan KLB (Kejadian Luar Biasa). Hasil
pemeriksaan sampel darah dan urin penderita campak pada saat KLB menunjukkan IgM
positif sekitar 70-100 persen. Insiden rate semua kelompok umur dari laporan rutin
Puskesmas dan Rumah Sakit selama tahun 1992-1998 cenderung menurun, terutama terjadi
penurunan yang tajam pada semua kelompok umur. Tahun 1997-1999 kejadian campak dari
hasil penyelidikan KLB cenderung meningkat, kemungkinan hal ini terjadi berkaitan dengan
dampak krisis pangan dan gizi, namum masih perlu dikaji secara mendalam dan
komprehensive.
Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan kesepakatan global
untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN)
dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika,
Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang
CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk

dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia
dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen.
Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Morbili telah banyak diteliti, namun masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam
penanganannya. Imunisasi yang tepat pada waktunya dan penanganan sedini mungkin akan
mengurangi komplikasi penyakit ini.
I.3 TUJUAN
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, terapi, komplikasi, prognosis, dan pencegahan dari
morbili.
I.4 MANFAAT
Diharapkan kepada pembaca maupun audience untuk mengerti dan memahami tentang
morbili sehingga dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan pada pasien yang
menderita morbili.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Penyakit campak (Morbili) adalah suatu penyakit berjangkit. Campak atau rubeola adalah
suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis
dan ruam kulit. Campak ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu: stadium kataral, stadium erupsi dan, stadium konvalesensi.
1. Stadium kataral
Di tandai dengan enantem (bercak koplik) pada mukosa bukal dan faring, demam ringan
sampai sedang, konjungtivitis ringan, koryza, dan batuk.
2. Stadium erupsi
Ditandai dengan ruam makuler yang muncul berturut-turut pada leher dan muka, tubuh,
lengan dan kaki dan disertai oleh demam tinggi.
3. Stadium konvalesensi
Ditandai dengan hilangnya ruam sesuai urutan munculnya ruam, dan terjadi
hiperpigmentasi.
II.2 ETIOLOGI
Campak disebabkan oleh virus RNA dari famili paramixoviridae, genus Morbillivirus.
Selama masa prodormal dan selama waktu singkat sesudah ruam tampak, virus ditemukan
dalam sekresi nasofaring, darah dan urin. Virus dapat aktif sekurang-kurangnya 34 jam
dalam suhu kamar. Virus campak dapat diisolasi dalam biakan embrio manusia atau jaringan
ginjal kera rhesus. Perubahan sitopatik, tampak dalam 5-10 hari, terdiri dari sel raksasa
multinukleus dengan inklusi intranuklear. Antibodi dalam sirkulasi dapat dideteksi bila ruam
muncul.
Penyebaran virus maksimal adalah melalui percikan ludah (droplet) dari mulut selama
masa prodormal (stadium kataral). Penularan terhadap penderita rentan sering terjadi
sebelum diagnosis kasus aslinya. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9-10
sesudah pemajanan, pada beberapa keadaan dapat menularkan hari ke 7. Tindakan

pencegahan dengan melakukan isolasi terutama di rumah sakit atau institusi lain, harus
dipertahankan dari hari ke 7 sesudah pemajanan sampai hari ke 5 sesudah ruam muncul.
II.3 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan hasil penyelidikan lapangan KLB campak yang dilakukan Subdit
Surveilans dan Daerah, kasus-kasus campak terjadi karena anak belum mendapat imunisasi
cukup tinggi, mencapai sekitar 40100 persen dan mayoritas adalah balita (>70 persen).
Frekuensi KLB campak pada tahun 1994-1999 berdasarkan laporan seluruh provinsi seIndonesia ke Subdit Surveilans, berfluktuasi dan cenderung meningkat pada periode 1998
1999: dari 32 kejadian menjadi 56 kejadian. Angka frekuensi itu sangat dipengaruhi
intensitas laporan dari provinsi atau kabupaten/kota. Daerah-daerah dengan sistern
pencatatan dan pelaporan yang cukup intensif dan mempunyai kepedulian cukup tinggi
terhadap

pelaporan

KLB,

mempunyai

kontribusi

besar

terhadap

kecenderungan

meningkatnya frekuensi KLB campak di Indonesia, seperti Jawa Barat, NTB, Jambi,
Bengkulu dan Yogyakarta.
Dari sejumlah KLB yang dilaporkan ke Subdit Surveilans, diperkirakan KLB campak
sesungguhnya terjadi jauh lebih banyak. Artinya, masih banyak KLB campak yang tidak
terlaporkan dari daerah dengan berbagai kendala. Walaupun frekuensi KLB campak yang
dilaporkan itu mengalami peningkatan, tapi jumlah kasusnya cenderung menurun dengan
rata-rata kasus setiap KLB selama 19941999, yaitu sekitar 1555 kasus pada setiap
kejadian. Berarti besarnya jumlah kasus setiap episode KLB campak selama periode itu,
rata-rata tidak lebih dari 15 kasus.
Dari 19 lokasi KLB campak yang diselidiki Subdit Surveilans, daerah dan mahasiswa
FETP (UGM) selama 1999, terlihat attack-rate pada KLB campak dominan pada kelompok
umur balita. Angka proporsi penderita pada KLB campak 19981999 juga menunjukkan
proporsi terbesar pada kelompok umur 14 tahun dan 59 tahun bila dibandingkan
kelompok umur lebih tua (1014 tahun).
II.4 PATOFISIOLOGI

Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berkembang
biak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berlanjut pada
kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyebar pada semua
sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 hari dari infeksi awal.
Adanya giant cells dan proses peradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat
peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada
otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel dan kulit menyebabkan batuk, pilek, mata
merah (3 C : coryza, cough and conjuctivitis) dan demam yang makin lama makin tinggi.
Gejala panas, batuk, pilek makin lama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi
(pada hari penderita kontak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler
warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan
gejala klinik encefalitis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda
dan menyebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan
hiperpigmentasi. Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdaraha perivasculer
dan infiltrasi limfosit.
Manusia merupakan satu-satunya inang alamiah untuk virus campak, walaupun banyak
spesies lain, termasuk kera, anjing, tikus, dapat terinfeksi secara percobaan. Virus masuk ke
dalam tubuh melalui system pernafasan, dimana mereka membelah diri secara setempat;
kemudian infeksi menyebar ke jaringan limfoid regional, dimana terjadi pembelahan diri
selanjutnya. Viremia primer menyebabkan virus, yang kemudian bereplikasi dalam system
retikuloendotelial. Akhirnya, viremia sekunder bersemai pada permukaan epitel tubuh,
termasuk kulit, saluran pernafasan, dan konjungtiva, dimana terjadi replikaksi fokal.
Campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu, yang membantu penyebarannya di
seluruh tubuh. Sel datia berinti banyak dengan inklusi intranuklir ditemukan dalam jaringan
limfoid di seluruh tubuh (limfonodus, tonsil, appendik). Peristiwa tersebut di atas terjadi
selama masa inkubasi, yang secara khas berlangsung 9- 11 hari tetapi dapat diperpanjang
hingga 3 minggu pada orang yang lebih tua. Mula timbul penyakit biasanya mendadak dan
ditandai dengan koriza (pilek), batuk, konjungtivitis, demam, dan bercak koplik dalam
mulut. Bercak koplik- patognomonik untuk campak- merupakan ulkus kecil, putih kebiruan

pada mukosa mulut, berlawanan dengan molar bawah. Bercak ini mengandung sel datia,
antigen virus, dan nukleokapsid virus yang dapat dikenali.
Selama fase prodromal, yang berlangsung 2- 14 hari, virus ditemukan dalam air mata,
sekresi hidung dan tenggorokan, urin, dan darah. Ruam makulopopuler yang khas timbul
setelah 14 hari tepat saat antibody yang beredar dapat dideteksi, viremia hilang, dan demam
turun. Ruam timbul sebagai hasil interaksi sel T imun dengan sel terinfeksi virus dalam
pembuluh darah kecil dan berlangsung sekitar seminggu. Pada pasien dengan cacat imunitas
berperantara sel, tidak timbul ruam.
Keterlibatan system saraf pusat lazim terjadi pada campak. Ensefalitis simptomatik
timbul pada sekitar 1:1000 kasus. Karena virus penular jarang ditemukan di otak, maka
diduga reaksi autoimun merupakan mekanisme yang menyebabkan komplikasi ini.
Sebaliknya, ensefalitis menular yang progresif akut dapat timbul pada pasien dengan cacat
imunitas berperantara sel. Ditemukan virus yang bereplikasi secara katif dalam otak dan hal
ini biasanya bentuk fatal dari penyakit. Komplikasi lanjut yang jarang dari campak adalah
peneesefalitis sklerotikkans subakut. Penyakit fatal ini timbul bertahun- tahun setelah
infeksi campak awal dan disebabkan oleh virus yang masih menetap dalam tubuh setelah
infeksi campak akut. Jumlah antigen campak yang besar ditemukan dalam badan inklusi
pada sel otak yang terinfeksi, tetapi paartikel virus tidak menjadi matang. Replikasi virus
yang cacat adalah akibat tidak adanya pembentukan satu atau lebih produk gen virus, sering
kali protein maatriks. Tidak diketahui mekanisme apa yang bertanggung jawab untuk
pemilihan virus patogenik cacat ini. Adanya virus campak intraseluler laten dalam sel otak
pasien dengan panensefalitis sklerotikans subakut menunjukkan kegagalan system imun
untuk membasmi infeksi virus. Ekspresi antigen virus pasa permukaan sel dimodulasi oleh
penambahan antibosi campak terhadap sel yang terinfeksi dengan virus campak. Dengan
menngekspresikan lebih sedikit antigen virus pada permukaan, sel- sel dapat menghindarkan
diri agar tidak terbunuh oleh reaksi sitotoksik berperantara sel atau berperantara antibody
tetapi dapat tetap mempertahankan informasi genetic virus.
Anak- anak yang diimunisasi dengan vaksi campak yang diinaktivasi kemudian
dipaparkan dengan virus campak alamiah, dapat mengalami sindroma yang disebut campak

atipik. Prosedur inaktivasi yang digunakan dalam produksi vaksin akan merusak
imunogenisitas protein F virus; walaupun vaksin mengembangkan respon antibody yang
baik terhadap protein H, tanpa adanya infeksi antibody F dapat dimulai dan virus dapat
menyebar dari sel ke sel melalui penyatuan. Keadaan ini akan cocok untuk reaksi patologik
imun yang dapat memperantarai campak atipik.
II.5 GAMBARAN KLINIS
Masa inkubasi 10-12 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3
stadium, yaitu:
1. Stadium kataral (prodormal).
Stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai gambaran klinis seperti demam,
malaise, batuk, fotopobia, konjungtivitis, dan coryza. Menjelang akhir dari stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantem, terdapat bercak koplik berwarna putih
kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokasinya di mukosa bukal
yang berhadapan dengan molar bawah. Gambaran darah tepi leukopeni dan
limfositosis.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk bertambah. Timbul enantem atau titik merah di palatum durum dan
palatum mole. Kadang kadang terlihat bercak koplik. Terjadi eritem bentuk
makulopapuler disertai naiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang
normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, bagian atas lateral tengkuk
sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan
ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari
ke 3, dan menghilang sesuai urutan terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah
bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Sedikit terdapat splenomegali,
tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi yang biasa terjadi adalah Black
Measless, yaitu morbili yang disertai dengan perdarahan di kulit, mulut, hidung, dan
traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang menimbulkan bekas yang berwarna lebih tua atau hiperpigmentasi
(gejala patognomonik) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain itu ditemukan
pula kelainan kulit bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk

morbilli. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit
menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada
komplikasi.
II.6 DIAGNOSIS
Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan
laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti
banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan
pemeriksaan Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization,
immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent
antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum
akut pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel
serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih
(Cherry, 2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum
IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap
kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung
menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan
peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal.
II.7 TERAPI
Pengobatan bersifat suportif, terdidiri dari :
o Pemberian cairan yang cukup
o Pemberian kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat
o
o
o
o

kesadaran dan adanya komplikasi.


Suplemen nutrisi
Antibiotic diberikan bila terjadi infeksi sekunder
Antikonvulsi apabila terjadi kejang
Pemberian vitamin A
Indikasi rawat inap: hiperpireksia (>39C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau
adanya komplikasi.

Campak Tanpa komplikasi:


Tirah baring

Diet cukup
Vitamin A 100.000 IU, apabila malnutrisi dilanjutkan 1500 IU perhari

II.8 KOMPLIKASI
Pada penyakit campak terdapat resistensi umum yang menurun sehingga dapat terjadi alergi
(uji tuberkulin yang semula positif berubah menjadi negatif). Keadaan ini menyebabkan
mudahnya terjadi komplikasi sekunder seperti:
1. Bronkopnemonia
Bronkopneumonia dapat disebabkan oleh virus campak atau oleh pneumococcus,
streptococcus, staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi
yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun
seperti tuberkulosis, leukemia dan lain-lain. Oleh karena itu pada keadaan tertentu perlu
dilakukan pencegahan.
2. Komplikasi neurologis
Kompilkasi neurologis pada morbili seperti hemiplegi, paraplegi, afasia, gangguan
mental, neuritis optica dan ensefalitis.
3. Encephalitis morbili akut
Encephalitis morbili akut ini timbul pada stadium eksantem, angka kematian rendah.
Angka kejadian ensefalitis setelah infeksi morbili ialah 1:1000 kasus, sedangkan
ensefalitis setelah vaksinasi dengan virus morbili hidup adalah 1,16 tiap 1.000.000 dosis.
4. SSPE (Subacute Scleroting panencephalitis)
SSPE yaitu suatu penyakit degenerasi yang jarang dari susunan saraf pusat. Ditandai oleh
gejala yang terjadi secara tiba-tiba seperti kekacauan mental, disfungsi motorik, kejang,
dan koma. Perjalan klinis lambat, biasanya meninggal dalam 6 bulan sampai 3 tahun
setelah timbul gejala spontan. Meskipun demikian, remisi spontan masih dapat terjadi.
Biasanya terjadi pada anak yang menderita morbili sebelum usia 2 tahun. SSPE timbul
setelah 7 tahun terkena morbili, sedang SSPE setelah vaksinasi morbili terjadi 3 tahun
kemudian. Penyebab SSPE tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus morbilli
memegang peranan dalam patogenesisnya. Anak menderita penyakit campak sebelum
umur 2 tahun, sedangkan SSPE bisa timbul sampai 7 tahun kemudian SSPE yang terjadi

setelah vaksinasi campak didapatkan kira-kira 3 tahun kemudian. Kemungkinan


menderita SSPE setelah vaksinasi morbili adalah 0,5-1,1 tiap 10.000.000, sedangkan
setelah infeksi campak sebesar 5,2-9,7 tiap 10.000.000.
5. Immunosuppresive measles encephalopathy
Didapatkan pada anak dengan morbili yang sedang menderita defisiensi imunologik
karena keganasan atau karena pemakaian obat-obatan imunosupresif.
II.9 PROGNOSIS
Prognosis baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi prognosis buruk bila
keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau bila ada
komplikasi. Angka kematian kasus di Amerika Serikat telah menurun pada tahun-tahun ini
sampai tingkat rendah pada semua kelompok umur, terutama karena keadaan sosioekonomi
membaik. Campak bila dimasukkan pada populasi yang sangat rentan, akibatnya bencana.
Kejadian demikian di pulau Faroe pada tahun 1846 mengakibatkan kematian sekitar
seperempat, hampir 2000 dari populasi total tanpa memandang umur.
II.10 PENCEGAHAN
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya
diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin
MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas. Jika hanya
mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis
pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun. Selain
itu penderita juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan
yang bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.
Macam imunisasi pada campak:
1. Imunisasi aktif.
Imunisasi campak awal dapat diberikan pada usia 12-15 bulan tetapi mungkin diberikan
lebih awal pada daerah dimana penyakit terjadi (endemik). Imunisasi aktif dilakukan
dengan menggunakan strain Schwarz dan Moraten. Vaksin tersebut diberikan secara

subcutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama. Dianjurkan untuk


memberikan vaksin morbili tersebut pada anak berumur 10 15 bulan karena sebelum
umur 10 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena
masih ada antibodi dari ibu. Akan tetapi dianjurkan pula agar anak yang tinggal di
daerah endemis morbili dan terdapat banyak tuberkulosis diberikan vansinasi pada
umur 6 bulan dan revaksinasi pada umur 15 bulan. Di Indonesia saat ini masih
dianjurkan memberikan vaksin morbili pada anak berumur 9 bulan ke atas. Vaksin
morbili tersebut dapat diberikan pada orang yang alergi terhadap telur. Hanya saja
pemberian vaksin sebaiknya ditunda sampai 2 minggu sembuh. Vaksin ini juga dapat
diberikan pada penderita tuberkulosis aktif yang sedang mendapat tuberkulosita. Akan
tetapi vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, anak dengan tuberkulosis
yang tidak diobati, penderita leukemia dan anak yang sedang mendapat pengobatan
imunosupresif.
2. Imunisasi pasif.
Imunisasi pasif dengan kumpulan serum orang dewasa, kumpulan serum konvalesens,
globulin plasenta atau gamma globulin kumpulan plasma adalah efektif untuk
pencegahan dan pelemahan campak. Campak dapat dicegah dengan menggunakan
imunoglobulin serum dengan dosis 0,25 mL/kg diberikan secara intramuskuler dalam 5
hari sesudah pemajanan tetapi lebih baik sesegera mungkin. Proteksi sempurna
terindikasi untuk bayi, anak dengan penyakit kronis dan untuk kontak dibangsal rumah
sakit anak.
3. Isolasi
Isolasi ditujukan pada penderita pada stadium infeksius, agar tidak menularkan melalui
droplet yang sudah terinfeksi.

BAB III
STATUS PASIEN

Tanggal Pemeriksaan : 16 April 2014


Masuk PKM

: 16 April 2014

Keluar PKM

: 19 April 2014

I.IDENTITAS PASIEN
Nama

: Nn. J

Umur

: 23 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Agama

: Islam

Status

: Belum Menikah

Alamat

: Muara Sabak

II.

ANAMNESIS

Keluhan Utama : Demam


Anamnesa Terpimpin: Dialami sejak kurang lebih 3 hari yang lalu, demam dirasakan meninggi
pada malam hari. Batuk dialami sejak 3 hari yang lalu, lendir (+) darah (-),
pilek (+), sesak (-). Mual (+), muntah (-) riwayat muntah dirumah (+)
frekuensi 2x isi sisa makanan dan air, NUH (-). Nyeri kepala (-). Ruam
merah di wajah dan badan (+) dialami sejak 2 hari yang lalu, awalnya
hanya di daerah wajah, menyebar ke dada, punggung dan lengan, gatal (-),

nyeri (-). Mata merah (+) dialami bersamaan dengan demam. BAB kesan
biasa, BAK kesan lancar.
Riwayat-riwayat : Riwayat penyakit sama sebelumnya disangkal, riwayat keluarga dengan
keluhan yang sama (-),riwayat pengobatan sebelumnya (-), riwayat
imunisasi campak tidak diketahui, riwayat merokok (-), riwayat konsumsi
alkohol. Riwayat sosial ekonomi sedang.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS :
Keadaan Umum

: Sakit sedang

Kesadaran

: Composmentis

Status Gizi

: Gizi cukup

STATUS VITAL:
Tekanan Darah

: 120/70 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Penafasan

: 20 x/menit

Suhu

: 38,7 oC

STATUS LOKALIS:
Kulit : Warna kulit sawo matang, ruam macula eritem di wajah, dada, punggung, dan lengan.
Turgor kulit normal
Kelenjar Getah Bening : Tidak ditemuka pembesaran KGB region leher, aksila dan inguinal
Kepala :
-

Ekpresi wajah sesuai kondisi pasien,


Rambut : hitam, lebat, tidak mudah rontok
Mata : pupil isokor kiri = kanan, reflek pupil (+/+), gerakan bola mata baik, konjungtiva
anemis (-/-), sclera icterus (-/-), conjungtivitis (+/+)

Telinga : Daun telinga normal, tofi (-), liang telinga bersih, selaput gendang telinga intak,

pendengaran baik
Hidung : rhinitis (+), deviasi (-)
Mulut dan tenggorokan : Bibir kering (+), gigi geligi lengkap, karies (-), koplik spot (+)
pada mukosa buccal, lidah kotor (-), faring tidak hiperemis. Tonsil T1-T1 hiperemis (-/-)

Leher : pembesaran (-), ikut gerak menelan, simetris. Deviasi trakea (-), kaku kuduk (-)
Thoraks :
Paru
-

Inspeksi : Kedua hemithorax simetris, retaksi sela iga (-)


Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri simetris, massa tumor (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, batas paru hepar ICS VI dextra
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/- , wheezing -/-

Jantung
-

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat


Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung S1/S2 murni regular, murmur (-), Gallop (-)

Abdomen :
-

Inspeksi : datar, ikut gerak nafas


Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal. Bruit (-)
Palpasi : massa tumor (-), nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba, ballotemen (-)
Perkusi : timpani (+), nyeri ketok (-)

Ekstremitas : Akral hangat, sianosis (-), udem pretibial/dorsum pedis (-/-)

IV.

DIAGNOSIS
Morbili

V.

RENCANA TERAPI
-

IVFD RL 24 tetes/menit
Amoxicilin 500mg tablet 3x1
Paracetamol 500mg tablet 3x1
Metoclopramide HCL tablet 3x1 (kalau perlu)
Ambroxol 30 mg tablet 3x1

VI.

Vit C tablet 2x1

PROGNOSIS
Dubia ad bonam

VII. OBSERVASI
Tanggal 17 April 2014
Subyektif : Demam (+), mual (-), muntah (-) batuk (+), pilek (-) ruam (+)
Obyektif :
-

KU : Lemah
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : TD 110/70 mmHg, Nadi 80x/menit, Nafas 20x/menit, Suhu 37,8oC
Mata : congtivitis (-) Sklera icterus (-)
Thorax : Bp.Vesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Peristaltik (+), kesan normal
BAB biasa, BAK lancar

Assesment : Morbili
Planning :
-

IVFD RL 24 tetes/menit
Amoxicilin 500mg tablet 3x1
Paracetamol 500mg tablet 3x1
Metoclopramide HCL tablet 3x1 (kalau perlu)
Ambroxol 30 mg tablet 3x1
Vit C tablet 2x1

Tanggal 18 April 2014


Subyektif : batuk (+), ruam (+), demam (-)
Obyektif :
-

KU : Lemah
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : TD 120/70 mmHg, Nadi 80x/menit, Nafas 20x/menit, Suhu 36,5oC

Mata : congtivitis (-) Sklera icterus (-)


Thorax : Bp.Vesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Peristaltik (+), kesan normal
BAB biasa, BAK lancar

Assesment : Morbili
Planning :
-

IVFD RL 24 tetes/menit
Amoxicilin 500mg tablet 3x1
Paracetamol 500mg tablet 3x1 (kalau demam)
Metoclopramide HCL tablet 3x1 (kalau perlu)
Ambroxol 30 mg tablet 3x1
Vit C tablet 2x1

Tanggal 19 April 2014


Subyektif : batuk (+) kadang-kadang, ruam (+), demam (-)
Obyektif :
-

KU : Baik
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : TD 120/80 mmHg, Nadi 88x/menit, Nafas 20x/menit, Suhu 36,5oC
Mata : congtivitis (-) Sklera icterus (-)
Thorax : Bp.Vesikuler, Rh -/-, Wh -/Abdomen : Peristaltik (+), kesan normal
BAB biasa, BAK lancar

Assesment : Morbili
Planning :

Aff Infus
Boleh Pulang
Edukasi
Kontrol poliklinik

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien perempuan datang ke Puskesmas dengan keluhan deman yang dialami sejak 3 hari
yang lalu, disertai dengan ruam macula eritem di wajah, dada, punggung dan lengan sejak 2 hari
yang lalu. Selain itu, pasien juga mengeluh batuk berlendiri yang dialami 3 hari yang lalu disertai
pilek. Terdapat mual dan ada riwayat muntah sebanyak 2 kali dirumah berisi sisa makanan dan
air, juga mata merah dialami oleh pasien bersamaan dengan demam. Tidak ada riwayat menderita
penyakit yang sama sebelumnya, dan riwayat keluarga dengan penyakit yang sama dalam
keluarga tidak ada, serta pasien tidak mengetahui riwayat imunisasi sebelumnya. BAB kesan
biasa, dan BAK kesan lancar.
Pada pasien ini terdapat gejala 3C yaitu coryza (pilek), cough (batuk), conjungtivitis (mata
merah). Selain itu juga mengalami demam yang mengindikasikan adanya infeksi, bisa berupa
infeksi virus maupun bakteri. Pasien juga mengalami ruam atau bercak kemerahan pada wajah,
dada, punggung, dan lengan yang muncul sehari setelah mengalami demam. Pada pemeriksaan
fisik, ditemukan tanda vital dalam batas normal, kecuali suhu, yaitu pasien demam mencapai
38,7oC. Satu tanda khas pula di dapatkan pada pemeriksaan fisik, yaitu terdapat koplik spot pada
mukosa buccal pasien, sementara pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Dari anamnesis dan
pemfis yang didapat, gejala-gejala yang muncul pada pasien diatas mengarah kepada diagnosis
Morbili.
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa penanganan simptomatik. Cairan parenteral berupa
RL diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien yang hilang akibat evaporasi oleh karena
demam yang dialami. Pemberian obat-obat simptomatik lainnya ditujukan untuk mengurangi
gejala, sedangkan antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder yang bisa
menyerang pasien dengan keadaan daya tahan tubuh menurun akibat infeksi virus. Perlu
diketahui, bahwa morbili merupakan penyakit akibat virus, oleh karena itu penyakit ini masuk
dalam kategori self limiting disease. Walaupun demikian, pengobatan yang dilakukan
bertujuan untuk memperbaiki keadaan umum, mempercepat penyembuhan dan mencegah

terjadinya komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh penyakit ini. Pemberian vitamin pada pasien
bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Pada perawatan pasien, edukasi mengenai penyakit yang diderita sangat penting, serta
pemberian makanan cukup gizi dan kalori juga merupakan salah satu tindakan yang dapat
mempercepat proses penyembuhan. Edukasi mengenai ruam yang dialami oleh pasien juga harus
diberikan. Jika dalam perawatan keadaan umum pasien sudah baik, maka pasien dapat
diperbolehkan pulang dan disarankan untuk mengontrol kembali kesehatannya 3 hari kemudian
di poliklinik.

BAB V
KESIMPULAN
V.1 KESIMPULAN
Morbili

adalah penyakit infeksi virus akut, menular, dan secara epidemiologi

merupakan penyebab utama dari komplikasi serius dan kematian. Pneumonia merupakan
komplikasi yang paling berat dan menyebabkan kematian. Ensefalitis terjadi pada 1 dari
setiap 1000 anak-anak dengan morbili. Kekurangan vitamin A pada anak-anak kurang dari
5 tahun, orang dewasa, dan orang dengan gizi buruk atau immunodefisiensi berisiko tinggi
mengalami komplikasi morbili. Diagnosis morbili ditegakkan dari gambaran klinis,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang. Komplikasi dari morbili dapat
mengenai saluran pernafasan, saluran penernaan, sistem saraf dan komplikasi pada mata.
Pengobatan yang dilakukan hanya terapi simptomatik, serta perbaikan gizi dan
peningkatan daya tahan tubuh diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan bertujuan pula untuk mencegah komplikasi yang dapat timbul
oleh karena penyakit ini. Edukasi juga penting dalam proses penyembuhan penderita dengan
penyakit ini.

V.2 SARAN
Diharapkan mini project dan laporan kasus ini dapat menambah wawasan pengetahuan
bagi pembaca maupun audience sehingga dapat melakukan diagnosis, penatalaksanaan yang
tepat pada pasien, serta mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan agar terhindar dari
penyakit Morbili.

DAFTAR PUSTAKA
1. Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of
Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743
2. Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of
Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 2298
3. T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Buku Kedokteran EGC. Hal. 90


Burnett M., 2007. Measles, Rubeola. http://www.e-emedicine.com.
Brooks. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit buku kedokteran ECG: 1996
Depkes, R.I., 2004. Campak di Indonesia. http://www.penyakitmenular. info.
Hassan, et al. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. Infomedika.
Maldonado, Y. 2002. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.
Anonim, 2008. Measles. http://dermnetnz.org/viral/morbilli.html.

Anda mungkin juga menyukai