Zufialdi Zakaria 2009 Analisis Kestabilan Lereng Tanah
Zufialdi Zakaria 2009 Analisis Kestabilan Lereng Tanah
Zufialdi Zakaria
Universitas Padjadjaran
2009
ANALISIS KESTABILAN
LERENG TANAH
Zufialdi Zakaria.
Laboratorium Geologi Teknik, Prog. Studi Teknik Geologi - FTG-UNPAD
2009
1. Pendahuluan
1.1.
pemicu
gerakan
tanah
(longsoran),
3)
mengetahui
1.2.
Sumber :
Perhitungan
nilai
keamanan
lereng
dengan
analisis
sifat
1.3.
Bahan :
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
Zaruba, Q., & Mencl., V., 1969, Landslide and their control,, Elsevier
Pub. Co., Amstredam, 205 p.
1.4.
Latihan :
longsoran
(landslide)
dengan
gerakan
tanah
(mass
Gerakan tanah
definisi
ini
longsoran
adalah
bagian
gerakan
tanah
Hansen, 1984) terdiri atas rayapan (creep) dan longsoran (landslide) yang dibagi
lagi menjadi sub-kelompok gelinciran (slide), aliran (flows), jatuhan (fall) dan
luncuran (slip).
Definisi longsoran (landslide) menurut Sharpe (1938, dalam Hansen,
1984), adalah luncuran atau gelinciran (sliding) atau jatuhan (falling) dari massa
batuan/tanah atau campuran keduanya (lihat Tabel 1).
Secara sederhana, Coates (1977, dalam Hansen, 1984, lihat Tabel 2)
membagi longsoran menjadi luncuran atau gelinciran (slide), aliran (flow) dan
jatuhan (fall).
Menurut Varnes (1978, dalam Hansen, 1984) longsoran (landslide)
dapat diklasifikasikannya menjadi: jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran
(slide) dan nendatan (slump), aliran (flow), gerak bentang lateral (lateral spread),
dan gerakan majemuk (complex movement). Untuk lebih jelasnya klasifikasi
tersebut disampaikan pada Tabel 2.
Klasifikasi para peneliti di atas pada umumnya berdasarkan kepada
jenis gerakan dan materialnya. Klasifikasi yang diberikan oleh HWRBLC,
Highway Research Board Landslide Committee (1978), mengacu kepada Varnes
(1978) seperti diberikan pada Tabel 3 yang berdasarkan kepada:
a) material yang nampak,
b) kecepatan perpindahan material yang bergerak,
c) susunan massa yang berpindah,
d) jenis material dan gerakannya.
Berdasarkan definisi dan klasifikasi longsoran (Varnes, 1978; Tabel 3),
maka disimpulkan bahwa gerakan tanah (mass movement) adalah gerakan
perpindahan atau gerakan lereng dari bagian atas
tanah maupun batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan
semula.
Longsoran (landslide) merupakan bagian dari gerakan tanah, jenisnya
terdiri atas jatuhan (fall), jungkiran (topple), luncuran (slide), nendatan (slump),
aliran (flow), gerak horisontal atau bentangan lateral (lateral spread), rayapan
(creep) dan longsoran majemuk
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
Rayapan
glasier batuan
Solifluction
Transportasi Glasial
ALIRAN
Cepat
Lambat s.d.
cepat
Debris
avalance
(runtuhan
bahan
rombakan)
TERASA
Sangat Cepat
CEPAT
atau
LAMBAT
Air
Salju
(RATE)
LAJU
BIASANYA
TAK TERASA
TERASA
Tanah atau
batu dengan
es
Solifluction
Aliran tanah
(earth flow)
Aliran lumpur
vulkanik
Debris avalance
(runtuhan bahan
rombakan)
Transprotasi fluvial
(Flow)
Lambat s.d.
cepat
SLIP (l
JENIS
Tabel 1. Klasifikasi longsoran oleh Stewart Sharpe (1938, dalam Hansen, 1984)
Nendatan (slump)
Luncuran bahan
rombakan
Luncuran batu (rock
slides)
Jatuhan batu (rock fall)
Subsidence (penurunan)
Jatuhan (Fall) adalah jatuhan atau massa batuan bergerak melalui udara,
termasuk gerak jatuh bebas, meloncat dan penggelindingan bongkah batu
dan bahan rombakan tanpa banyak bersinggungan satu dengan yang lain.
Termasuk jenis gerakan ini adalah runtuhan (urug, lawina, avalanche) batu,
bahan rombakan maupun tanah.
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
ataupun
diduga.
BATUAN
DASAR
(BEDROCK)
TANAH
LAPUK
(REGOLITH)
PLANAR
LUNCURAN BATU
(ROCK SLIDE)
NENDATAN
BATU
(ROCK
SLUMP)
LUNCURAN BLOK
(BLOCK SLIDE)
Pertambahan
Koherensi
Batuan
ROTASIONAL
ALIRAN
(FLOW)
JATUHAN
(FALL)
LAWINA
BATUAN
(ROCK
AVALANCHE)
JATUHAN
BATU
(ROCK FALL)
NENDATAN
TANAH
(EARTH
SLUMP)
JATUHAN
TANAH
Longsoran
Bahan Rombakan
(Debris Slide)
Aliran
Bahan ombakan
(Debris Flow)
(SOIL FALL)
SEDIMEN
NENDATAN
SEDIMEN
(SEDIMENT
SLUMP)
SLAB SLIDE
Aliran Tanah
(Earth Flow)
Liquefaction Flow
Aliran tanah
loos
JATUHAN
SEDIMEN
(SEDIMENT
FALL)
Aliran pasir
Aliran (flow) adalah gerakan yang dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau
kadar airtanah, terjadi pada material tak terkonsolidasi. Bidang longsor antara
material yang bergerak umumnya tidak dapat dikenali. Termasuk dalam jenis
gerakan aliran kering adalah sandrun (larianpasir), aliran fragmen batu, aliran
loess. Sedangkan jenis gerakan aliran basah adalah aliran pasir-lanau, aliran
tanah cepat, aliran tanah lambat, aliran lumpur, dan aliran bahan rombakan.
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
Longsoran majemuk (complex landslide) adalah gabungan dari dua atau tiga
jenis gerakan di atas. Pada umumnya longsoran majemuk terjadi di alam,
tetapi biasanya ada salah satu jenis gerakan yang menonjol atau lebih
dominan. Menurut Pastuto & Soldati (1997), longsoran majemuk diantaranya
adalah bentangan lateral batuan, tanah maupun bahan rombakan.
Tabel 3.
Jenis gerakan
(type of
movement)
Batuan dasar
(bedrock)
Jatuhan (falls)
Jungkiran (topple)
Berbutir halus
(predominantly fine)
Jatuhan batu
(rock fall)
Jatuhan tanah
(earth fall)
Jungkiran batu
(rock topple)
Jungkiran bahan
rombakan
(debris topple)
Jungkiran tanah
(earth topple)
Nendatan batu
(rock slump)
Nendatan bahan
rombakan
(debris slump)
Nendatan tanah
(earth slump)
Luncuran bongkah
tanah (earth block
slide)
Luncuran batu
(rock slide)
Luncuran bahan
rombakan
(debris slide)
Luncuran tanah
(earth slide)
Gerak horisontal /
bentang lateral
(lateral spreads)
Aliran (flow)
(slides)
Rotasi
Translasi
Satuan
sedikit
(few
units)
Satuan
banyak
(many
units)
Majemuk (complex)
Rayapan (creep) adalah gerakan yang dapat dibedakan dalam hal kecepatan
gerakannya yang secara alami biasanya lambat (Zaruba & Mencl, 1969;
Hansen, 1984). Untuk membedakan longsoran dan rayapan, maka
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
KETERANGAN
> 3 meter/detik
Sangat Cepat
Cepat
meter/hari
1.5 meter/hari s.d. 1.5
meter/bulan
1.5 meter/bulan s.d. 1.5
meter/tahun
0.06 meter/tahun s.d. 1.5
meter/tahun
<
0.06 meter/tahun
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
Sedang
Lambat
Sangat lambat
Ekstrim sangat lambat
cukup penting diketahui. Longsoran aktif selalu bergerak sepanjang waktu atau
sepanjang musim, sedangkan longsoran lama dapat kembali aktif sepanjang
adanya faktor-faktor pemicu longsoran. Zaruba & Mencl (1969) mempelajari
longsoran-longsoran yang berumur
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
1.Puncak
: Titik tinggi pada bidang kontak antara material yang bergerak dengan
gawir besar.
1.Mahkota
: Material yang terletak di bagian tertinggi gawir utama.
2.Gawir besar
: Lereng terjal pada bagian yang mantap di sekeliling bagian yang
longsor, biasanya terlihat dengan jelas.
3. blok yang melongsor
4.Gawir kecil
: Lereng terjal pada bagian yang bergerak karena ada perbedaan
gerakan dalam massa gerakan tanah.
5.Tubuh utama
6.retakan tensi
7.Kaki
: Garis perpotongan antara bagian terbawah bidang longsor dengan
muka tanah asli.
7.Ujung Kaki
: Batas terjauh material yang bergerak dari gawir besar.
7.Tip
: Titik pada ujung kaki yang berjarak paling jauh dari pucak.
8.Muka tanah
: Muka tanah asli, yaitu lereng yang tak terganggu oleh gerakan tanah
3-7.Kepala
: Bagian sepanjang batas atas antara material yang bergerak dengan
gawir besar.
9.Sayap
: Bagian samping dari suatu tubuh gerakan tanah. Pemerian nama sayap
kiri dan kanan dilihat dari mahkota
Faktor lain untuk timbulnya longsor adalah rembesan dan aktifitas geologi seperti
patahan, rekahan dan liniasi . Kondisi lingkungan setempat merupakan suatu
komponen yang saling terkait. Bentuk dan kemiringan lereng, kekuatan material,
kedudukan muka air tanah dan kondisi drainase setempat sangat berkaitan pula
dengan kondisi kestabilan lereng (Verhoef, 1985).
Lereng dapat dianalisis melalui perhitungan Faktor Keamanan Lereng
dengan melibatkan data sifat fisik tanah, mekanika tanah (geoteknis tanah) dan
bentuk geometri lereng (Pangular, 1985). Secara khusus, analisis dapat
dipertajam dengan melibatkan aspek fisik lain secara regional, yaitu dengan
memperhatikan kondisi lingkungan fisiknya, baik berupa kegempaan, iklim,
vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat. Kondisi lingkungan
tersebut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan tanah dan
merupakan karakter perbukitan rawan longsor (Anwar & Kesumadharma, 1991;
Hirnawan, 1993, 1994).
Pendekatan masalah tanah longsor dapat melibatkan kajian dampak
akibat faktor-faktor di atas, penanganannya dapat didekati dengan pengelolaan
lingkungan. Arahan pengelolaan lingkungan dilakukan sebagai antisipasi untuk
menanggulangi kemungkinan terjadinya dampak lingkungan negatif (Fandeli,
1992), yaitu dengan cara memperkecil
dampak positif (Soemarwoto, 1990), atau dengan kata lain meminimalkan faktorfaktor kendala kestabilan lereng dan memaksimalkan faktor-faktor pendukung
lereng stabil. Dampak lingkungan yang terjadi dapat bersifat langsung maupun
tidak langsung (Snyder & Catanese, 1989). Analisis dampak dapat dilakukan
dengan melihat kondisi fisik sekitar komponen terkena dampak.
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
10
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
11
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
12
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
13
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
14
jatuhan tepra
kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan kadar air (water content; %)
dan kejenuhan air (saturation; Sr, %).
sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah yang menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan kadar air
akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor Kemanan
lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991).
Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/peletakan
bangunan, misalnya dengan membuat perumahan atau villa di tepi lereng atau di
puncak bukit) merupakan tindakan beresiko mengakibatkan longsor. Demikian
juga pemotongan lereng pada pekerjaan cut & fill, jika tanpa perencanaan dapat
menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan pada lereng.
Letak atau posisi tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi
Faktor Keamanan Lereng (Hirnawan, 1993), hilangnya tumbuhan penutup
menyebabkan alur-alur pada beberapa daerah tertentu.
semakin meningkat
Penghanyutan yang
15
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
16
Maninjau
dan
Padang
Pariaman.
(berbagai
sumber
suratkabar
2009;
http://earthquake.usgs.gov)
8 Januari 1999
- 39 meninggal
o
Bukit (>70 ) tinggi - irigasi Subak ter100 m runtuh,
ganggu
3 Februari 1999
Hujan lebat
- 7 orang meninggal
- rumah hancur
7 Juli 1999
Desa Bontosolama,
Sinjai, Sulawesi Selatan
Hujan deras
- Meninggal > 11
orang,
- Kerugian Rp. 4,2 M
9 Desember
1999
- 56 orang tewas
Hujan deras
- 10 orang tewas
- 34 tewas,
Kab. Cilacap &
Hujan deras terus - 88 rumah tertutup
30 Oktober 2000 Banyumas, Jawa Tengah menerus
lumpur,
- 113 rumah rusak
3-9 November
2000
11 Desember
2000
Hujan sangat
lebat dan lama
- 17 tewas,
- 80 KK kehilangan
tempat tinggal
9 Januari 2001
Hujan terus
menerus
- 39 rumah terendam
lumpur.
- Cekdam rusak
- 34 rumah rusak
berat,
- tanah terban
Gempa struktur
24 Januari 2001 Desa Aek Latong,
Sipirok, Tapanuli Selatan sesar Sumatera
8 Februari 2001
8-12 Februari
2001
Desa Wangunreja,
Nyalindung, Sukabumi
Hujan deras 2
pekan menerus
- 95 orang tewas,
Lereng G. Pongkor, Kab. Cuaca buruk.
- 41.000 jiwa
Hujan lebat disertai
Lebak, Banten
menderita.
angin kencang
- Kerugian Rp. 6 M
Dari berbagai sumber surat kabar 2000-2001
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
17
keseimbangan
tekanan
dalam
tubuh lereng.
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
18
1) longsor
penggalian bahan baku bangunan dengan cara membuat tebing yang hampir
tegak lurus;
2) longsor sekitar jalan di Bandung Utara akibat pemangkasan untuk kawasan
perumahan (real estate);
3) longsoran di tepi sungai Cipeles (Jalan raya Bandung-Cirebon) juga
diakibatkan oleh kondisi ketidakseimbangan beban.
yang
datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karenaikutsertanya peranan air
dalam tubuh lereng;
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
19
bidang gelincir
F= /s
F
L
s
c
W
V
20
S
W
W sin = S
F= /s
W cos . tan
W cos
F=
= W cos . tan + c L
Gambar 7. Sketsa gaya yang bekerja ( dan S ) pada satu sayatan
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
21
seseorang. Cara ini dipakai bila tidak ada resiko longsor terjadi saat
pengamatan.
Cara
22
F diatas 1,25
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
23
(3) Mencegah lereng jenuh dengan airtanah atau mengurangi kenaikan kadar air
tanah di dalam tubuh lereng Kadar airtanah dan mua air tanah biasanya
muncul pada musim hujan, pencegahan dengan cara :
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
24
25
bobot satuan isi tanah basah (wet; g/cm3 atau kN/m3 atau ton/m3)
F=
cL+ tan
(W i cos i - i x li )
(W i sin i )
= kohesi (kN/m2)
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
26
i x li
= luas tiap bidang sayatan (M2) X bobot satuan isi tanah (, kN/m3)
Pada lereng yang tidak dipengaruhi oleh muka air tanah, nilai F adalah sbb.:
F=
cL+ tan
(W i cos i )
(W i sin i )
Berikut ini adalah contoh perhitungan faktor keamanan cara Fellenius
pada lereng tanpa pengaruh muka air tanah, namun sebelumnya ada beberapa
langkah yang perlu diikut:
Langkah
berikutnya
adalah
membuat
tabel
untuk
mempermudah
perhitungan.
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
27
Contoh perhitungan:
Diketahui
SKALA 1:1.000
Gambar 8. Penampang lereng dengan irisannya serta bidang gelincir yang dipakai untuk perhitungan faktor Keamanan cara manual maupun cara
komputer. A-B adalah bidang gelincir
No
Slice
L
(m)
x
(m)
8
7
6
5
4
3
2
1
12,5
5,0
5,0
5,5
11,5
3,0
7,0
15,5
12,5
5,0
5,0
5,5
9,5
5,0
5,0
10,0
H
(m)
Luas
(m)
(o)
Wt
Luas x
W sin
(kN/m)
53,125
51,125
65,000
82.500
114,800
75,000
67,500
57,500
0,0
5,7
11,3
15,3
26,6
30,9
38,7
50,2
853,559
821,425
1044,355
1325,527
1844,492
1205,025
1084,523
923,853
0
81,584
204,637
349,771
825,888
618,830
678,090
709,781
853,559
817,363
1024,110
1278,547
1649,260
1033,989
846,395
591,367
65,0
3468,581
8094,590
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
8,5
12,0
14,0
16,0
14,5
15,5
11,5
0,0
W cos
(kN/m)
28
L
= 65.0
cL = 65.0 X 18,722 kN/m2 = 1220,18
tan = tan (27,46) = 0,52
F=
cL + tan (W i cos i )
(W i sin i )
Dari hasil hitungan (lihat Tabel 7), masukkan nilai tersebut ke dalam rumus
sebagai berikut:
F=
( c X 1 ) + ( tan X 2)
F=
= 1,565399
Dari hasil hitungan didapat nilai F = 1,565399 maka makna dari nilai F
sebesar itu dapat dibandingkan dengan Tabel 6. Artinya adalah lereng relatif
stabil, pada kondisi F sebesar itu pada umumnya lereng jarang longsor.
29
SKALA 1:1.000
Gambar 9.
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
30
MASUKKAN
8
MASUKKAN
:? 1
MASUKKAN
6,6
MASUKKAN
0
:?
KOORDINAT X PUNCAK
KOOR. Y BAWAH & PUNCAK YANG PALING KANAN
:?
:?
YT, YW
m, m
ENTER -2
MENGGANTI POSISI SLIP SURFACE
ENTER -1
MENGHITUNG FAKTOR KEAMANAN
ENTER
0
KEMBALI KE PROGRAM MENU (EXIT)
ENTER
1..N
MENGGANTI DATA SLICE (MASUKKAN NO
SLICE)
? -1
FAKTOR KEAMANAN LERENG ADALAH 1.560782
Nilai Faktor Keamanan (F) > 1,25 pada suatu lereng menurut Bowles
(1989) ditafsirkan sebagai lereng dengan longsor jarang terjadi atau disebut
sebagai relatif stabil. Untuk menyebutkan lereng stabil perlu dibuat nilai batas
yang aman selain F=1,25, karena nilai tersebut menandakan bahwa kejadian
longsor pernah terjadi (walaupun jarang). Untuk itu diusulkan nilai F > 2 sebagai
nilai yang aman bagi lereng (lereng stabil). Sebagai pebandingan, nilai F = 2 atau
F = 3 biasanya dipakai untuk nilai aman (faktor keamanan) bagi dayadukung
tanah untuk berbagai pondasi dangkal.
Dalam setiap perhitungan (cara manual maupun cara komputer), semua
satuan tiap-tiap variabel harus diperhatikan, seperti misalnya c (kohesi), (sudut
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
31
geser-dalam), dan (bobot sartuan isi tanah basah dan bobot satuan isi tanah
kering). Satuan disesuaikan melalui konversi dalam standar SI (Satuan
Internasional).
Tabel 9. Contoh penyesuaian satuan (konversi)
Faktor
kwsonversi
Nama variabel
Satuan
1 g/cm
3
1 g/cm
Kohesi
1 kg/cm
2
1 kg/cm
Tekanan
1 kN/m
Satuan
3
9,807 kN/m
3
1 T/m
10
98,07
10 T/m
2
98,07 kN/m
9,807
1 kPa
(= kilopascal)
9. Latihan
7
6
5
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
32
Hitung c X L
b.
c.
d.
Hitung tan
1- 7
= sayatan (slice)
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
33
Tabel hitungan :
No
Slice
L
(m)
x
(m)
H
(m)
Luas
(m)
(o)
Wt
Luas x
W sin
(kN/m)
W cos
(kN/m)
1
2
3
4
5
6
7
F=
F=
c L + tan ( W i cos i )
( W i sin i )
( c X 1 ) + ( tan x 2 )
3
F = ............. (bandingkan dengan Tabel 6, berikan makna nilai tsb.)
SOAL (2) :
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
34
4 kg/cm2
7 kg/m02
1.60 ton/m3
.... ton/m3
1.76 g/cm3
.... ton/m2
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
.......
.......
.......
.......
......
20
kg/m2
kg/cm2
g/cm3
g/cm3
ton/m3
kg/cm2
.......
.......
.......
16.67
.......
.......
kN/m2
KN/m2
kN/m3
kN/m3
kN/m3
kN/m2
35
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, H.Z., dan Kesumadhama, S., 1991, Konstruksi Jalan di daerah Pegunungan tropis, Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, PIT ke-20, Desember
1991, hal. 471- 481
Attewel, P.B.,& Farmer, I. W., 1976, Principles of engineering geology, Chapman
& Hall, London, 104p.
Bowles, JE.,1989, Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta, 562 hal.
Brunsden,D., Schortt,L., & Ibsen,M.L.(editor), 1997, Landslide Recognition, Identification Movement and Causes, John Wiley & Sons, England, p. 137 - 148
Dikau, R. (editor) et.al., 1997, Landslide Recognition, John Willey & Sons, 251 p.
Fandeli,C.,1992, Analisis mengenai dampak lingkungan, prinsip dasar dan pemampanannya dalam pembangunan, Liberty, Yogyakarta, 346 hal,
Hansen, M.J., 1984, Strategies for Classification of Landslides, (ed. : Brunsden, D,
& Prior, D.B., 1984, Slope Instability, John Wiley & Sons, p.1-25
Hirnawan, R.F., 1993, Ketanggapan Stabilitas Lereng Perbukitan Rawan Gerakantanah atas Tanaman Keras, Hujan & Gempa, Disertasi, UNPAD, 302pp. .
Hirnawan, R. F., 1994, Peran faktor-faktor penentu zona berpotensi longsor di dalam
mandala geologi dan lingkungan fisiknya Jawa Barat, Majalah Ilmiah
Universitas Padjadjaran, No. 2, Vol. 12, hal. 32-42.
Hunt, R.E., 1984, Geotechnical engineering investigation manual, McGrawHill Book
Co., 984 p.
Lambe, T.W., & Withman, R.V., 1969, Soil Mechanics, John Willey & Sons Inc., New
York,553 p.
Parker, J.V., Means, R.E., 1974, Soil Mechanics and Foundations, Prentice Hall of
India, Ltd., New Delhi, 573p.
Pangular, D., 1985, Petunjuk Penyelidikan & Penanggulangan Gerakan Tanah, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pengairan, Balitbang Departemen
Pekerjaan Umum, 233 hal.
Pikiran Rakyat, 18 Maret 1997, Harian Umum No, 347 / Tahun XXXI / 1997,
Gempa Guncang Jakarta dan JABAR.
Pikiran Rakyat, 15 April 1999, Harian Umum No. 21, Tahun XXXIV / 1999,
Bandung Rawan Bencana Gempa, hal 2 kolom 3-6.
Republika, 18 Maret 1997, Harian Umum No. 72/Th. 5/1997, Guncangan Gempa 6.0
Skala Richter, Warga Jakatra Panik,
Soemarwoto, O., 1990, Analisis Dampak Lingkungan, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 378 hal.
Strahler, A.N., & Strahler, A.H., 1983, Modern physical geography, John Willey &
Sons, 532 p.
Verruijt, 1982, Stabil2.3, Computer Program, Delft University.
Zakaria, Z., 2000, Peran Identifikasi Longsoran dalam Studi Pendahuluan Permodelan Sistem STARLET Untuk Mitigasi Bencana Longsor, YEAR
BOOK MITIGASI BENCANA 1999, Januari 2000, Direktorat Teknologi
Pengelolaan Sumerdaya Lahan dan Kawasan, Bidang Teknologi
Pengembangan Sumberdaya Alam, BPPT, hal. I.105 - I.123
Zaruba, Q., & Mecl, V., 1976, Engineering geology, Elsevier Publisher, Co.,
Amsterdam, 504 p.
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
36
LAMPIRAN
Zufialdi Zakaria/GEOTEKNIK-D1F322
37
LAMPIRAN - 1
SLICE METHOD
23 $
$%
.
12
$%
$$
$(
,
)
"
$ " %" 5 0 4 3 3 1
$%
!
3
6
$!
&
!"
9 9
x
$' (
"6
!"
3 :
x$%
# x$
!" %" )
!"
"
*
*
L1, L2,
4
L8
L3,
$%
' 7
x$ !
' 7
x -!
3 $
$
!
3 -
4
'
!" ;
9"
; 4 3 )
9
LAMPIRAN - 2
SOAL B1 :
Diketahui
Ditanyakan :
Lereng tunggal alami, seperti pada gambar sketsa di bawah ini dengan sudut lereng 45o
Skala gambar 1:100
2
Kohesi, c = 15.2 KN/M
Sudut geser-dalam, = 10.25
Bobot satuan isi tanah, = 15.652 KN/M3
Gunakan slice method. Berapa Faktor Keamanan (F) lereng tunggal tersebut dan apa maknanya menurut Bowles?.
Jika nilai Faktor Keamanan (F) berada pada rentang nilai kritis atau labil, maka bagaimanakah antisipasi kelongsorannya?
Apakah lereng akan diperlandai? Ataukah akan dibuat dua teras (undak-undak, terasering)?
SKALA 1:100
LAMPIRAN - 2
SOAL B2 :
Diketahui
Ditanyakan :
Lereng dua teras pada gambar sketsa di bawah ini dengan masing-masing sudut lereng 45o
Skala gambar 1:100
2
Kohesi, c = 15.2 KN/M
Sudut geser-dalam, = 10.25
3
Bobot satuan isi tanah, = 15.652 KN/M
Gunakan slice method. Berapa Faktor Keamanan (F) dua teras
SKALA 1:100
LAMPIRAN - 2
SOAL B3 :
Diketahui
Ditanyakan :
Lereng berundak dua, seperti pada gambar sketsa di bawah ini dengan sudut lereng sekitar 30
Skala gambar 1:100
Kohesi, c = 15.2 KN/M2
Sudut geser-dalam, = 10.25
Bobot satuan isi tanah, = 15.652 KN/M3
Gunakan slice method. Berapa Faktor Keamanan (F) lereng dua teras tersebut dan apa maknanya menurut Bowles?.
SKALA 1:100
LAMPIRAN - 3
45 derajat