Anda di halaman 1dari 15

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA

NOMOR 19 TAHUN 2000


TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN IKUTAN
DI LUAR KAWASAN HUTAN
Telaahan Terbatas atas Produk Kebijakan
Pemerintah Kabupaten Barito Kuala di Bidang Kahutanan

Makalah
Tugas Kelompok Mata Kuliah Kebijakan Kehutanan

Disusun oleh

MUNANDAR
SUWARSO
ZAINUDDIN
RINI HARTATI

PASCA SARJANA PROGRAM STUDI ILMU KEHUTANAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2009
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan dan hutan merupakan

sumberdaya esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilang, atau

berkurangnya sumberdaya alam (khususnya hutan) dapat mengancam kehidupan

di muka bumi.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Undang-undang 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat

dan Daerah mengamanatkan bahwa otonomi daerah diharapkan dapat

dilaksanakan secara utuh dan nyata pada daerah kabupaten dan kota. Pemerintah

daerah harus memiliki sumber-sumber penerimaan yang cukup untuk memenuhi

biaya penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Kebanyakan daerah

memilih memanfaatkan potensi sumberdaya alam untuk mendapatkan sumber-

sumber penerimaan daerah.

Persoalan mendasar saat ini adalah bagaimana mengelola sumberdaya alam

agar didapatkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia tanpa

mengorbankan kelestariannya. Hasil hutan dikenal dalam 2 (dua) golongan besar,

yakni hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu atau hasil hutan ikutan.

Pemungutan hasil hutan (khususnya kayu) diakui selama menjadi salah satu

pendukung perekonomian local regional maupun nasional.

Pemungutan hasil hutan ikutan umumnya merupakan kegiatan tradisional

dari masyarakat disekitar hutan. Pengumpulan rotan, pengumpulan kayu galam,

berbagai getah kayu termasuk dalam kegiatan pemungutan hasil hutan ikutan..
Dalam perkembangannya kegiatan pemungutan hasil hutan ikutan menjadi

kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari.

Pelaksanaannya semakin meningkat dan tidak terkendali karena tidak ada aturan

ataupun batasan yang jelas, agar pemungutan berjalan dengan baik dsan

mengedepankan asas kelestarian.

Aktivitas masyarakat di Kabupaten Barito Kuala yang memanfaatkan hasil

hutan ikutan dari luar kawasan hutan berupa kayu galam sebagian besar menjual

perolehannya kepada pemilik industri pengolahan kayu. Merosotnya produksi

kayu alam sebagai penghara utama menyebabkan kayu galam menjadi salah satu

alternative untuk bahan baku industri pengolahan kayu skala kecil. Output dari

industri kecil pengolahan kayu ini umumnya dikirim antar pulau ke Bali Nusa

Tenggara dan Madura.

Dengan intensifnya pemungutan hasil hutan baukan kayu (galam ) Pemda

Barito Kuala merasa perlu membuat suatu kebijakan yang dapat mengatur

pelaksanaan pemungutan hasil hutan ikutan dan hasil hutan diluar kawasan hutan.

Dalam makalah ini lebih spesifik akan dibahas Perda no 19 tahun 2000 khususnya

tetang kayu galam sebagai hasil hutan diluar kawasan hutan.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian pendahuluan di atas dapat dinyatakan suatu rumusan

permasalahan yang dapat diangkat pada makalah ini yaitu ;

1. Penetapan tarif retribusi terhadap izin pemafaatan hasil hutan ikutan

membebani masyarakat (high cost economy)

2. Potensi hasil hutan ikutan yang ada belum diketahui dengan tepat
3. Pemberian izin pemungutan hasil hutan ikutan tidak efektif dan efisien

C. Tujuan dan Kegunaan

1. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah ;

a. Memperoleh gambaran pengelolaan sumberdaya alam khususnya hasil

hutan ikutan berupa kayu galam di Kabupaten Barito Kuala

b. Mengetahui efektivitas Peraturan Daerah Kabupaten Barito Kuala

nomor 19 tahun 2000

c. Mengetahui hubungan antara Peraturan Daerah untuk mengatur

pemanfaatan sumberdaya hutan yang dibuat oleh Pemerintah

Kabupaten dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi

2. Kegunaan

Makalah ini diharapkan memberi manfaat yang positif kepada

a. Kalangan pengambil keputusan sebagai dasar pertimbangan pembinaan

terhadap obyek serupa

b. Kalangan akademis, sebagai sumbangan pemikiran khususnya bidang

kajian Kebihjakan Kehutanan

c. Penulis dan kelompok diskusi yang mendapat tugas menyusun makalah

ini sebagai sarana menerapkan pengetahuan dan teori akademik yang

dimilikinya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kewenangan Pengelolaan Penerimaan Daerah

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah makna pelaksanaan otonomi

daerah dapat dilaksanakan secara utuh dan nyata di daerah. Daerah Otonom

memiliki kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk, melaksanakan

kebijaksanaan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Pemerintah daerah

harus memiliki sumber-sumber penerimaan yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan biaya penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Pemerintah

daerah dituntut lebih mandiri dalam pengelolaan keuangan dan mencari sumber-

sumber pembiayaan sesuai potensi dan kemampuan finansial daerah.

Musgrave dan Musgrave (1993:6) mengemukakan bahwa pesatnya

pembangunan daerah menuntut tersedianya dana bagi pembiayaan pembangunan

yang kegiatan fiskal yaitu alokasi, distribusi dan stabilisasi sumber-sumber

pembiayaan yang semakin besar. Tatanan pemerintahan yang mengarah pada

diperluasnya otonomi daerah, menuntut kemandirian daerah mengatur dan

menetapkan kebijakan pemerintah didaerah menurut prakarsa dan aspirasi

masyarakat.

Dalam pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan pasal 5

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dinyatakan bahwa sumber-sumber

penerimaan terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dana pinjaman
dan lain-lain penerimaan yang sah. Pemerintah daerah diberi kekuasaan dan

kewenangan untuk mengelola penerimaan daerahnya.

Dapat disimpulkan bahwa amanat Undang-undang Nomor 32 tahun 2004,

33 tahun 2004 memberi kewenangan kepada daerah untuk mengembangkan

sumber-sumber pendapatan sesuai dengan potensi dan kekhasan yang dimilikinya.

Hal ini perlu diselaraskan dengan semangat otonomi daerah yang bertujuan

meningkatkan kemandirian daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat.

B. Retribusi Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah

menetapkan bahwa Retribusi Daerah sebagai Pungutan daerah yang merupakan

kompensasi atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang

pribadi/badan. Retribusi dibedakan menjadi:

1. Retribusi jasa umum

2. Retribusi jasa usaha

3. Retribusi perizinan tertentu

Pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 metapkan bahwa

objek Retribusi Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah

dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan dimaksudkan untuk

pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan

ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas

tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.


Fungsi retribusi perizinan menurut Puranto (2006) adalah sebagai instrumen

untuk melakukan pengaturan, pembinaan, pengendalian maupun pengawasan. Hal

ini agar masyarakat tidak melakukan kegiatan ekonomi dan kegiatan lainnya di

luar ketentuan yang diberikan pemerintah daerah yang dapat membahayakan

kepentingan umum dan kelestarian lingkungan. Tarif retribusi perizinan tertentu

ditetapkan sedemikian rupa sehingga hasil retribusinya dapat menutup sebagian

atau sama dengan perkiraan biaya yang diperlukan untuk menyediakan jasa yang

bersangkutan.

C. Konsep Analisis Kebijakan Publik

Analisis Kebijakan Publik menurut Leslie A.Pal (1987), sebagai kegiatan

membuat permasalahan dapat diselesaikan. Analisis Kebijakan dapat ditetapkan

sebagai disiplin intelektual bagi masalah-masalah public ( Widodo 2009:20).

Penganalisisan kebijakan public dapat dikenali kegiatannya yang bercirikan :

1. Analisis kebijakan sebagai aktivitas kognitif

2. Analisis kebijakan sebagai bagian dari proses kebijakan kolektif

3. Analisis kebijakan sebagai disiplin intelektual terapan

4. Analisis kebijakan berkaitan dengan masalah publik

D. Pengertian Hasil Hutan Ikutan

Pengertian hasil hutan menurut Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999

adalah benda-benda hayati, nonhayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari

hutan (pasal 1 ayat 13). Hasil ikutan merupakan sesuatu yang bersifat material

bukan kayu yang dimanfaatkan dari keberadaan hutan. Dalam hal ini hasil hutan

ikutan dapat digolongkan sebagai Non Timber Forest Product (NTFP)


III. IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN IKUTAN DI LUAR
KAWASAN KABUPATEN BARITO KUALA

A. Gambaran Umum Kabupaten Barito Kuala

Kabupaten Barito Kuala dengan ibukota Marabahan secara geographis

terletak pada 114º 20’ 50” – 114º50’18” Bujur Timur dan 2º 29’ 50” – 3º 30’ 18”

Lintang Utara. Luas wilayahnya mencakup 3.284 km² dengan jumlah penduduk

sebanyak 267.052 jiwa. Lembaga Survey Soegeng Saryadi Syndicate (2006)

menyatakan Perekonomian Kabupaten Barito Kuala amat kental bercorak industri.

Hal ini terlihat dari komposisi sektor dalam PDRB. Kontribusi sektor industri

pengolahan terhadap PDRB mencapai 59,16 %. Sementara sektor pertanian, yang

dikabupaten lain biasanya berperan dominan, di Kabupaten Barito Kuala ini

hanya menyumbang 20,84 persen terhadap PDRB.Industri yang berperan

signifikan di Barito Kuala adalah industri pengolahan kayu skala besar dan kecil.

Nilai Produksi Pengolahan kayu ini pada Tahun 2006 mencapai Rp 1,15 milyar.

B. Perda Izin Pemungutan Hasil Hutan Ikutan di Luar Kawasan Hutan

Di Kabupaten Barito Kuala pemungutan hasil hutan ikutan pada

umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada disekitar

hutan. Masyarakat mengumpulkan rotan, kayu galam, berbagai getah kayu seperti

getah Agathis atau getah Shore. Dalam perkembangannya dibeberapa tempat

kegiatan pemungutan hasil hutan ikutan merupakan kegiatan utama sebagai

sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Perkembangan selanjutnya semakin

meningkat dan tidak terkendali bahkan tidak tertata karena tidak ada aturan
ataupun batasan yang jelas yang mengatur agar pemungutan berjalan dengan baik

dengan mengedepankan asas kelestarian. Pemda Barito Kuala kemudian

menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2000 yang tujuannya untuk:

1. menjaga kelestraian hutan dan kelangsungan hidup ekosistem serta

memperoleh manfaat atas sumber daya alam yang berasal dari hasil hutan

perlu dilakukan pengendalian

2. Agar dalam pemungutan hasil hutan ikutan di luar kawasan hutan lebih

tertib dan tertata serta terecana sehingga dalam pengendaliannya perlu

adanya aturan yang mendukung dan mengatur khususnya di Kabupaten

Barito Kuala

3. Untuk peningkatan pendapatan asli daerah ( PAD ), oleh karena itu

penggalian potensi yang memungkinkan dikenakan retribusi terus

diupayakan khususnya retribusi izin pemungutan hasil hutan ikutan dan

kayu hasil hutan rakyat. Disamping akan tetap menjaga azas pelestarian

hutan dan fungsi pelestarian lingkungan hidup.

C. Analisis Kebijakan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang

Retribusi Daerah, Perda No 19/2000 tergolong Perda Retribusi atas jasa atau

pemberian izin tertentu Analisis kebijakan terhadap Perda ini diarahkan kepada

apakah Perda tersebut bermasalahan ditinjau dari ; substansi dan yuridis dan aspek

sosial ekonomi. Kebermaslahan substansi, Perda dianalisis terutama pada sesuai

atau ketidak-sesuaian filosofi dan prinsip pungutan. Kebermasalahan yuridis,

ditinjau dari tata hukum apakah bertententangan dengan aturan yang lebih tinggi.
Secara Sosial ekonomi apakah pungutan membebani masyarakat dalam arti

menyebabkan ekonomi biaya tinggi atau tidak.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Perda Kabupaten Barito Kuala No 19/2000

No Aspek yang diamati Potensi Bermasalah


Ya Tidak
A Substansi:
- Tujuan terhadap kelestarian sumberdaya hutan ٧
- Penertiban Kegiatan Usaha ٧
- Perlindungan Usaha ٧
- Penerapan Sanksi Pelanggaran ٧
B Yuridis :
- Proses legislasi ٧
- Bertentangan dengan aturan di atasnya ٧
- Telah disosialisasikan secara luas ٧
C Sosial Ekonomi :
- Penetapan Tarif Dasar Pungutan ٧
- Peningkatan Pendapatan Asli Daerah ٧
- Ekonomi biaya tinggi ٧
Sumber : Hasil Kajian, diolah

Perda Nomor 19 Tahun 2000 yang diterbitkan Pemda Kabupaten Barito Kuala

sesuai tabel 1 di atas memperlihatkan potensi bermasalah. Hampir seluruh aspek

sepert pada substansi Perda ini tidak menunjukkan kebermasalahan tentang

pelanggaran yang sanksinya tidak tegas.Kecenderungan bemasalah juga pada

aspek Sosial Ekonomi pelaksanaannya dan aspek yuridis. Hal ini ditunjukkan

pada ketetapan Retribusi Daerah. Penolakan masyarakat akan terjadi karena

dianggap mengada-ada. Dilain pihak kurangnya sosialisasi juga dapat

memperkuat resistensi (penolakan) pada masyarakat.


IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Perda Kabupaten Barito Kuala yang dianalisis memperlihatkan tendensi

bermasalah. Kecenderungan bemasalah itu ditunjukkan pada semua aspek yang

diamati. Aspek Substansi, Yuridis dan Sosial ekonomi menunjukkan potensi

bermasalah. Masalah-masalah tersebut meliputi :

1. Sanksi tidak tegas

2. Sosialisasi yang waktunya tidak cukup

3. Penetapan Tarif Dasar Retribusi

4. Berpotensi menimbulkan ekonomi baiaya tinggi

B. Rekomendasi

Perda yang dianalisis meiliki kecenderungan bermasalah kiranya memang

diperlukan langkahlangkah :

1. Mengembangkan kemampuan SDM dalam melaksanakan otonomi daerah,

khususnya dalam hal perumusan kebijakan. Pengembangan

2. Mengembangkan kemampuan administrasi pemerintahan.

3. Memperhatian, selain dari pelaksanaan monitoring yang lebih profesional

untuk mengungkapkan persoalan-persoalan seputar kebijakan daerah.


DAFTAR PUSTAKA

Musgrave, Richard A and Musgrave,Peggy B.1989, Public Finance in Theory


And Practice, Fifth Edition, McGraw-Hill Inc, New York etc

Puranto, Hendra (2009). Bahan Kuliah Manajemen Pendapatan Daerah pada


Latihan Keuangan Daerah Angkatan V Tahun 2009 Fakultas
Ekonomika dan Bisnis – Universitas Gadjahmada. Yogyakarta
(tidak dipublikasikan)

Widodo, Joko (2008). Analisis Kebijakan Publik . Konsep dan Aplikasi Analisis
Proses Kebijakan Publik. Bayu Media Publishing.Cetakan Kedua.
Malang

(-------------) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

(-------------) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah

(-------------) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan


Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

(-------------) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2000 tentang Pengelolaan


dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayaNya jualah makalah ini dapat deselesaikan tepat pada waktunya. Amanat

Undang-undang Dasar 1945 bahwa pemerintah bertanggung jawab atas kehidupan

berkebangsaan dan mewujudkan kesejahteraan umum. Sumberdaya hutan sebagai

salah satu sumberdaya essential yang mempengaruhi kualitas hidup manusia

menjadi factor penting pembangunan yang harus diperhatikan.Kesejahteraan

masyarakat dan kelestarian sumberdaya itulah yang menjadi focus kebijakan

penting pemerintahan di daerah.

Makalah ini berusaha memahami upaya pemerintah daerah Kabupaten

Barito Kuala melalui Peraturan Daerah No.19 Tahun 2000 untuk memfasilitasi

kegiatan ekonomi sekaligus berusaha melestarikan lingkungan. Ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada :

1. Pemerintah Kabupaten Barito Kuala;

2. Bapak Ir. Mahrus Ariyadi, M.Sc selaku dosen Pengasuh Matakuliah

Kebijakan Kehutanan

3. Pihak-pihak yang telah membantu

Demikian semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak yang berkaitan dengan

kebijakan public khususnya di Bidang Kehutanan

Kelompok Penyusun,

i
DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA …………………………………………. i
DAFTAR ISI …………………………………………. ii
DAFTAR TABEL …………………………………………. iii

I. PENDAHULUAN …………………………………………. 1
A. Latar Belakang …………………………………………. 1
B. Rumusan Permasalahan …………………………………………. 2
C. Tujuan dan Kegunaan …………………………………………. 3

II. KAJIAN PUSTAKA …………………………………………. 4


A. Kewenangan Pengelolaan Penerimaan Daerah ........................................ 4
B. Retribusi Daerah ......................................... 5
C. Konsep Analisis Kebijakan Publik …………………………. 6
D. Pengertian Hasil Hutan Ikutan ......................................... 6

III. IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN IKUTAN DI LUAR


KAWASAN KABUPATEN BARITO KUALA ........................................ 7
A. Gambaran Umum Kabupaten Barito Kuala ........................................ 7
B. Perda Izin Pemungutan Hasil Hutan Ikutan di Luar Kawasan Hutan … 7
C. Analisis Kebijakan ................................................................ 8

IV. PENUTUP ……………………………………….. 10


A. Kesimpulan ……………………………………….. 10
B. Rekomendasi ……………………………………….. 10

ii
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

1. Tabel Hasil Pengamatan Perda Kabupaten


Barito Kuala No 19/2000 .................................... 9

iii

Anda mungkin juga menyukai