Oleh MUNANDAR
Daerah Aliran Sungai (DAS) Barito yang panjangnya 900 km dan lebar rata-
rata 500 m melintasi dua provinsi yaitu Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi
Kalimantan Selatan. DAS Barito khususnya yang mengaliri Provinsi Kalimantan
Selatan merupakan induk dari sungai sungai lain seperti sungai Riam Kanan , Sungai
Martapura, Sungai Riam Kiwa, Sungai Tapin dan sunga-sungai kecil di sekitarnya.
Kawasan ini juga merupakan daratan yang dihuni manusia dengan kerapatan terpadat
di Kalimantan Selatan. Dataran ini meliputi wilayah administratif Kabupaten Banjar,
Kota Banjarbaru, Kota Banjarmasin, Kabupaten Tanah Laut dan kabupaten Barito
Kuala. Wilayah dengan ketinggian 0-5 meter diatas permukaan laut ini selain menjadi
wilayah dengan tingkat kesibukan tertinggi juga menjadi pemasok bahan makanan
terpenting terutama padi bagi Kalimantan Selatan.
Aliran sungai Barito juga merupakan urat nadi perekonomian yang bersambung
dari hulu Kalimantan Tengah sampai dengan hilir di laut Jawa. Sepanjang aliran
sungai ini terdapat Pelabuhan Tisakti sebagai pintu masuk dan keluar barang dan jasa
dari dan keluar Kalimantan Selatan serta Kalimantan Tengah. Sungai Barito menjadi
sarana utama angkutan kapal barang yang paling murah. Paling sedikit ada lima daerah
bergantung langsung pada Barito, yakni Kota Banjarmasin, Kabupaten Barito Kuala,
Barito Selatan, Barito Utara, dan Murung Raya. Beberapa anak Sungai Barito menjadi
jalur ekonomi Kabupaten Tapin, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Tabalong,
Kapuas, dan Barito Timur.
Sebagai salah satu daerah yang menjadi tujuan investasi di sub sektor
perkebunan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada bagian hulu kawasan ini
tingkat penggunaan lahan sangat intensif. Konsekuensi yang timbul akibat penggunaan
lahan untuk pertanian dan perkebunan menyebabkan tingginya tingkat sedimentasi ang
dapat memperdangkal aliran sungai Barito. Penebangan hutan illegal dan enambangan
tak terkendali harus diakhiri. Rehabilitasi hutan dan daerah aliran sungai harus
dijalankan dengan benar. Bukan hanya rakyat di sepanjang sungai itu yang menderita
akibat banjir, semuanya ikut merugi ketika terjadi pendangkalan. Diperkirakan setiap
hari sedimentasi mencapai 11.000 hingga 12.000 meter kubik. Angka sedimentasi
yang ditoleransi oleh Departemen Kehutanan melebihi adalah ditoleransi (15
ton/ha/th)
Pemerintah pusat membutuhkan dana Rp 26 miliar untuk penanganan
pendangkalan alur Sungai Barito untuk pengerukan awal sebagai upaya mengatasi
pendangkalan pada musim kemarau (Tempo interaktif 12/5/2006) Upaya selanjutnya,
pemerintah provinsi yang bekerjasama dengan investor dari Belanda melakukan
pengerukan alur sungai Barito. Tujuannya tidak lain adalah untuk menjamin
kelancaran operasional pelabuhan dan memperlancar arus lalu lintas pelayaran di
sungai Barito.
--------------------------------------------------------------------------------------1
Pengelolaan Kawasan Rawa dan Sungai untuk Konservasi Sumberdaya Air.
Oleh Munandar /NIM F2A 109016
Dilain pihak kawasan hilir sungai Barito dimana aktivitas budidaya pertanian
yang utamanya memproduksi komoditas padi sawah, sangat tergantung kepada aliran
air. Keperluan air untuk jenis padi dan komoditas lainya sangat tinggi. Dukungan
irigasi untuk mendistribusikan sumberdaya air telah diawali sejak pra kemerdekaan
dan terakhir ditingkatkan dengan membangun irigasi Riam Kanan yang
memanfaatkan aliran sungai Riam Kanan.
Sementara itu karakteristik masyarakat lokal di wilayah ini yang bermula dari
budaya kehidupan sungai, mulai dipengaruhi budaya kehidupan darat. Percampuran
pola kehidupan sungai dan darat tidak dapat dihindari dengan semakin terbukanya arus
komunikasi. Meskipun moda trasnportasi air hingga saat ini terhitung lebih murah,
namun kecenderungan beralih ke transportasi darat semakin menguat. Pola rumah
panggung yang memungkinkan lancarnya arus pasang surut diganti rumah beton diatas
timbunan yang biasa digunakan pada konstruksi rumah di daratan. Pertumbuhan
penduduk di kawasan ini memberikan konsekuensi meluasnya pemukiman dan
kebutuhan fasilitas ekonomi dan fasilitas umum. Semua pengadaan fasilitas tersebut
memerlukan lahan yang tidak sedikit. Kebutuhan lahan untuk membangun
pemukiman dan fasilitas umum tidak selamanya memperhatikan keselarasan
lingkungan. Pembangunan lahan pemukiman dan fasilitas umum sering dilakukan
dengan menimbun rawa dan bantaran sungai.
Penimbunan rawa dan bantaran sungai menyebabkan aliran pasang surut di
awasan ini terhambat. Terhambatnya aliran pasang surat menyebabkan permasalahan
tersendiri. Lahan rawa gambut secara ekologis mempunyai fungsi hidrologi dan
lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya
sehingga harus dilindungi dan dilestarikan. Secara ekologis keberadaan hutan rawa
mempunyai fungsi dan manfaat sebagai sebagai sumber cadangan air, hutan rawa
dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan
mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering, pelindung
lingkungan ekosistem daratan dan penyerap CO2 dan penghasil O2, sumber bahan
makanan nabati dan hewani dimanfaatkan sebagai sumber mata pencaharian penduduk
sekitarnya. Beberapa pihak telah mengemukakan pemikiran perlunya sebuah
kebijakan pengelolaan lahan rawa gambut di Kalimantan Selatan untuk mengatur
dengan jelas keberadaan lahan bergambut karena fungsi ekokogisnya dan pengelolaan
flora pohon jenis galam (Melaleuca cajuputi) yang mulai tidak terkendali (Munandar
dan Rini Hartati, 2010).
Rumusan Permasalahan
Dari uraian diatas dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi dalam
pengelolaan rawa dan sungai di Kalimantan Selatan sekarang ini antara lain :
1. Penggunaan lahan yang intensif untuk pemukiman dan pengembangan kawasan
2. Sedimentasi yang besar
3. Pada saat musim hujan cenderung terjadi banjir namun dalam waktu yang relatif
singkat air akan surut;
4. Pada saat musim kemarau air sungai surut dan terjadi kekeringan;
5. Menurunnya kualitas air akibat terkontaminasi bahan kimia untuk pertambangan di
badan maupun di bantaran sungai serta intrusi air laut;
6. Rusaknya DAS akibat penebangan hutan dan kegiatan lain
Seiring berjalannnya waktu, manusia sebagai perencana, pelaksana dan
penerima dampak pembangunan serta lingkungan yang menopang kehidupan perlu
--------------------------------------------------------------------------------------2
Pengelolaan Kawasan Rawa dan Sungai untuk Konservasi Sumberdaya Air.
Oleh Munandar /NIM F2A 109016
masukan-masukan yang mengeliminasi dampak buruk pembangunan. Pemikiran akan
perlunya lingkungan rawa dan sungai sebagai basis tumbuhnya perekonomian sosial
dan budaya menjadi sesuatu yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Maksud dan Tujuan
Tujuan tulisan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran pengelolaan
kawasan rawa dan sungai di wilayah Kalimantan Selatan. Adapun tujuan yang ingin
dicapai adalah untuk :
1. Mengetahui manajemen DAS di Kalimantan Selatan sebagai pendukung
ketersediaan pangan, air dan energi alternatif , kawasan lindung maupun kawasan
budidaya.
2. Mengetahui Penatagunaan lahan (landuse planning) untuk konservasi kawasan rawa
dan sungai
3. Mengetahui Pola Penerapan Konservasi sumberdaya air
KERANGKA TEORITIS
Lahan hutan rawa di Kalimantan mempunyai kaitan yang sangat erat dengan
keberadaan sungai –sungai. Hutan-hutan tersebut dipisahkan oleh sungai-sungai besar.
Menurut MacKinnon et. al( 2000), dataran rendah ini mencapai ratusan kilometer ke
arah pedalaman dengan saliran yang buruk dan berawa. Sedangkan Tim Sintesis
Kebijakan dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian Bogor (2008) menyebutkan bahwa lahan gambut memegang peranan
penting dalam hidrologi daerah rawa. Gambut memiliki daya menahan air yang besar,
yaitu 300-800% dari bobotnya, sehingga daya lepas airnya juga besar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lahan rawa dapat menjadi daerah
resapan yang efektif untuk mengurangi genangan air yang berasal dari limpahan
sungai. Hal ini dapat berarti secara alami keberadaan lahan gambut, terutama gambut
sangat dalam dapat menjadi daerah konservasi air. Hal ini juga mengandung
konsekuensi bahwa jika lahan gambut dibuka dan mengalami pengeringan karena
drainase yang besar. Bila tanah gambut mengalami pengeringan yang berlebihan,
koloid gambut menjadi rusak dan tidak kembali seperti semula. Gambut tidak mampu
lagi menyerap hara dan menahan air, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi kerdil
dan stagnan. Kondisi seperti ini menghendaki pemanfaatan lahan rawa gambut harus
dilakukan secara hati-hati sesuai karakteristik ekosistemnya. Berdasarkan sifat
terhadap air dan sifat tanahnya yang tergolong miskin hara serta rentan terhadap
kerusakan maka konservasi lahan rawa bergambut mempunyai nilai konservasi yang
penting.
--------------------------------------------------------------------------------------5
Pengelolaan Kawasan Rawa dan Sungai untuk Konservasi Sumberdaya Air.
Oleh Munandar /NIM F2A 109016
B. Tata Guna Lahan (Land Use)
1. Kawasan Hulu
Bagian hulu Daerah Aliran Sungai Barito di Kalimantan Selatan merupakan
kawasan lindung Gunung Meratus. Meskipun ditetapkan sebagai hutan lindung
kelompok hutan ini mendapat tekanan berat dari upaya kelompok tertentu
untuk mengeksploitasi kayu secara illegal maupun kooptasi karena diduga
banyak deposit tambang dibawahnya.Hingga saat ini kawasan lindung gunung
Meratus dipersengketakan oleh Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah
Bumbu.
Selain gunung Meratus kawasan lain disekitar hulu sungai satui dan hulu
sungai Riam Kiwa serta Sungai Tabanio adalah kawasan yang diekstraksi
untuk mengambil tambang batubara.Dampak penambangan terbuka tidak
sebanding dengan upaya reklamasi yang diwajibkan. Tipikal hutan tropik basah
yang memiiki intensitas curah hujan tinggi memperberat laju sedimentasi yang
lambat laun akan memperdangkal dan merusak badan-badan air dan sungai.
2. Kawasan Hilir
Kawasan hulir sungai Barito merupakan daerah berpenduduk terpadat
Kalimantan Selatan. Pusat pertumbuhan kegiatan ekonomi juga terjadi di
daerah ini. Kebutuhan akan fasilitas umum , perkeonomian dan sosial
memerlukan lahan yang tidak sedikit. Kebutuhan lahan untuk membangun
sarana dan prasarana tersebut tidak selamanya memperhatikan keselarasan
lingkungan. Pembangunan lahan pemukiman dan fasilitas umum sering
dilakukan dengan menimbun rawa dan bantaran sungai.
Penimbunan rawa dan bantaran sungai menyebabkan aliran pasang surut di awasan
ini terhambat. Daerah yang secara ekologis mempunyai sifat lahan rawa gambut
sebagian menjadi kehilangan fungsinya. Aliran air tidak lagi diserap oleh bahan
organik gambut dan vegetasi khas rawa gambut. Kondisi ini menyebabkan bagian
yang lebih atas dari kawasan ini terendam banjir karena air tidak terserap dan tidak
pula mengalir lancar ke laut.
C. Pola Penerapan Konservasi Sumberdaya Air
Contoh yang dapat ditiru dari beberapa negara Eropa dan Jepang yang
mengelola Wilayah Sungai membentuk badan yang mengelola suatu wilayah sungai
menampakkan hasil yang baik meskipun prosesnya memerlukan waktu yang lama.
Sungai Rhine merupakan sungai terpanjang di benua Eropa dimana sungai ini
melintasi beberapa negara antara lain Belanda, Jerman, Swiss, Luxemburg, Perancis
dan Belgia. Pengelolaan sungai ini juga melalui suatu komisi khusus yang anggotanya
terdiri dari beberapa negara yang merupakan perlintasan sungai Rhine, komisi tersebut
dikenal dengan International Commission for the Protection the Rhine (ICPR). Komisi
ini pada awalnya (1950) dibentuk untuk menangani tingat pencemaran yang tinggi di
sungai tersebut. Pada saat ini sungai Rhine merupakan tempat yang nyaman yang
artinya ICPR berhasil mengatasi kekritisan sungai Rhine walaupun ini juga
memerlukan proses yang cukup panjang. Negara Jepang melalui Japan Water Agency
(JWA) suatu badan khusus yang mengelola beberapa system sungai sehingga dapat
terkoodinir dengan baik. Badan ini membuat rencana dasar untuk pengembangan
sumber daya air dari tiap sistem sungai dimana rencana tersebut harus mendapat
persetujuan dari kabinet. Hal ini membuktikan pengelolaan konservasi sungai harus
--------------------------------------------------------------------------------------6
Pengelolaan Kawasan Rawa dan Sungai untuk Konservasi Sumberdaya Air.
Oleh Munandar /NIM F2A 109016
dilaksanakan secara terpadu dan melibatkan seluruh stake holder yang berada di
lintasan sungai tersebut.
Sampai dengan saat ini pengelolaan sungai di Kalimantan Selatan belum
optimal mengingat terbatasnya berbagai sumber pendukung untuk kegiatan tersebut.
Departemen Kehutanan melalui BPDAS Barito belum maupun Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan optimal mengerahkan segenap stake hlder untuk menekan laju
kerusakan Daerah Aliran Sungai.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Konsep Konservasi Rawa dan Sungai di Kalimatan Selatan yang masih belum
Mempertimbangkan perilaku manusia di kawaan hilir.
2. Pemanfaatan kawasan di daerah hulu belum sepadan dengan upaya revegetasi dan
reklamasi, menyebabkan sedimentasi di Sungai Barito melewati batas yang
ditoleransi.
3. Pemanfaatan kawasan di bagian hilir cenderung mengabaikan aspek lingkungan .
4. Pada saat ini sungai Barito merupakan sungai utama yang melintasi dua provinsi
termasuk dalam kondisi kritis. Berdasarkan hal tersebut untuk sungai Barito perlu
penanganan secara intensif .
B. Saran
1. Pemerintah Daerah perlu berperan lebih besar mengelola konservasi DAS
disamping peran Departemen Kehutanan yang sampai saat ini belum
menggembirakan
2. Sudah saatnya regulasi izin mendirikan bangunan memperhatikan karakteristik
ekologi lahan rawa di bagian hilir DAS Barito.
BAHAN BACAAN
--------------------------------------------------------------------------------------7
Pengelolaan Kawasan Rawa dan Sungai untuk Konservasi Sumberdaya Air.
Oleh Munandar /NIM F2A 109016
--------------------------------------------------------------------------------------8
Pengelolaan Kawasan Rawa dan Sungai untuk Konservasi Sumberdaya Air.
Oleh Munandar /NIM F2A 109016