IMUNOHEMATOLOGI
(dr. Marina M. Ludong, SpPK)
Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara
Imunohematologi mengandung arti reaksi imunologik yang berkaitan dengan komponen
darah, tetapi dasar imunohematologi mencakup bukan saja imunologi dan hematologi tetapi
juga ilmu-ilmu lain, di antaranya genetika dan biokimia..
Hingga saat ini penerapan utama imunohematologi berkisar sekitar penentuan
golongan darah dan antibodi bukan saja terhadap antigen eritrosit tetapi juga terhadap
antigen leukosit dan trombosit. Bidang ini dianggap penting bagi klinik untuk:
Menyesuaikan donor dan resipien untuk transfusi maupun transplantasi organ
Identifikasi dan pencegahan terhadap aloimunisasai wanita hamil oleh antigen Rhesus,
Menentukan diagnosis, meramalkan prognosis dan menentukan terapi penyakit hemolitik
bayi baru lahir (Hemolytic Disease of the New born = HDN) akibat aloantibodi
Diagnosis dan pemeriksaan destruksi eritrosit yang disebabkan autoantibodi atau
aloantibodi.
Prinsip imunohematologi
1. Antigen eritrosit
Antigen adalah suatu substansi yang bila masuk ke dalam tubuh manusia atau binatang
akan merangsang pembentukan antibodi.
Pada permukaan eritrosit terdapat berbagai jenis glikoprotein dan glikolipid yang diatur
secara genetik. Karena substansi seluler ini merupkan produk gen yang spesifik dan juga
bersifat imunogenik, maka ia mampu merangsang pembentukan aloantibodi spesifik bila ia
dimasukkan kedalam tubuh seseorang yang tidak memiliki substansi tersebut. Substansi ini
dikenal sebagai antigen golongan darah. Gen yang menentukan golongan darah diturunkan
menurut hukum Mendel dan bersifat kodominan.
Hingga sekarang telah diketahui sekitar 500 jenis antigen pada permukaan eritrosi,
walaupun hanya sebagian kecil saja yang telah jelas susunan molekulnya maupun sifat dan
fungsi biologiknya, dan hanya beberapa saja yang mempunyai makna klinis. Antigen eritrosit
juga dapat dijumpai pada permukaan leukosit dan trombosit dan dalam berbagai cairan
maupun jaringan tubuh.
Antigen eritrosit biasanya stabil seumur hidup tetapi pada beberapa keadaan antigen
ini dapat berubah. Beberapa ciri spesifisitas mungkin tidak terbentuk sempurna atau
berubah karena suatu penyakit sehingga seolah-olah eritrosit mendapat antigen semu . Hal
ini antara lain dapat dijumpai pada leukemia.
2. Respons imunologik dan antibodi
Seseorang dapat menunjukkan respons terhadap stimulasi antigen, baik berupa antigen
heterolog, isolog atau autolog.
Bila seseorang untuk pertama kali terpapar pada antigen, terjadi respons imunologik
primer. Respons imunologik primer menyebabkan sel-sel sistem imun berproliferasi dan
berdiferensiasi hingga menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan membentuk
kelompok sel yang disebut memory cells yang dapat mengenali antigen bersangkutan.
Respons imun primer biasanya membentuk antibodi kelas IgM dan pada umumnya
berlangsung sebentar. Kontak kedua kali dengan antigen yang sama akan menimbulkan
respons sekunder yang biasanya timbul lebih cepat dan titer antibodi yang terutama terdiri
atas IgG dan biasanya dalam kadar tinggi.
Dapat dijelaskan bahwa Antibodi adalah protein yang dihasilkan secara spesifik oleh tubuh
sebagai jawaban terhadap adanya antigen, maupun secara alamiah tanpa adanya kontak
dengan antigen.
Antibodi mempunyai struktur molekul imunoglobulin (Ig), dan diketahui ada 5 macam Ig
yaitu: IgG, IgM, IgA, IgD, IgE.
Jenis-jenis antibodi:
-menurut cara pembentukan:
Natural antibodi (Ab): Ab yang terdapat dalam tubuh individu secara alamiah tanpa
adanya stimulasi antigen (Ag), biasanya IgM seperti anti A dan anti B.
Imune Ab: Ab yang dibentuk sebagai akibat adanya rangsangan Ag asing misalnya
transfusi darah atau kehamilan, biasanya IgG seperti anti D.
-menurut suhu reaksi:
Cold Ab: Ab yang mempunyai reaksi optimal pada suhu dibawah 37C (4 - 20C) :
anti A & B
Warm Ab : Ab yang mempunyai reaksi optimal pada suhu 37C (Imune Ab atau Ab
inkomplit)
-menurut keadaan reaksi:
Ab komplit : Ab yang dapat mengaglutinasi sel darah dalam medium saline.
Ab inkomplit : Abyang tidak dapat mengaglutinasi sel dalam medium saline.
-menurut hasil reaksi:
Aglutinasi; Ab yang bila dicampur dengan Ag (sel/partikel), akan menyebabkan terjadinya
aglutinasi.
Lisis: Ab yang bila dicampur dengan Ag (sel) akan menyebabkan terjadi reaksi lisis
Antibodi yang ditimbulkan sebagai reaksi imunologik (immune antibodies) biasanya terdiri
dari IgG dan pada umumnya tidak langsung menghancurkan eritrosit tetapi destruksi in vivo
berlangsung dengan cara:
Terlebih dahulu melapisi eritrosit sehingga terjadi perubahan sifat eritrosit. Eritrosit ini
kemudian dihancurkan oleh makrofag dalam limpa;
Destruksi intravaskuler terjadi dengan bantuan komplemen.
3. Komplemen
Komplemen semula dikenal oleh Bordet sebagai suatu faktor yang dapat menyebabkan
lisis eritrosit yang dilapisi antibodi. Sekarang komplemen diketahui terdiri atas 11 jenis
protein
atau komponen dengan fungsi yang berbeda. Masing-masing komponen
komplemen diberi kode huruf C (Complement) dan kode angka 1 sampai 9 ; C1 terdiri dari 3
subkomponen, yaitu C1q, C1r dan C1s. Untuk menyebabkan hemolisis, semua komponen
turut berfungsi, satu komponen mengaktivasi komponen yang lain secara berurutan
demikian rupa sehingga terjadi reaksi berantai seperti sistem cascade pada proses
koagulasi darah. Aktivasi komplemen dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik (intrinsik)
dan jalur alternatif (ekstrinsik). Pada keadaan normal komplemen berada dalam darah dalam
keadaan inaktif. Aktivasi komplemen melalui jalur klasik dapat terjadi bila ada interaksi
antara antigen dan antibodi.
Peran komplemen dalam sistem golongan darah khususnya perannya dalam hemolisis in
vivo tidak dapat diabaikan. Baik aloantibodi maupun autoantibodi dapat mengikat dan
mengaktivasi komplemen pada permukaan eritrosit sehingga menyebabkan lisis. Lisis
eritrosit dapat terjadi pada reaksi inkompatibilitas pada golongan ABO dan terjadi
intravaskuler. Tetapi lisis eritrosit dapat juga terjadi ekstravaskuler.
SISTEM GOLONGAN DARAH A B O
Sistem golongan darah ABO merupakan sistem golongan darah manusia yang pertama kali
ditemukan. Sampai sekarang ini tetap merupakan golongan darah yang paling penting pada
transfusi darah.
Golongan darah A, B, O ditemukan oleh Landsteiner thn. 1901
Golongan darah AB ditemukan oleh Von decastello dan Sturli thn 1902.
Setelah itu ditemukan golongan darah lain seperti: Lewis, Duffi, Rhesus, Kidd, Lutheran dll.
Dasar penemuan golongan darah tersebut adalah:
1. adanya antigen pada permukaan eritrosit
2. adanya antibodi dalam serum atau plasma darah.
Antigen golongan darah ABO
Antigen golongan darah ABO disebut aglutinogen/antigen (Ag), AgA dan AgB untuk 4
macam golongan darah. Aglutinogen terdapat pada permukaan eritrosit.
Tahun 1953 Walter Morgan dan Winifred Watkins dari Lister Intitute mendemontrasikan
bahwa spesifisitas dari tipe golongan darah ABO terletak pada susunan gula/karbohidratnya.
Sebagai contoh perbedaan antara golongan darah A dab B terletak pada bagaian akhir dari
rantai karbohidrat yang terikat pada gikolipid atau glikoprotein pada permukaan dinding
eritrosit
Susunan gula/karbohidrat Aglutinogen/antigen:
glikoprotein + gula + Fucose
Ag H (substansi dasar)
Ag H + N-acetyl galaktosamin
Ag A
Ag H + D-galaktose
Ag B
Pembentukan antigen A, B, H pada sel ditentukan oleh kerja sama gen-gen A, B, O dan H.
Gen-gen ini terletak pada khromosom 9 dan diturunkan secara dominan menurut hukum
Mendel. Satu individu mempunyai satu pasang gen.
Pembentukan antigen A dan B mulai dari percusor substance (substansi pendahulu) yang
bila ada gen H, precursor substance akan dirubah menjadi substansi H merupakan struktur
dasar dari antigen A dan B. Selanjutnya bila ada gen A atau gen B, substansi H akan dirubah
menjadi A atau B antigen. Karena itu pada orang yang mempunyai golongan darah A, pada
sel darah merahnya terdapat antigen A dan H. Pada golongan darah B akan terdapat antigen
B dan H. Pada golongan darah AB akan terdapat antigen A, B dan H.
Gen O ialah gen amorph yaitu tidak ada produk yang dapat diperiksa pada sel, sehingga
substansi H pada sel darah merah tidak dirubah menjadi antigen A atau B. Jadi pada
golongan darah O, pada sel darah merahnya hanya terdapat antigen H.
Gen H mengkode enzim yang dapat merubah prekursor karbohidrat menjadi substansi H,
dimana akan dipengaruhi oleh gen A atau B (bila ada). Gen A dan B mengkode enzim
spesifik (glycosyl transferase) yang akan mengkatalisa perubahan substansi H menjadi
antigen A atau antigen Boleh penambahan gula-gula pada daerah terminal (N-acethyl Dgalaktosamin untuk antigen A, D-galaktosa untuk antigen B).
Pasangan Kromosom
AA
AO
AB
BB
BO
OO
Genotip
AA
AO
AB
BB
BO
OO
Fenotip
A
Golongan darah
A
AB
B
AB
B
Ig M
-antibodi natural
-antibodi komplit
-berat molekul besar
-tidak tahan panas, tidak aktif lagi pada
56C selama 3 jam
-tidak stabil
-setelah immunisasi muncul terlebih dahulu.
-stabil
-IgG muncul kemudian setelah immunisasi.
antigen
A, H
B, H
A, B, H
H
-
antibodi
anti-B
anti-A
anti-A & B
anti A, B, H
Subgroup
-
Ag pada sel
-
A1
A2
A + A1
A
B
AB
B
A1B
A2B
Ab pada serum
anti-A
anti-A1
Anti B
Anti B
Anti-A
Anti-A1
A+A1+B
A+B
Subgroup golongan B
Sebenarnya ada tetapi tidak mempunyai aspek klinis (dalam transfusi)
Golongan darah Oh Bombay
ditemukan oleh Bhende (1952). Disebut Bombay, karena pertamakali sel darah merah ini
ditemukan di Bombay India.
Sel darah merah tidak diaglutinasi oleh anti-A, anti-B dan anti-ABdan juga oleh anti-H. Dalam
serumnya terdapat anti-A, anti-B dan anti-H. Sel O biasa akan bereaksi dengan anti-H.
Apabila yang dikerjakan pemeriksaan golongan darah saja maka individu ini akan
dikategorikan dengan golongan O, tetapi pada reaksi silang (crossmatch) dengan golongan
darah O akan incompatible.
Golongan darah O akan diaglutinasi kuat oleh serum O h. Anti-H pada Oh bereaksi pada
temperatur 4 - 37C dan harus ditransfusi dengan sel Oh lagi.
SISTEM RHESUS
Landsteiner & Wiener (1940), menemukan human blood factor yang disebut:
Rhesus (Rh), ketika mereka menyuntik kelinci dan marmut dengan sel darah merah monyet
(macacus Rhesus). Zat anti yang terbentuk ternyata selain mengaglutinasikan sel monyet itu
sendiri, juga mengaglutinasikan sel darah merah orang kulit putih(85% populasi). Zat anti
itu disebut sebagai zat anti Rhesus.
Teori Fisher dan Race menyatakan bahwa terdapat 3 pasang allel gen yang menempati 3
lokus yang berdekatan pada khromosom 1 dan tidak dapat dipisahkan.
Lokus pertama - D atau d
kedua
C atau c
ketiga
E atau e
Antigen d sebenarnya belum pernah ditemukan tetapi kode ini dipakai untuk menyatakan
tidak ada D. Antigen d disebut sebagai gen silent.
Terdapat 8 kemungkinan kombinasi antigen yaitu: CDe, cDE, cde, cdE, Cde, cDe dan CdE.
Antigen D merupakan antigen utama dari golongan Rhesus. Seseorang yang memiliki
antigen D disebut Rh-positif sedangkan yang tidak memiliki antigen D disebut Rh-negatif,
tanpa memperhatikan ada tidaknya antigen Rhesus yang lain. Seorang Rh-negatif tidak
memiliki antigen D tetapi mungkin saja memiliki antigen lain, misalnya c, C atau keduaduanya.
Secara normal tidak ada zat anti Rh dalam serum orang Rh-.
Sekali transfusi Rhesus positip (D positip) pada orang Rhesus negatip (D negatip/d) hal ini
sudah dapat menimbulkan respon pembentukan anti-D.
Pasien yang Rhesus negatip atau D negatip harus diberi darah yang Rhesus negatip.
Antigen Du
Tidak semua sel darah merah dapat ditetapkan dengan mudah sebagai Rhesus positip atau
Rhesus negatip dengan pemeriksaan langsung. Sebagian ada yang memberikan reaksi
lemah atau negatip dengan antisera D (anti-D).
Antigen D dapat dideteksi bila pemeriksaan dilakukan dengan tehnik antiglobulin tes. Hal ini
karena ada antigen Du. Antigen Du tidak berbeda dengan D hanya sel darah merah dengan
Du, antigen D-nya sedikit dibandingkan dengan Rhesus negatip.
Bila pasien ditemukan sel Du positip, maka pasien tersebut dianggap
Rhesus negatip dan tidak boleh mendapat Rhesus positip.
Seorang donor yang ditemukan D negatipharus diperiksa Du-nya.
Antigen C, c, E,e
Tidak sekuat antigen D, sehingga tidak diperiksa rutin seperti antigen D.
Tetapi bila seseorang sudah mempunyai antibodinya, harus diberi darah yang sesuai yaitu
yang tidak mempunyai antigennya.
Lokasi antigen Rhesus
Lokasi antigen Rhesus terdapat pada permukaan sel darah merah. Tetapi tidak ditemukan
pada lekosit, platelet atau saliva atau pada cairan tubuh lainnya.
Penetapan golongan darah ABO
Golongan darah ABO ditetapkan dengan melihat reaksi aglutinasi yaitu penggumpalan sel
darah merah akibat adanya reaksi antara antibodi dalam serum dengan antigen pada sel
darah merah.
Metoda Pemeriksaan
-Cell typing / forward typing
-Serum typing / reverse typing
Cell typing / forward typing, Sel darah merah individu yang mau diperiksa direaksikan
dengan antisera anti-A, anti-B dan anti-AB.
Serum typing / reverse typing, Serum diperiksa dengan sel darah merah yang diketahui
antigennya (sel-A dan sel-B)
Misalnya antibodi dalam serum anti-A maka sel yang beraglutinasi dalam serum ini adalah
sel yang mempunyai antigen A.
Senaliknya bila suatu serum mengaglutinasi sel A dan bukan sel B maka antibodi yang
terdapat dalam serum tersebut ialah anti-A.
Kedua tes tersebut harus selalu dikerjakan bersama-sama sehingga dapat saling
mengkoreksi satu dengan lainnya, sehingga tidak dikuatirkan terjadi salah interpretasi
golongan darah.
Anti-AB harus selalu digunakan karena:
-mendeteksi adanya subgroup golongan AB yang mungkin tidak terdeteksi dengan anti-A/
anti-B hingga diinterpretasikan sebagai golongan O.
Penafsiran hasil :
Gol. darah
Anti-A
A
+
Cell typing
Anti-B
-
Anti-AB
+
Sel-A
-
Serum typing
Sel-B
+
B
AB
O
+
-
+
-
+
+
-
+
+
+
+
+
Ekspresi antigen HLA pada permukaan sel ditentukan oleh suatu kompleks gen yang terletak
pada kromosom no. 6. Kompleks HLA dibagi dalam 6 bagian (locus) dan setiap bagian
menentukna minimal satu jenis antigen permukaan sel. Ke-enam lokus sekarang yang
dikenal sebagai HLA-A, HLA-B, HLA-C, HLA-D/DR, HLA-MB/DC dan SB.
Antibodi terhadap antigen HLA
Anti HLA biasanya IgG dan dapat menyebabkan aglutinasi maupun aktivasi komplemen atau
aktivitas sitolitik. Anti-HLA alamiah belum pernah dijumpai. Anti-HLA kelas IgM pernah
dijumpai pada penderita dengan transfusi berulang kali.
Insiden anti-HLA meningkat pada kehamilan berulang kali terutama antibodi sitotoksik.
Antibodi terhadap leukosit juga sering dijumpai setelah transfusi berulang kali. Walaupun
anti-HLA sebagian besar merupakan IgG dan dapat melewati plasenta, belum pernah
dijumpai bahwa antibodi ini menyebabkan kelainan pada janin seperti halnya antibodi
terhadap eritrosit yang lain.