Anda di halaman 1dari 9

1

IMUNOHEMATOLOGI
(dr. Marina M. Ludong, SpPK)
Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara
Imunohematologi mengandung arti reaksi imunologik yang berkaitan dengan komponen
darah, tetapi dasar imunohematologi mencakup bukan saja imunologi dan hematologi tetapi
juga ilmu-ilmu lain, di antaranya genetika dan biokimia..
Hingga saat ini penerapan utama imunohematologi berkisar sekitar penentuan
golongan darah dan antibodi bukan saja terhadap antigen eritrosit tetapi juga terhadap
antigen leukosit dan trombosit. Bidang ini dianggap penting bagi klinik untuk:
Menyesuaikan donor dan resipien untuk transfusi maupun transplantasi organ
Identifikasi dan pencegahan terhadap aloimunisasai wanita hamil oleh antigen Rhesus,
Menentukan diagnosis, meramalkan prognosis dan menentukan terapi penyakit hemolitik
bayi baru lahir (Hemolytic Disease of the New born = HDN) akibat aloantibodi
Diagnosis dan pemeriksaan destruksi eritrosit yang disebabkan autoantibodi atau
aloantibodi.
Prinsip imunohematologi
1. Antigen eritrosit
Antigen adalah suatu substansi yang bila masuk ke dalam tubuh manusia atau binatang
akan merangsang pembentukan antibodi.
Pada permukaan eritrosit terdapat berbagai jenis glikoprotein dan glikolipid yang diatur
secara genetik. Karena substansi seluler ini merupkan produk gen yang spesifik dan juga
bersifat imunogenik, maka ia mampu merangsang pembentukan aloantibodi spesifik bila ia
dimasukkan kedalam tubuh seseorang yang tidak memiliki substansi tersebut. Substansi ini
dikenal sebagai antigen golongan darah. Gen yang menentukan golongan darah diturunkan
menurut hukum Mendel dan bersifat kodominan.
Hingga sekarang telah diketahui sekitar 500 jenis antigen pada permukaan eritrosi,
walaupun hanya sebagian kecil saja yang telah jelas susunan molekulnya maupun sifat dan
fungsi biologiknya, dan hanya beberapa saja yang mempunyai makna klinis. Antigen eritrosit
juga dapat dijumpai pada permukaan leukosit dan trombosit dan dalam berbagai cairan
maupun jaringan tubuh.
Antigen eritrosit biasanya stabil seumur hidup tetapi pada beberapa keadaan antigen
ini dapat berubah. Beberapa ciri spesifisitas mungkin tidak terbentuk sempurna atau
berubah karena suatu penyakit sehingga seolah-olah eritrosit mendapat antigen semu . Hal
ini antara lain dapat dijumpai pada leukemia.
2. Respons imunologik dan antibodi
Seseorang dapat menunjukkan respons terhadap stimulasi antigen, baik berupa antigen
heterolog, isolog atau autolog.
Bila seseorang untuk pertama kali terpapar pada antigen, terjadi respons imunologik
primer. Respons imunologik primer menyebabkan sel-sel sistem imun berproliferasi dan
berdiferensiasi hingga menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan membentuk
kelompok sel yang disebut memory cells yang dapat mengenali antigen bersangkutan.
Respons imun primer biasanya membentuk antibodi kelas IgM dan pada umumnya
berlangsung sebentar. Kontak kedua kali dengan antigen yang sama akan menimbulkan
respons sekunder yang biasanya timbul lebih cepat dan titer antibodi yang terutama terdiri
atas IgG dan biasanya dalam kadar tinggi.
Dapat dijelaskan bahwa Antibodi adalah protein yang dihasilkan secara spesifik oleh tubuh
sebagai jawaban terhadap adanya antigen, maupun secara alamiah tanpa adanya kontak
dengan antigen.

Antibodi mempunyai struktur molekul imunoglobulin (Ig), dan diketahui ada 5 macam Ig
yaitu: IgG, IgM, IgA, IgD, IgE.
Jenis-jenis antibodi:
-menurut cara pembentukan:
Natural antibodi (Ab): Ab yang terdapat dalam tubuh individu secara alamiah tanpa
adanya stimulasi antigen (Ag), biasanya IgM seperti anti A dan anti B.
Imune Ab: Ab yang dibentuk sebagai akibat adanya rangsangan Ag asing misalnya
transfusi darah atau kehamilan, biasanya IgG seperti anti D.
-menurut suhu reaksi:
Cold Ab: Ab yang mempunyai reaksi optimal pada suhu dibawah 37C (4 - 20C) :
anti A & B
Warm Ab : Ab yang mempunyai reaksi optimal pada suhu 37C (Imune Ab atau Ab
inkomplit)
-menurut keadaan reaksi:
Ab komplit : Ab yang dapat mengaglutinasi sel darah dalam medium saline.
Ab inkomplit : Abyang tidak dapat mengaglutinasi sel dalam medium saline.
-menurut hasil reaksi:
Aglutinasi; Ab yang bila dicampur dengan Ag (sel/partikel), akan menyebabkan terjadinya
aglutinasi.
Lisis: Ab yang bila dicampur dengan Ag (sel) akan menyebabkan terjadi reaksi lisis
Antibodi yang ditimbulkan sebagai reaksi imunologik (immune antibodies) biasanya terdiri
dari IgG dan pada umumnya tidak langsung menghancurkan eritrosit tetapi destruksi in vivo
berlangsung dengan cara:
Terlebih dahulu melapisi eritrosit sehingga terjadi perubahan sifat eritrosit. Eritrosit ini
kemudian dihancurkan oleh makrofag dalam limpa;
Destruksi intravaskuler terjadi dengan bantuan komplemen.

3. Komplemen
Komplemen semula dikenal oleh Bordet sebagai suatu faktor yang dapat menyebabkan
lisis eritrosit yang dilapisi antibodi. Sekarang komplemen diketahui terdiri atas 11 jenis
protein
atau komponen dengan fungsi yang berbeda. Masing-masing komponen
komplemen diberi kode huruf C (Complement) dan kode angka 1 sampai 9 ; C1 terdiri dari 3
subkomponen, yaitu C1q, C1r dan C1s. Untuk menyebabkan hemolisis, semua komponen
turut berfungsi, satu komponen mengaktivasi komponen yang lain secara berurutan
demikian rupa sehingga terjadi reaksi berantai seperti sistem cascade pada proses
koagulasi darah. Aktivasi komplemen dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur klasik (intrinsik)
dan jalur alternatif (ekstrinsik). Pada keadaan normal komplemen berada dalam darah dalam
keadaan inaktif. Aktivasi komplemen melalui jalur klasik dapat terjadi bila ada interaksi
antara antigen dan antibodi.

Peran komplemen dalam sistem golongan darah khususnya perannya dalam hemolisis in
vivo tidak dapat diabaikan. Baik aloantibodi maupun autoantibodi dapat mengikat dan
mengaktivasi komplemen pada permukaan eritrosit sehingga menyebabkan lisis. Lisis
eritrosit dapat terjadi pada reaksi inkompatibilitas pada golongan ABO dan terjadi
intravaskuler. Tetapi lisis eritrosit dapat juga terjadi ekstravaskuler.
SISTEM GOLONGAN DARAH A B O
Sistem golongan darah ABO merupakan sistem golongan darah manusia yang pertama kali
ditemukan. Sampai sekarang ini tetap merupakan golongan darah yang paling penting pada
transfusi darah.
Golongan darah A, B, O ditemukan oleh Landsteiner thn. 1901
Golongan darah AB ditemukan oleh Von decastello dan Sturli thn 1902.
Setelah itu ditemukan golongan darah lain seperti: Lewis, Duffi, Rhesus, Kidd, Lutheran dll.
Dasar penemuan golongan darah tersebut adalah:
1. adanya antigen pada permukaan eritrosit
2. adanya antibodi dalam serum atau plasma darah.
Antigen golongan darah ABO
Antigen golongan darah ABO disebut aglutinogen/antigen (Ag), AgA dan AgB untuk 4
macam golongan darah. Aglutinogen terdapat pada permukaan eritrosit.
Tahun 1953 Walter Morgan dan Winifred Watkins dari Lister Intitute mendemontrasikan
bahwa spesifisitas dari tipe golongan darah ABO terletak pada susunan gula/karbohidratnya.
Sebagai contoh perbedaan antara golongan darah A dab B terletak pada bagaian akhir dari
rantai karbohidrat yang terikat pada gikolipid atau glikoprotein pada permukaan dinding
eritrosit
Susunan gula/karbohidrat Aglutinogen/antigen:
glikoprotein + gula + Fucose
Ag H (substansi dasar)
Ag H + N-acetyl galaktosamin
Ag A
Ag H + D-galaktose
Ag B
Pembentukan antigen A, B, H pada sel ditentukan oleh kerja sama gen-gen A, B, O dan H.
Gen-gen ini terletak pada khromosom 9 dan diturunkan secara dominan menurut hukum
Mendel. Satu individu mempunyai satu pasang gen.
Pembentukan antigen A dan B mulai dari percusor substance (substansi pendahulu) yang
bila ada gen H, precursor substance akan dirubah menjadi substansi H merupakan struktur
dasar dari antigen A dan B. Selanjutnya bila ada gen A atau gen B, substansi H akan dirubah
menjadi A atau B antigen. Karena itu pada orang yang mempunyai golongan darah A, pada
sel darah merahnya terdapat antigen A dan H. Pada golongan darah B akan terdapat antigen
B dan H. Pada golongan darah AB akan terdapat antigen A, B dan H.
Gen O ialah gen amorph yaitu tidak ada produk yang dapat diperiksa pada sel, sehingga
substansi H pada sel darah merah tidak dirubah menjadi antigen A atau B. Jadi pada
golongan darah O, pada sel darah merahnya hanya terdapat antigen H.
Gen H mengkode enzim yang dapat merubah prekursor karbohidrat menjadi substansi H,
dimana akan dipengaruhi oleh gen A atau B (bila ada). Gen A dan B mengkode enzim
spesifik (glycosyl transferase) yang akan mengkatalisa perubahan substansi H menjadi
antigen A atau antigen Boleh penambahan gula-gula pada daerah terminal (N-acethyl Dgalaktosamin untuk antigen A, D-galaktosa untuk antigen B).

Secara garis besar gen-gen yang mempengaruhi pembentukan antigen:


1. Gen H
: -mengotrol pembentukan pembentukan Ag H, A, B
-bersifat dominan:
* Genotype HH atau Hh
Ag H +
pada golongan darah A,B, AB, O
* Genotype hh
Ag H pada Bombay Group.
2. Gen A, B dan O:
-Gen A mempengaruhi pengikatan N-acetyl galaktosamin pada AgH sehingga
terbentuk AgA.
Gol A: mempunyai gen H & A.
-Gen B mempengaruhi pengikatan D-galaktosa pada AgH sehingga terbentuk AgB
Gol B: mempunyai gen H & B.
-Gen A & B dominan, gen O resesif.

Pasangan Kromosom
AA
AO
AB
BB
BO
OO

Genotip
AA
AO
AB
BB
BO
OO

Fenotip
A

Golongan darah
A

AB
B

AB
B

Gen Sekretor (Gen Se):


Antigen A, B, H bisa terdapat juga dalam sekresi (cairan tubuh) dan plasma, hal ini dikontrol
oleh suatu gen dominan gen sekretor (gen Se) yang bekerja sama dengan gen A,B, H.
Individu yang mempunyai substance dalam saliva disebut : secretor
Yang tidak mempunyai substance ABH dalam saliva disebut : nonsecretor.
Genotype secretor :SeSe atau Sese
Genotype nonsecretor : sese
Antibodi sistem ABO
Pada orang dewasa anti-A dan anti-B akan selalu ditemukan bila antigen-antigen yang
berpadanan tidak ada. Pada golongan darah AB tidak terdapat anti A dan anti - B
Antibodi pada golongan darah (aglutinin) umumnya IgM dan IgG
Perbedaan IgG dan IgM:
Ig G
-antibodi imun
-antibodi inkomplit
-berat molekul kecil, dapat melalui placenta
-tahan panas

Ig M
-antibodi natural
-antibodi komplit
-berat molekul besar
-tidak tahan panas, tidak aktif lagi pada
56C selama 3 jam
-tidak stabil
-setelah immunisasi muncul terlebih dahulu.

-stabil
-IgG muncul kemudian setelah immunisasi.

Pembentukan anti-A dan anti-B


Anti-A dan anti-B yang ditemukan dalam serum yang diperoleh dari darah tali pusat didapat
dari ibu sebab yang ditemuka adalah IgG. Meskipun demikian dapat juga ditemukan adanya
IgM dalam darah talipusat yang merupakan sintesis dari bayi sendiri.
Biasanya anti-A dan anti-B (IgM) yang diproduksi bayi mulai terdeteksi pada umur 3 - 6
bulan. Dan pada usia 3 bulan IgG anti-A dan anti-B yang berasal dari ibu mulai berkurang.
Pada usia 6 bulan sebagian besar bayi sudah mempunyai aglutinin yang diharapkan.
Titer anti-A dan anti-B mencapai maksimum pada umur 5 -10 tahun. Pada orang dewasa
kadar anti-A dan anti-B menurun sesuai dengan meningkatnya umur.
Timbulnya antibodi secara natural adalah dalam bentuk IgM (anti-A dan anti-B), sedangkan
imun antibodi bentuknya IgG (pada pemberian eritrosit yang golongan ABO tidak sesuai.
Golongan darah
A
B
AB
O
Bombay group

antigen
A, H
B, H
A, B, H
H
-

antibodi
anti-B
anti-A
anti-A & B
anti A, B, H

Imune anti-A dan anti-B


Imune respon terhadap antigen A dan B yang didapat, misalnya pada:
1. Transfusi yang tidak cocok. Misalnya golongan A ke gopl B atau O.
2. Pemberian serum manusia.
Substance A dan B terdapat dalam jumlah sedikit dalam plasma dan serum. Walaupun
dengan pemeriksaan serologis substance A dan B tidak terdeteksi dapat menimbulkan
stimulasi suatu imune respons setelah transfusi serum manusia misalnya serum
golongan A pada golongan O
3. Alloimmunisasi oleh antigen A dan B selama hamil.
Misalnya ibu hamil dengan bayi A atau B dan dalam serum ibu terdapat antibodinya
yang berpadanan. Setelah melahirkan ternyata pada ibu-ibu terjadi peninggian titer
anti-A atau anti-B.
Subgroup
Subgroup golongan A
Pada golongan A dan golongan AB ditemukan berbagai reaksi sel yang lemah. Misalnya sel
darah merah dengan anti A bereaksi sangat lemah atau tidak sama sekali, tetapi dengan anti
AB bereaksi baik. Keadaan ini disebabkan adanya subgroup pada golongan A dan golongan
AB. Diketahui golongan A terdapat 2 subgroup yang berbeda, yaitu tipe A1 dan A2. Kedua
subgroup ini berbeda satu dengan yang lain bukan saja kuantitatif tetapi juga kualitatif;
kemudian terbukti bahwa subgroup A1 memiliki 2 jenis antigen yaitu A dan A1, sedangkan
A2 hanya mengandung antigen A.
Golongan A
: A1 dan A2
Golongan AB : A1B dan A2B
Dalam serum golongan B dan serum golongan O ada 2 populasi anti A:
1. Anti A yang reaktif dengan kedua antigen A1 dan A2
2. Anti-A1 yang reaktif dengan antigen A1 tetapi tidak sama sekali dengan antigen A2

Untuk mengidentifikasi subgroup A1 dan A2 dipakai anti-A1


Group
O

Subgroup
-

Ag pada sel
-

A1
A2

A + A1
A

B
AB

B
A1B
A2B

Ab pada serum
anti-A
anti-A1
Anti B
Anti B
Anti-A
Anti-A1

A+A1+B
A+B

Subgroup golongan B
Sebenarnya ada tetapi tidak mempunyai aspek klinis (dalam transfusi)
Golongan darah Oh Bombay
ditemukan oleh Bhende (1952). Disebut Bombay, karena pertamakali sel darah merah ini
ditemukan di Bombay India.
Sel darah merah tidak diaglutinasi oleh anti-A, anti-B dan anti-ABdan juga oleh anti-H. Dalam
serumnya terdapat anti-A, anti-B dan anti-H. Sel O biasa akan bereaksi dengan anti-H.
Apabila yang dikerjakan pemeriksaan golongan darah saja maka individu ini akan
dikategorikan dengan golongan O, tetapi pada reaksi silang (crossmatch) dengan golongan
darah O akan incompatible.
Golongan darah O akan diaglutinasi kuat oleh serum O h. Anti-H pada Oh bereaksi pada
temperatur 4 - 37C dan harus ditransfusi dengan sel Oh lagi.
SISTEM RHESUS
Landsteiner & Wiener (1940), menemukan human blood factor yang disebut:
Rhesus (Rh), ketika mereka menyuntik kelinci dan marmut dengan sel darah merah monyet
(macacus Rhesus). Zat anti yang terbentuk ternyata selain mengaglutinasikan sel monyet itu
sendiri, juga mengaglutinasikan sel darah merah orang kulit putih(85% populasi). Zat anti
itu disebut sebagai zat anti Rhesus.
Teori Fisher dan Race menyatakan bahwa terdapat 3 pasang allel gen yang menempati 3
lokus yang berdekatan pada khromosom 1 dan tidak dapat dipisahkan.
Lokus pertama - D atau d
kedua
C atau c
ketiga
E atau e
Antigen d sebenarnya belum pernah ditemukan tetapi kode ini dipakai untuk menyatakan
tidak ada D. Antigen d disebut sebagai gen silent.
Terdapat 8 kemungkinan kombinasi antigen yaitu: CDe, cDE, cde, cdE, Cde, cDe dan CdE.
Antigen D merupakan antigen utama dari golongan Rhesus. Seseorang yang memiliki
antigen D disebut Rh-positif sedangkan yang tidak memiliki antigen D disebut Rh-negatif,
tanpa memperhatikan ada tidaknya antigen Rhesus yang lain. Seorang Rh-negatif tidak
memiliki antigen D tetapi mungkin saja memiliki antigen lain, misalnya c, C atau keduaduanya.
Secara normal tidak ada zat anti Rh dalam serum orang Rh-.

Sekali transfusi Rhesus positip (D positip) pada orang Rhesus negatip (D negatip/d) hal ini
sudah dapat menimbulkan respon pembentukan anti-D.
Pasien yang Rhesus negatip atau D negatip harus diberi darah yang Rhesus negatip.
Antigen Du
Tidak semua sel darah merah dapat ditetapkan dengan mudah sebagai Rhesus positip atau
Rhesus negatip dengan pemeriksaan langsung. Sebagian ada yang memberikan reaksi
lemah atau negatip dengan antisera D (anti-D).
Antigen D dapat dideteksi bila pemeriksaan dilakukan dengan tehnik antiglobulin tes. Hal ini
karena ada antigen Du. Antigen Du tidak berbeda dengan D hanya sel darah merah dengan
Du, antigen D-nya sedikit dibandingkan dengan Rhesus negatip.
Bila pasien ditemukan sel Du positip, maka pasien tersebut dianggap
Rhesus negatip dan tidak boleh mendapat Rhesus positip.
Seorang donor yang ditemukan D negatipharus diperiksa Du-nya.
Antigen C, c, E,e
Tidak sekuat antigen D, sehingga tidak diperiksa rutin seperti antigen D.
Tetapi bila seseorang sudah mempunyai antibodinya, harus diberi darah yang sesuai yaitu
yang tidak mempunyai antigennya.
Lokasi antigen Rhesus
Lokasi antigen Rhesus terdapat pada permukaan sel darah merah. Tetapi tidak ditemukan
pada lekosit, platelet atau saliva atau pada cairan tubuh lainnya.
Penetapan golongan darah ABO
Golongan darah ABO ditetapkan dengan melihat reaksi aglutinasi yaitu penggumpalan sel
darah merah akibat adanya reaksi antara antibodi dalam serum dengan antigen pada sel
darah merah.
Metoda Pemeriksaan
-Cell typing / forward typing
-Serum typing / reverse typing
Cell typing / forward typing, Sel darah merah individu yang mau diperiksa direaksikan
dengan antisera anti-A, anti-B dan anti-AB.
Serum typing / reverse typing, Serum diperiksa dengan sel darah merah yang diketahui
antigennya (sel-A dan sel-B)
Misalnya antibodi dalam serum anti-A maka sel yang beraglutinasi dalam serum ini adalah
sel yang mempunyai antigen A.
Senaliknya bila suatu serum mengaglutinasi sel A dan bukan sel B maka antibodi yang
terdapat dalam serum tersebut ialah anti-A.
Kedua tes tersebut harus selalu dikerjakan bersama-sama sehingga dapat saling
mengkoreksi satu dengan lainnya, sehingga tidak dikuatirkan terjadi salah interpretasi
golongan darah.
Anti-AB harus selalu digunakan karena:
-mendeteksi adanya subgroup golongan AB yang mungkin tidak terdeteksi dengan anti-A/
anti-B hingga diinterpretasikan sebagai golongan O.
Penafsiran hasil :
Gol. darah
Anti-A
A
+

Cell typing
Anti-B
-

Anti-AB
+

Sel-A
-

Serum typing
Sel-B
+

B
AB
O

+
-

+
-

+
+
-

+
+
+

+
+

Kesalahan Penetapan golongan darah:


1. Adanya subgrup gol A.
Beberapa subgrup golongan A, antigennya sedikit sekali sehingga memberikan reaksi
mirip golongan darah O.
Untuk menghindari kesalahan:
Reverse typing
sertakan anti AB pada forward typing
2. Perubahan reaksi antigen dengan zat anti pada penyakit tertentu, misalnya: anemia
aplastik.
3. Titer zat anti yang digunakan terlalu rendah. Titer zat anti serum harus >1/64.
Penetapan golongan darah Rhesus:
Pada penetapan golongan darah Rhesus tidak ada Reverse typing, karena secara normal
anti D tidak ada. Sistem golongan darah Rh pada dasarnya memiliki 5 macam antigen
(C,c,D,E,e). Yang menentukan seseorang Rh+ atau seseorang Rh- terletak pada Ag D, Rh +
memiliki Ag D, Rh - tidak.
Pemeriksaan Ag D memerlukan anti D, dilakukan duplo oleh dua orang.
Untuk mencari anti D (anti Rh) atau Du dilakukan Coombs test.
Coombs test, adalah pemeriksaan untuk mendeteksi adanya antibodi inkomplit (anti-D)
menggunakan Coombs serum.
Tehnik Coombs test:
Serum manusia disuntikan pada kelinci sehingga akan terbentuk anti human serum (anti
human globulin). Anti human globulin ini yang disebut serum Coombs.
Ada dua macam Coombs tes:
1. Langsung: mencari Antibodi inkomplit pada permukaan eritrosit
cara: eritrosit + AHG aglutinasi
2. Tidak langsung: mencari Antibodi inkomplit dalam serum
tahap I : serum yang diperiksa + eritrosit gol O, Rh + inkubasi (antibodi
melekat pada permukaan eritrosit)
tahap II : eritrosit yang sudah diinkubasi + serum Coombs aglutinasi
SISTEM HLA
HLA adalah singkatan dari Human Leukocyte antigen yang dahulu diduga merupakan
antigen khas pada leukosit tetapi kemudian ternyata antigen HLA terdapat juga pada hampir
semua sel berinti.
Sistem HLA sekarang ini dikenal sebagai sistem histokompatibilitas utama pada manusia
(Major Histocompatibility Complex, MHC). Antigen dalam sistem ini merupakan antigen
terpenting setelah antigen dalam sistem ABO dalam bidang transplantasi organ seperti
transplantasi ginjal dan transplantasi sumsum tulang. Antigen dalam sistem ini juga penting
dalam transfusi leukosit dan trombosit karena antibodi terhadap HLA dapat menimbulkan
reaksi transfusi, di samping itu anti-HLA sering mengganggu penetapan golongan darah.
Diketahui pula bahwa ada hubungan antara antigen HLA dengan penyakit-penyakit tertentu,
misalnya sebagai penyakit autoimun, alergi, kelainan metabolisme.

Ekspresi antigen HLA pada permukaan sel ditentukan oleh suatu kompleks gen yang terletak
pada kromosom no. 6. Kompleks HLA dibagi dalam 6 bagian (locus) dan setiap bagian
menentukna minimal satu jenis antigen permukaan sel. Ke-enam lokus sekarang yang
dikenal sebagai HLA-A, HLA-B, HLA-C, HLA-D/DR, HLA-MB/DC dan SB.
Antibodi terhadap antigen HLA
Anti HLA biasanya IgG dan dapat menyebabkan aglutinasi maupun aktivasi komplemen atau
aktivitas sitolitik. Anti-HLA alamiah belum pernah dijumpai. Anti-HLA kelas IgM pernah
dijumpai pada penderita dengan transfusi berulang kali.
Insiden anti-HLA meningkat pada kehamilan berulang kali terutama antibodi sitotoksik.
Antibodi terhadap leukosit juga sering dijumpai setelah transfusi berulang kali. Walaupun
anti-HLA sebagian besar merupakan IgG dan dapat melewati plasenta, belum pernah
dijumpai bahwa antibodi ini menyebabkan kelainan pada janin seperti halnya antibodi
terhadap eritrosit yang lain.

Penetapan jenis HLA (HLA-typing) bermanfaat antara lain untuk:


1. Menentukan kesesuaian antara donor dan resipien dalam hal transplantasi organ
2. menentukan kesesuaian pada transfusi leukosit atau trombosit; perlu dipikirkan adanya
antibodi terhadap leukosit atau trombosit pada penderita dengan reaksi transfusi yang
tidak dapat diterangkan sebabnya.
3. Uji keayahan (paternity testing). Penentuan antigen HLA memberikan informasi penting
untuk menyingkirkan kemungkinan hubungan antara seorang anak dengan seorang lakilaki yang disangka ayahnya.

Anda mungkin juga menyukai