Anda di halaman 1dari 32

1.

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN


1.1. Definisi
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang masif yang berasal dari tempat
implantasi plasenta,robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya.
1.2. Klasifikasi
1) Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early Postpartum Haemorrhage, atau
Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan Segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama
perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa
plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
2) Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau
Perdarahan
Pasca Persalinan Lambat, atau Late PPH). Perdarahan pasca
persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan
sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa
plasenta yang tertinggal.
1.3. Etiologi
Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas, adalah :
a. Etiologi perdarahan postpartum dini :
1. Atonia uteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta
dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau
karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan
postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama;
pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar
atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam.
Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta
dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta
belum lepas dari rahim. Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat
segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari
penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala
lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan
lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati
karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang
telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan
postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang
lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan
didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim. Pada perdarahan
yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan
secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang
disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke
dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu
singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade
utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga
rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan
pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan
1

rahim
.
Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri :
Umur yang terlalu muda / tua
Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
Partus lama dan partus terlantar
Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio
plasenta
Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2. Laserasi Jalan lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robelan servik atau vagina.
- Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke
segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun
plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik,
perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri.
- Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering
terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus
diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada
pemeriksaan speculum.
- Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi
digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,
sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu
panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia
suboksipito bregmatika.
Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan
yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
3. Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia,
dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik.
Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus
menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami. Hematoma
yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada
daerah jahitan perineum.
4. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam
setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :
A. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh
2

lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :


1) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam.
2) Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium.
3) Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke
serosa.
4) Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
B. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni
uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat
kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar
(plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan
tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini
merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula
tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan.
5. Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal
involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum
perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak,
sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap
tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia
seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia
alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam
beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama
lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus
subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan.
Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada
infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau
perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
6. Inversio Uteri
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian
atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami
inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi
sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi
sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
Pembagian inversio uteri :
Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri
namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah
keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
3

yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.


Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
Tarikan tali pusat yang berlebihan.
b. Etiologi perdarahan postpartum lambat :
1. Tertinggalnya sebagian plasenta
2. Subinvolusi di daerah insersi plasenta
3. Dari luka bekas seksio sesaria

1.4. Faktor Resiko


Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko
paling besar untuk terjadinya hemorraghe postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan
untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui
karena dapat menyebabkan terjadinya hemorraghe postpartum:
1. Grande multipara
2. Perpanjangan persalinan
3. Chorioamnionitis
4. Kehamilan multiple
5. Injeksi Magnesium sulfat
6. Perpanjangan pemberian oxytocin
1.5. Diagnosis
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain
Tabel.1. Tanda dan Gejala berdasarkan Diagnosis Kerja
DIAGNOSIS GEJALA TANDA DAN GEJALA DIAGNOSIS KERJA
DAN TANDA

LAIN

Uterus tidak berkontraksi Syok

Atonia uteri

dan lembek Perdarahan Bekukan

darah

pada

segera setelah anak lahir

atau

posis

serviks
terlentang

akan

menghambat aliran darah


ke luar

Darah

segar

yang Pucat

Robekan jalan lahir

mengalir segera setelah Lemah


bayi lahir
Uterus

Menggigil
kontraksi

dan

keras
Plasenta lengkap
Plasenta

belum

lahir Tali pusat putus akibat Retensio plasenta

setelah 30 menit

traksi berlebihan

Perdarahan segera (P3)

Inversio

uteri

akibat

Uterus berkontraksi dan tarikan


keras
Plasenta

Perdarahan lanjutan
atau

sebagian Uterus berkontraksi tetapi Tertinggalnya sebagian

selaput

(mengandung tinggi

pembuluh

darah)

fundus

tidak plasenta atau ketuban

tidak berkurang

lengkap
Perdarahan segera (P3)
Uterus tidak teraba

Neurogenik syok

Lumen vagina terisi masa

Pucat dan limbung

Inversio uteri

Tampak tali pusat (bila


plasenta belum lahir)
Sub-involusi uterus

Anemia

Endometristis atau sisa

Nyeri tekan perut bawah Demam

fragmen

plasenta

dan pada uterus

(terinfeksi atau tidak)

Perdarahan

Late

Lokhia mukopurulen dan

hemorrhage

berbau

Perdarahan postpartum

postpartum

sekunder
1. Anamnesis
Anamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung
pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80%
untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.
Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya
mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi
yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan
selanjutnya.
5

Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan
mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya.
Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita.
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai
hal-hal berikut:
1) Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien
(kemungkinan diagnosis)
2) Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3) Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4) Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
5) Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan
diagnosisnya
Riwayat obstetric:
A. Riwayat menstruasi meliputi: menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya, keluhan
waktu haid, HPHT.
B. Riwayat perkawinan meliputi: usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai hamil.
C. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu.
1. Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi
plasenta.
2. Riwayat persalinan meliputi: tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir,
panjang waktu lahir.
3. Riwayat nifas meliputi: keadaan luka, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan
kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.
4. Riwayat kehamilan sekarang.
i.
Hamil muda, keluhan selama hamil muda.
ii. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu,
nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.
Riwayat antenatal care meliputi: dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tanda-tanda vital:
1. Suhu badan. Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari
suhu akan kembali normal (360 C 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia.
2. Denyut nadi. Nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang
semakin berat.
3. Tekanan darah. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.
4. Pernafasan. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.
Pemeriksaan Khusus:
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan
mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi:
1. Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan),
ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).
6

2. Sistem vaskuler:
a. Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya.
b. Tensi diawasi tiap 8 jam.
c. Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.
d. Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan.
e. Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital,
idiopatik trombositopeni purpura.
3. Sistem Reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam
selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau.
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan
apakah ada jahitannya yang lepas.
d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak.
e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum.
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum
kehamilan (sub involusi).
4. Traktus urinarius.Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar
atau tidak, spontan dan lain-lain.
5. Traktur gastro intestinal.Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.
6. Integritas Ego: mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.
3. Pemeriksaan penunjang
1. Golongan darah: menentukan Rh, ABO, dan percocokan silang.
2. Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah
putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak
hamil: 37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3.
saat hamil 5.000-15.000).
3. Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca partum.
4. Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.
5. Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin
(FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial diaktivasi, masa
tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi:
menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
1.6. Penatalaksanaan

Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah


menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.
Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai 2 bagian pokok :
a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan
volume sirkulasi darah ke organ organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan
tanda tanda vital pasien. Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan
pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan
ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau lebih)
7

b. Manajemen penyebab perdarahan postpartum


Tentukan penyebab perdarahan postpartum :
Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan
lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila uterus
teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras
dan pemberian oxytocin.
Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan
tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut,
letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat
jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior.
Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan
kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine.
(KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL)
Sisa plasenta
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelahkompresi bimanual
ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa
ahlimenganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulitdilakukan tanpa general
anestesi kecuali pasien jatuh dalamsyok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama
dilakukaneksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresibimanual ulang tanpa
menghentikan pemberian uterotonica.
Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal.
Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan
untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk
menghentikan perdarahan selama persiapan operasi.
(KOMPRESI AORTA)
Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi
dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari
perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah
diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir
dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.
Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh
darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase.
Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan
lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.
Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa plasenta dan
perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik maka kecurigaan penyebab
perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian produk darah
pengganti ( trombosit, fibrinogen).
Terapi pembedahan
o Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah
tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan
mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri
ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benarbenar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan
menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu.
8

Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun
rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.
o Ligasi arteri

Ligasi uteri uterine


Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari
uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak
ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.

Ligasi arteri ovarii


Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan.

Ligasi arteri iliaca interna


Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua traktus genetalia
dengan mengurangi tekanan darah dan sirkulasi darah sekitar pelvis. Apabila
tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah
histerektomi.
o Histerektomi
Merupakan tindakan kuratif dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari
uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal
histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak
begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim,
servix, fornix vagina.
Referensi pemberian uterotonica :
1. Pitocin
a. Onset in 3 to 5 minutes
b. Intramuscular : 10-20 units
c. Intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour
2. Ergotamine ( Methergine )
a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hour
b. Onset in 2 to 5 minutes
c. Kontraindikasi
o Hypertensi
o Pregnancy Induced hypertntion
o Hypersensitivity
3. Prostaglandin ( Hemabate )
a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra myometrium
b. Onset < 5 minutes
c. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg
4. Misoprostol 600 mcg PO or PR
Tambahan :
Tampon Kasa/ Haas
Merupakan penatalaksanaan standar hingga tahun 1950-an. Kasa panjang steril 16 meter
dipasang dengan menggunakan klem ovarium dari fundus lapis demi lapis dari kiri ke kanan
hingga porsio. Tidak dipakai lagi karena RISIKO INFEKSI!
Kateter urologi Rsch
-Teknik
Masukkan kateter Rsch 24 ke kavum uteri
Kembangkan dengan NaCl 0.9 % 400-500cc dengan spuit 50 cc
9

Pertahankan sampai 24 jam


Antibiotik dan drips oksitosin

Gambar.1. Kateter Urologi Rsch

Tampon Balon SOS Bakri


Kapasitas maksimum 800 cc (Anjuran : 250 hingga 500cc)
Menggunakan kateter silicon no. 24

Gambar.2. Tampon balon SOS Bakri


Balon Kondom
-Teknik
Antibiotik dan drips oksitosin!
Kateter Foley 16 dimasukkan ke dalam kondom dan diikat dengan benang silk
10

Sambung dengan infus set dan NaCl 0.9%

Gambar.3. Balon Kondom


Jepit porsio anterior dan posterior dengan klem ovarium, masukkan kondom hingga
kavum uteri
Masukkan NaCl 0.9% hingga 250-500 cc atau hingga perdarahan tampak berkurang
Bila perlu tampon di vagina
Keluarkan setelah 24-48 jam

Tata Laksana Gambar

11

Skema.1. Tahap-tahap Penatalaksanaan


1.7. Pencegahan

Perawatan masa kehamilan


Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan
terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu
bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi
atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

12

Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan
bila memungkinkan sediakan donor darah dandititipkan di bank darah. Pemasangan cateter
intravena dengan lobangyang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk
pasiendengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.Sangat dianjurkan pada
pasien dengan resiko perdarahan postpartumuntuk menabung darahnya sendiri dan digunakan
saat persalinan.

Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circularatau maju mundur
sampai uterus menjadi keras dan berkontraksidengan baik. Massae yang berlebihan atau
terlalu keras terhadaputerus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta
bisamengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepatkontraksi akan
menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan danmemicu terjadinya perdarahan
postpartum.

Kala tiga dan Kala empat


Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depandilahirkan. Study memperlihatkan
penurunan insiden perdarahanpostpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah
bahudepan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insidenterjadinya retensio plasenta.
Hanya saja lebih baik berhati-hatipada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak
adaUSG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tigaterbukti mengurangi volume
darah yang hilang dan kejadianperdarahan postpartum sebesar 40%.
Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi
lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasantidak ada untungnya justru dapat menyebabkan
kerugian.
Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil danmengeras, tampak aliran
darah yang keluar mendadak darivagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali
plasentaterlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapatdikeluarkan dengan
cara menarik tali pusat secara hati-hati.
Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atautidak. Untuk manual
plasenta ada perbedaan pendapat waktudilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang
didapatkan
perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasanplasenta secara spontan dan
manual plasenta harus dilakukantanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan,
banyakyang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelahbayi lahir. Apabila
dalam pemeriksaan plasenta kesan tidaklengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari
bagian-bagiankecil dari sisa plasenta.
Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanyaperlukaan jalan lahir yang
dapat menyebabkan perdarahandengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun
episiotomisegera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras danberkontraksi dengan
baik.
1.8. Komplikasi
Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan:
13

1. Syok hemorragic
Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran
akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke
seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani
dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan
selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini
terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan
2. Anemia
Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan
hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi
masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak
juga pada asupan ASI bayi.
3. Sindrom Sheehan
Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.
Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar
hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin.
1.9. Prognosis
Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar R.) dan menurut Wygniosastro angka
kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.
2. HIPOTERMIA PADA BAYI
2.1. Definisi
Hipotermia adalah penurunan suhu tubuh di bawah 36 C. Suhu normal bayi, baru
lahir berkisar 36,5 C 37,5 C (suhu ketiak). Gejala awal hipotermia apabila suhu < 36 C
atau kedua kaki, dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi
sudah mengalami hipotermi sedang (Suhu 32 C 36 C). Disebut hipotermia berat bila suhu
tubuh < 32 C. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya metoblis anerobik, meningkatkan kebutuhan oksigen,
mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut dengan kematian. (Saifudin, 2002)
BBL dapat mengalami hipotermi melalui beberapa mekanisme :
a. Penurunan produksi panas
Karena kegagalan sistem endokrin dan terjadi penurunan metabolisme tubuh.
b. Peningkatan panas yang hilang
Karena panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh kehilangan
panas.
Mekanisme kehilangan panas dapat terjadi secara :
Konduksi
Perpindahan panas akibat perbedaan suhu antara objek. Kehilangan panas
terjadi saat kontak lagsung antara kulit BBL dengan permukaan yang lebih
dingin. Contoh : penimbangan BBL pada permukaan / alas yang dingin.
Konveksi
Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan
kulit dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi. Contoh : BBL
Pada inkubator yang jendelanya terbuka dan pada saat transportasi BBL ke
14

RS.
Radiasi
Perpindahan suhu dari objek panas ke objek yang dingin. Contoh : BBL
dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang lebih dingin.
Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau
suhu inkubator yang dingin.
Evaporasi
Panas terbuang akibat penguapan melalui permukaan kulit dan traktur
respiratorius. Contoh : BBL yang basah setelah lahiratau pada waktu
dimandikan.
c. Kegagalan termerogulasi
Disebabkan kegagalan hipotalamus dalam menjalankan fungsinya karena
berbagai penyebab. Contoh : keadaan hipoksia intrauterin / saat persalinan
atau
postpartum, defek neurologik dan paparan obat parenteral dapat menekan
respon
neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi yang sepsis
juga
dapat mengalami masalah dalam pengaturan suhu tubuhnya sehingga
menjadi
hipotermi / hipertermi.

2.2. Etiologi dan Faktor Resiko


a. Penyebab utama
Kurang pengetahuan cara kehilangan panas dari tubuh bayi dan pentingnya mengeringkan
bayi secepat mungkin.
b. Resiko untuk terjadinya hipotermia
1) Perawatan yang kurang tepat setelah bayi lahir
2) Bayi dipisahkan dari ibunya segera setelah lahir
3) Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur
4) Tempat melahirkan yang dingin (putus rantai hangat).
5) Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan pernafasan,
hipoglikemia perdarahan intra kranial.
Faktor Pencetus
Faktor pencetus terjadinya hipotermia :
a. Faktor lingkungan
b. Syok
c. Infeksi
d. Gangguan endokrin metabolik
e. Kurang gizi, energi protein (KKP)
f. Obat obatan
g. Aneka cuaca
2.3. Klasifikasi
1. Hipotermi spintas

15

penurunan suhu tubuh1-2c sesudah lahir. Suhu tubuh akan menjadi normal kembali
setelah bayi berumur 4-8 jam, bila suhu ruang di atur sebaik-baiknya. Hipotermi sepintas
ini terdapat pada bayi dengan BBLR, hipoksia, resusitasi lama, ruangan tempat bersalin
yang dingin, bila bayi segera di bungkus setelah lahir terlalucepat di mandikan(kurang
dari 4 -6 jam sesudah lahir).
2. Hipotermi akut
terjadi bila bayi berada di lingkungan yang dingin selama 6-12 jam, terdapat pada bayi
dengan BBLR, diruang tempat bersalin yang dingin, incubator yang cukup panas.
Terapinya adalah: segeralah masukan bayi segera kedalam inkubataor yang suhunya
sudah menurut kebutuhan bayi dan dalam kaadaan telanjang supaya dapat di awasi secara
teliti. Gejala bayi lemah,gelisah, pernafasan dan bunyi jantung lambat serta kedu kaki
dingin.
3. Hipotermi sekunder
Penurunan suhu tubuh yang tidak di sebabkan oleh suhu lingkungan yang dingin, tetapi
oleh sebab lain seperti sepsis, syndrome gangguan nafas, penyakit jantung bawaan yang
berat,hipoksia dan hipoglikemi, BBLR. Pengobatan dengan mengobati penyebab.
Misalnya: pemberian antibiotika,larutan glukosa, oksigen dan sebagainya.
4. Cold injuri
hipotermi yang timbul karena terlalu lama dalam ruang dingin (lebih dari 12 jam). Gejala:
lemah, tidak mau minum, badan dingin, oligouria , suhu berkisar sekitar 29,5c-35c,
tidak banyak bergerak, edema, serta kemerahan pada tangan, kaki dan muka, seolah-olah
dalam keadaan sehat, pengerasan jaringan sub kutis. Pengobatan : memanaskan secara
perlahan-lahan, antibiotika, pemberian larutan glukosa10% dan kortikostiroid.
2.4. Manifestasi Klinis
Gejala hipotermia bayi baru lahir :
a. Bayi tidak mau minum / menyusui
b. Bayi tampak lesu atau mengantuk
c. Tubuh bayi teraba dingin
d. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi, menurun dan kulit tubuh bayi mengeras
(sklerema).
Tanda tanda hipotermia sedang :
a. Aktifitas berkurang, letargis
b. Tangisan lemah
c. Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata)
d. Kemampuan menghisap lemah
e. Kaki teraba dingin
f. Jika hipotermia berlanjut akan timbul cidera dingin
Tanda tanda hipotermia berat :
a. Aktifitas berkurang, letargis
b. Bibir dan kuku kebiruan
c. Pernafasan lambat
d. Pernafasan tidak teratur
e. Bunyi jantung lambat
f. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik
16

g. Resiko untuk kematian bayi


Tanda tanda stadium lanjut hipotermia :
a. Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang
b. Bagian tubuh lainnya pucat
c. Kulit mengeras merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan
(sklerema)
2.5. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil
pengukuran suhu tubuh.
2.6. Penatalaksanaan
Prinsip dasar mempertahankan suhu tubuh bayi baru lahir dan mencegah hipotermia.
a. Mengeringkan bayi baru lahir segera setelah lahir
Bayi lahir dengan tubuh basah oleh air ketuban. Aliran udara melalui jendela / pintu
yang terbuka akan mempercepat terjadinya penguapan dan bayi lebih cepat
kehilangan panas tubuh. Akibatnya dapat timbul serangan dingin (cols stres) yang
merupakan gejala awal hipotermia. Untuk mencegah terjadinya serangan dingin,
setiap bayi lahir harus segera dikeringkan dengan handuuk yang kering dan bersih
(sebaiknya handuk tersebut dihangatkan terlebih dahulu). Setelah tubuh bayi kering
segera dibungkus dengan selimut, diberi topi / tutup kepala, kaus tangan dan kaki.
Selanjutnya bayi diletakkan dengan telungkup diatas dada untuk mendapat
kehangatan dari dekapan bayi.
b. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil
Untuk mencegah terjadinya serangan dingin, ibu / keluarga dan penolong persalinan
harus menunda memandikan bayi.
1) Pada bayi baru lahir sehat yaitu lahir cukup bulan, berat > 2.500 gram, langsung
menangis kuat, maka memandikan bayi, ditunda selama + 24 jam setelah
kelahiran.
2) Pada bayi lahir dengan resiko (tidak termasuk kriteria diatas), keadaan bayi
lemah atau bayi dengan berat lahir < 2.000 gram, sebaiknya bayi, jangan
dimandikan, ditunda beberapa hari sampai keadaan umum membaik yaitu bila
suhu tubuh bayi, stabil, bayi sudah lebih kuat dan dapat menghisap ASI dengan
baik.
Penanganan Pada Hipotermia
a. Segera hangatkan bayi, apabila terdapat alat yang canggih seperti inkubaator gunakan
sesuai ketentuan. Apabila tidak tersedia inkubator cara ilmiah adalah menggunakan
metode kanguru cara lainnya adalah dengan penyinaran lampu.
a. Hipotermia Sedang
1) Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dapat hangat
2) Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru bila ibu dan bayi berada
dalam satu selimut atau kain hangaat yang diserterika terlebih dahulu. Bila
selimut atau kain mulai mendingin, segera ganti dengan selimut / kain yang
hangat.

17

3) Ulangi sampai panas tubuh ibu mendingin, segera ganti dengan selimut / kain
yang hangat.
Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara :
a) Memberi tutup kepala / topi bayi
b) Mengganti kain / popok bayi yang basah dengan yang kering dan hangat
b. Hipotermi Berat
1) Keringkan tubuh bayi dengan handuk yang kering, bersih, dan hangat
2) Segera hangatkan tubuh bayi dengan metode kanguru, bila perlu ibu dan bayi
berada dalam satu selimut atau kain hangat
3) Bila selimut atau kain mulai mendingin. Segera ganti dengan selimut atau
lainnya hangat ulangi sampai panas tubuh ibu menghangatkan tubuh bayi
4) Mencegah bayi kehilangan panas dengan cara :
a) Memberi tutup kepala / topi kepala
b) Mengganti kain / pakaian / popok yang basah dengan yang kering
atau hangat
5) Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia. Karena itu ASI sedini
mungkin dapat lebih sering selama bayi menginginkan. Bila terlalu lemah
hingga tidak dapat atau tidak kuat menghisap ASI. Beri ASI dengan
menggunakan NGT. Bila tidak tersedia alat NGT. Beri infus dextrose 10%
sebanyak 60 80 ml/kg/liter
6) Segera rujuk di RS terdekat
Metode Kangguru

Gambar.4. Metode kangguru


Bayi yang mengalami hipotermia biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus dilakukan
adalah segera kontak langsung kulit ibu dengan kulit bayi (skin to skin contact) atau yang disebut metode
kangguru. Suhu ibu merupakan sumber panas yang efisien dan murah. Kontak erat dan interaksi ibu-bayi
akan membuat bayi merasa nyaman dan aman, serta meningkatkan perkembangan psikomotor bayi sebagai
reaksi rangsangan sensoris dari ibu ke bayi.
Keuntungan yang di dapat dari metode kanguru bagi perawatan bayi :
a. Meningkatkan hubungan emosi ibu anak
18

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Menstabilkan suhu tubuh, denyut jantung, dan pernafasan bayi


Meningkatkan pertumbuhan dan berat badan bayi dengan lebih baik
Mengurangi strea pada ibu dan bayi
Mengurangi lama menangis pada bayi
Memperbaiki keadaan emosi ibu dan bayi
Meningkatkan produksi asi
Menurunkan resiko terinfeksi selama perawatan di rumah sakit
Mempersingkat masa rawat di rumah sakit

Kriteria bayi untuk metode kanguru :

Bayi dengan berat badan 2000 gr

Tidak ada kelainan atau penyakit yang menyertai.

Refleks dan kordinasi isap dan menelan yang baik .

Perkembangan selama di inkubator baik .

Kesiapan dan keikut sertaan orang tua, sangat mendukung dalam keberhasilan.

Cara Melakukan Metode Kanguru:


Beri bayi pakaian, topi, popok dan kaus kaki yang telah dihangatkan lebih dahulu
Letakkan bayi di dada ibu, dengan posisi tegak langsung ke kulit ibu dan pastikan kepala bayi
sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk, kepala dan dada
bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak sedikit mendongak..
Dapat pula memakai baju dengan ukuran lebih besar dari badan ibu,dan bayi diletakkan diantara
payudara ibu, baju ditangkupkan, kemudian ibu memakai selendang yang dililitkan di perut
ibu agar bayi tidak terjatuh.
Bila baju ibu tidak dapat menyokong bayi , dapat digunakan handuk atau kain lebar yang elastik
atau kantong yang dibuat sedemikian untuk menjaga tubuh bayi.
Ibu dapat beraktivitas dengan bebas, dapat bebas bergerak walau berdiri,duduk, jalan, makan dan
mengobrol.
Pada
waktu
tidur,
posisi
ibu
setengah duduk atau dengan jalan meletakkan beberapa bantal dibelakang punggung ibu.
Bila ibu perlu istirahat, dapat digantikan oleh ayah atau orang lain.
Dalam pelaksanaannya perlu diperhatikan persiapan ibu, bayi, posisi bayi,pemantauan bayi, cara
pemberian asi, dan kebersihan ibu dan bayi
2.7. Pencegahan Hipotermia
Pencegahan hipotermia merupakan asuhan neonatal dasar agar BBL tidak mengalami
hipotermia. Disebut hipotermia bila suhu tubuh turun dibawah 36,50C. Suhu normal pada
neonatus adalah 36,5 37,50C pada pengukuran suhu melalui ketiak BBL mudah sekali
terkena hipotermia, hal ini disebabkan karena :
1) Pusat pengaturan panas pada bayi belum berfungsi dengan sempurna
2) Permukaan tubuh bayi relatif luas
19

3) Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas


4) Bayi belum mampu mengatur posisi tubuh dari pakaiannya agar ia tidak
kedinginan.
Hal-hal yang perlu dilakukan untuk pencegahan hipotermi adalah mengeringkan bayi segera
mungkin, menutup bayi dengan selimut atau topi dan menenmpatkan bayi di atas perut ibu
(kontak dari kulit ke kulit). Jika kondisi ibu tidak memungkinkan untuk menaruh bayi di atas
dada (karena ibu lemah atau syok) maka hal-hal yang dapat dilakukan :
1) Mengeringkan dan membungkus bayi dengan kain yang hangat
2) Meletakkan bayi didekat ibu
3) Memastikan ruang bayi yang terbaring cukup hangat.
2.8. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat hipotermia: hipoglikemia karena
kekurangan cadangan glikogen. Asidosis metabolik disebabkan vasokonstriksi perifer dengan
metabolisme anaerobik dan asidosis. Hipoksia dengan kebutuhan oksigen yang meningkat,
gangguan pembekuan, dan perdarahan pulmonal dapat menyertai hipotermia berat. Schok
dengan akibat penurunan tekanan arteri sistemik, penurunan volume plasma, dan penurunan
cardiac output. Apnea dan perdarahan intra ventrikuler.

3. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Hiperbilirubinemia pada Neonatus


3.1. Definisi
o

Hiperbilirubinemia merupakan suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera
dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus yaitu keadaan
kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. (Ni Luh Gede, 1995).

Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis, kecuali:
Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.
Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang bulan
>10 mg/dL.
Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
Ikterus menetap pada usia >2 minggu.
Terdapat faktor risiko.

3.2. Etiologi
Penyebab ikterus pada neonatus dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
o Produksi bilirubin berlebihan dapat terjadi karena kelainan struktur dan enzim sel darah
merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat, kortikosteroid, klorampinekol),
chepalhematoma.
o Gangguan dalam proses ambilan dan konjugasi hepar: obstruksi empedu, infeksi,
masalah metabolik, Joundice ASI, hypohyroidisme.
o Gangguan transportasi dalam metabolisme bilirubin.
o Gangguan dalam ekskresi bilirubin.
20

Komplikasi : asfiksia, hipotermi, hipoglikemi, menurunnya ikatan albumin; lahir


prematur, asidosis.
(Ni Luh Gede Y, 1995)( Suriadi, 2001)
Menurut IKA, 2002 penyebab ikterus terbagi atas :
o Ikterus pra hepatik : Terjadi akibat produksi bilirubin yang mengikat yang terjadi pada
hemolisis sel darah merah.
o Ikterus pasca hepatik (obstruktif) : Adanya bendungan dalam saluran empedu (kolistasis)
yang mengakibatkan peninggian konjugasi bilirubin yang larut dalam air yang terbagi
menjadi :
a. Intrahepatik : bila penyumbatan terjadi antara hati dengan ductus koleductus.
b. Ekstrahepatik : bila penyumbatan terjadi pada ductus koleductus.
o Ikterus hepatoseluler (hepatik) : Kerusakan sel hati yang menyebabkan konjugasi
blirubin terganggu.
o Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama dengan penyebab :
Inkomtabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain
Infeksi intra uterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang bakteri)
Kadang oleh defisiensi G-6-PO
o Ikterus yang timbul 24 72 jam setelah lahir dengan penyebab:
Biasanya ikteruk fisiologis
Masih ada kemungkinan inkompatibitas darah ABO atau Rh atau golongan lain.
Hal ini diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg
%/24 jam
Polisitemia
Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan sub oiponeurosis, perdarahan hepar
sub kapsuler dan lain-lain)
Dehidrasis asidosis
Defisiensi enzim eritrosis lainnya
o Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai minggu pertama dengan penyebab
Biasanya karena infeksi (sepsis)
Dehidrasi asidosis
Defisiensi enzim G-6-PD
Pengaruh obat
Sindrom Gilber
o Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya dengan penyebab :
Biasanya karena obstruks
Hipotiroidime
Hipo breast milk jaundice
Infeksi
Neonatal hepatitis
Galaktosemia
3.3. Klasifikasi
o

Ikterus Fisiologis
a. Timbul pada hari ke dua dan ketiga.

21

b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg% untuk neonatus lebih bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
e. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik
Ikterus Patologik
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5
mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg% perhari.
d. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
e. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

3.4. Faktor Resiko


Faktor risiko meliputi:
1. Ras: Insiden lebih tinggi di Asia Timur dan Indian Amerika dan lebih rendah di Afrika
Amerika.
2. Geografi: Insiden lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di ketinggian. Yunani yang
hidup di Yunani memiliki insiden yang lebih tinggi daripada mereka yang tinggal di luar
Yunani.
3. Genetika dan keluarga: Insiden lebih tinggi pada bayi dengan saudara kandung yang
menderita sakit kuning neonatal signifikan dan terutama pada bayi yang lebih tua saudara
dirawat karena penyakit kuning neonatal. Insiden juga lebih tinggi pada bayi dengan
mutasi / polimorfisme pada gen yang kode untuk enzim dan protein yang terlibat dalam
metabolisme bilirubin, dan pada bayi dengan homozigot atau heterozigot glukosa-6fosfatase dehidrogenase (G-6-PD) kekurangan dan anemia hemolitik herediter .
Kombinasi varian genetik seperti tampaknya memperburuk penyakit kuning neonatal
4. Gizi: Insiden lebih tinggi pada bayi yang mendapat ASI atau yang menerima nutrisi yang
tidak memadai. Mekanisme untuk fenomena ini mungkin tidak sepenuhnya dipahami.
Namun, ketika volume makan yang tidak memadai yang terlibat, peningkatan sirkulasi
enterohepatik bilirubin mungkin memberikan kontribusi untuk penyakit kuning yang
berkepanjangan. Data terbaru menunjukkan bahwa payudara sakit kuning susu
berkorelasi dengan kadar faktor pertumbuhan epidermal, baik dalam ASI dan dalam
serum bayi. Menunjukkan bahwa perbedaan antara ASI dan susu formula bayi mungkin
kurang jelas dengan beberapa rumus yang modern . Namun, formula yang mengandung
hidrolisat protein telah terbukti meningkatkan ekskresi bilirubin.
5. Faktor ibu: Bayi dari ibu dengan diabetes memiliki insiden yang lebih tinggi.
Penggunaan beberapa obat dapat meningkatkan kejadian, sedangkan yang lain
menurunkan kejadian.
6. Usia kehamilan dan berat lahir: Insiden lebih tinggi pada bayi prematur dan pada bayi
dengan berat lahir rendah.
7. Infeksi Kongenital TORCH ( toxoplasmosis, other viruses, r ubella, cytomegalo virus,
herpes ( simplex viruses)
3.5. Diagnosis

22

a. Anamnesis : riwayat ikterus pada anak sebelumnya, riwayat keluarga anemi dan
pembesaran hati dan limpa, riwayat penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat
infeksi maternal, riwayat trauma persalinan, asfiksia.
b. Pemeriksaan fisik :
Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll)
Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan
dilakukan pada pencahayaan yang memadai.

Berdasarkan Kramer dibagi :


Derajat
Daerah ikterus
ikterus

Perkiraan
bilirubin

Kepala dan leher

5,0 mg%

II

Sampai badan atas (di atas umbilikus)

9,0 mg%

III

Sampai badan bawah (di bawah


umbilikus) hingga tungkai atas (di atas11,4 mg/dl
lutut)

IV

Sampai lengan, tungkai bawah lutut

12,4 mg/dl

Sampai telapak tangan dan kaki

16,0 mg/dl

kadar

Tabel.2. Derajat Ikterus


c. Pemeriksaan laboratorium: kadar bilirubin, golongan darah (ABO dan Rhesus) ibu
dan anak, darah rutin, hapusan darah, Coomb tes, kadar enzim G6PD (pada riwayat
keluarga dengan defisiensi enzim G6PD).
d. Pemeriksaan radiologis : USG abdomen (pada ikterus berkepanjangan)
Penegakan diagnosis
a) Visual
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan
apabila tidak ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena
besarnya bias penilaian. Secara evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan,
namun apabila terdapat keterbatasan alat masih boleh digunakan untuk tujuan skrining dan
bayi dengan skrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan tata laksana lebih lanjut.

23

WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahaya
matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan
buatan dan bisa tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
2. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit
dan jaringan subkutan.
3. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak
kuning. (tabel 2)
b) Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan
ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus.
Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari
cahaya (dengan aluminium foil)
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total >
20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.

c) Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm.
Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang
diperiksa.
Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat
dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength
spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan
dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk
mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan
pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris,
melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini
hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l).
Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB)
memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi
cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun
disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu
tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum
bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk.
(2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin
sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam
mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

24

d) Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO


Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan
mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang
rendah.
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah
satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan
reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna.
Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO
dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO
yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

Tabel 3. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus


Usia

Kuning terlihat pada

Tingkat keparahan ikterus

Hari 1 Bagian tubuh manapun Berat


Hari 2 Tengan dan tungkai *
Hari 3 Tangan dan kaki

* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan,
tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan
memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar
bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
3.6. Penatalaksanaan
Penanganan medis
Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti,
infuse albumin dan therapi obat.
a. Fototerapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti
untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the bluelight spectrum) akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi ekskresi bilirubin ta k terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut
fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme
difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum
untuk di buang bersa ma feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi
terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indire k 4-5 mg/dl.
Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi dengan
25

konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan


fototerapi profilaksasi pada 24 jam pe rtama pada bayi resiko tinggi dan berat badan
lahir rendah.
1. Ikterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis. Tindakan
fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar.
2. Pada usia 25-48 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum
total > 12 mg/dl (170 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin
serum total 15 mg/dl (260 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan
kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan
tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total 20 mg/dl (> 340 mol/L) dilakukan
fototerapi dan mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum
total > 15 mg/dl
(> 260 mol/L) pada 25-48 jam pasca kelahiran,
mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
3. Pada usia 49-72 jam pasca kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum
total > 15 mg/dl (260 mol/L). Fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin
serum total 18 mg/dl (310 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan
kadar bilirubin serum total < 25 mg/dl (430 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan
tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total > 18 mg/dl (> 310 mol/L) fototerapi
dilakukan sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum
total > 25 mg/dl
(> 430 mol/L) pada 49-72 jam pasca kelahiran,
mengindikasikan perlunya pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit hemolisis.
4. Pada usia > 72 jam pasca kelahiran, fototerapi harus dilaksanakan bila kadar bilirubin
serum total > 17 mg/dl (290 mol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan
kadar bilirubin serum total < 20 mg/dl (340 mol/L), dianjurkan untuk dilakukan
tranfusi tukar. Bila kadar bilirubin serum total sudah mencapai > 20 mg/dl (> 340
mol/L) dilakukan fototerapi sambil mempersiapkan tindakan tranfusi tukar. Bila
kadar bilirubin serum total > 25 mg/dl (> 430 mol/L) pada usia > 72 jam pasca
kelahiran, masih dianjurkan untuk pemeriksaan laboratorium ke arah penyakit
hemolisis.
b. Transfusi Pengganti
Transfusi pengganti digunkan untuk:
a) Mengatasi anemia yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel
b) darah merah terhadap antibody maternal
c) Menghilangkan sel eritrosit untuk yang tersensitisasi (kepekaan)
d) Menghilangkan serum bilirubin
e) Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan
f) bilirubin
c. Terapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu
hamil untuk beberapa hari sampai bebe \rapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
Phenobarbital pada postnatal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus enterohepatika.
Catatan :
26

Pemberian phenobarbital/luminal, hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti ikterus


yang berkepanjangan dengan pemeriksaan bilirubin urin yang negatif. Bila bilirubin urin
positif diperlukan pemeriksaan lebih lanjur seperti USG abdomen untuk mencari sebab lain
(atresia bilier).

Tabel 4 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat (American
Academy of Pediatrics)

* = Neonatus cukup bulan dengan ikterus pada umur < 24 jam, bukan neonatus sehat dan
perlu evaluasi ketat
Tabel 5 : Tatalaksana hiperbilirubinemia pada bayi berat lahir rendah
Berat badan Konsentrasi bilirubin indirek (mg/dL)
(gram)
5-7
7-9
10-12 12-15 15-20
> 20
< 1000
1000 - 1500
1500 - 2000
2000 - 2500

FT
Obs. Ulang Bil. FT
Obs. Ulang Bil.
Obs.
Obs.
Ulang
Bil.

> 2500

Obs. Bil.

>25

TT
TT
FT
FT

TT
TT

FT

TT

Keterangan : Obs : observasi


FT : fototerapi
TT : transfusi tukar
Bil : bilirubin
3.7. Pencegahan
27

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk
beberapa hari pertama
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang
mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
Menghindari obat yang dapat meningkatkan hiperbilirubinemia pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazol, novobiotin, oksitosin
Bila memungkinkan, skrining golongan darah ibu dan ayah sebelum lahir.
Bila ada riwayat bayi kuning dalam keluarga periksa G6PD
Pencegahan infeksi

3.8. Komplikasi
Ensefalopati hiperbilirubinemia (bisa terjadi kejang, malas minum, letargi dan dapat
berakibat pada gangguan pendengaran, palsi serebralis).
3.9. Prognosis
Baik, bila ditangani dengan tepat. Buruk bila timbul kern ikterus. Kern ikterus adalah
sindrom neurologik yang disebabkan oleh menumpuknya bilirubin indirek dalam sel otak.

28

4. Mampu Menjelaskan dan Memahami tentang Syok Hipovolemik pada Ibu


4.1. Definisi
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan
penurunan volume intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraselular
dan ekstraseluler. Cairan intra seluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan
cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intravascular dan
intersisial. Volume cairan interstitial adalah kira-kira 3-4x dari cairan intravascular.
Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%.
Hal ini akanmenggambarkan kehilangan 750 ml sampai 1300 ml pada pria dgn berat badan
70 kg. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok
hemoragik).
4.2. Etiologi

Kehilangan darah
Dapat akibat eksternal seperti melalui luka terbuka
Perdarahan internal dapat menyebabkan syok hipovolemik jika perdarahan ini
diodalam thoraks, abdomen, retroperitoneal atau tungkai atas
Kehilangan Plasma merupakan akibat yang umum dari luka bakar, cidera berat atau
inflamsi peritoneal
Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara berlebihan melalui
jalur gastrointestinal, urinarius, atau kehilangan lainnya tanpa adanya penggantian
yang adekuat.

4.3. Manifestasi Klinis

Status mental
Perubahan dalam sensorium merupakan tanda khas dari stadium syok. Ansietas, tidak
tenang, takut, apatis, stupor, atau koma dapat ditemukan. Kelainan-kelainan ini
menunjukkan adanya perfusi cerebal yang menurun.

Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah
Perubahan awal dari tekanan darah akibat Hipovolemia adalah adanya
pengurangan selisih antara tekanan siastolik dan sistolik. Ini merupakan akibat
29

adanya peningkatan tekanan diastolic yang disebabkan oleh vasokontraksi atas


rangsangan simpatis. Tekanan sistolik dipertahankan pada batas normal sampai
terjadinya kehilngan darah 15-25 %.
Denyut Nadi
Takikardi postural dan bahkan dalam keadaan berbaring adalah karakteristik
untuk syok. Tatikardi dapat tidak ditemukan pada pasien yang diobati dengan
beta bloker.
Pernafasan
Takipneu adalah karakteristik, dan alkalosis respiratorius sering ditemukan pada
tahap awal syok.

Kulit
Kulit dapat terasa dingin, pucat, dan berbintik-bintik. Secara keseluruhan mudah
berubah menjadi pucat.
Vena-vena ekstremitas menunjukkan tekanan yang rendah ini yang dinamakan
vena perifer yang kolaps. Tidak ditemukan adanya distensi vena jugularis.

Gejala Lain
Pasien mengeluh mual, lemah atau lelah. Sering ditemukan rasa haus yang sangat.

Tahap Syok Hipovolemik


Tahap I :
terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
Terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah masih dapat
Dipertahankan
Tahap II:
terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik, gelisah, pucat.
Tahap III
bila terjadi kehilengan darah lebih dari 25%
terjadi penurunan : tekanan darah, Cardiak output,PO2, perfusi jaringan secara cepat
terjadi iskemik pada organ
terjadi ekstravasasi cairan
4.4. Penatalaksanaan

Pemantauan
Parameter dibawah ini harus dipantau selama stabilisasi dan pengobatan : denyut
jantung, Frekuensi pernafasan, tekanan darah, tekanan vena sentral (CVP) dan
pengeluaran urin. Pengeluaran urin yang kurang dari 30ml/jam (atau 0,5 ml/kg/jam)
menunjukkan perfusi ginjal yang tidak adekuat

Penatalaksanaan pernafasan
Pasien harus diberikan aliran oksigen yang tinggi melalui masker atau Kanula. Jalan
napas yang bersih harus dipertahankan dengan posisi kepala dan mandubula yang
tepat dan aliran pengisapan darah dan sekret yang sempurna. Penentuan gas darah
arterial harus dilakukan untuk mengamati ventilasi dan oksigenasi. Jika ditemukan
kelainan secara klinis atau laboratorium analisis gas darah, pasien harus diintubisi dan
30

diventilasi dengan ventilator yang volumenya terukur. Volume tidal harus diatur
sebesar 12 sampai 15 ml/kg, frekuensi pernapasan sebesar 12-16 permenit. Oksigen
harus diberikan untuk mempertahankan PO2 sekitar 100mmHg. Jika pasien
melawan terhadap ventilator, maka obat sedatif atatu pelumpuh otot harus
diberikan. Jika cara pemberian ini gagal untuk menghasilkan oksigenase yang
adekuat, atau jika fungsi paru-paru menurun harus menambahkan 3-10 cm tekanan
ekspirasi akhir positif

Pemberian cairan
Penggantian cairan harus dimulai dengan memasukkan larutan ringer laktat atau
larutan garam fisiologis secara cepat. Umumnya paling sidikt 1-2 liter larutan RL
harus diberikan dalam 45-60 menit pertama atau bisa lebih cepat lagio bila
dibutuhkan. Jika hipotensi dapat diperbaiki dan tekanan darah tetap stabil, ini
merupakan indikasi bahwa kehilangan darah sudah minimal. Jika hipotensi tetap
berlangsung harus dilakukan tranfusi darah pada pasien ini secepat miungkin dan
kecepatan serta jumlah yang diberikan disesuaikan dari respon yang dipantau.

Celana militer anti syok (MAST = Military Antishock Trousers)


Tekanan berlawanan eksternal dengan pakaian MAST bermanfaat sebagai terapi
tambahan pada terapi penggantian cairan. Pakaian MAST ini dikenakan pada kedua
tungkai atau abdoomen pasien, dan masing-masing ketiga kompartemen individual ini
dapat dikembungkan. Pakaian ini meristribusikan darah dari ekstremitas bawah ke
sirkulasi sentral dan mengurangi darah arterial ke tungkai dengan memprkecil
diameter pembuluh darah. Kontraindikasi pemakaian MAST :
Edema paru yang bersamaan
Kehamilan . Ini hanya berlaku pada kompartemen abdomen
Hal yang perlu diperhatikan :
Pakaian mast dapat meningkatkan kejadian perdarahan karena cidera
diafragmatik.
Pemakaian yang lama (24-48 jam) pada tungkai yang cedera dapat
menyebabkan timbulnya sindrom kompartemen pada fascia.

Vasopresor
Pemakain vasopresor pada penangan syok hipovolemik akhir-akhir ini kurang disukai
alasannya adalah bahwa ha ini akan lebih megurangi perfusi jaringan. Vasopresor
dapat diberikan sebagai tindakana sementara untuk meningkatkan tekanan darah
sampai mendapatkan cairan pengganti yang adekuat. Hal ini terutama bermanfaat bagi
pasien yang lebih tua dengan penyakit koroner atau penyakit pembuluh darah otak
yang berat, hal yang digunakan adalah Norepineorin 4-8 Mg yang dilarutkan dalam
500 ml 5% dekstrosa dalam air ( D5W, atau metaraminor, 5-10 ml yang dilarutkan
dalam 500ml D5W yang bersifat pasokonstriktor predominan dengan efek yang
minimal pada jantung.
Dosis harus disesuaikan dengan tekanan darah.

4.5. Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab dari syok, kesehatan keseluruhan pasien, dan kecepatan
perawatan dan kesembuhan. Umumnya, syok hipovolemik dan syok anafilaktik merespon
baik pada perawatan medis jika dimulai dengan awal.

31

DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.Rustam Mochtar, MPH.2002.Sinopsis Obstretis, edisi 2 jilid 1, Editor Dr.
Delfi Lutan, SpOG
Depkes RI .1994. Pedoman Penanganan Kegawatdaruratan Obstektrik dan Neonatal, Jakarta
: Departemen Kesehatan RI,
Depkes RI .Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI
Saifuddin, Abdul Bari, 2002, Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Jakarta :
INPKKR-POGI & YBS SP,
Wiknjosastro Gulardi H., dkk.2007.Asuhan Persalinan Normal.Jakarta: JNPK-KR
Handoko, I.S.2003. Hiperbilirubinemia. Jakarta: Klinikku.
Kosim,M,sholeh.2009.Buku Ajar Neonatalogi, Jakarta : IDAI
Saifuddin, Abdul bari , dkk.2006. Buku Panduan Praktis Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Usman Ali, dkk. 2002. Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung : FKUP RSHS Bandung
Editor Prof.dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOg.1999.Ilmu Kebidanan edisi Ketiga cetakan
Kelima. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.GrantMD,Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md
Gilstrap,John C.,Md Hauth,Katherine D.,Clark,Katherine D.Wenstrom.2001.Williams
Obstretics 21 st Ed: by McGraw-Hill Profesional
Gabbe.2002.Obstretics Normal and Problem Pregnancies,4th ed.,Copyright .Churchil
Livingstone, Inc.
Editor Arif Mansjoer ,Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri , Wahyu Ika Wardani , Wiwiek
Setiowulan.2000.Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke tiga Jilid Pertama.Jakarta:Media
Aesculapius
Sudoyo, Aru W,dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III.Jakarta:Interna
Publishing

32

Anda mungkin juga menyukai