1102010212
1. Mempelajari anatomi usus
Makroskopis
Intestinum Tenue (usus halus)
Asal kata : intestinum = usus; Tenue = halus
Terdiri dari
Doudenum (usus duabelas jari; doudenos = doabelas kali)
Panjang duodenum 12 jari atau 25cm, melengkung seperti huruf C sehingga dapat dibedakan
Inervasi : simpatis dan parasimpatis berasal dari N. Vagus dari plexus mesentricus
superior.
Mikroskopis
USUS HALUS
- Usus halus halus relatif panjang rata-rata 5 m
Villus intestinal
Kriptus lieberkuhn
Mikrovili
Masing-masing mikrovili diliputi oleh membran plasma, yang lapisan
luarnya dilengkapi dengan jala filamen halus yang memberi gambaran
kabur.
Selubung filamen ini mengisi ruang ruang antar mikrovili dan ujungujungnya , membentuk suatu lapisan permukaan yang tidak terputusputus, mengandung glikoprotein, dan tahan terhadap bahan proteolitik dan
mukolitik.
Epitel
mukosa
usus
merupakan epitel silindris, tetapi berbeda dengan epitel permukaan lambung, oleh
karena terdapat lebih dari satu jenis sel.
Sel silindris ( sel absorptif)
o Terletak di atas lamina basal
o Intinya lonjong dan terletak di bagian basal sel
o Tiap sel mempunyai batas yang bergaris (striated border) atau
berbentuk sikat (brush border) yang terdiri atas mikrovili berjajar
dan berhimpitan.
o Lapisan glikoprotein dibentuk oleh sel-sel silindris dan mengandung
enzim-enzi, pencernaan seperti disakarida dan dipeptidase yang
memecah gula dan peptida
o Sel silindris juga membentuk enzim fosfatase alkali dan enterokinase
yang terdapat pada lapisan permukaan.
Sel goblet
o Tersebar di antara sel-sel silindris
o Jumlahnya bertambah dari duodenum sampai ujung ileum.
o Pada umumnya dasar sel ramping berwarna gelap dan berisi inti.
o Puncaknya mengembung berbentuk khusus karena kumparan butirbutir sekret mukus.
o Seperti sel silindris, sel goblet bermigrasi dari kriptus ke vilus
o Kemudian semakin banyak butir sekret yang ditimbun, bentuk selnya
makin menyerupai piala, dan dilepaskan diujung vilus.
Sel enteroendokrin
o Mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan
sekresi lambung, motilitas intestinal, sekresi pankreas, dan kontraksi
kandung empedu.
o Tersebar diantara sel-sel absortif dan sel goblet:
Sel gastrinintestinal pada vili dan kriptus
Sel penghasil somastatin (sel D) sepanjang usus halus
Sel penghasil cholecystokinine (sel I) crypti duodenum dan
jejunum
Sel penghasil enteroglucagon/glycentine (sel L) pada
mucosa jejunum dan ileum
Sel enterochromaffin sel EC1) sepanjang mukosa usus
halus , penghasil serotonin dan substan P
Sel K paling sering terlihat pada crypti duodenum dan
jejunum, mengahsilkan gastric inhibitory peptide.
Sel paneth
o Ditemukan hanya pada dasar cryptus usus halus
o Berbentuk piramid dengan dasar lebar dan puncak sempit
Sel paneth
Lamina propria
terdapat diantara
kelenjar intestinal dan di tengah vilus.
Digambarkan sebagai jaringan ikat longgar yang menjurus ke arah limfoid.
Di dalam jala serat retikulin terdapat sel retikular primitif denga inti besar,
lonjong, dan pucat, limfosit, makrofag dan sel plasma.
Terdapat pula sejumlah besar folikel solietr atau noduli limfatisi yang
menyendiri, jumlahnya semakin banyak pada bagian distal usus.
Membentuk agregrat besar terdiri dari 20 atau lebih lympho nodulus disebut
plaque payeri.
Dari sudut pandang imunologik, lamina propria adalah penting dengan sel
limfosit dan makrofag sebagai sawar antara tubuh dan antigen,
mikroorganisme dan bahan asing lainnya yang selalu ada di dalam lumen usus.
Gambar: ileum
plaque peyeri
T. serosa
T. mukosa
T. submukosa
Kelenjar
submukosa
duodenum (Brunner) terdiri atas sel kubis tinggi dengan inti gelap, gepeng, terletak di
basal sel dan sitoplasmanya jernih bervakuola.
Kelenjar Brunner menghasilkan mukus basa
Sekret asam lambung dapat menyebabkan erosi pada mukosa duodenum, dan sekresi
kelenjar submukosa mencegah hal tersebut dengan mukusnya.
Sifat alkalinya diduga disebabkan oleh kapasitas bufer bikarbonat.
Sel kelenjar Brunner mengandung urogastrone, suatu peptida yang menghambat
sekresi asam hidroklorida di dalam lambung.
USUS BESAR
-
Panjangnya 180 cm
Terdiri dari :
Sekum berhubungan dengan ileum melalui katup ileosekal
Apendiks suatu divertikulum kecil dari sekum
Kolon mulai dari sekum dan dibagi dalam bagian ascenden, transversa dan
descenden
Rektum saluran anus
Fungsi usus besar :
Absorpsi cairan
Mensekresi mukus pelumasan menjadi lebih penting karena cairan
diabsorpsi dan feses menjadi lebih keras sehingga kemungkinan merusak
mukosa menjai lebih besar.
Pencernaan yang dilakukan oleh enzim yang ada di dalam makanan.
Pembusukan oleh bakteri yang selalu ada di dalam usus besar.
Usus besar tidak mempunyai plika dan vili
Epitel permukaan tampak lebih rata daripada yanga ada di usus kecil
Sel goblet jumlahnya lebih banyak.
Batas ileosekal
o Terjadi perubahan mendadak pada mukosa, yaitu membentuk lipatn anterior
dan posterior menjadi dua daun katup.
o Terdiri dari mukosa dan submukosa yang diperkuat oleh massa otot polos
melingkar
Apendiks
Panjangnya 25 cm
Dalam potongan melintang, lumennya sempit dan biasanya dengan batas
yang tidak teratur.
Vili tidak ada dan kelenjar intestinal jumlahnya sedikit dan panjang tidak
teratur
Epitel permukaan tersusun dari sel silindris dengan striated border dan sel
gobletnya sedikit,
Di dalam kriptus terdapat sedikit sel paneth, dan banyak sel enteroendokrin.
Apendiks seringkali sebagai tempat peradangan akut dan kronis, sehingga
sukar mendapatkan apendiks yang normal. Biasanya terdapat eosinofil dan
neutrofil dalam lamina propria dan submukosa.
Dalam jumlah banyak eosinofil dan neutrofil berturut-turut menunjukkan
adanya infeksi menahun dan infeksi akut.
Saluran
T.mukosa
L. propria
T.muskul
aris
mukosa
Duodenum
EST+
SG+mikro
vili+vilus
Kriptus
lieberkuhn
Jejunum
EST+
SG+ vilus
KL
Ileum
EST+
SG+ vilus
KL+plaque
peyeri
T.serosa
Rectum
EST+SG>
KL
T.adv
Appendix
EST+SG>
>
KL+NL
seluruh
dinding
T.serosa
plica
semisircul
ar kekringi
T.submu T.musku
kosa
laris
T.serosa /
adv
kel.
Brunner
T. adv
T.serosa
gliserida dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak dipertahankan dalam larutan sampai
mereka dapat di absorbsi oleh permukaan sel epitel.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enteriukus).
Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencernakan zat-zat
makanan sambil diabsorbsi. Enzim-enzim utama pencernaan adalah kelenjar ludah
menghasilkan amylase (ptyalin) ludah; kelenjar ludah menghasilkan pepsin dan lipase
lambung; mukosa duodenum menghasilkan enterokinase; kelenjar eksokrin pankreas
menghasilkan tripsin, kemotripsin, karbosipeptidase, nuclase, lipase pankreas; amilase
pankreas; hati menghasilkan asam empedu (bukan enzim), kelenjar usus menghasilkan
aminopeptidase, dipeptidase, maltase, lactase, sukrosa, lipase usus, nucleotidase.
Dua hormon penting dalam pengaturan usus. Lemak yang bersentuhan dengan mukosa
duodenum menyebabkan kontraksi kantong empedu yang diperantarai oleh kerja
kolesistokinin. Hasil-hasil pencemaan tak lengkap yang bersentuhan dengan mukosa
duodenum, merangsang sekresi getah pankreas yang kaya akan enzim; hal ini diperantarai
oleh kerja pankreozimin.
Parikreozimin dan kolesistokinin sekarang diduga merupakan satu hormon yang sama, yang
mempunyai efek berbeda, hurmon ini dinamakan CCK (beberapa buku teks menyebut hormon
ini CCK-PZ). Hormon ini dihasilkan oleh mukosa duodenum.
Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 g, 75% diantaranya berupa air. Sisanya
terdiri dari residu makanan yang tidak diabsorpsi, bakteri, sel epitel yang mengelupas, dan
mineral yang tidak diabsorbsi.
Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh bakteri dan bukan
karena kerja enzim. Usus besar mengsekresikan mucus alkali yang tidak mengandung enzim.
Mukus ini bekerja untuk melumasi dan melindungi mukosa.
Bakteri usus besar munsintesis vitamin K. dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri
dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat- zat yang lebih sederhana seperti peptida,
indol, skatol, fenol dan asam lemak.
Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2 dan CH4 membantu pembentukan flatus di
kolon. Beberapa subtansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorpsi dan
diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah manjadi senyawa yzng kurang toksik dan
diekskresikan melalui kemih. Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2 ,
H2 dan CH4 yang merupakan komponen flatus. Dalam sehari secara normal dihasilkan sekitar
1.000 ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia (menelan udara secara berlebihan)
dan pada peningkatan gas di dalam lumenusus, yang biasanya berkaitan dengan jenis
makanan yang dimakan. Makanan yang mudah membentuk gas seperti kacang-kacangan
mengandung banyakkarbohidrat yang tidak dapat dicerna.
Pada umumnya, pergerakan usus besar adalah lambat. Pergerakan usus besar yarg khas
adalah gerakan mengaduk haustra. Kantong-kantong atau haustra teregang dan dari waktu ke
waktu otot sirkular akan berkontrasi untuk mengosongkannya. Pergerakannya tidak progresif,
tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi
cukup waktu untuk absorbsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif;
(1) kontraksi lamban dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,
menyumbat beberapa haustra, dan
(2) penstaltik massa, merupakan kontraksi yang mengbatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakkan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian
ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan,
khususnya setelah makanan pertama masuk pada hari itu.
d. Fisiologi Defekasi
Propulsi feses ke rektum mengakibatkan distensi dinding rektum dan merangsang refleks
defekasi. Defekasi dikendalikan oleh stingier ani eksterna dan interna. Sfingter interna
dikendalikan oleh sistem saraf otonom, dan sfingter eksterna berada di bawah kontrol
volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada segmen sakralis kedua dan keempat dari medula
spinalis.
Serabut-serabut parasimpatis mencapai rektum melalui saraf splangnikus panggul dan
bertanggung jawab atas kontraksi rektum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rektum
yang mengalami distensi -berkontraksi, otot levator ani berelaksasi, sehingga menyebabkan
sudut dan anulus anorektal menghilang. Otot-otot sfingter intema dan ekstema berelaksasi
pada waktu anus tertarik atas melebihi tinggi massa feses. Defekasi dipercepat dengan adanya
peningkatan tekanan intraabdomen yang terjadi akibat kontraksi volunter otot-otot dada
dengan glotis ditutup, dan kontraksi secara terus- menerus dari otol-otot abdomen (menuver
ata'i peregangan valsava). Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot-otot sfingtcr
ekstema dan levator ani. Dinding rektum secara bertahap akan relaks, dan keinginan untuk
berdefekasi menghilang. Kelainan dari proses defekasi adalah konstipasi dan diare.
Konstipasi terjadi karena kegagalan pengosongan rektum saal terjadi peristaltik massa.
Bila defekasi tidak sempurna, rektum relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang. Air tetap
terus diabsorpsi dari massa feses, menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasi
selaniutnya lebih sukar. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang
abnormal (lebih dari 3 kali/ hari), serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 g/hari) dan
konsistensi (feses cair) hal ini biasanya dihubungkan dengan dorongan, ketidaknyamanan
perianal, inkontinensia atau kombinasi dari faktor-faklor ini. Adanya kondisi yang
menyebabkan perubahan pada sekresi usus, absorbsi mukosa atau motilitas dapat
menyebabkan diare. Diare dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu (penggantian hormone
tiroid, pelunak feses dan laksatif, antibiotik kemoterapi dan antasida), pemberian makanan
per selang, gangguan metabolik dan endokrin (diabetes, addisnn, tirotoksikosis) serta proses
infeksi virus/bakteri (disentri, shigelosis, keracunan makanan). Proses penyakit lain yang
dihubungkan dengan diare adalah gangguan nutrisi dan malabsorbsi (sindrom usus peka,
kolitis ulseratif, enteritis regional, dan penyakit seliaka) defisit sfingter anal, sindrom,
zollinger - ellison, paralitik ileus dan obstruksi usus.
1. Perlengketan :
Lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pasda jaringan
parut setelah pembedahan abdomen
2. Intusepsi :
Salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat
penyempitan lumen usus. Segmen usus tertarik kedalam segmen berikutnya oleh gerakan
peristaltik yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering terjadi pada anakaanak dimana kelenjar limfe mendorong dinding ileum kedalam dan terpijat disepanjang
bagian usus tersebut (ileocaecal) lewat coecum kedalam usus besar (colon) dan bahkan
sampai sejauh rectum dan anus.
Gbr Menunjukan bentuk normal intestin (atas warna pink) dan intestin yang
mengalami volvulus (bawah warna ungu)
Tindakan bedah, infeksi dan bahkan endometriosis sering menyebabkan peradangan
peritoneum loka atau generalisata (peritonitis). Pada penyembuhan dapat terjadi
perlekatan antara segmen usus atau dinding abdomen dan tempat operasi.
4. Hernia :
Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen atau
defek di dinding rongga peritoneum yang memungkinkan terbentukkan tonjolan
peritoneum mirip kantong yang dilapisi serosa
Faktor Predisposisi
Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang disebabakan disfungsi umum kelenjar
eksokrin pancreas. Keadaan ini menyebabakan berkurangnya enzim pancreas yang mengalir
ke lumen usus halus sehingga issi usus halus menjadi kental dan menyumbat lumen usus.
Gambaran radiologist yang ditemukan ialah pelebaran usus dan tampak bayangan udra yang
granular diantara mekonium yang kental tersebut.
Obstruksi mekanik, menurut lokalisasinya dibagi menjadi :
1. Obstruksi mekanik rendah
Obstruksi mulai dari caecum sampai anorektal. Obstruksi ini paling banyak disebabkan
oleh tumor ganas, penyebab lainnya adalah :
- Volvulus
- Scibala
- Paralise colon distal (pseudoparalise)
2. Obstruksi mekanik tinggi
Menurut letaknya dapat dibedakan menjadi :
a. Obstruksi diatas pylorus, dapat disebabkan :
- Stenosis pylorus
- Strictur
- Obstruksi oleh karena keganasan
- Bezoar
Pada obstruksi ini gejalanya yang menonjol adalah : muntah-muntah dimana
muntahannya dapat dirasakan seperti asam lambung, serangan rasa nyeri lebih sering,
distensi abdomen agak kurang.
b. Obstruksi dibawah pylorus. Obstruksi terjadi mulai dari pylorus sampai ileocaecal
junction, obstruksi ini sering ditemukan pada :
- Adhesion (perlengketan)
- Hernia interna
- Volvulus
- Gumpalan Ascaris
Pada obstruksi ini muntahannya faeculent (feces) warna kuning seperti tinja. Serangan
nyeri perut agak jarang, tetapi perut lebih distensi.
Klasifikasi
Ada dua tipe obstruksi yaitu :
1. Mekanis (Ileus Obstruktif)
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus
obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma
yang melingkari. Misalnya intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis,
obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses.
2. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami paralisis dan peristaltik
usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya
amiloidosis, distropi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan
neurologis seperti penyakit Parkinson.
Epidemiologi
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika
diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia
tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien
rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Patofisiologi
Merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang
bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan
lumen usus . hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi
pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada bagian proximal tempat
penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi) akibat peningkatan
tekanan intralumen yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Karena
sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorpsi
dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Sumbatan yang terjadi
menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah.
Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan serangan kolik
abdomen dan muntah-muntah. Muntah merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang
mengakibatkan syok hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan
asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan penurunan absorpsi
cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah
iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi
toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan
bakteriemia.
Etiologi
Penyempitan lumenPasase
usus lumen usus terganggu
Penyumbatan Intestinal
Distensi
Manifestasi klinis
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan
pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi,
maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut, disertai
kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang
jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan
menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian atas.
Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen.1,2,10
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen
dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada
sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan metallic sound dapat didengar
sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.10
1. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri
hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila
dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat
hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk
mencegah terjadinya nekrosis usus.
2. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan
biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan
adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan
nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah
lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak
terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon
terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal
akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi
hebat dan sering mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan
dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi
abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan
terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa
menunjukkan adanya strangulasi.
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002; Sabiston, 1995)
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002; Sabiston,
1995):
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang
dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa (Winslet, 2002).
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat kolik. Ia
sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus melawan obstruksi.
Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5
menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif
usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi
supraumbilikus di dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar
biasanya tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi,
motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya
berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di
keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap
dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai (Sabiston, 1995). Muntah
refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan apapun
makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum, yang
kebanyakan cairan empedu (Harrisons, 2001). Setelah ia mereda, maka muntah tergantung
atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus, maka muntah terlihat dini dalam
perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan
regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika ileus obstruktif usus besar, maka muntah
timbul lambat dan setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk
(fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri berlebihan sekunder terhadap stagnasi. Karena
panjang usus yang terisi dengan isi demikian, maka muntah tidak mendekompresi total usus
di atas obstruksi (Sabiston, 1995).
Distensi pada ileus obstruktif derajatnya tergantung kepada lokasi obsruksi dan makin
membesar bila semakin ke distal lokasinya. Gerkakan peristaltik terkadang dapat dilihat.
Gejala ini terlambat pada ileus obstruktif usus besar dan bisa minimal atau absen pada
keadaan oklusi pembuluh darah mesenterikus (Sabiston, 1995).
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut ( dimana feses dan gas
tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang bisa keluar) (Winslet, 2002).
Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per rektum juga suatu gambaran khas ileus
obstruktif. Tetapi setelah timbul obstruksi, usus distal terhadap titik ini harus
mengeluarkan isinya sebelum terlihat obstipasi. Sehingga dalam ileus obstruktif usus halus,
usus dalam panjang bermakna dibiarkan tanpa terancam di usus besar. Lewatnya isi usus
dalam bagian usus besar ini memerlukan waktu, sehingga mungkin tidak ada obstipasi,
selama beberapa hari. Sebaliknya, jika ileus obstruktif usus besar, maka obstipasi akan
terlihat lebih dini. Dalam ileus obstuksi sebagian, diare merupakan gejala yang
ditampilkan pengganti obstipasi (Sabiston, 1995).
Dehidarasi umumnya terjadi pada ileus obstruktif usus halus yang disebabkan muntah
yang berulang-ulang dan pengendapan cairan. Hal ini menyebabkan kulit kering dan
lidah kering, pengisian aliran vena yang jelek dan mata gantung dengan oliguria. Nilai BUN
dan hematokrit meningkat memberikan gambaran polisitemia sekunder (Winslet, 2002).
Hipokalemia bukan merupakan gejala yang sering pada ileus obstruktif sederhana.
Peningkatan nilai potasium, amilase atau laktat dehidrogenase di dalam serum dapat
sebagai pertanda strangulasi, begitu juga leukositosis atau leukopenia (Winslet, 2002).
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunaklan sebagai petanda (Winslet, 2002) :
1. Mulainya terjadi iskemia
2. Perforasi usus
3. Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen yang terlokalisir
menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi. Perkembangan peritonitis
menandakan infark atau perforasi (Winslet, 2002).
Sangat penting untuk membedakan antara ileus obstruktif dengan strangulasi dengan
tanpa strangulasi, karena termasuk operasi emergensi. Penegakan diagnosa hanya
tergantung gejala kilnis. Sebagai catatan perlu diperhatikan (Winslet, 2002):
1. Kehadiran syok menandakan iskemia yang sedang berlansung
2. Pada strangulasi yang mengancam, nyeri tidak pernah hilang total
3. Gejala-gejala biasanya muncul secara mendadak dan selalu berulang
4. Kemunculan dan adanya gejala nyeri tekan lokal merupakan tanda yang sangat
penting, tetapi, nyeri tekan yang tidak jelas memerlukan penilaian rutin. Pada ileus
obstruktif tanpa strangulasi kemungkinan bisa terdapat area dengan nyeri tekan lokal
pada tempat yang mengalami obstruksi; pada srangulasi selalu ada nyeri tekan lokal
yang berhubungan dengan kekakuan abdomen..
5. Nyeri tekan umum dan kehadiran kekakuan abdomen/rebound
menandakan perlunya laparotomy segera.
tenderness
6. Pada kasus ileus obstruktif dimana nyeri tetap asa walaupun telah diterapi
konservatif, walaupun tanpa gejala-gejala di atas, strangulasi tetap harus didiagnosa.
7. Ketika srangulasi muncul pada hernia eksternal dimana benjolan tegang, lunak,
ireponibel, tidak hanya membesar karena reflek batuk dan benjolan semakin
membesar.
Pada ileus obstruksi usus besar juga menimbulkan sakit kolik abdomen yang sama
kualitasnya dengan sakit ileus obstruktif usus halus, tetapi intensitasnya lebih rendah.
Keluhan rasa sakit kadang-kadang tidak ada pada penderita lanjut usia yang pandai
menahan nafsu. Muntah-muntah terjadi lambat, khususnya bila katup ileocaecal
kompeten. Muntah-muntah fekulen paradoks sangat jarang. Riwayat perubahan kebiasaan
berdefekasi dan darah dalam feses yang baru terjadi sering terjadi karena karsinoma
dan divertikulitis adalah penyebab yang paling sering. Konstipasi menjadi progresif, dan
obstipasi dengan ketidakmapuan mengeluarkan gas terjadi. Gejala-gejala akut dapat timbul
setelah satu minggu
DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada
anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan
penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya
atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004; Sabara, 2007). Pada ileus obstruksi
usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruksi usus besar
kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruksi usus halus berwarna
kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama (Anonym, 2007)
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan
turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya
distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat
gerakan peristaltik usus (Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi dengan mulainya
nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defance musculair involunter atau rebound dan
pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
3. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun
parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau
ileus obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rektum dan
pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses
di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif usus halus. Jika darah
makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka sangat
mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi intrinsik di dalam usus
(Sabiston, 1995). Apabila isi rektum menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym,
2007).
4. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonfirmasi diagnosis ileus
obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat.
Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada
film tegak sangat menggambarkan ileus obstruksi sebagai diagnosis. Dalam ileus
obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam
kolon merupakan satu-satunya gambaran penting (Sabiston, 1995). Penggunaan
kontras
dikontraindikasikan
adanya perforasi-peritonitis.
Barium
enema
diindikasikan untuk invaginasi, dan endoskopi disarankan pada kecurigaan volvulus
(Anoym, 2007).
5. Laboratorium
Leukositosis, dengan pergeseran ke kiri, biasanya terjadi bila terdapat
Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis akut dan
pankreatitis akut. Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip dengan pankreatitis
akut, enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular mesenterika yang berhubungan dengan
trombosis vena. Ileus obstruksi harus dibedakan dengan ileus paralitik.
Neoplasma
Operasi berupa pengangkatan tumor. Pada tumor jinak pasase usus harus dipulihkan
kembali, sedangkan pada tumor ganas sedapat mungkin dilakukan reseksi radikal.
Askariasis
Jika terdapat obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil dapat
dilakukan operasi dengan jalan enterotomi untuk mengeluarkan cacing, tapi apabila usus
sudah robek, atau mengalami ganggren dilakukan reseksi bagian usus yang bersangkutan.
Carsinoma Colon
Operasi dengan jalan reseksi luas pada lesi dan limfatik regionalnya. Apabila obstruksi
mekanik jelas terjadi, maka diperlukan persiapan Colostomi atau Sekostomi.
Divertikel
Reseksi bagian colon yang mengandung divertikel dapat dikerjakan secara elektif setelah
divertikulitis menyembuh. Dapat dianjurkan untuk menempatkan colostomy serendah
mungkin, lebih disukai dalam colon desendens, atau colon sigmoideum. Untuk
memungkinkan evaluasi melalui colostomy dan mencegah peradangan lebih lanjut pada
tempat abses.
Reseksi sigmoid biasanya dilakukan dengan cara Hartman dengan colostomy sementara.
Cara ini, dipilih untuk menghindari resiko tinggi gangguan penyembuhan luka
anastomosis yang dibuat primer dilingkungan radang. Prosedur Hartman jauh lebih aman
karena anastomosis baru dikerjakan setelah rongga perut dan lapangan bedah bebas
kontaminasi dan radang.
Volvulus
Pada volvulus sekum dilakukan tindakan operatif yaitu melepaskan volvulus yang
terpelintir dengan melakukan dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek
fiksasi terhadap sekum dengan cara adhesi. Jika sekum dapat hidup dan tidak terdistensi
tegang, maka detorsi dan fiksasi sekum di qudran bawah bisa dicapai.
Pada volvulus sigmoid jika tidak terdapat strangulasi, dapat dilakukan reposisi
sigmoidoskopi. Cara ini sering meniadakan volvulus dini yang diikuti oleh keluarnya
flatus. Reposisi sigmoidodkopi yang berhasil pada volvulus dapat dicapai sekitar 80%
pasien. Jika strangulasi ditemukan saat laparatomi, maka reseksi gelung sigmoideum yang
gangrenous yang disertai dengan colostomi double barrel atau coloctomi ujung bersama
penutup tunggal rectum (kantong Hartman) harus dilakukan.
Intusussepsi
Sebelum dilakukan tindakan operasi, dilakukan terlebih dahulu dengan reduksi barium
enema, jika tidak ada tanda obstruksi lanjut atau perforasi usus halus.
Bila reduksi dengan enema tidak dapat dilaksanakan maka dilakukan operasi berupa
eksplorai abdomen melalui suatu insisi transversal pada quadran kanan bawah.
Intusussepsi tersebut kemudian direduksi dengan kompressi retrograde dari intusussepsi
secara hati-hati. Reseksi usus diindikasikan bila usus tersebut tidak dapat direduksi atau
usus tersebut ganggren.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis serta
tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak
dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk
mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab
ileus obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan (Sabiston, 1995;
Sabara, 2007) Dekompresi pipa bagi traktus gastrointestinal diindikasikan untuk duaalasan
1. Untuk dekompres lambung sehingga memperkecil kesempatan aspirasi isi usus.
2. Membatasi masuknya udara yang ditelan ke dalam saluran pencernaan,sehingga
mengurangi distensi usus yang bisa menyebabkan peningkatan tekanan intralumen
dan kemungkinan ancaman vaskular.
Pipa yang digunakan untuk tujuan demikian dibagi dalam dua kelompok (Sabiston, 1995) :
1. Pendek, hanya untuk lambung.
2. Panjang, untuk intubasi keseluruhan usus halus.
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan
keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatom
Pemberian antibiotika spektrum lebar di dalam gelung usus yang terkena obstruksi
strangulasi terbukti meningkatkan kelangsungan hidup. Tetapi, karena tidak selalu mudah
membedakan antara ileus obstruksi strangulata dan sederhana, maka antibiotika harus
diberikan pada semua pasien ileus obstruksi (Sabiston,1995) Operasi dapat dilakukan bila
sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang
paling sering dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan
bila (Sabara, 2007) :
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan NGT,
infus, oksigen dan kateter)
Tindakan yang terlibat dalam terapi bedahnya masuk kedalam beberapa kategori mencakup
1. Lisis pita lekat atau reposisi hernia
2. Pintas usus
3. Reseksi dengan anastomosis
4. Diversi stoma dengan atau tanap resksi.
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit. Kita
harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu
diingat bahwa pasca bedah usus pasien masih dalam keadaan paralitik
Prognosis
Obstruksi yang tak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 5%.
Kebanyakan yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia. Obstruksi yang disertai
dengan strangulasi mempunyai angka kematian 8%. Kalau operasi dilakukan dalam jangka
waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala yang bersangkutan.
Komplikasi
Peritonitis septikemia
Syok hipovolemia
Perforasi usus
ganguan elektrolit
pnemonia aspirasi dari proses muntah
sepsis
nekrosis usus
perfusi usus
3. Memahami dan menjelaskan ajaran Islam mengenai tindakan bedah dan operasi
Terkadang seorang muslim diuji oleh Allah dengan suatu penyakit, dia ingin sembuh dari
penyakit tersebut, dia mengetahui bahwa berobat dianjurkan, akan tetapi penyakit di
mana dia diuji oleh Allah dengannya, jalan menuju kepada kesembuhannya menurut para
dokter adalah operasi. Pertanyaannya bagaimana pandangan syariat terhadap operasi
medis yang umumnya adalah tindakan pembedahan?
Dalil-dalil dari al-Qur`an dan sunnah menetapkan dibolehkannya operasi medis
dengan syarat-syaratnya, dan bahwa tidak ada dosa atas seorang muslim melakukannya untuk
meraih kesembuhan dari penyakit yang Allah ujikan kepadanya dengan izin Allah.
Adapun dalil-dalil tersebut maka ia sebagai berikut:
Firman Allah, Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolaholah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. (Al-Maidah: 32). Dalam ayat ini
Allah memuji orang yang berusaha menghidupkan dan menyelamatkan jiwa dari kematian
dan sudah dimaklumi bahwa dalam banyak kasus operasi medis menjadi sebab
terselamatkannya jiwa dari kematian yang hampir dipastikan.
Tidak sedikit penyakit di mana kesembuhannya tergantung setelah Allah kepada
operasi medis, tanpa operasi penyakit penderita akan memburuk dan membahayakannya, jika
tim medis melakukannya dan penderita sembuh dengan izin Allah berarti mereka telah
menyelamatkannya. Tanpa ragu ini termasuk perbuatan yang dipuji oleh ayat di atas. Adapun
dari sunnah maka ada beberapa hadits yang bisa dijadikan pijakan dalam menetapkan
dibolehkannya operasi medis, di antaranya:
1. Hadits hijamah (berbekam)
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw berbekam di kepalanya. (HR. Al-Bukhari). Dari Jabir
bahwa dia menjenguk orang sakit. Dia berkata, Aku tidak meninggalkan tempat ini
sebelum kamu berbekam karena aku mendengar Rasulullah saw bersabda, Padanya
terdapat kesembuhan. (HR. Al-Bukhari). Hadits tersebut menetapkannya disyariatkannya
hijamah dan sudah dimaklumi bahwa hijamah dilakukan dengan membedah atau menyayat
tempat
tertentu pada tubuh untuk menyedot darah kotor dan membuangnya. Jadi
disyariatkannya hijamah merupakan dasar dibolehkannya membedah tubuh untuk membuang
penyakit atau penyebab penyakit.
2. Hadits Jabir bin Abdullah
Jabir bin Abdullah berkata, Rasulullah SAW mengirim seorang tabib kepada Ubay bin Kaab
maka tabib tersebut memotong pembuluh darahnya dan menempelnya dengan besi panas.
(HR. Muslim). Dalam hadits ini Nabi SAW menyetujui apa yang dilakukan oleh
tabib tersebut terhadap Ubay bin Kaab, dan apa yang dilakukan oleh tabib tersebut adalah
salah satu bentuk operasi medis yaitu pemotongan terhadap anggota tertentu. Kemudian dari
sisi pertimbangan kebutuhan penderita kepada operasi yang tidak lepas dari dua
kemungkinan yaitu menyelamatkan hidup dan menjaga kesehatan, pertimbangan yang
dalam kondisi tertentu bisa mencapai tingkat dharurat maka tidak ada alasan yang rajih
menolak operasi medis.
Syariat Islam tidak melarang operasi medis secara mutlak dan tidak membolehkan secara
mutlak, syariat meletakkan larangan pada tempatnya dan pembolehan pada
tempatnya, masing-masing diberi hak dan kadarnya. Jika operasi medis memenuhi syaratsyarat yang diletakkan syariat maka dibolehkan karena dalam kondisi ini target yang
diharapkan yaitu kesembuhan dengan izin Allah bisa diwujudkan, sebaliknya jika tim medis
berpandangan bahwa operasi tidak bermanfaat, tidak mewujudkan sasarannya atau justru
menambah penderitaan penderita maka dalam kondisi ini syariat melarangnya.
Inilah syarat-syarat dibolehkannya operasi medis yang diletakkan oleh fuqaha Islam dalam
buku-buku mereka, syarat-syarat ini diambil dari dasar-dasar kaidah syariat.
1) Hendaknya operasi medis disyariatkan.
2) Hendaknya penderita membutuhkannya.
3) Hendaknya penderita mengizinkan.
4) Hendaknya tim medis menguasai.
5) Hendaknya peluang keberhasilan lebih besar.
6) Hendaknya tidak ada cara lain yang lebih minim mudharatnya.
7) Hendaknya operasi medis berakibat baik.
8) Hendaknya operasi tidak berakibat lebih buruk daripada penyakit penderita.