PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Derajat kesehatan penduduk merupakan salah satu indikator kualitas sumber daya
manusia. Pencapaian kualitas sumber daya manusia sejak dini sangat berhubungan dengan proses
kehamilan, persalinan, maupun masa nifas.1
Salah satu tantangan dalam mencapai derajat kesehatan masyarakat adalah masih
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.2 AKI merupakan salah satu parameter
kemampuan suatu negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. 3
Tingginya
angka
kematian
ibu
disebabkan
oleh
trias
klasik,
yaitu
perdarahan,
preeklamsia/eklamsia, dan infeksi yang merupakan penyebab kematian obstetrik secara langsung
dimana penyebab yang paling banyak adalah perdarahan.4
Kasus perdarahan sebagai sebab utama kematian maternal dapat terjadi pada masa
kehamilan, persalinan, dan pada masa nifas.5 Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap
sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada masa kehamilan muda disebut keguguran
atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara
kehamilan muda dan kehamilan tua adalah 28 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di
luar uterus.6 Penyebab perdarahan antepartum antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan
perdarahan yang belum jelas sumbernya.6,7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu. 6,8
Karena perdarahan antepartum terjadi pada kehamilan di atas 28 minggu maka sering disebut
atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga.9
Walaupun perdarahannya sering dikatakan terjadi pada trimester ketiga, akan tetapi tidak
jarang juga terjadi sebelum kehamilan 28 minggu karena sejak itu segmen bawah uterus telah
terbentuk dan mulai melebar serta menipis. Dengan bertambah tuanya kehamilan, segmen bawah
uterus akan lebih melebar lagi, dan serviks mulai membuka. Apabila plasenta tumbuh pada
segmen bawah uterus, pelebaran segmen bawah uterus dan pembukaan serviks tidak dapat
diikuti oleh plasenta yang melekat di situ tanpa terlepasnya sebagian plasenta dari dinding uterus.
Pada saat itu mulailah terjadi perdarahan.6
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Hal
ini disebabkan perdarahan yang bersumber pada kelainan plasenta biasanya lebih banyak,
sehingga dapat mengganggu sirkulasi O2 dan CO2 serta nutrisi dari ibu kepada janin. Sedangkan
perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta seperti kelainan serviks biasanya relatif
tidak berbahaya. Oleh karena itu, pada setiap perdarahan antepartum pertama-tama harus selalu
dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.5,6
2
2.2. Klasifikasi
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara klinis
biasanya tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan solusio plasenta.
Oleh karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut :6
2.2.1. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
(ostium uteri internum).6,9,10
Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar hubungannya dengan ostium uteri internum
pada waktu diadakan pemeriksaan. Dalam hal ini dikenal empat macam plasenta previa, yaitu :
a. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum)
tertutup oleh plasenta.
b. Plasenta previa lateralis, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium uteri internum)
tertutup oleh plasenta.
c. Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan
jalan lahir (ostium uteri internal).
d. Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi pada segmen bawah uterus,
akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kirakira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak akan teraba pada pembukaan
jalan lahir.11,12
3
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan jalan lahir.
Misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa
lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm dapat
menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan macamnya plasenta previa harus
disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis
pada pembukaan 5 cm.10
dalam keadaan gawat, tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan dapat berlangsung
cepat sekitar 2 jam.
Perdarahan yang terjadi segera setelah ketuban pecah, karena pecahnya pembuluh darah
yang berasal dari insersio vilamentosa (keadaan tali pusat berinsersi dalam
ketuban).11,15
2.3. Epidemiologi
2.3.1. Distribusi Frekuensi
Perdarahan antepartum terjadi kira-kira 3% dari semua persalinan, yang terdiri dari
plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya.16
Seperti yang dikutip oleh D.Anurogo, Insidence Rate (IR) plasenta previa di Amerika
Serikat terjadi pada 0,3-0,5% dari semua kelahiran.17 Menurut FG Cuningham di Amerika
Serikat (1994) ditemukan IR perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa 0,3%
atau 1 dari setiap 260 persalinan.18 Di Indonesia, plasenta previa terjadi pada kira-kira 1 diantara
200 persalinan (IR 0,5%).19 Perdarahan antepartum yang diakibatkan solusio plasenta di
Indonesia terjadi kira-kira 1 diantara 50 persalinan (IR 2%).6
b. Pendidikan
Ibu yang mempunyai pendidikan relatif tinggi, cenderung memperhatikan kesehatannya
dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah. Dengan pendidikan yang tinggi,
diharapkan ibu mempunyai pengetahuan dan mempunyai kesadaran mengantisipasi kesulitan
dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga timbul dorongan untuk melakukan pengawasan
kehamilan secara berkala dan teratur.20
c. Paritas
Paritas dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu11,21 :
1) nullipara, yaitu golongan ibu yang belum pernah melahirkan.
2) primipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 1 kali.
3) multipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali.
4) grandemultipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 5 kali.
Frekuensi
perdarahan
antepartum
meningkat
dengan
bertambahnya
paritas.8,22
Perdarahan antepartum lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi. Wanita dengan
paritas persalinan empat atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena dibandingkan dengan
paritas yang lebih rendah.8,16
Pada paritas yang tinggi kejadian perdarahan antepartum semakin besar karena
endometrium belum sempat sembuh terutama jika jarak antara kehamilan pendek. Selain itu
kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali direnggangkan,
kehamilan cenderung menimbulkan kelainan letak atau kelainan pertumbuhan plasenta.
Akibatnya terjadi persalinan yang disertai perdarahan yang sangat berbahaya seperti plasenta
previa dan solusio plasenta.8
sedang dialami. Hal ini dapat berupa keguguran, bekas persalinan berulang dengan jarak pendek,
bekas operasi (seksio cesarea) atau bekas kuretase.9
Pasien dengan plasenta previa menghadapi 4-8% resiko terkena plasenta previa pada
kehamilan berikutnya. Kejadian solusio plasenta juga meningkat di kalangan mereka yang
pernah menderita solusio plasenta (rekurensi). Setiap pasien dengan riwayat solusio plasenta
harus dipertimbangkan mempunyai resiko pada setiap kehamilan berikutnya.19
e. Kadar Hb
Pada kehamilan anemia relatif terjadi karena volume darah dalam kehamilan bertambah
secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Volume darah tersebut
mulai bertambah jelas pada minggu ke-16 dan mencapai puncaknya pada minggu ke-32 sampai
ke-34 yaitu kira-kira 25%. Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan,
tetapi penambahan volume plasma jauh lebih besar sehingga konsentrasi haemoglobin dalam
darah menjadi lebih rendah.6
Menurut WHO ( 1979 ) kejadian anemia ibu hamil berkis ar antara 20% sampai 89%
dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. 6 Ibu hamil yang menderita anemia lebih peka
terhadap infeksi dan lebih kecil kemungkinan untuk selamat dari perdarahan atau penyakit lain
yang timbul selama hamil dan melahirkan. Saat ibu mengalami perdarahan banyak, peredaran
9
darah ke plasenta menurun. Hal ini menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah janin
berkurang yang pada akhirnya menyebabkan hipoksia janin.23
f. Tekanan darah
Hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan atau yang kronik tidak jarang ditemukan
pada wanita hamil. Hipertensi pada kehamilan adalah apabila tekanan darahnya antara 140/90
mmHg sampai 160/100 mmHg. Hipertensi dalam kehamilan merupakan komplikasi kehamilan
sebagai salah satu trias klasik yang merupakan penyebab kematian ibu. Selain itu, pasien dengan
penyakit hipertensi kehamilan memiliki resiko pelepasan plasenta prematur.24
2.5. Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama sekali harus dicurigai bahwa hal itu
bersumber dari kelainan plasenta, dengan penyebab utama yaitu plasenta previa dan solusio
plasenta sampai ternyata dugaan itu salah. Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala
klinis dan beberapa pemeriksaan6:
2.5.1. Anamnesis
11
Plasenta Previa
a. Perdarahan pervaginam yang tanpa nyeri.
b. Warna darah merah terang.
Solusio Plasenta
a. Perdarahan pervaginam disertai sakit terus-menerus.
b. Warna darah merah gelap disertai bekuan-bekuan darah.9
2.5.2. Inspeksi
a. Perdarahan yang keluar pervaginam.
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemia.
Solusio Plasenta
a. TFU tambah naik karena terbentuknya hematoma retroplasenter.
b. Uterus teraba tegang dan nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
c. Bagian janin susah diraba karena uterus tegang.9
13
Untuk menegakkan diagnosa yang tepat maka dilakukan pemeriksaan dalam yang secara
langsung meraba plasenta. Pemeriksaan dalam harus dilakukan di atas meja operasi dan siap
untuk segera mengambil tindakan operasi persalinan atau hanya memecahkan ketuban.6
2.6. Pencegahan
2.6.1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya untuk mempertahankan kondisi orang sehat agar tetap sehat
atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pengawasan antenatal memegang peranan yang
sangat penting untuk mengetahui dan mencegah kasus-kasus dengan perdarahan antepartum.
Beberapa pemeriksaan dan perhatian yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal yang
dapat mengurangi kesulitan yang mungkin terjadi ialah pemeriksaan kehamilan, pengobatan
anemia kehamilan, menganjurkan ibu untuk bersalin di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan
lainnya, memperhatikan kemungkinan adanya kelainan plasenta dan mencegah serta mengobati
penyakit hipertensi menahun dan preeklamsia.6
Program kesehatan ibu di Indonesia menganjurkan agar ibu hamil memeriksakan
kehamilannya paling sedikit 4 kali, dengan jadwal 1 kunjungan pada trimester pertama, 1
kunjungan pada trimester kedua, dan 2 kunjungan pada trimester ketiga. Tetapi apabila ada
keluhan, sebaiknya petugas kesehatan memberikan penerangan tentang cara menjaga diri agar
tetap sehat dalam masa hamil. Perlu juga memberikan penerangan tentang pengaturan jarak
kehamilan, serta cara mengenali tanda-tanda bahaya kehamilan seperti : nyeri perut, perdarahan
dalam kehamilan, odema, sakit kepala terus-menerus, dan sebagainya.24
14
Para ibu yang menderita anemia dalam kehamilan akan sangat rentan terhadap infeksi dan
perdarahan. Kematian ibu karena perdarahan juga lebih sering terjadi pada para ibu yang
menderita anemia kehamilan sebelumnya. Anemia dalam kehamilan, yang pada umumnya
disebabkan oleh defisiensi besi, dapat dengan mudah diobati dengan jalan memberikan preparat
besi selama kehamilan. Oleh karena itu, pengobatan anemia dalam kehamilan tidak boleh
diabaikan untuk mencegah kematian ibu apabila nantinya mengalami perdarahan.
Walaupun rumah sakit yang terdekat letaknya jauh, para ibu hamil yang dicurigai akan
mengalami perdarahan antepartum hendaknya diusahakan sedapat mungkin untuk mengawasi
kehamilannya dan bersalin di rumah sakit tersebut.
Untuk kehamilan dengan letak janin yang melintang dan sukar diperbaiki atau bagian
terbawah janin belum masuk pintu atas panggul pada minggu-minggu terakhir kehamilan, dapat
juga dicurigai kemungkinan adanya plasenta previa.
Preeklamsia dan hipertensi menahun sering kali dihubungkan dengan terjadinya solusio
plasenta. Apabila hal ini benar, diperlukan pencegahan dan pengobatan secara seksama untuk
mengurangi kejadian solusio plasenta.6
Jangan melakukan pemeriksaan dalam di rumah atau di tempat yang tidak memungkinkan
tindakan operatif segera, karena pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan.
Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk menghentikan
perdarahan, tetapi akan menambah perdarahan karena sentuhan pada serviks sewaktu
pemasangannya.
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah
menyebabkan kematian, asalkan sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Biasanya
masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit sebelum terjadi
perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak daripada sebelumnya.
Ketika penderita belum jatuh ke dalam syok, infus cairan intravena harus segera dipasang
dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infus ke dalam pembuluh
darah sebelum syok akan jauh lebih memudahkan transfusi darah apabila sewaktu-waktu
diperlukan.
Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera dilakukan,
walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah penderita untuk
pemeriksaan golongan darahnya dan pemeriksaan kecocokan dengan darah donornya harus
segera dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan seperti itu mungkin terpaksa ditunda
karena tidak sempat dilakukan sehingga terpaksa langsung mentransfusikan darah yang
golongannya sama dengan golongan darah penderita, atau mentransfusikan darah golongan O
rhesus positif, dengan penuh kesadaran akan segala bahayanya.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan,
banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan dan
diagnosis yang ditegakkan.6
16
Apabila pemeriksaan baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartum, kehamilan
belum cukup 37 minggu, atau berat janin masih dibawah 2500 gram, maka kehamilan dapat
dipertahankan dan persalinan ditunda sampai janin dapat hidup di luar kandungan dengan lebih
baik lagi. Tindakan medis pada pasien dilakukan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan
seperti spasmolitika, progestin, atau progesteron.9
Sebaliknya jika perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung dapat
membahayakan ibu dan/atau janinnya, kehamilan juga telah mencapai 37 minggu, taksiran berat
janin telah mencapai 2500 gram, atau persalinan telah mulai, maka tindakan medis secara aktif
yaitu dengan tindakan persalinan segera harus ditempuh. Tindakan persalinan dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu persalinan pervaginam dan persalinan perabdominam dengan seksio
cesarea.6,9,10
Pada plasenta previa, persalinan pervaginam dapat dilakukan pada plasenta letak rendah,
plasenta marginalis, atau plasenta previa lateralis anterior (janin dalam presentasi kepala).
Sedangkan persalinan perabdominam dengan seksio cesarea dilakukan pada plasenta previa
totalis, plasenta previa lateralis posterior, dan plasenta letak rendah dengan janin letak sungsang.
Pada solusio plasenta, dapat dilakukan persalinan perabdominam jika pembukaan belum
lengkap. Jika pembukaan telah lengkap dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan
amniotomi (pemecahan selaput ketuban), namun bila dalam 6 jam belum lahir dilakukan seksio
cesarea.9
17
Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian
plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio
cesarea bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan demikian
memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dan untuk
menghindari perlukaan serviks dari segmen bawah uterus yang rapuh.6
BAB III
PENUTUP
Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu.
Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan plasenta. Perdarahan
antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak terlalu
sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan solusio plasenta.
18
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
(ostium uteri internum).
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas
dari perlekatannya sebelum janin lahir.
Pengawasan antenatal memegang peranan yang sangat penting untuk mengetahui dan
mencegah kasus-kasus dengan perdarahan antepartum. Beberapa pemeriksaan dan perhatian
yang biasa dilakukan pada pengawasan antenatal yang dapat mengurangi kesulitan yang
mungkin terjadi ialah pemeriksaan kehamilan, pengobatan anemia kehamilan, menganjurkan ibu
untuk bersalin di rumah sakit atau di fasilitas kesehatan lainnya, memperhatikan kemungkinan
adanya kelainan plasenta dan mencegah serta mengobati penyakit hipertensi menahun dan
preeklamsia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinkes Propinsi Sumatera Utara, 2004. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun
2005. Medan.
2. 2. Djaja, S., 2005. The Determinant of Maternal Morbidity in Indonesian.WHO South
East Asia New Region vol 4 number 1 and 2. New Delhi.
3. 3. Manuaba, IBG., 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Penerbit Arcan,
Jakarta.
19
4. Royston, E.,dkk., 1994. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Penerbit Bina Rupa Aksara,
Jakarta.
5. Tarigan, D., 1994. Perdarahan Selama Kehamilan. Bagian Anatomi FK USU, Medan.
6. Winkjosastro, H., 1999. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga cetakan V. Penerbit Yayasan Bina
Pustaka, Jakarta.
7. Wardana, A., dan
Karkata,
K.,
2008.
Faktor
Resiko
Plasenta
Previa.
D.,
2008.
Tips
Praktis
Mengenali
Plasenta
Previa.
21