Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia hipokrom mikrositer merupakanh anemia yang didapatkan dengan
nilai indeks entritnya kurang dari normal yaitu MCV <80, MCH < 26, MCHC
<32 sebagian besar anemia hipokrom mikrositer ini sering ditemukan pada
keadaan anemia defisiensi besi.1
Risiko Anemia defisiensi besi pada ibu hamil lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita tidak hamil, penyebabnya adalah pada ibu hamil diperlukan
kebutuhan zat besi yang meningkat. Komplikasi Anemia defisiensi besi pada ibu
baik dalam kehamilan, persalinan dan nifas yaitu dapat mengakibatkan abortus,
partus prematurus, partus lama, perdarahan post partum karena atonia uteri,
infeksi intra partum maupun post partum. Anemia berat dengan Hb kurang 7 gr %
dapat mengakibatkan dekompensatio cordis. Sedangkan komplikasi dapat terjadi
pada hasil konsepsi yaitu kematian mudigah, kematian perinatal, prematuritas,
cacat bawaan dan cadangan zat besi kurang.2
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2010 kejadian Defisiensi
Besi pada ibu hamil sekitar 35-37%, serta semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan usia kehmilan. Anemia defisiensi besi cenderung lebih tinggi di
negara sedang berkembang dari pada Negara maju, kejadian Anemia defisiensi
besi dinegara berkembang sebesar 36% di negara yang sedang berkembang
menderita Anemia defisiensi besi, sedangkan di negara maju hanya sekitar 8%.3
1

Data Badan penelitian dan pengembangan Kemenkes RI tahun 2010 AKI di


Indonesia berada pada angka 226 dengan target 118 pada tahun 2014. Salah satu
faktor utama kematian ibu melahirkan adalah perdarahan, sebesar 43% dari angka
kematian akibat perdarahan disebabkan oleh kejadian Anemia Defisiensi Besi
dalam kehamilan. Anemia defisiensi zat besi diperkirakan sebesar 25-40% dialami
remaja putri, hal ini berkaitan dengan siklus menstruasi, kebiasaan makan cepat
saji dan kurangnya asupan zat besi.4
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2011, angka
kejadian Anemia defisiensi besi pada ibu hamil di Provinsi Lampung sebesar
1.702 orang (21,1%) dan meningkat ditahun 2012 menjadi sebesar 1.944 orang
(27,5%). Prevalensi derajat kejadian Anemia Defisiensi Besi dalam kehamilan di
Propinsi Lampung Anemia ringan sebesar 40,32%, Anemia sedang 36,6% dan
Anemia berat sebanyak 3,32%.5
Salah satu cara menegakkan diagnosa Anemia Defisiensi Besi adalah
pemeriksaan darah, akan tetapi terkadang penderita thalassemia terutama yang
ringan (Thalassemia beta trait) sering salah terdiagnosa sebagai Anemia
Defisiensi Besi. Hal ini dikarenakan gejala yang dialami penderita dan gambaran
laboratorium terutama hapusan darah yang hampir sama. Gambaran hapusan
darah tepi berupa hipokrom mikrositer dapat ditemukan pada keadaan Defisiensi
Besi ataupun thallasemia. Untuk meminimalisir kesalahan tersebut perlu dihitung
berapakah Mentzer Indexnya. Didapat dari pembagian MCV dengan jumlah
eritrosit (MCV/RBC), apabila hasilnya >13 berarti Anemia defisiensi Fe,
sedangkan bila <13 berarti thalassemia beta trait.6

Berdasarkan pada latar belakang diatas maka peneliti tertarik melakukan


penelitian tentang kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi
eritrosit pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di
Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: apakah terdapat
kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien
Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi
Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.?.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahui kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada
pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi
Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahui distribusi frekuensi Indeks Mentzer pada pasien Anemia Hipokrom
Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul
Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.

2. Diketahui distribusi frekuensi gambaran morfologi eritrosit pada pasien


Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi Klinik
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi institusi Malahayati.
Sebagai bahan referensi dan kepustakaan khususnya bagi Mahasiswa Kedokteran
Universitas Malahayati tentang kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran
morfologi eritrosit pada pasien Anemia hipokrom mikrositer.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi klinisi di laboratorium Patologi
Klinik RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tentang kesesuaian Indeks
Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia Hipokrom
Mikrositer sehingga diagnosa Anemia Hipokrom Mikrositer didapat secara akurat.
1.4.3 Bagi Peneliti
Sebagai informasi untuk menambah wawasan dan informasi tentang kesesuaian
Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia
Hipokrom Mikrositer serta aplikasi ilmu metodelogi penelitian.
1.4.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai data awal untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kesesuaian
Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia
hipokrom mikrositer.

1.5 Ruang Lingkup


Jenis penelitian adalah kuantitatif, desain penelitian deskriptif. Subyek dalam
penelitian ini adalah pasien Anemia Defisiensi Besi, objek penelitian adalah
kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien
Anemia hipokrom mikrositer, lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium
Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung pada bulan
Januari 2014.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia
2.1.1 Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan tubuh yang ditandai defisiensi jumlah sel darah
merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah berada di bawah normal
sehingga tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan
tubuh.7
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar hemoglobin darah, nilai
normal dapat bervariasi antar laboratorium kadar hmoglobin biasanya kurang dari
13,5 gr / dl pada pria dewasa dan kurang dari 11,5 gr / dl pada wanita dewasa.8
2.1.2

Kriteria Anemia
Parameter yang umum dipakai untuk menunjukkan penurunan masa eritrosit

adalah kadar hemoglobin, hematokrit dan hitung eritrosit. Ketiga parameter ini
saling bersesuaian. Harga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik
tergantung pada umur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat
tinggal. Oleh karena itu perlu ditentukan titik pemilah (Cut off point) di bawah
kadar mana kita anggap terdapat Anemia. WHO menetapkan cut off point Anemia
untuk keperluan penelitian lapangan seperti terlihat pada tabel berikut :9

6
Tabel 2.1

Klasifikasi Anemia Menurut WHO


Kelompok
Laki-laki dewasa
Perempuan dewasa tidak hamil
Perempuan hamil
Anak umur 6-14 tahun

Kriteria Anemia ( Hb )
Hemoglobin < 13 g/dl
Hemoglobin < 12 g/dl
Hemoglobin < 11 g/dl
Hemoglobin < 12 g/dl

Sumber:

2.1.3 Etiologi Anemia


Berdasarkan morfologi disebutkan bahwa anemia merupakan suatu kumpulan
gejala yang disebabkan oleh bermacam-macam penyebab. Pada dasarnya Anemia
disebabkan oleh sebagai berikut:10
a. Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang belakang.
b. Kehilangan zat besi yang berlebihan pada pendarahan termasuk haid yang
berlebihan, sering melahirkan dengan jarak yang dekat.
c. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya.
d. Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat.
e. Kurangnya mengkonsumsi makanan kaya zat besi, terutama yang berasal dari
sumber hewani yang mudah diserap.
2.1.4 Tanda dan Gejala Umum Anemia
Gejala umum Anemia disebut sebagai sindrom Anemia. Gejala umum Anemia
atau sindrom Anemia adalah gejala yang timbul pada emua jenis Anemia pada
kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di bawah titik tertentu.
Gejala ini timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh

terhadap penurunan hemoglobin. Gejala tersebut apabila di klasifikasikan menurut


organ yang terkena adalah sebagai berikut :10
a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak waktu
kerja, angina pictoris dan gagal jantung.
b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunangkunang, kelemahan otot, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas.
Berdasarkan penyebab, Anemia kehamilan di Indonesia Anemia dibagi
menjadi 4 yaitu.1
1.

Anemia Defisiensi Besi paling sering dijumpai dalam kehamilan akibat


kekurangan besi, kurang masuknya unsur besi dengan makanan, gangguan
reabsorpsi, gangguan penggunaan atau karena terlampau banyaknya besi
keluar dari badan, misalnya pada pendarahan. Pada trimester terakhir
kehamilan, keperluan zat besi bertambah, sehingga bila asupan zat besi tidak
ditambah, maka akan terjadi Anemia Defisiensi Besi.

2.

Anemia megaloblastik disebabkan karena defisiensi asam folat (B12), hal ini
erat hubungannya dengan defisiensi makanan. Asam folat terutama terdapat
dalam daging, susu dan sayuran yang hijau penurunan absorbsi asam folat
jarang ditemukan karena absorbsi terjadi diseluruh saluran cerna.
Anemia Aplastik, adalah kondisi dimana sumsum tidak dapat berproduksi
maksimal sehingga sel darah baru tidak mencukupi untuk proses penggantian
sel darah lama. Pada kasus anemia biasa, umumnya hanya jumlah sel darah
merah yang rendah, tetapi pada anemia aplastik, jumlah sel darah merah, sel
darah putih, dan platelet menjadi sangat rendah. Hal ini dapat terjadi akibat

paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan efek pada
perbaikan DNA serta gen
3.

Anemia hemolitik disebabkan karena penghancur sel darah merah


berlangsung lebih cepat dari pembuatanya. Ini dapat disebabkan oleh Faktor
intrakorpuskuler dijumpai pada Anemia hemolitik heriditer talasemia, Anemia
sel sabit dan paraksimal noctural. Faktor ektrakorpuskuler disebabkan
malaria, sepsis, keracunan zat logam, obat-obatan dan lain-lain. Gejala utama
adalah Anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah adalah kelelahan,
kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ - organ
vital. Pengobatannya bergantung pada jenis Anemia hemolitik serta
penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan
diberikan obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Maka tranfusi darah yang
berulang dapat membantu penderita pada Anemia berat untuk mengurangi
bahaya hipoksia janin.

2.1.5

Patofisiologi Anemia
Timbulnya Anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau

kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, invasi tumor, atau akibat penyebab yang
tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis.
Lisis sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo
endotelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari proses
tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah.
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, maka

10

hemoglobin akan berkurang dalam plasma. Apabila konsentrasi plasmanya


melebihi kapasitas hemoglobin plasma, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan ke dalam urin.10
2.2 Anemia Hipokrom Mikrositer
Anemia Hipokrom Mikrositer dapat disebabkan karena:11
a. Kehilangan besi (perdarahan menahun)
b. Asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurang
c. Kebutuhan besi yang meningkat
2.2.1 Kemungkinan yang terjadi pada anemia Mikrositer adalah :
a. Anemia defisiensi besi (gangguan besi)
b. Anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)
c. Thalasemia (gangguan globin)
d. Anemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)
2.2.2 Patofisiologi anemia Hipokrom Mikrositer
Tergantung dari penyebabnya
1. Anemia defisiensi besi terjadi dalam 3 tahap
Tahap 1 (tahap prelaten), dimana yang terjadi penurunan hanya kadar feritin
(simpanan besi) Tahap 2 (tahap laten), dimana feritin dan saturasi transferin
turun (tetapi Hb masih normal) Tahap 3 (tahap definisi besi), dimana feritin,
saturasi transferin dan Hb turun (eritrosit menjadi mikrositik hipokrom)
2. Anemia pada penyakit kronis

11

Anemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer yang
mendasarinya. Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi tampak
pada feritin yang tinggi dan TIBC yang rendah
3. Anemia sideroblastik
Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan besi
yang ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit
yang baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus.
4. Thalasemia
Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi karena
sintesis Hb yang abnormal dan juga karena berkurangnya kecepatan sintesis
rantai alfa atau beta yang normal.
2.3 Anemia Defisiensi Besi
2.3.1 Fungsi Besi (Fe)
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh
manusia yaitu sebanyak 3-5 gr / dl di dalam tubuh manusia dewasa. Besi
mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh yaitu : Sebagai alat angkut
oksigen dari paru-paru kejaringan tubuh, sebagai alat angkut electron di dalam sel,
dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Selain
itu besi berperan pula pada metabolisme energi walaupun terdapat luas di dalam
makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk di
Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir di akui berpengaruh
terhadap produktifitas kerja, penampilan kognitif, dan sistem kekebalan
2.3.2 Metabolisme Zat Besi

10

12

Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat
badan. Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan
ini kuat dalam bentuk organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam
bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau
reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe
fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang nonesensial Sumber besi
adalah makanan hewani seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber baik lainya
adalah telur, serealie tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis
buah. Disamping jumlah besi perlu diperhatikan pula kualitas besi di dalam
makanan atau yang disebut juga ketersediaan biologi (bioavailability). Pada
umumnya besi di dalam daging, ayam dan ikan mempunyai ketersediaan biologik
tinggi, besi didalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan
biologik sedang, dan besi didalam sebagian besar sayuran terutama yang
mengandung asam oksalat tinggi seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik
rendah.
2.3.3 Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia Defisiensi Besi atau kekurangan zat besi yang disebabkan karena,
kurang masuknya unsur besi dengan makanan, gangguan reabsorpsi, gangguan
penggunaan atau karena terlampau banyaknya besi keluar dari badan, misalnya
pada pendarahan. Pada trimester terakhir kehamilan, keperluan akan besi
bertambah, apabila masuknya besi tidak ditambah, maka mudah terjadi Anemia
Defisiensi Besi. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa

13

dan Hb itu kurang dari 11 gr / dl /100ml. Maka wanita dapat dianggap sebagai
penderita Anemia Defisiensi Besi. 6
Anemia Defisiensi Besi ditandai dengan kadar hemoglobin kurang dari 11,0
gr / dl per 100 mm (10 gr/dl) yang disebabkan kekurangan zat besi. Proses
kekurangan zat besi sampai menjadi Anemia melalui beberapa tahap awalnya
terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Bila belum juga dipenuhi dengan
masukan zat besi, lama kelamaan timbul gejala Anemia disertai penurunan Hb.6
2.3.4 Diagnosa Anemia Defisiensi Besi
Untuk menegakan diagnosis Anemia Defisiensi Besi dapat di lakukan dengan
anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan keluhan sebagai berikut
cepat lelah, sering pusing, wajah pucat, mata berkunang kunang, dan keluhan
mual muntah yang lebih hebat. Pemeriksaan Hb dapat digolongkan sebagai
berikut:12
1. Hb 11 gr %

: Tidak Anemia

2. Hb 9-10 gr % : Anemia ringan


3. Hb 7-8 gr%

: Anemia sedang

4. Hb < 7 gr%

: Anemia berat

2.3.5 Etiologi Anemia Defisiensi Besi


Menurut Bakta (2006) Anemia Defisiensi Besi dapat disebabkan oleh karena
rendahnya asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun:6

14

2.3.5.1 Kehilangan Besi


Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a). Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b). Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c). Saluran kemih: hematuria.
d). Saluran nafas: hemoptisis
2.3.5.2 Faktor Nutrisi
Yaitu akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan (asupan yang kurang)
atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang rendah.
2.3.5.3 Kebutuhan Besi Meningkat
Kebutuhan besi meningkat, seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan.
2.3.5.4 Gangguan Absorbsi Besi
Gangguan absorbsi besi, seperti pada gastrektomi dan kolitis kronik, atau
dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol
(coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu)
2.2.5

Manifestasi Klinis

Gejala yang khas dijumpai pada Defisiensi Besi, tetapi tidak dijumpai pada
Anemia jenis lain adalah:14

15

1. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergarisgaris vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
2. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang.
3. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofarin
2.3.6 Patofisilogi Anemia Defisiensi Besi
2.3.6.1 Metabolisme Besi
Menurut Wirakusumah (2009) besi yang terdapat di dalam tubuh orang
dewasa sehat berjumlah lebih dari 4 gr/dl. Besi tersebut berada di dalam sel-sel
darah merah atau hemoglobin (lebih dari 2,5 g), myoglobin (150 mg), phorphyrin
cytochrome, hati, limpa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi
dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan
bagian yang merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim
hem dan nonhem adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55
mg/kg berat badan. Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsifungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Ferritin dan hemosiderin
adalah bentuk besi cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan
sumsum tulang. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi,
pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran.13

16

2.3.6.2 Stadium Anemia Defisiensi Besi


Dua kausa tersering penyebab Anemia adalah Defisiensi Besi dan kehilangan
darah akut. Tidak jarang keduanya saling berkaitan erat karena pengeluaran darah
yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin dan terkurasnya simpanan
besi.6
Anemia Defisiensi Besi terjadi dalam 3 tahap, tahap 1 (tahap prelaten),
dimana yang terjadi penurunan hanya kadar feritin (simpanan besi), tahap 2 (tahap
laten), dimana feritin dan saturasi transperin turun tetapi Hb masih normal, tahap
3 (tahap Defisiensi Besi), dimana feritin, saturasi transferin dan Hb turun (eritrosit
menjadi mikrositik hipokrom).14
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi
yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.6
Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong
sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan
gangguan pada bentuk eritrosit tetapi Anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan
ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama
yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc
protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat
besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan

17

reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi
maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun.6
2.3.7

Pengobatan Anemia
Penyebab yang mendasari sedapat mungkin diobati. Sebagai tambahan,

diberikan besi untuk mengoreksi anemia dan memulihkan cadangan besi.11


2.3.7.1 Besi Oral
Preparat yang terbaik adalah sulfat yang harganya murah, mengandung 67 mg
besi dalam tiap tablet 200 mg (anhidrat) dan paling baik diberikan pada keadaan
perut kosong dalam dosis yang berjarak sedikitnya 6 jam. Jika timbul efek
samping (mis: mual, nyeri perut, konstipasi, atau diare), dapat dikurangi dengan
memberikan besi bersama makanan atau menggunakan preparat dengan
kandungan besi yang lebih rendah, misalnya , ferro glukonat yang lebih sedikit
mengandung besi (37 mg) per tablet 300 mg. Eliksir tersedia untuk anak-anak.
Preparat lepas lambat sebaiknya tidak di berikan. 11
Terapi besi oral harus diberikan cukup lama untuk mengoreksi Anemia dan
untuk memulihkan cadangan besi tubuh, yang biasanya memberikan hasil setelah
penggunaan selama sedikitnya 6 bulan. Hemoglobin harus meningkat dengan
kecepatan sekitar 2 g/dl tiap 3 minggu. Respon retikulosit tingginya sebanding
dengan derajat Anemia. Kegagalan respon terhadap pemberian besi oral mungkin
disebabkan oleh beberapa hal yaitu: perdarahan berkelanjutan, tidak makan tablet
Fe, Salah diagnosis, khususnya pembawa sifat thalasemia, Anemia sideroblastik,
defisiensi campuran, defisiensi vitamin B12 atau folat yang bersamaan, penyebab
anemia yang lain, misalnya keganasan, inflamasi, malabsorpsi, ini adalah

18

penyebab yang jarang, penggunaan preparat lepas landas, yang semuanya harus
dipertimbangkan sebelum menggunakan besi. 11
2.3.7.2 Besi Parenteral
Besi-sorbitol-sitrat (Jectofer) diberikan sebagai injeksi intramuskular dalam yang
berulang, sedangkan Ferri hidroksida-sukrosa (Venofer) diberikan melalui injeksi
intravena lambat atau infus. Mungkin terjadi reaksi hipersensitivitas atau
anafilaktoid dan oleh karena itu besi parenteral hanya diberikan jika di anggap
perlu untuk memulihkan besi tubuh secara cepat, contohnya pada kehamilan tua
atau pasien yang menjalani terapi eritropoeitin atau jika pemberian besi oral tidak
efektif atau tidak praktis Respon hematologik terhadap pemberian besi parenteral
tidak lebih cepat dibandingkan dengan respons terhadap pemberian dosis besi oral
yang mencukupi, tetapi cadangan besi tubuh dapat pulih dalam waktu yang jauh
lebih cepat. 11
2.3.8 Gejala Anemia Defisiensi Besi
Gejala awal defisiensi besi tidak ada atau tidak spesifik (misalnya, kelelahan,
kelemahan, pusing, dispnea ringan dengan tenaga). Gejala dan tanda lain mungkin
termasuk pucat dan, jika terjadi Anemia berat, akan mengalami takkardi atau
hipotensi. Anda beberapa gejala yang Anemia ini meliputi:6
1. Merasa lelah atau lemah
2. Kulit pucat progresif dari kulit
3. Denyut jantung cepat
4. Sesak napas
5. Sering pusing

19

6. Mata berkunang-kunang,
7. Malaise
8. Nafsu makan turun (anoreksia)
2.3.9 Pencegahan Anemia Defisiensi Besi
Pencegahan Anemia Defisiensi Besi dapat dilakukan dengan:11
1.

Pemberian tablet tambah darah pada pekerja atau lama suplementasi selama

3- 4 bulan untuk meningkatkan kadar hemoglobin, karena kehidupan sel darah


merah hanya sekitar 3 bulan atau kehidupan eritrosit hanya berlangsung selama
120 hari, maka 1/20 sel eritrosit harus diganti setiap hari atau tubuh memerlukan
20 mg zat besi perhari. Tubuh tidak dapat menyerap zat besi (Fe) dari makanan
sebanyak itu setiap hari, maka suplementasi zat besi tablet tambah darah sangat
penting dilakukan.
2. Mengkonsumsi makanan - makanan yang kaya akan zat besi, asam folat
maupun vitamin B12. Makanan ini bisa didapatkan pada sayuran hijau, seperti
kacang-kacangan. Sumber zat besi lainnya terdapat pada makanan gandum, roti
sereal , daging.
3. Hindari minum teh, kopi, dan cokelat berdekatan dengan waktu makan.
Minuman itu mengandung zat pitat dan tanin yang menghambat penyerapan zat
besi oleh tubuh.
4. Cuci tangan dengan sabun sebelum makan. Hal ini untuk menghindari adanya
infeksi cacing yang juga dapat menyebabkan Anemia.
5. Pemenuhan zat besi, vitamin B12 dan asama folat dari luar, seperti
mengkonsumsi suplemen.

20

2.3.10 Pengobatan Anemia Defisiensi Besi


Pemerintah telah menyediakan preparat besi untuk dibagikan kepada
masyarakat sampai keposyandu. Contoh preparat Fe diantaranya Barralat,
Biosanbe, Iberet, Vitonal, dan Hemaviton. Semua preparat tersebut dapat dibeli
bebas.9
Terapi Anemia Defisiensi Besi adalah dengan preparat besi oral dan
parenteral, Terapi oral ialah dengan pemberian preparat besi sulfat, fero gluconat
atau noferobisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb
sebanyak 1 gr% /bulan. Kini program nasional mengajurkan kombinasi 60 mg
besi dan 50 mg asam folat untuk profilaksis Anemia. Pemberian preparat parental
yaitu dengan forum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intervena atau 2 x 10
ml/im. Pada gluteus, dapat meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 gr %
pemberian parenteral ini mempunyai indikasi. Intoleransi besi pada traktus
gastrointestinal, Anemia yang berat, dan kepatuhan yang buruk.9
2.4 Pemeriksaan Laboratorium Anemia Defisiensi Besi
2.4.1 Gambaran Morfologi Darah Tepi
Gambaran morfologi darah tepi dari Anemia Defisiensi Besi dapat di lihat dari
hapusan darah di bawah ini. Ukuran eritrosit berbeda-beda cenderung lebih kecil
dari normal (mikrositik) dan adanya hipokrom: 15 Berdasarkan pembesaran 1000x
dapat kita lihat lebih jelas morfologi dari sel darah merah. Terdapat bentukan
eritrosit yang gepeng berbentuk seperti pensil (pencil cells atau cigar cells).

21

Gambaran morfologi darah tepi dari Anemia Defisiensi Besi pembesaran 1000x
dapat dilihat pada gambar 2.1 dibawah ini. 15

Gambar 2.1 Morfologi darah Anemia Defisiensi Besi pembesaran 1000x


Sumber: www.healthwomen.com

2.4.2 Pemeriksaan Darah Rutin


1. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran
kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah Anemia berkembang.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat
sederhana seperti Hb Sachli. Hasil pemeriksaan Hb pada Anemia Desisiensi Besi
didapat < 11 gr/dl %.15
2. Penentuan Indeks Eritrosit
Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau
menggunakan rumus:15

22

a. Mean Corpusculer Volume (MCV)


MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan
zat besi semakin parah, dan pada saat Anemia mulai berkembang. MCV
merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah Thalasemia dan
Anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit
dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan
makrositik > 100 fl. 15
b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)
MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung
dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31
pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg. 15
c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata dihitung dengan
membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom <
30%.15
3. Eritrosit Protoporfirin (EP)
EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan
beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik
pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah
serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam

23

individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi
individu yang luas. 15
4. Besi Serum (Serum Iron = SI)
Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah
cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum
karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang
rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan,
infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum
dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi
yang spesifik. 15
5. Eritrosit
Dalam keadaan Defisiensi Besi, nilai Ht akan menurun setelah formasi Hb
terganggu. Pada awal Defisiensi Besi, konsentrasi Hb yang sedikit menurun akan
menunjukkan nilai Ht yang normal. Hanya pada keadaan Anemia Defisiensi Besi
berat yang akan menurunkan nilai Ht.15
6. Transferin Iron Binding Capacity (TIBC)
TIBC merupakan jumlah besi yang dapat berikatan dengan transferin. g/dl. Secara
bersamaan, SI Normal TIBC berkisar antara 300 sampai 360

dan TIBC

digunakan untuk menghitung persen saturasi transferin dengan besi (SI : TIBC =
persen saturasi). Dalam keadaan normal besi seimbang, persen saturasi adalah
antara 20-50 persen. Ketika itu berada di bawah 20 persen, eritroid sumsum tulang
sulit mendapatkan cukup besi untuk mensuport peningkatan level eritropoesis.

24

Ketika persen saturasi melebihi 50-60 persen, besi dilepaskan untuk peningkatan
jaringan parenkim, menghasilkan besi yang menumpuk berisi hepatocytes, otot
jantung, kulit, dan kelenjar pituitary. 15
7. Indek Mentzer
Indek Mentzer digunakan untuk mengetahui MCV atau volume eritrosit rata-rata
dibagi Red Blood Cell (RBC) atau jumlah eritrosit dalam darah. Apabila hasilnya
>13 berarti Anemia defisiensi Fe. 15
2.4.3 Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan sumsum tulang masih dianggap sebagai pemeriksaan standar yang
dipakai untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa
keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai
jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan
zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat
subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum
yang memadai dan teknik yang dipergunakan.15
Sedangkan dari pemeriksaan BMP (Bone Marrow Puncture) yang perlu dilihat
adalah cadangan Fe, dimana pada penderita Anemia Defisiensi Besi cadangan Fe
nya negatif. Pada hapusan bisa dilihat tidak ada warna kebiruan atau kehijauan
yang menandakan cadangan Fe.
2.5 Hubungan Indeks Mentzer Dengan Gambaran Morfologi Eritrosit
Gejala klinis Thalassemia bervariasi tergantung tipe dan patofisiologinya.

25

Pada penderita thalassemia beta, gejala klinisnya lebih berat karena rantai alfa
yang bebas tidak larut sehingga menjadi sangat beracun terhadap sel prekursor
dari sel darah merah. Menurut gejala klinik, secara umum dibagi menjadi tiga,
yaitu thalassemia trait, minor, dan mayor. Pada thalassemia trait tidak
menimbulkan gejala, penderita berperan sebagai silent carrier. Pada thalassemia
minor biasanya menunjukkan gejala anemia ringan. Sedangkan penderita
thalassemia mayor menunnjukkan gejala anemia berat, ikterus, gagal jantung
kongestif, splenomegali, dan mongoloid facies.
Klinis sering dihadapkan dengan kasus Anemia pada populasi dimana
prevalensi talasemia yang tinggi sehingga terkadang penderita Thalassemia
terutama yang ringan (Thalassemia beta trait) sering salah terdiagnosa sebagai
Anemia defisiensi Fe. Hal ini dikarenakan gejala yang dialami penderita dan
gambaran laboratorium terutama hapusan darah yang hampir sama. Untuk
meminimalisir kesalahan tersebut Indeks Mentzer dapat membantu membedakan
diagnosis antara Anemia dengan talasemia. Indeks Mentzer didapat dari
pembagian MCV dengan jumlah eritrosit (MCV/RBC). Apabila hasilnya > 13
berarti Anemia Defisiensi Fe, sedangkan bila 13 berarti Thalassemia beta trait.6
2.6 Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan gambaran dari teori dimana suatu riset berasal
atau dikaitkan.16

Asupan zat besi


rendah

Perdarahan

26

Tahap prelaten / deplesi besi (iron


depleted state)

Tahap laten / Iron deficient


erythropoiesis

Anemia Hipokrom Mikrositer

Gambaran Morfologi
Eritrosit

Indeks Mentzer

Gambar 2.2 Kerangka teori 6

2.7 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka yang berhubungan
antara konsep-konsep yang akan diteliti atau diukur melalui penelitian yang akan
dilakukan.16

Gambaran morfologi
eritrosit
Anemia Hipokrom Mikrositer

27

Indeks Mentzer

Gambar 2.3 Kerangka Konsep


Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat digambarkan bahwa peneliti akan
mencari kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada
pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi
Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.
2.8 Pertanyaan Penelitian
Bagaimanakah kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit
pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium
Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013?.

BAB III
METODE PENELITIAN

28

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional
analitik yaitu jenis penelitian untuk mendapatkan mencari hubungan antara
variabel independent dan dependent.16
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RSUD dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2013.
3.3 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang akan di gunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan cross sectional yaitu desain penelitian yang bertujuan
untuk mencari hubungan atau perbedaan antara faktor resiko dengan faktor efek
melalui pengamatan atau observasi antar variabel yang dilakukan secara
bersamaan dalam satu waktu.16 Rancangan penelitian cross sectional bertujuan
untuk mencari kesesuaian Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit
pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium
Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.
3.4 Populasi dan Sampel
3.4.1

Populasi

29

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti.17 Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa
di Laboratorium Patologi Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
tahun 2013.
3.4.2

Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi.17 Sampel dalam penelitian ini adalah
pasien Anemia Hipokrom Mikrositer yang di periksa di Laboratorium Patologi
Klinik RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2013.
3.5 Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep pengertian
tertentu.16 Variabel dalam penelitian adalah variabel tunggal yaitu kesesuaian
Indeks Mentzer dengan gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia
Hipokrom Mikrositer.
3.6 Definisi Operasional

diteliti untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap


variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat
ukur.18
Tabel 3.1
Definisi operasional

18

Definisi operasional adalah batasan pada variabel-variabel yang diamati atau

30

Variabel

Definisi
operasional

Alat ukur

Indeks
mentzer pada
pasien Anemia
Hipokrom
Mikrositer

Pemeriksaan Mean
Corpuscular
Volume (MCV) atau
volume eritrosit
rata-rata dibagi
Red Blood Cell
(RBC) atau jumlah
eritrosit dalam
darah.

Hematologi
Amalyzer

Pencitraan eritrosit
hasil pemeriksaan
hematologi

Mikroskop
dan sediaan
apusan darah
tepi

Gambaran
morfologi
eritrosit pada
pasien Anemia
Hipokrom
Mikrositer

Cara ukur

Hasil ukur

Skala
ukur

Penghitungan 0. Anemia jika


Ordinal
MCV
indeks mentzer
RBC
> 13
1.

Thalassemia
jika indeks
mentzer 13

Pemeriksaan
morfologi
darah tepi

0. Hipokrom

Ordinal

1.
Normokro
m

3.7 Pengumpulan Data


3.7.1 Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data Indeks Mentzer adalah hematologi amalyzer dan
gambaran morfologi eritrosit pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer dalam
penelitian ini adalah mikroskop dan sediaan apusan darah tepi.
3.7.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data indeks mentzer adalah penghitungan MCV / RBC
Hasil pemeriksaan hematologi amalyzer dan Teknik pengumpulan data morfologi
eritrosit pada pasien Anemia Hipokrom Mikrositer adalah pemeriksaan morfologi
darah tepi secara langsung oleh peneliti kemudian data langsung dikumpulkan
pada hari itu.
3.7 Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dengan melalui 4 tahap yaitu sebagai
berikut:19

31

3.7.1 Editing
Kegiatan untuk melakukan pengecekan isian jawaban responden apakah sudah
lengkap, jelas dan relevan.
3.8.2 Coding
Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau
bilangan untuk mempermudah entry data.
3.7.3 Processing
Proses pengentryan data dari kuesioner ke program komputer agar dapat
dianalisis.
3.7.4 Cleaning
Kegiatan pengecekan kembali data yang dientri kedalam komputer tidak terdapat
kesalahan.
3.8 Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisa, analisa data
dilakukan menggunakan distribusi frekuensi presentase univariat dan bivariat.
3.9.1 Analisa univariat
Analisa univariat menggunakan rumus prosentase untuk melihat distribusi
frekuensi variabel.20 Adapun rumus prosentase menggunakan bantuan program
komputer.

3.9.2 Analisa bivariat


Analisa bivariat untuk menguji hubungan antara variabel independent variabel

32

dependen. Uji statistik yang dilakukan dalam penelitian adalah chi square. Taraf
kesalahan yang digunakan adalah 5%, untuk melihat hasil kemaknaan perhitungan
statistic digunakan batas kemaknaan 0,05. Berarti jika p value 0,05 maka
hasilnya bermakna yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima.20.

Anda mungkin juga menyukai