Anda di halaman 1dari 34

GANGGUAN KESEIMBANGAN ELEKTROLIT:

KALIUM DAN MAGNESIUM

Referat

Disusun oleh:
Muthiah Hasnah Suri

04084821517077

Pembimbing: dr. Ngurah Putu Werda Laksana, Sp. An

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Referat
Gangguan Keseimbangan Elektrolit: Kalium dan Magnesium
Oleh:
Muthiah Hasnah Suri

04084821517077

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif Rumah
Sakit Dr. Mohammad Hoesin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang Periode 22 Juli 2015 - 22 Agustus 2015

Palembang, 7 Agustus 2015

dr. Ngurah Putu Werda Laksana, Sp. An

ii

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan


Yang Maha Esa karena atas segala berkat rahmat dan karunia-Nya karya ilmiah
ini dapat diselesaikan oleh penulis.
Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya dan
penghargaan kepada yang terhormat dr. Ngurah Putu Werda Laksana, Sp. An
yang telah ikhlas meluangkan waktu untuk memberikan masukan, bimbingan dan
perbaikan selama penulisan telaah ilmiah ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan
saran atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan karya ilmiah ini. Semoga
karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang,7 Agustus 2015

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................4
2.1. Distribusi Kalium ..................................................................................4
2.2. Hipokalemia ..........................................................................................6
2.3. Hiperkalemia .........................................................................................9
2.4. Distribusi Magnesium .........................................................................15
2.5. Deplesi Magnesium .............................................................................26
2.6. Hipermagnesemia ................................................................................24
BAB III. KESIMPULAN ......................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................28

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar .................................................................................................. Halaman


1.

Distribusi elektrolit dalam tubuh....................................................... 1

2.

Perbandingan kalium tubuh dan kalium plasma ................................ 4

3.

Grafik hubungan k+ plasma dengan total kalium tubuh ..................... 5

4.

Pendekatan diagnosis pada hipokalemia ........................................... 7

5.

Perubahan EKG pada hiperkalemia ................................................. 12

6.

Kadar magnesium dalam urin dan plasma pada kondisi diet Mg ..... 17

DAFTAR TABEL

Tabel

................................................................................................. Halaman

1.

Defisit kalium pada hipokalemia ...................................................... 8

2.

Manajemen hiperkalemia ................................................................. 13

3.

Kisaran nilai normal Mg serum ........................................................ 16

4.

Kadar magnesium dalam plasma dan urin ....................................... 17

5.

Faktor predisposisi dari depresi magnesium ................................... 18

6.

Tes resistensi magnesium ................................................................. 22

7.

Sediaan magnesium .......................................................................... 22

vi

BAB I
PENDAHULUAN

Elektrolit adalah senyawa di dalam larutan yang berdisosiasi menjadi


partikel yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Sebagian besar proses
metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh elektrolit. Konsentrasi elektrolit
yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan.1
Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan atas
cairan ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan cairan
interstisial.1,2 Distribusi elektrolit pada cairan intrasel dan ekstrasel dapat dilihat
pada Gambar 1.

Gambar 1. Distribusi elektrolit dalam tubuh2

Kalium dalam jumlah besar terdapat dalam intraselular. Sebanyak 98%


dari total kalium ditubuh terletak dalam intraselular, sementara 2% terdapat di
cairan ekstraselular. Kalium berfungsi membantu menjaga tekanan osmotik dan

keseimbangan asam basa dalam cairan intraselular bersama-sama dengan klorida.1


Hipokalemia, dimana jumlah K+ plasma kurang dari 3,5 mEq/L, dapat
meningkatkan risiko terjadinya aritmia. Sementara pada hiperkalemia, dimana
kadar K+ plasma lebih dari 5,5 mEq/L, menyebabkan perlambatan transmisi
impuls di jantung (dari depolarisasi otot jantung), yang dapat berkembang
menjadi heart block dan bradikardia cardiac arrest.3
Gangguan konsentrasi kalium, seperti pada hipokalemia, dapat disebabkan
oleh gangguan konsentrasi elektrolit lain salah satunya defisiensi magnesium.
Defisiensi magnesium menyebabkan peningkatan sodium intraseluler dan
potasium banyak ke luar dan masuk ke ekstraseluler. Hal tersebut mengakibatkan
sel mengalami hypokalaemia dimana hanya dapat ditangani dengan pemberian
magnesium.3
Magnesium merupakan kation terbanyak ke empat di dalam tubuh dan
kation terbanyak kedua di dalam intraseluler setelah kalium. Magnesium (Mg)
mempunyai peranan penting dalam struktur dan fungsi tubuh manusia.
Magnesium sangat diperlukan dalam tubuh terutama terlibat dalam lebih dari 300
reaksi metabolik esensial. Hal tersebut diperlukan untuk metabolisme energi,
penggunaan glukosa, sintesis protein, sintesis dan pemecahan asam lemak,
kontraksi otot, hampir seluruh reaksi hormonal dan menjaga keseimbangan ionik
seluler. Magnesium diperlukan untuk fungsi pompa Na/K-ATPase. dan juga
berperan mempertahankan potensial listrik membran sel, dalam pembentukan
ATP.4
Terganggunya konsentrasi magnesium dapat menyebabkan aritmia serius
yang berhubungan dengan deplesi magnesium, yaitu torsade de pointes. Defisiensi
magnesium juga bermanifestasi dalam kelainan neurologis seperti gangguan
mental, kejang umum, tremor, dan hyperreflexia, tetapi hal ini jarang terjadi, tidak
spesifik, dan sulit dalam penegakan diagnosisnya. Sementara hipermagnesemia,
dimana kadar Mg serum lebih dari 2mEq/L, dapat menyebabkan hyporeflexia,
fisrt degree AV Block, Complete Heart Block, dan Cardiac Arrest.3,4
Berdasarkan uraian di atas, penting bagi seorang tenaga medis, terutama
dokter, untuk memahami bagaimana fisiologi elektrolit dalam tubuh, dimana

dalam referat ini lebih membahas tentang kalium dan magnesium. Perlunya
mengetahui kondisi apa saja yang menjadi faktor predisposisi terganggunya
konsentrasi kalium dan magnesium, serta bagaimana penatalaksanaan yang tepat
terhadap baik kekurangan maupun kelebihan kalium dan magnesium. Dengan
pemahaman akan hal tersebut, diharapkan seorang dokter dapat mengenali
keadaan hipokalemia, hiperkalemia, hipomagnesemia, dan hipermagnesemia
secara dini serta memberikan penatalaksanaan yang tepat sehingga kematian
akibat gangguan konsentrasi elektrolit kalium dan magnesium dapat dicegah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Distribusi Kalium3


Kalium dalam jumlah besar terdapat dalam intraselular. Sebanyak 98%
dari total kalium ditubuh terletak dalam intraselular, sementara 2% terdapat di
cairan ekstraselular. Hal ini disebabkan oleh pompa Na+ K+, yang terdapat pada
membran sel, yang memindahkan Na+ keluar sel dan memindahkan K+ ke dalam
sel dengan ratio 3:2. Perpindahan oleh pompa Na+ K+ ini menimbulkan gradien
voltase, yang melewati membran sel, yang dapat mengalirkan impuls lisrtik pada
jaringan tersebut (seperti saraf dan otot).
Jumlah kalium dalam tubuh manusia dewasa normal sebanyak 5055mEq/kgBB. Pada dewasa dengan berat badan 70kg, dengan estimasi kalium
50mEq, memiliki total kalium tubuh sebanyak 3500mEq dimana 70mEq (2% dari
total kalium tubuh) terdapat di cairan ekstraselular. Kadar plasma dalam cairan
ekstraseluler sebanyak 20%, sehingga jumlah kalium plasma yaitu 15mEq yang
artinya hanya 0,4% dari total kalium tubuh. Dari jumlah kecil kalium plasma ini
dapat digunakan untuk mengevaluasi total kalium tubuh.

Gambar 2. Perbandingan Kalium tubuh dan kalium


ekstravaskuler

Hubungan antara total kalium tubuh dengan kalium plasma digambarkan


dalam gambar 3. Jika total K+ tubuh berkurang 200-400mEq maka K+ plasma akan
berkurang 1mEq/L, sementara kelebihan 100-200mEq total K+ tubuh akan
meningkatkan 1mEq/l K+ plasma. Pada perubahan K+ plasma dalam jumlah yang
sama terjadi perubahan total K+ tubuh 2 kali lebih banyak pada hipokalemia
dibanding hiperkalemia, sehingga penurunan K+ plasma lebih lambat ditemukan.

Gambar3. Grafik hubungan k+ plasma dengan total kalium tubuh

Hal ini terjadi karena jumlah kalium intraseluler yang melimpah, sehingga
penurunan kalium ekstraseluler dapat diisi oleh kalium intraseluler dan membantu
mempertahankan K+ plasma saat terjadi penurunan kalium tubuh.
Sejumlah kecil K+ diekskresikan melalui feses (5-10mEq/hari) dan
keringat (0-10mEq/hari), sebagian besarnya diekskresikan melalui urin (40-120
mEq/ hari sesuai dengan jumlah intake nya). K+ yang difiltrasi di glomerulus
secara pasif di reabsorbsi di tubulus proximal bersama natrium dan air, kemudian
disekresi di tubulus distal dan duktus kolektifus.
Ekskresi kalium dalam urin merupakan fungsi utama sekresi K+ di nefron
distal yang dikendalikan terutama oleh aldosteron dan K+ plasma. Saat fungsi
ginjal dalam keadaan normal, kapasitas ekskresi kalium oleh ginjal cukup besar,

sehingga dapat mencegah peningkatan K+ plasma, sebagai respon dari


peningkatan beban kalium.
Sebagai respon dari peningkatan K+ plasma (dan angiotensin II), korteks
adrenal melepaskan mineralkortikoid berupa aldosteron. Pelepasan aldosteron
merangsang sekresi K+ di nefron distal sehingga terjadi peningkatan ekskresi K+
dalam urin. Sekresi kalium berkaitan dengan reabsorpsi natrium, sehingga
pelepasan aldosteron turut mengakibatkan retensi natrium dan air. Penggunaan
diuretik spironolactone menghalangi pelepasan aldosteron di ginjal sehingga
disebut diuretik hemat kalium.
2.2 Hipokalemia3
Hipokalemia merupakan keadaan dimana jumlah K+ plasma kurang dari
3,5 mEq/L. Hipokalemia dapat disebabkan karena perpindahan K+ ke dalam sel
(transcellular shift), atau penurunan total K+ tubuh (deplesi K+). Perpindahan K+
ke dalam sel difasilitasi oleh stimulasi reseptor 2 adrenergik pada membran sel di
otot. Hal ini menjelaskan penurunan K+ plasma sehubungan dengan pemberian
bronkodilator inhalasi 2-agonist (seperti albuterol). Penurunan K+ plasma yang
ditimbulkan obat tersebut ringan jika menggunakan dosis terapi biasa. Penurunan
K+ plasma yang lebih signifikan terjadi bila inhalasi 2-agonist dikombinasikan
dengan diuretik. Keadaan lain yang menyebabkan perpindahan K+ ke dalam sel
antara lain alkalosis (respiratorik maupun metabolik), hipotermia, dan insulin.
Deplesi kalium dapat terjadi akibat kehilangan K+ melalui ginjal ataupun
sistem gastrointestinal (renal atau ekstrarenal). Kehilangan K+ dari renal atau
ekstrarenal dapat dilihat dengan menghitung konsentrasi kalium dan klorida dalam
urin. Penyebab utama kehilangan K+ di renal adalah terapi diuretik. Penyebab
lainnya mungkin dapat dilihat di ICU seperti drainase nasogastrik, alkalosis, dan
deplesi

magnesium.

Drainase

nasogastrik

secara

langsung

menurunkan

konsentrasi K+ dalam jumlah yang tidak terlalu banyak (10-15 mEq/L), namun
penurunan volume dan H+ menyebabkan penurunan K+ yang lebih banyak
melalui urin. Konsentrasi klorida urin rendah (<15 mEq / L) pada pasien yang
mengalami drainase nasogastrik dan alkalosis, dan tinggi (> 25 mEq / L) pada

pasien dengan terapi diuretik dan deplesi magnesium. Deplesi magnesium


mengganggu reabsorpsi K+ di tubulus ginjal dan mungkin memiliki peran yang
sangat penting dalam menyebabkan deplesi K+ pada pasien kritis, terutama yang
mendapat terapi diuretik.
Penyebab utama hilangnya K+ dari extrarenal adalah diare. Normalnya
pengeluaran K+ dalam feses hanya 5-10mEq/hari. Pada pasien diare, konsentrasi
K+ dalam feses meningkat menjadi 15-40 mEq/L, dan volume feses harian dapat
mencapai 10 liter pada kasus yang berat. Oleh karena itu, kehilangan K+ dapat
mencapai 400 mEq harian dalam kasus diare berat.

Gambar4. Pendekatan diagnosis pada hipokalemia

2.2.1 Manifestasi Klinis pada Hipokalemia


Hipokalemia berat, dimana kadar K+ plasma kurang dari 2,5 mEq/L, dapat
dikaitkan dengan kelemahan seluruh otot, tetapi dalam banyak kasus, hipokalemia
dapat terjadi asimtomatik. Kelainan pada EKG adalah manifestasi utama
hipokalemia, dan ditemukan dalam 50% kasus. Kelainan EKG tersebut berupa

gelombang U yang menonjol (lebih dari 1 mm), inversi dan gelombang T yang
rata, serta QT interval yang memanjang. Namun, perubahan ini tidak spesifik
untuk hipokalemia. Perubahan gelombang T dan gelombang U dapat terlihat juga
pada hipertrofi ventrikel kiri sementara QT interval yang memanjang juga dapat
diakibatkan dari obat-obatan, hipokalsemia, ataupun hipomagnesemia.
Hipokalemia saja tidak berisiko menimbulkan aritmia yang serius, namun
pada

kondisi

tertentu

(misalnya

iskemia

miokard)

hipokalemia

dapat

meningkatkan risiko terjadinya aritmia.

2.2.2 Manajemen Hipokalemia


Pada keadaan hipokalemia yang pertama harus diperhatikan adalah
menyingkirkan atau mengobati keadaan yang menyebabkan pergeseran kalium
transelular (misalnya, alkalosis). Setiap penurunan 1 mEq/L K+ plasma
menandakan hilangnya +10% total K+ tubuh. Pada dewasa dengan berat badan
70kg dengan total K+ tubuh normal 50 mEq/kg, perkiraan defisit K+ terkait
dengan hipokalemia progresif ditunjukkan pada Tabel 1. Perhatikan bahwa
hipokalemia ringan (K+ plasma= 3 mEq/L) terkait dengan defisit K+ sebanyak
175 mEq.

Kalium Serum (mEq/L)

Defisit Kalium
mEq

Total Kalium Tubuh (%)

3.0

175

2.5

350

10

2.0

470

15

1.5

700

20

1.0

875

25

Tabel 1. Defisit kalium pada hipokalemia

Cairan pengganti yang biasa digunakan yaitu kalium klorida (KCl). KCl
dalam ampul berisi 10, 20, 30, dan 40 mEq kalium. KCl merupakan larutan yang
sangat hiperosmotik (2 mEq/mL memiliki osmolalitas 4000 mosm/kg H2O).

Larutan kalium fosfat berisi 4.5 mEq kalium dan 3 mmol fosfat per mL.
Penggantian

kalium

menggunakan

metode

standar

intravena

dengan

mencampurkan 20 mEq K+ dengan 100mL larutan isotonik selama satu jam.


Maksimum penggantian kalium intravena biasanya pada 20 mEq/jam, tetapi dosis
dapat ditingkatkan 40 mEq/jam, pada keadaan K+ plasma <1,5 mEq/L atau pada
pasien aritmia. Namun, penggantian cairan dengan CVC tidak dianjurkan bila
diberikan diatas 20 mEq/jam karena berisiko meningkatkan K+ plasma yang
cukup berat secara tiba-tiba ke atrium kanan jantung dan memicu terjadinya
asystole.
Peningkatan K+ plasma setelah penggantian cairan terjadi secara lambat.
Jika hipokalemia terjadi secara terus-menerus setelah penggantian K+, maka
adanya deplesi magnesium dapat dipertimbangkan. Deplesi magnesium dapat
menyebabkan kehilangan K+ lebih banyak melalui urin. Pada pasien dengan
deplesi magnesium, hipokalemia tetap terjadi bahkan setelah penggantian K+,
hingga dilakukan koreksi magnesium.
2.3 Hiperkalemia3
Hipokalemia sering ditoleransi dengan baik, tetapi hiperkalemia, dimana
kadar K+ plasma lebih dari 5,5 mEq/L, dapat menjadi kondisi yang mengancam
jiwa. Hiperkalemia dapat terjadi akibat pelepasan kalium dari dalam keluar sel
(pergeseran transelular), atau terdapat gangguan ekskresi kalium di ginjal. Jika
penyebab hiperkalemia tidak jelas, K+ urin dapat menjadi patokan. Jika K+ urin
tinggi (>30 mEq/L) maka menunjukkan terjadinya pergeseran transelular. Jika K+
urin rendah (<30 mEq/L) maka menunjukkan gangguan ekskresi ginjal.
Pseudohiperkalemia adalah kondisi dimana hiperkalemia ditemukan secara
ex vivo (dalam sampel darah), tetapi tidak ditemukan secara in vivo. Penyebab
utama kondisi ini adalah pelepasan kalium akibat hemolisis traumatis selama
pengambilan fungsi vena. Selain itu pelepasan kalium terjadi dari otot pada saat
mengepalkan tangan, dan pelepasan kalium dari pembentukan gumpalan dalam
tabung darah pada pasien dengan leukositosis berat (>50.000/mm3) atau

trombositosis berat (trombosit>1juta/mm3). Ketika dicurigai pseudohyperkalemia


sampel darah harus diulang.
Kondisi yang terkait dengan pergeseran K+ keluar dari sel termasuk
asidosis, rhabdomyolysis, sindrom lisis tumor, obat, dan transfusi darah.
Mekanisme hubungan antara asidosis dan hiperkalemia adalah persaingan antara
H+ dan K+ untuk situs yang sama pada membran pompa yang memindahkan K+
ke dalam sel. Namun, hubungan sebab akibat antara asidosis dan hiperkalemia
masih belum jelas karena asidosis organik (asidosis laktat dan ketoasidosis) tidak
berhubungan dengan hiperkalemia, dan asidosis respiratorik tidak memiliki
konsisten dan hubungan dengan hiperkalemia.
Tumor lisis sindrom adalah kondisi akut, mengancam jiwa, yang muncul
dalam waktu 7 hari setelah memulai terapi sitotoksik untuk keganasan tertentu
(misalnya, limfoma non-Hodgkins). Tanda lain berupa hiperfosfatemia,
hipokalsemia, dan hiperurisemia, yang sering disertai dengan acute kidney injury.
Hiperkalemia adalah yang paling cepat mengancaman nyawa.
Beberapa obat dapat menginduksi hiperkalemia baik dengan cara
pergeseran transeluler maupun dengan mengganggu ekskresi kalium ginjal.
Digitalis menghambat pertukaran membran pompa Na+-K+, tetapi hiperkalemia
hanya terjadi pada toksisitas digitalis akut. Suksinilkolin adalah ultra short-acting
neuromuscular blocking agent yang juga menghambat membran pompa Na+-K+
(efek depolarisasi), dan menyebabkan peningkatan K+ plasma dalam jumlah kecil
(<1mEq/L) yang berlangsung hanya 5-10 menit. Kondisi hiperkalemia yang
mengancam nyawa terjadi pada pasien denervation injury dari otot rangka
(misalnya, cedera tulang belakang). Hal ini dikaitkan dengan respon berlebihan
sinyal depolarisasi yang mengikuti denervasi (denervasi hypsersensitivity).
Obat-obatan yang mengganggu ekskresi kalium ginjal merupakan
penyebab tersering hiperkalemia. Obat yang paling sering terlibat adalah
penghambat enzim angiotensin-converting, angiotensin reseptor bloker, diuretik
hemat kalium, dan obat antiinflamasi nonsteroid. Semua obat ini menginduksi
hiperkalemia

dengan

menghambat

sistem

10

renin-angiotensin-aldosteron.

Hiperkalemia

akibat

obat-obat

tersebut

sering

terjadi

terutama

bila

dikombinasikan dengan suplemen K+ atau dengan keadaan insufisiensi renal.

menginduksi pergeseran transeluler

mengganggu ekskresi K+ ginjal

beta-bloker

ACE inhibitor

digitalis

angiotensin reseptor bloker

succinylcholine

diuretik hemat kalium


NSAID
Heparin
Trimethoprin-Sulfamethoxazole

Tabel 2. Obat-obat yang dapat menginduksi hiperkalemia

Penyebab umum dari gangguan ekskresi K+ ginjal antara lain gagal ginjal,
insufisiensi adrenal, dan obat-obatan. Pada gagal ginjal, hiperkalemia biasanya
tidak terjadi sampai GFR turun dibawah 10mL/menit. Hiperkalemia dapat muncul
sebelum penurunan GFR dibawah 10mL/menit pada gagal ginjal akibat nefritis
interstitial. Insufisiensi adrenal mengganggu ekskresi kalium ginjal, tetapi
hiperkalemia terlihat hanya pada insufisiensi adrenal kronis.
Hiperkalemia dapat menjadi salah satu komplikasi dari transfusi darah
massif (yaitu, penggantian darah setara dengan volume darah). Suhu yang
digunakan untuk menyimpan sel darah merah (4C) dapat menutup pompa Na+K+ dalam membran sel eritrosit, menyebabkan kebocoran stabil K+ keluar sel.
Konsentrasi dalam supernatan terus meningkatkan sejalan dengan waktu
penyimpanan. Setelah 18 hari penyimpanan (waktu penyimpanan darah rata-rata),
beban kalium dalam satu kantong sel darah merah (PRC) mencapai 2 sampai 3
mEq. Transfusi massif (biasanya minimal 6 unit PRC) memiliki beban K+
minimal 12-18 mEq. Hal ini merupakan beban yang cukup besar, mengingat kadar
K+ plasma sekitar 9-10mEq pada orang dewasa umumnya.
Beban K+ dalam darah yang ditransfusikan biasanya dibersihkan oleh
ginjal, tetapi ketika aliran darah sistemik terganggu (pada sebagian besar pasien
yang membutuhkan transfusi darah masif), ekskresi K+ ginjal terganggu, dan K+

11

yang terdapat dalam darah yang ditransfusikan menumpuk. Volume transfusi yang
dapat menybabkan hiperkalemia bervariasi, tetapi penelitian menunjukkan bahwa
hiperkalemia mulai muncul setelah transfusi 7 unit merah sel darah.
Hiperkalemia berat juga ditemukan pada orang dengan kelainan nafsu
makan (pica) yang menelan 1500 batang korek api yang telah terbakar. Kelainan
nafsu makan ini disebut dengan Cautopyreiophagia. Dilaporkan bahwa batang
korek api yang telah terbakar kaya akan kalium klorat (KClO3), sehingga
pengkonsumsian batang korek api yang telah terbakar dapat menyebabkan
hiperkalemia.
2.3.1 Manifestasi Klinik Hiperkalemia3
Gejala utama hiperkalemia yang mengancam nyawa adalah perlambatan
transmisi impuls di jantung (dari depolarisasi otot jantung), yang dapat
berkembang menjadi heart block dan bradikardia cardiac arrest. Perubahan EKG
pada hiperkalemia progresif paling awal ditandai dengan perubahan gelombang T.
Perubahan gelombang T paling jelas terlihat di lead prekordial V2 dan V3 berupa
gambaran T-tall, dan peaked T-wave. Perubahan selanjutnya pada keadaan
hiperkalemia terlihat pada amplitudo gelombang P yang menurun dan interval PR
yang memanjang. Gelombang P akhirnya menghilang dan QRS kompleks.
Perubahan terakhir adalah ventrikel fibrilasi atau asistol.

Gambar5. Perubahan EKG pada hiperkalemia

12

Perubahan EKG biasanya mulai muncul ketika K+ plasma mencapai


7mEq/L, tetapi ambang batas untuk perubahan EKG dapat bervariasi. Hal ini
ditunjukkan oleh laporan kasus yang menunjukkan tidak ditemukannya kelainan
EKG pada pasien dengan kadar K+ plasma lebih dari 14mEq/L. Baik EKG
maupun kadar K+ plasma, keduanya dapat digunakan dalam menentukan
penatalaksanaan hiperkalemia.

2.3.2 Manajemen Hiperkalemia Berat


Hiperkalemia berat didefinisikan sebagai kadar K+ plasma lebih dari 6,5
mEq/L, atau K+ terkait dengan perubahan EKG. Manajemen kondisi ini memiliki
3 tujuan: (a) antagonism efek jantung dari hiperkalemia, (b) pergeseran transelular
K+ ke dalam sel, dan (c) membuang kelebihan K+ dari tubuh.

Tabel 2. Manajemen Hiperkalemia

Kalsium meningkatkan perbedaan muatan listrik yang melintasi membran


sel miokardium dan bersifat antagonis terhadap depolarisasi yang akibatkan oleh
hiperkalemia. Preparat kalsium yang biasa digunakan adalah Kalsium glukonat.
Respon terhadap kalsium singkat (20-30 menit) dan tidak menurunkan K+

13

plasma, sehingga manajemen selanjutnya

(misalnya, insulin-glukosa) harus

dimulai untuk mengurangi kadar K+ plasma. Kalsium harus digunakan dengan


hati-hati pada pasien yang menerima digitalis karena hiperkalsemia memperburuk
digitalis cardiotoxicity. Untuk pasien yang menerima digitalis, kalsium glukonat
dapat ditambahkan ke 100 mL saline isotonik dan didiberikan dalam 20-30 menit.
Kalsium kontraindikasi jika hiperkalemia merupakan manifestasi dari toksisitas
digitalis.
Pada keadaan hiperkalemia dengan syok sirkulasi atau cardiac arrest,
kalsium klorida lebih disukai dibanding penggunaan kalsium glukonat. Satu
ampul (10 mL) dalam 10% kalsium klorida memiliki kalsium elemental tiga kali
lipat dibanding satu ampul pada 10% kalsium glukonat (270 mg vs 90 mg).
Kalsium yang banyak berpotensi meningkatkan cardiac output dan menjaga irama
pembuluh darah perifer. Osmolalitas kalsium klorida yaitu 2.000 mosm/kgH2O,
sehingga penggantian cairan melalui aliran bebas CVC sangat dianjurkan.
Insulin mendorong K+ ke dalam sel otot rangka dengan mengaktifkan
membran pompa Na+-K+. Regimen insulin-dextrose akan mengurangi K+ plasma
sebanyak +0,6 mEq/L. Pemberian dextrose secara drip intravena dianjurkan
setelah pemberian insulin-dekstrosa (kecuali pasien hiperglikemik) karena ada
risiko hipoglikemia dalam satu jam. Pada keadaan yang disertai hiperglikemia,
insulin harus digunakan tanpa dextrose. Efek insulin bersifat sementara (efek
puncak pada 30-60 menit), sehingga manajemen untuk meningkatkan ekskresi K+
harus segera dimulai.
Pemberian inhalasi 2 agonist tidak disarankan pada hiperkalemia berat.
Dosis inhalasi 2-agonis (misalnya albuterol) diperlukan setidaknya 4 kali dosis
terapi untuk menghasilkan penurunan K+ plasma yang signifikan (0,5-1 mEq/L).
Hal ini dapat menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan (misalnya,
takikardia). Oleh karena itu, agen ini tidak disarankan untuk hiperkalemia berat.
Penggunaan bikarbonat juga tidak disarankan dalam manajemen
hiperkalemia berat. Ada dua alasan untuk menghindari penggunaa bikarbonat
untuk pengelolaan hiperkalemia berat: (a) infus jangka pendek bikarbonat (hingga

14

empat jam) tidak memiliki efek terhadap kadar K+ plasma, dan (b) bikarbonat
dapat membentuk kompleks dengan kalsium, yang kontraproduktif kalsium.
Kelebihan K+ dapat dibuang melalui usus (dengan resin kation-exchange)
atau langsung dari aliran darah (dengan hemodialisis). Sodium polystyrene
sulfonate (Kayexalate) adalah resin kation-exchange yang meningkatkan buangan
K+ di mukosa usus. Kayexalate dapat diberikan oral atau dengan retensi enema.
Kayexalate biasanya dicampur dengan sorbitol untuk mencegah concretions.
Setiap gram resin mengikat 0,65 mEq K+, dan memerlukan setidaknya 6 jam
untuk efek maksimum. Komplikasi dari penggunaan kayexalate salah satunya lesi
nekrotik dalam usus. Meskipun ini merupakan komplikasi jarang, namun angka
kematiannya cukup tinggi (33%).
Metode yang paling efektif untuk membuang kalium adalah dengan
hemodialisis, yang dapat menghasilkan penurunan 1mEq/L K+ plasma setelah
satu jam, dan 2 mEq/L penurunan setelah 3 jam.
2.4 Distribusi Magnesium3
Magnesium dibutuhkan oleh organisme aerobik untuk pelepasan energi
dari ATP. Magnesium merupakan kofaktor penting untuk enzim ATPase yang
menghidrolisis ATP. Oleh karena itu, magnesium sangat penting untuk
penyediaan energi, dan memungkinkan suatu organisme memanfaatkan energi
tersebut untuk mempertahankan hidup.
Peran yang lebih spesifik dari magnesium yaitu berfungsinya pompa Na+K+ (yang merupakan magnesium-dependent ATPase) dengan optmikal, dan
menghasilkan gradien listrik yang melintasi membran sel. Magnesium juga
mengatur pergerakan kalsium ke dalam sel otot polos, yang memberikan peran
penting dalam pemeliharaan kekuatan kontraktilitas jantung dan pembuluh darah
perifer.
Rata-rata orang dewasa mengandung sekitar 24g (1 mol, atau 2.000 mEq)
magnesium dimana sebagiannya tersimpan di tulang, sementara kurang dari 1%
nya terletak di plasma.

15

Serum magnesium lebih disukai daripada plasma untuk tes magnesium


karena antikoagulan yang digunakan untuk sampel plasma dapat terkontaminasi
dengan sitrat atau anion lainnya yang mengikat magnesium. Kisaran kebutuhan
untuk serum Mg tergantung pada asupan magnesium harian yang bervariasi.
Kisaran normal serum Mg untuk orang dewasa yang sehat di Amerika Serikat
ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kisaran nilai normal Mg serum

Catatan: laboratorium klinik biasanya melaporkan konsentrasi Mg serum dalam


mg/dL (karena sebagian Mg terikat dengan protein plasma), sedangkan literatur
medis biasanya menggunakan mEq/L untuk konsentrasi Mg serum. Konversi
adalah sebagai berikut:

di mana mol wt adalah berat molekul (berat atom dalam magnesium) dan valence
adalah jumlah charges pada atom atau molekul. Magnesium memiliki berat atom
24 dan valensi 2, sehingga konsentrasi Mg serum dari 1,7 mg/dL setara untuk 1,4
mEq/L (1,7 10) / 24 2 =1,4 mEq/L.
Sekitar 67% dari magnesium dalam plasma dalam bentuk terionisasi
(aktif) bentuk, dan sisanya 33% terikat pada protein plasma (19%) dan chelated
dengan divalent anion seperti fosfat dan sulfat (14%).

16

Tabel 4. Kadar magnesiumdalam plasma dan urin

Uji standar untuk magnesium (yaitu, spektrofotometri) mengukur tiga


fraksi. Oleh karena itu, ketika serum Mg abnormal rendah, sulit untuk
menentukan apakah masalahnya pada penurunan fraksi terionisasi (aktif), atau
penurunan fraksi terikat (misalnya pada hypoproteinemia). Tingkat Mg terionisasi
dapat diukur dengan elektroda-ion spesifik, tapi ini tidak tersedia secara rutin.
Namun, karena hanya sejumlah kecil magnesium yang terdapat dalam plasma,
perbedaan antara magnesium terionisasi dan terikat mungkin tidak cukup besar
untuk menimbulkan perbedaan secara klinis.
Rentang normal untuk ekskresi urin Mg ditunjukkan pada Tabel 4. Pada
keadaan dibawah nilai normal, hanya sebagian kecil magnesium yang
diekskresikan dalam urin. Ketika asupan magnesium kurang, ginjal akan
menghemat magnesium dengan cara menurunkan ekskresi magnesium urin
dengan nilai yang . Hal ini ditunjukkan pada Gambar 6

Gambar 6 Kadar Magnesium dalam urin dan plasma pada kondisi diet Mg

17

Perhatikan bahwa Mg serum tetap dalam kisaran normal setelah memulai


diet Mg pada hari ketiga, sedangkan ekskresi Mg urin mulai menurun. Hal ini
menggambarkan nilai relatif ekskresi magnesium urin dalam mendeteksi
defisiensi magnesium.
2.5 Deplesi Magnesium3
Hypomagnesemia dilaporkan sebanyak 65% dari pasien di ICU.
Penurunan magnesium tidak selalu disertai dengan hypomagnesemia, sehingga
kejadian deplesi magnesium mungkin lebih tinggi. Bahkan, deplesi magnesium
digambarkan sebagai kelainan elektrolit yang paling jarang terdiagnosis saat
praktek klinis. Hal ini disebabkan karena kadar Mg serum tidak dapat mendeteksi
deplesi magnesium secara tepat. Untuk mengetahui adanya ketidakseimbangan
elektrolit ini, penting mengetahui faktor-faktor predisposisi dari deplesi
magnesium. Faktor predisposisi umum dari deplesi magnesium tercantum dalam
Tabel 5.

Tabel 5. Faktor predisposisi dari deplesi magnesium

Diuretik adalah penyebab utama dari kekurangan magnesium. Diuretik


menginduksi inhibisi reabsorpsi natrium yang juga mengganggu reabsorpsi
magnesium, dan mengakibatkan kehilangan magnesium melalui urin yang sejajar
dengan kehilangan natrium melalui urin. Ekskresi magnesium urin paling
menonjol pada penggunaan loop-diuretik (furosemid dan asam ethacrynic).

18

Deplesi magnesium terjadi pada 50% pasien yang menerima terapi furosemide
jangka panjang. Diuretik thiazide menunjukkan kecenderungan yang sama untuk
deplesi magnesium, tetapi hanya pada pasien dengan usia lanjut. Deplesi
magnesium tidak terjadi pada terapi menggunakan diuretik Hemat kalium.
Beberapa antibiotik juga menyebabkan deplesi magnesium, antara lain
aminoglikosida,

amfoterisin

dan

pentamidin.

Aminoglikosida

memblokir

reabsorpsi magnesium pada loop Henley asenden, dan hipomagnesemia terjadi


pada 30% pasien yang menerima terapi aminoglikosida.
Terdapat beberapa laporan kasus yang menunjukkan bahwa penggunaan
jangka panjang dari proton pump inhibitor (14 hari hingga 13 tahun) dapat
dikaitkan dengan hipomagnesemia berat. Hal ini mungkin dikarenakan
penyerapan magnesium berkurang di saluran pencernaan. Obat lain yang terkait
dengan deplesi magnesium antara lain digitalis, epinefrin, dan agen kemoterapi
cisplatin dan siklosporin. Digitalis dan epinefrin menyebabkan perpindahan
magnesium ke dalam sel, sedangkan cisplatin dan siklosporin meningkatkan
ekskresi magnesium ginjal.
Hypomagnesemia dilaporkan sebanyak 30% dari kasus penyalahgunaan
alkohol. Deplesi Magnesium juga dipengaruhi sejumlah faktor, termasuk gizi
buruk dan diare kronis. Selain itu didapatkan hubungan antara deplesi magnesium
dan defisiensi tiamin. Magnesium diperlukan untuk transformasi tiamin menjadi
tiamin pirofosfat, sehingga deplesi magnesium dapat menyebabkan defisiensi
tiamin pada orang yang mendapat asupan tiamin yang adekuat. Untuk alasan ini,
kadar magnesium harus dipantau secara berkala pada pasien yang menerima
suplemen tiamin harian.
Sekresi dari lower GI tract kaya akan magnesium (10-14 mEq/L), sehingga
pada kondisi diare dapat disertai dengan deplesi magnesium berat. Sementara
sekresi upper GI tract tidak kaya akan magnesium (1-2 mEq/L), sehingga muntah
tidak menimbulkan risiko untuk terjadinya deplesi magnesium.
Deplesi magnesium umum terjadi pada pasien diabetes tergantung insulin,
ankemungkin akibat dari kehilangan magnesium melalui urin yang menyertai
glikosuria. Hypomagnesemia juga dilaporkan sebanyak 80% pada pasien dengan

19

akut miokard infark. Mekanisme terjadinya masih belum jelas, tetapi mungkin
karena pergeseran intraseluler Mg dari kelebihan katekolamin.

2.5.1 Manifestasi Klinis Hipomagnesemia


Tidak ada manifestasi klinis spesifik untuk deplesi magnesium, tetapi
berikut temuan klinis yang mendasari kekurangan magnesium.
1. Kelainan elektrolit lain
Deplesi magnesium sering disertai dengan deplesi kalium, fosfat, dan
kalsium. Pada pasien dengan hipokalemia dilaporkan 40% kasus mengalami
deplesi magnesium. Hipokalemia yang disertai deplesi magnesium terkadang sulit
dikoreksi sebelum hipomagnesemia terkoreksi. Deplesi magnesium juga dapat
menyebabkan hipokalsemia akibat gangguan pelepasan parathormon dan
gangguan respon end-organ terhapad parathormon. Seperti dengan hipokalemia,
hipokalsemia yang disertai deplesi magnesium sulit untuk dikoreksi kecuali defisit
magnesium terkoreksi. Deplesi fosfat merupakan efek dari deplesi magnesium.
Mekanisme ini berhubungan dengan ekskresi magnesium ginjal.
2. Aritmia
Magnesium diperlukan agar fungsi pompa membran pada membran sel
jantung bekerja dengan baik. Deplesi magnesium akan menyebabkan depolarisasi
sel jantung dan menimbulkan takiaritmia. Baik digitalis dan deplesi magnesium
dapat menghambat pompa membran. Deplesi magnesium akan memperbesar efek
digitalis dan menimbulkan digitalis cardiotoxicity. Magnesium intravena dapat
menekan aritmia akibat intoksikasi digitalis. Magnesium intravena juga dapat
menyingkirkan aritmia refrakter (yaitu, yang tidak responsif terhadap agen
antiaritmia yang lama). Efek ini mungkin karena adanya efek membranestabilizing dari magnesium yang tidak berhubungan dengan kadar magnesium.
Salah satu aritmia serius yang berhubungan dengan deplesi magnesium adalah
torsade de pointes.
3. Kelainan neurologis
Manifestasi neurologis dari defisiensi magnesium termasuk gangguan
mental, kejang umum, tremor, dan hyperreflexia, tetapi hal ini jarang terjadi, tidak

20

spesifik, dan sulit dalam penegakan diagnosisnya. Terdapat suatu sindrom


neurologis yang dapat mereda dengan terapi magnesium yang presentasi klinisnya
ditandai dengan ataksia, bicara cadel, asidosis metabolik, hipersalivasi, kejang
otot difus, kejang umum, dan obtundation progresif. Gambaran klinis tersebut
dikenal dengan istilah reactive central nervous system magnesium deficiency.
Sindrom ini berhubungan dengan penurunan kadar magnesium dalam cairan
serebrospinal, dan manajemen pada kasus ini dengan penggantian magnesium
secara intravena. Prevalensi dari sindrom ini masih belum diketahui.

2.5.2 Penegakan Diagnosis Hipomagnesemia


Kadar Mg serum merupakan penanda yang tidak sensitif terhdap deplesi
magnesium. Ketika deplesi magnesium deplesi disebabkan faktor nonrenal
(seperti diare), ekskresi magnesium urin adalah tes yang lebih sensitif untuk
deplesi magnesium tersebut. Namun, sebagian besar kasus deplesi magnesium
adalah karena peningkatan ekskresi magnesium ginjal, sehingga penilaian
diagnostik ekskresi magnesium urin menjadi terbatas.
Saat tidak terdapat buangan magnesium ginjal, ekskresi magnesium dalam
urin menjadi indeks paling sensitif terhadap jumlah magnesium tubuh. Normalnya
laju reabsorbsi magnesium mendekati tingkat maksimum (Tmax), sehingga
sebagian besar beban magnesium yang diserap diekskresikan dalam urin saat
cadangan magnesium dalam batas normal. Namun, ketika cadangan magnesium
berkurang, tingkat reabsorpsi magnesium jauh lebih rendah daripada Tmax,
sehingga lebih banyak magnesium yang diserap dan lebih sedikit yang akan
diekskresikan dalam urin. Deplesi magnesium mungkin terjadi bila kurang dari
50% Mg yang didapatkan dalam urin, dan mungkin tidak terjadi deplesi
magnesium jika lebih dari 80% Magnesium diekskresikan dalam urin. Hal ini
penting yang harus ditekankan adalah bahwa tes ini tidak dapat digunakan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau keadaan ongoing renal magnesium
wasting.

21

Tabel 6. Tes resistensi magnesium

2.5.3 Manajemen Hipomagnesemia


Preparat magnesium tersedia dalam bentuk oral maupun parenteral.
Preparat oral dapat digunakan untuk terapi pemeliharaan harian (5 mg/kg pada
orang normal). Namun, karena penyerapan preparat oral magnesium tidak terlalu
jelas, magnesium parenteral disarankan dalam manajemen hypomagnesemia.

Tabel 7. Sediaan Magnesium

22

Preparat intravena standar yaitu magnesium sulfat (MgSO4). Setiap gramnya mengandung 8mEq (4mmol) magnesium. Larutan magnesium sulfat 50%
(500 mg/mL) memiliki osmolaritas 4.000 mosm/L, sehingga harus diencerkan
dengan 10% (100 mg/mL) atau 20% (200mg/mL) larutan untuk digunakan
intravena. Larutan ringer tidak boleh digunakan sebagai pengencer untuk MgSO4
karena kalsium dalam larutan ringer akan menetralkan aksi magnesium yang
terdapat di cairan pengganti. Berikut adalah pedoman penggantian magnesium
yang direkomendasikan untuk pasien dengan fungsi ginjal yang normal:
1. Hypomagnesemia ringan, asimtomatik
Jika serum Mg 1-1,4 mEq/L tanpa komplikasi:
1) Asumsikan defisit magnesium total 1-2 mEq/kg.
2) Karena 50% dari magnesium yang diserap akan hilang melalui urin,
jadi total penggantian magnesium dianggap dua kali dari jumlah
defisit magnesium.
3) Penggantian 1 mEq/kg dalam 24 jam pertama, dan 0,5 mEq/kg setiap
hari selama 3-5 hari berikutnya.
2. Hypomagnesemia sedang
Jika serum Mg <1 mEq/L, atau jika serum Mg rendah disertai dengan
kelainan elektrolit lainnya:
1) Tambahkan 6g MgSO4 (48mEq Mg) dalam 250 atau 500mL saline
isotonik dan drip intravena dalam 3 jam.
2) Tambahkan 5g MgSO4 (40mEq Mg) dalam 250 atau 500mL saline
isotonik, drip intravena dalam 6 jam berikutnya.
3) Lanjutkan dengan 5g MgSO4 setiap 12 jam (dengan infus kontinu)
selama 5 hari berikutnya.
3. Hipomagnesemia berat
Jika hipomagnesemia terkait dengan aritmia jantung serius (misalnya,
torsade de pointes) atau kejang umum:
1) Infus 2g MgSO4 (16mEq Mg) intravena dalam 2-5 menit.
2) Tambahkan 5g MgSO4 (40mEq Mg) dalam 250 atau 500 mL saline
isotonik, drip intravena dalam 6 jam berikutnya.

23

3) Tambahkan 5g MgSO4 setiap 12 jam (dengan infus kontinu) selama 5


hari berikutnya

Pemantauan terapi pengganti magnesium dilakukan dengan tes resistensi


magnesium. Kadar Mg serum akan meningkat setelah pemberian awal bolus
magnesium, tetapi kadarnya akan mulai menurun setelah 15 menit. Oleh karena
itu, penting untuk menambahkan magnesium secara kontinu dengan infus. Kadar
Mg serum akan kembali normal setelah 1 sampai 2 hari, tetapi akan memakan
waktu beberapa hari untuk mengisi total cadangan magnesium tubuh. Tes retensi
magnesium dapat digunakan untuk mengidentifikasi end-point terapi penggantian
kalium. Penggantian magnesium dilanjutkan sampai ekskresi magnesium urin
mencapai 80% dari beban magnesium yang diberikan.2
Hipomagnesemia jarang ditemukan pada penderita dengan insufisiensi
renal, tetapi dapat terjadi pada diare berat atau kronis dan kadar kreatinin
clearance >30mL/menit. Ketika penggantian magnesium diberikan untuk
penderita dengan insufisiensi renal, jumlah magnesium tidak lebih dari 50% dari
pedoman terapi pengganti, dan serum Mg harus dipantau secara ketat.
2.6 Hipermagnesemia3
Hipermagnesemia lebih jarang terjadi dibanding deplesi magnesium.
Hipermagnesemia, dimana kadar Mg serum lebih dari 2mEq/L, terjadi pada 5%
pasien yang dirawat dirumah sakit. Terdapat beberapa kondisi yang menjadi
faktor predisposisi dari hipermagnesemia, antara lain insufisiensi renal, hemolysis,
ketoasidosis diabetikum, hiperparatiroidism, insufisiensi adrenal, dan intoksikasi
lithium.
Hipermagnesemia paling sering terjadi akibat gangguan ekskresi
magnesium ginjal, dimana terjadi ketika kreatinin klearens dibawah 30mL/menit.
Namun, hipermagnesemia tidak selalu ditemukan pada insufisiensi renal kecuali
jika asupan magnesium meningkat. Hipermagnesemia juga dapat terjadi pada
hemolysis karena konsentrasi magnesium di eritrosit tiga kali konsentrasi di
serum. Setiap terjadi 250mL eritrosit yang lisis, diperkirakan terjadi peningkatan

24

serum magnesium 0,1mEq/L. Hipermagnesemia hanya terjadi pada hemolysis


masif.

2.6.1 Manifestasi Klinis Hipermagnesemia


Magnesium secara fisiologis merupakan calcium blocker, dan gejala yang
paling berbahaya dari hipermagnesemia adalah sifat antagonist nya terhadap
kalsium dalam sistem kardiovaskular. Depresi kardiovaskular paling banyak
akibat terhambatnya konduksi jantung, sementara depresi konraktiliti dan
vasodilatasi jarang terjadi. Berikut daftar manifestasi klinis hipermagnesemia,

2.6.2 Manajemen Hipermagnesemia


Hemodialisis merupakan terapi pilihan pada hipermagnesemia berat.
Kalsium glukonat intravena (1g IV dalam 2-3 menit) dapat menjadi antagonis dari
efek hipermagnesemia terhadap kardiovaskular, sampai dialysis dapat dilakukan.
Jika cairan dan fungsi renal dalam keadaan baik, infus dengan volume yang cukup
banyak dikombinasikan dengan furosemide dapat efektif mengurangi magnesium
serum pada kasus hipermagnesemia ringan.

25

BAB III
KESIMPULAN

Kalium dalam jumlah besar terdapat dalam intraselular. Sebanyak 98%


dari total kalium ditubuh terletak dalam intraselular, sementara 2% terdapat di
cairan ekstraselular. Berkurangnya kadar kalium plasma menjadi kurang dari
3,5mEq/L disebut hipokalemia. Hipokalemia berat, dimana kadar K+ plasma
kurang dari 2,5 mEq/L, dapat dikaitkan dengan kelemahan seluruh otot, tetapi
dalam banyak kasus, hipokalemia dapat terjadi asimtomatik. Hipokalemia saja
tidak berisiko menimbulkan aritmia yang serius, namun pada kondisi tertentu
(misalnya iskemia miokard) hipokalemia dapat meningkatkan risiko terjadinya
aritmia. Jika hipokalemia terjadi secara terus-menerus setelah penggantian kalium,
maka adanya deplesi magnesium dapat dipertimbangkan.
Hiperkalemia, dimana kadar K+ plasma lebih dari 5,5 mEq/L, dapat
menjadi kondisi yang mengancam jiwa. Gejala utama hiperkalemia yang
mengancam nyawa adalah perlambatan transmisi impuls di jantung (dari
depolarisasi otot jantung), yang dapat berkembang menjadi heart block dan
bradikardia cardiac arrest. Perubahan EKG pada hiperkalemia progresif paling
awal ditandai dengan perubahan gelombang T. Dalam tatalaksana hiperkalemia,
penggunaan kalsium sebagai antagonis efek hiperkalemia terhadap jantung diikuti
dengan menurunkan serum K+ ( dapat menggunakan insulin-glukosa), dan mulai
langkah-langkah untuk membuang kelebihan K+ (misalnya, menggunakan
Kayexalate).
Kurang dari 1% total magnesium terletak di plasma, sehingga penurunan
magnesium tidak selalu disertai dengan hypomagnesemia. Hypomagnesemia
dilaporkan sebanyak 65% dari pasien di ICU sementara kejadian deplesi
magnesium

mungkin

lebih

tinggi.

Terapi

diuretik

dengan

furosemide

merupakanpenyebab utama penipisan magnesium di ICU. Deplesi magnesium


harus dicurigai pada setiap pasien dengan hipokalemia yang diinduksi diuretik.
Terapi pengganti magnesium akan memperbaiki serum Mg sebelum jumlah

26

cadangan magnesium tubuh terisi penuh. Indikator terbaik untuk mengetahui


cadangan magnesium kembali penuh adalah dengan tes retensi magnesium.
Hipermagnesemia lebih jarang terjadi dibanding deplesi magnesium.
Hipermagnesemia, dimana kadar Mg serum lebih dari 2mEq/L,

bersifat

antagonist terhadap kalsium dalam sistem kardiovaskular sehingga dapat


menimbulkan fisrt degree AV Block, Complete Heart Block, dan Cardiac Arrest.
Hemodialisis merupakan terapi pilihan pada hipermagnesemia berat. Jika cairan
dan fungsi renal dalam keadaan baik, infus dengan pemberian volume yang cukup
banyak dikombinasikan dengan furosemide dapat efektif mengurangi magnesium
serum pada kasus hipermagnesemia ringan.

27

DAFTAR PUSTAKA

1. Rismawati Yaswir, Ira Ferawati. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan


Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium. FK UNAND;
Jurnal

Kesehatan

Andalas.

2012;

1(2),

80-85.

Diunduh

di

http://jurnal.fk.unand.ac.id pada 30 Juli 2015


2. Guyton A.C, Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-11. EGC;
Jakarta. 2008. 307-400.
3. Marino PL. Renal and Electrolyte Disorder. In: Marino PL, ed. The ICU
Book 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2014, 639-665.
4. Gums JG. Magnesium in cardiovascular and other disorders. Am J HealthSyst

Pharm.

61:1569-76.

2004.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ pada 30 Juli 2015

28

Diunduh

di

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I Revisi 1
    Bab I Revisi 1
    Dokumen3 halaman
    Bab I Revisi 1
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Muth KDK
    Muth KDK
    Dokumen15 halaman
    Muth KDK
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Case Kecil BAB II
    Case Kecil BAB II
    Dokumen7 halaman
    Case Kecil BAB II
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Telaah Jurnal Pico-Via
    Telaah Jurnal Pico-Via
    Dokumen10 halaman
    Telaah Jurnal Pico-Via
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • 24-Pengantar Otonom-CKF
    24-Pengantar Otonom-CKF
    Dokumen14 halaman
    24-Pengantar Otonom-CKF
    Liliana Surya Fatimah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Referat Infeksi Kuku
    Referat Infeksi Kuku
    Dokumen13 halaman
    Referat Infeksi Kuku
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Tuberkulosis
    Tuberkulosis
    Dokumen13 halaman
    Tuberkulosis
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen1 halaman
    Bab Iii
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Case PEB
    Case PEB
    Dokumen33 halaman
    Case PEB
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • 3.1 Permenkes 416
    3.1 Permenkes 416
    Dokumen6 halaman
    3.1 Permenkes 416
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Ceklist Tatia
    Ceklist Tatia
    Dokumen1 halaman
    Ceklist Tatia
    Tatia Indira
    Belum ada peringkat
  • Permenkes 416
    Permenkes 416
    Dokumen6 halaman
    Permenkes 416
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Bab I Dan Bab III Otomikosis1
    Bab I Dan Bab III Otomikosis1
    Dokumen19 halaman
    Bab I Dan Bab III Otomikosis1
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Tinauan Pustaka KNF
    Tinauan Pustaka KNF
    Dokumen13 halaman
    Tinauan Pustaka KNF
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Skreening Hipotiroid Kongenital
    Skreening Hipotiroid Kongenital
    Dokumen9 halaman
    Skreening Hipotiroid Kongenital
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Kebijakan Palembang 2003
    Kebijakan Palembang 2003
    Dokumen2 halaman
    Kebijakan Palembang 2003
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Charisma 04111401023
    Charisma 04111401023
    Dokumen1 halaman
    Charisma 04111401023
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Case GiLut
    Case GiLut
    Dokumen22 halaman
    Case GiLut
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Parameter
    Parameter
    Dokumen3 halaman
    Parameter
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Laporan Fix
    Laporan Fix
    Dokumen55 halaman
    Laporan Fix
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Reading (GiLut)
    Jurnal Reading (GiLut)
    Dokumen24 halaman
    Jurnal Reading (GiLut)
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Administrasi Kesehatan Masyarakat (PENGANTAR)
    Administrasi Kesehatan Masyarakat (PENGANTAR)
    Dokumen3 halaman
    Administrasi Kesehatan Masyarakat (PENGANTAR)
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen3 halaman
    Bab Iii
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fix
    BAB I Fix
    Dokumen2 halaman
    BAB I Fix
    Muthiah Hasnah Suri
    Belum ada peringkat
  • Unsur Pokok Administrasi Kesehatan (PROSES)
    Unsur Pokok Administrasi Kesehatan (PROSES)
    Dokumen4 halaman
    Unsur Pokok Administrasi Kesehatan (PROSES)
    Filissa Thilfani
    Belum ada peringkat