Disusun oleh:
Muthiah Hasnah Suri, S.Ked
04084821517077
04084821618213
Pembimbing
drg. Galuh Anggraini Adityaningrum
ABSTRAK
Seiring kemajuan teknologi medis di bidang terapi kanker, praktisi gigi akan
menghadapi pasien dengan kanker aktif atau riwayat kanker. Biasanya, pasien ini
mungkin telah atau sedang menjalani terapi seperti operasi, radiasi, kemoterapi
atau kombinasi dari terapi. Pasien-pasien ini datang dengan beberapa efek
samping yang dapat ditatalaksana atau dicegah oleh praktisi gigi. Kita akan
membahas beberapa kekhawatiran ini dan memberikan strategi manajemen.
mengetahui dan lebih siap terhadap penyakit atau patologi yang mungkin
berkembang secara spesifik di rongga mulut pasien yang sedang menjalani atau
yang telah menjalani terapi kanker.
Ditinjau dari modalitas pengobatan, ditemukan efek samping yang
beragam di rongga mulut, mulai dari xerostomia, mukositis mulut, infeksi
oportunistik dan trismus hingga osteoradionekrosis (ORN). Efek samping ini
dapat diabaikan karena beberapa dari mereka pada dasarnya tidak menunjukkan
gejala, tetapi dapat menjadi berat jika fungsi normal dalam kehidupan sehari-hari
diabakan secara signifikan. Deskripsi lebih detail mengenai skrining dan
pemeriksaan kanker mulut pada pasien dapat ditemukan di situs Foundation for
Oral-Facial Rehabilitation (ffofr.org) dan di referensi lainnya. Kita terutama fokus
pada etiologi, manifestasi klinis, pengobatan dan manajemen lesi oral pada pasien
yang sedang menjalani atau telah menjalani terapi kanker. Penggunaan agen terapi
kanker adjuvant seperti obat antiresorptive (misalnya, bifosfonat dan denosumab)
atau anti-angiogenik (misalnya, sunitinib atau bevacizumab) semakin umum
digunakan untuk mengobati kanker yang telah bermetastasis. Pasien-pasien ini
berisiko terkena lesi oral spesifik disebut medication-related osteonecrosis of the
jaw (MRONJ). Kita juga akan membahas pengelolaan lesi MRONJ.
Pilihan Terapi Kanker
Penatalaksanaan efek samping oral-spesifik yang terinduksi selama atau
setelah terapi kanker, akan sangat membantu untuk memahami sifat dari masingmasing modalitas terapi. Modalitas pengobatan tersebut termasuk terapi bedah,
terapi radiasi, kemoterapi atau kombinasi dari terapi.
Terapi Bedah
Terapi bedah untuk kanker adalah salah satu pilihan pengobatan yang
memungkinkan untuk pengangkatan dari seluruh massa tumor. Setelah operasi
pengangkatan tumor, pasien dapat menjalani radiasi adjuvant atau kemoterapi
untuk eradikasi keseluruhan sel-sel kanker. Namun, terapi ini sering dibatasi
karena
mempertimbangkan
masalah
fungsional
dan
estetika.
Operasi
menyeb
GAMBAR 2A. Xerostomia menyebabkan pembusukan gigi
(panah)
abkan
kerusakan
DNA
langsung
untuk
secara
aktif
Mukositis
ulseratif
berlangsung
selama
periode
Manajemen:
pasien
dengan
mukositis
oral
harus
pasien
penting
untuk
mengurangi
kemungkinan
keparahan
yang
mungkin
dapat
dipulihkan
atau
Manifestasi klinis: Praktisi harus aktif mencari tanda-tanda dan gejala yang
berkaitan dengan hipofungsi ludah termasuk fissura di
komisura bibir, kesulitan dalam menelan atau mengunyah serta
berbicara. Penurunan saliva hingga 80 persen dari biasanya
dan xerostomia akan terlihat secara spesifik pada pasien kanker
dua minggu setelah terapi radiasi awal atau pada dosis
GAMBAR 3B. Penampang buatan untuk pertumbuhan gigi di
maksila dan mandibula
Manifestasi klinis: ORN secara klinis didefinisikan sebagai area tulang terpapar
yang bertahan selama lebih dari tiga bulan (Gambar 4).
Namun, temuan radiografi dari radio-opaque yang iregular
yang merupakan indikasi dari pembentukan sequestrum tanpa
kebocoran lapisan penutup mukosa juga umum ditemukan
(GAMBAR 5). Ulseratif atau jaringan lunak nekrotik juga
sering dapat dilihat di sekitar area yang terkena. Paparan
jangka panjang tanpa perawatan mulut yang tepat dapat
menyebabkan akumulasi plak yang menutupi tulang yang
terpapar.
Manajemen:
yang
cukup
bagi
dokter
untuk
mendete
ksi penyakit gigi pada tahap awal. Oksigen hiperbarik (HBO)
terapi yang menyediakan oksigen dalam jumlah banyak telah
Jika
memungkinkan,
sangat
dianjurkan
untuk
Gambar 7. Trismus
Manajemen:
inisiasi
program
latihan
menggunakan
drastis
dalam
lingkungan
oral
(misalnya,
populations
jamur
sampai
seratus
kali. 29
tersebut,
supositoria
vagina/rectal
dapat
pemberian
sistemik
ketoconazole
atau
rentan terganggu dari pada rasa asin dan manis. Struktur dari taste buds hampir
sepenuhnya terbatas pada 50 Gy. Namun, ketajaman rasa umumnya kembali
normal dua sampai empat minggu setelah terapi selesai sepanjang aliran salivari
dalam keadaan normal. Dalam kasus xerostomia parah setelah terapi radiasi,
jumlah buds menurun secara signifikan dan terjadi perubahan morfologi. Persepsi
terhadap rasa dapat berubah secara permanen.
Komplikasi Oral berkaitan dengan Kemoterapi Adjuvant
Kanker stadium lanjut biasanya bermetastasis ke bagian tubuh lain. Secara
khusus, beberapa jenis kanker, termasuk payudara, prostat, paru-paru, tiroid dan
ginjal, lebih rentan untuk bermetastasis ke daerah lain termasuk tulang. Lesi ini
juga dapat menyebabkan kadar kalsium yang tinggi dalam aliran darah, disebut
hiperkalsemia. Obat yang biasa diresepkan untuk tatalaksana metastasis termasuk
antiresorptive (misalnya, bifosfonat atau denosumab) atau anti-angiogenik
(misalnya, sunitinib atau bevacizumab) obat. Penggunaan obat-obat ini dikaitkan
dengan MRONJ yang secara spesifik terjadi pada rongga mulut. Oleh karena itu,
dokter umum harus menyadari lesi MRONJ ini ketika menangani pasien yang
menerima kemoterapi adjuvan tersebut.
MRONJ
Gambaran umum: Laporan resmi pada kasus osteonekrosis rahang (ONJ) akibat
bifosfonat yang pertama dilaporkan diterbitkan pada 2003,34
namun etiologi masih belum diketahui. Beberapa hipotesis
telah diusulkan, termasuk supresi pada proses remodeling
tulang, inflamasi, inhibisi angiogenesis dan toxicitas jaringan
lunak.35 Terminologi osteonekrosis rahang terkait bifosfonat
(BRONJ- Bisphosphonate-Related Osteonecrosis of Jaw),
baru-baru ini diperbarui menjadi MRONJ (MedicationRelated Osteonecrosis of Jaw) agar lebih inklusif pada obat
selain bifosfonat, seperti denosumab atau bevacizumab. 36
MRONJ
didefinisikan
sebagai
pasien
dengan
riwayat
yang
telah
ada
sebelumnya(misalnya,
penyakit
37-43
plak
(GAMBAR
9B).
Praktisi
harus
MRONJ
sclerosis)
stadium
dari
0.
Gambaranabnormal
radiografi
dan
computed
Gambar 9. Lesi MRONJ yang diinduksi oleh penggunaan bisphosphonate jangka panjang. (A) gambaran radiolusen di
KESIMPULAN
Hubungan antara dokter gigi dan pasien dapat bertahan selama bertahun-tahun.
Sejalan dengan peningkatan harapan hidup dan kemajuan teknologi kedokteran
yang terus berkembang, hubungan ini berpotensi menjadi hubungan yang seumur
hidup. Selama waktu itu, dokter gigi mungkin menghadapi pasien yang sedang
menjalani atau yang memiliki riwayat terapi kanker. Sebagai dokter gigi umum,
mengetahui modalitas terapi kanker yang berbeda (misalnya, pembedahan, radiasi,
kemoterapi, atau terapi kombinasi) penting untuk menilai dan menatalaksana
pasien tersebut. Banyak efek samping dari terapi kanker, termasuk mucositis oral,
xerostomia, ORN, trismus dan infeksi sekunder, yang tidak dapat dicegah tetapi
dapat ditatalaksana, dan untuk tingkat tertentu, dapat diobati (TABLE). Hal ini
berlaku untuk lesi MRONJ pada pasien kanker yang menjalani terapi adjuvan
dengan bifosfonat dan denosumab. Dengan demikian, sangat penting untuk dokter
gigi umum untuk mengetahui bagaimana terapi kanker dapat mempengaruhi
kesehatan mulut dan untuk menatalaksana pasien tersebut sesuai kompetensinya.
Keberhasilan dalam tatalaksana pasien kanker merupakan upaya tim, sehingga
penting bagi dokter umum untuk berkomunikasi tidak hanya dengan pasien tetapi
juga dengan praktisi medis lainnya untuk menentukan rencana tatalaksana yang
optimal bagi setiap pasien.