Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTIFIKASI
Nama

: NA

Umur

: 22 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jl. Letnan Yasin no. 753 Palembang

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

Pekerjaan

: Mahasiswa

Pendidikan

: S1

Ruangan

: Poli gigi

ANAMNESA
a. Keluhan Utama: ada benjolan di gusi kiri atas
b. Riwayat Perjalanan Penyakit:
Sejak 5 hari yang lalu sebelum datang ke poli gigi, os
mengeluh nyeri pada gigi depan kiri atas. Nyeri dirasakan tajam
dan menjalar hingga ke hidung kiri. Nyeri terjadi terus menerus
dan bertambah ketika os mengunyah makanan. Tidak ada rasa
ngilu saat memakan makanan panas atau dingin.
Sejak 2 hari yang lalu, os merasakan ada benjolan di gusi
depan kiri atas. Benjolan dirasakan tidak nyeri dan semakin
membesar. Tidak ada demam. Os kemudian datang berobat ke poli
gigi RSMH.

c. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik


Penyakit atau Kelainan Sistemik
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy
Penyakit/ Kelainan KGB

Ada

Disangkal

d. Riwayat Perawatan Gigi dan Mulut Sebelumnya

Sejak 6 tahun yang lalu os memakai kawat gigi selama 3


tahun. Sejak 3 tahun yang lalu os merasa giginya berlubang
tapi tidak nyeri. Sejak 10 bulan yang lalu os merasa lubang di
giginya semakin membesar. Kemudian os berobat ke dokter
gigi dan dilakukan penambalan pada gigi depan kiri atas. Sejak
8 bulan yang lalu, os mengeluh nyeri pada gigi yang sudah
ditambal. Nyeri tersebut hilang timbul. Os berobat lagi ke
dokter gigi dan dilakukan tes sensitivitas. Gigi os dinyatakan
hipersensitif.

e. Riwayat Kebiasaan

Os menggosok gigi 2x sehari saat mandi pagi dan sebelum


tidur malam.

Os sering mengonsumsi makanan/ minuman panas dan dingin.

III.

PEMERIKSAAN FISIK ( Selasa, 22 Maret 2016)


a. Status Umum Pasien
Keadaan Umum Pasien

: Tampak sehat

Sensorium

: Compos Mentis

Berat Badan

: 52 kg

Tinggi Badan

: 166 cm

Vital Sign

Nadi

: 67 x/menit, isi dan tegangan cukup

Respiratory Rate

: 20 x/menit

Temperatur

: 36,5 0C

Tekanan Darah

: 110/70 mmHg

b. Pemeriksaan Ekstra Oral:

Wajah

: tidak ada kelainan

Bibir

: tidak ada kelainan

Pembesaran KGB : tidak ada kelainan

Temporo-mandibula Joint: Dalam batas normal, tidak ada


dislokasi dan clicking

c. Pemeriksaan Intra Oral:

Mukosa bukal

: Tidak ada kelainan

Mukosa palatum

: Tidak ada kelainan

Mukosa labial

: Tidak ada kelainan

Palatum

: Tidak ada kelainan

Torus palatinus

: Tidak ada

Torus mandibularis: Tidak ada

Lidah

: Tidak ada kelainan

Dasar mulut

: Tidak ada kelainan

Gingiva

: Terdapat benjolan di atas gigi 21


3

Malposisi

: (-)

Maloklusi

: (-)

Debris

: (-)

Plak

: (-)

Kalkulus

: (-)

Hubungan rahang : ortognati normal

Missing teeth

: (-)

d. Status lokalis
Gigi
21

Lesi
Karies

Sondase
-

CE
-

Perkusi
-

Palpasi
-

Diagnosis
Nekrosis

Tindakan
Insisi

sekund

pulpa + abses

abses

er

periapikal

periapikal
+
trepanasi

IV

III

II

II

III

IV

IV

III

II

II

III

IV

ODONTOGRAM

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rontgen Panoramik

V.

TEMUAN MASALAH
Nekrosis pulpa dan abses periapikal gigi 21

VI.

RENCANA TERAPI

Insisi abses periapikal

Trepanasi gigi 21

Perawatan saluran akar gigi 21

Metronidazole 3x500 mg dan Kalium Diklofenak 2x50 mg

VII.

PROGNOSIS
o Vitam & fungsionam : Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi Gigi
Bagian-bagian gigi
Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, gigi tersusun atas beberapa
bagian. Berikut bagian-bagian yang menyusun gigi: 1,2

a. Akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang
dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat menonjol di atas gusi
sehingga dapat dilihat.
c. Leher gigi adalah tempat bertemunya mahkota dan akar gigi

Gambar 1. Anatomi gigi normal


Struktur Jaringan Gigi
Gigi terdiri dari beberapa jaringan pembentuk. Secara garis besar, jaringan
pembentuk gigi ada 3, yaitu email, dentin, dan pulpa.2

1. Email2
Email adalah lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi. Email berasal dari
epitel (ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh manusia dan
paling banyak mengandung kalsium fosfat dalam bentuk Kristal apatit (96%).2
Email merupakan jaringan semitranslusen, sehingga warna gigi bergantung
kepada warna dentin di bawah email, ketebaan email, dan banyaknya stain pada
email. Ketebalan email tidak sama, paling tebal di daerah oklusal atau insisal dan
makin menipis mendekati pertautannya dengan sementum. 2
2. Dentin
Dentin merupakan komponen terbesar jaringan keras gigi yang terletak di
bawah email. Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan di daerah akar
ditutupi oleh sementum. Secara internal, dentin membentuk dinding rongga
pulpa.2
Dentin membentuk bagian terbesar dari gigi dan merupakan jaringan yang
telah mengalami kalsifikasi sama seperti tulang, tetapi sifatnya lebih keras karena
kadar garam kalsiumnya lebih besar (80%) dalam bentuk hidroksi apatit. Zat antar
sel

organic

(20%)

terutama

terdiri

atas

serat-serat

kolagen

dan

glikosaminoglikans, yang disintesis oleh sel yang disebut odontoblas. Odontoblas


membentuk selapis sel-sel yang terletak di pinggir pulpa menghadap permukaan
dalam dentin. 2
Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin, dan konsentrasi ion
hydrogen. Diperkirakan bahwa rangsangan itu diterima oleh serat dentin dan
diteruskan olehnya ke serat saraf di dalam pulpa.
3. Pulpa
Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi.
Pulpa berisi pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Tugas dari pulpa adalah
mengatur nutrisi/makanan agar gigi tetap hidup, menerima rangsang, membentuk

dentin baru bila ada rangsangan panas, kimia, tekanan, atau bakteri yang dikenal
dengan dentin sekunder. 2 Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
a) Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian
tengah korona gigi dan selelu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi
mempunyai kemampuan untuk mengendapkan dentin sekunder, pengendapan
ini mengurangi ukuran dari rongga pulpa.
b) Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.
c) Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian
akar gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah
akar, tetapi sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran.
d) Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar
berupa suatu lubang kecil.
e) Supplementary canal. Beberapa kar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu
foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat
apikalnya yang disebut multiple foramina / supplementary canal.
f) Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihhubngkan
dengan ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari
satu saluranpulpa, misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial
dari M1 bawah mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah
foramen apikal.
Jaringan Pendukung Gigi
Keberadaan gigi didukung oleh jaringan-jaringan lain yang berada di dalam
mulut yang disebut jaringan periodontal yang terdiri dari empat komponen, yaitu
sementum, gusi, tulang alveolar, dan ligament periodontal. 2
1. Sementum
Sementum merupakan jaringan keras gigi yang menyelubungi akar. Bila ada
rangsangan yang kuat pada gigi maka akan terjadi resorpsi/penyerapan sel-sel
sementum pada sisi yang terkena rangsangan dan pada sisi lainnya akan terbentuk
jaringan sementum baru. Pembentukan sementum yang baru mengarah ke arah
luar. 2

2. Gingiva
Gingiva atau gusi adalah jaringan lunak yang menutupi leher gigi dan tulang
rahang, baik yang terdapat pada rahang atas maupun rahang bawah. Fungsi
gingival adalah melindungi jaringan di bawah perlekatan terhadap lingkungan
rongga mulut. Gingiva sehat biasanya berwarna merah muda, tepinya runcing
seperti pisau, tidak mudah berdarah dan tidak sakit. Gingiva banyak mengandung
pembuluh darah sehingga sangat sensitive terhadap trauma atau luka. Secara
anatomi, gingiva dibagi atas tiga daerah2 :
a. Marginal gingiva (unattached gingiva), merupakan bagian gingiva yang
mengelilingi gigi seperti kerah baju dan tidak melekat langsung pada gigi,
biasa juga disebut juga dengan free gingiva
b. Attached gingiva merupakan lanjutan dari marginal gingival dan disebut juga
mukosa fungsional.
c. Interdental gingival, merupakan bagian gingival yang mengisi ruang
interproksimal antara dua gigi yang bersebelahan.
3. Ligamentum Periodontal
Ligamnetum periodontal merupakan struktur jaringan konektif yang
mengelilingi akar gigi dan mengikatnya ke tulang (menghubungkan tulang gigi
dengan tulang alveolar). Ligamen periodontal merupakan lanjutan jaringan
gingiva yang berhubungan dengan ruang sumsum tulang melalui saluran vaskuler.
Fungsinya seperti bantalan yang dapat menopang gigi dan menyerap beban yang
mengenai gigi.2
4. Tulang alveolar
Tulang alveolar disebut juga prosesus alveolaris yg mencakup tulang rahang
secara keseluruhan, yaitu maksila dan mandibula yg berfungsi membentuk dan
mendukung soket (alveoli) gigi. 2
2.2 Nekrosis Pulpa

10

Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa gigi, bisa sebagian ( parsial ) atau
keseluruhan. Patofisiologi dari gangren pulpa adalah terbentuknya eksudat
inflamasi menyebabkan peningkatan tekanan intra pulpa sehingga sistem limfe
dan venule terputus, mengakibatkan kematian jaringan pulpa. Jika eksudat
tersebut masih dapat diabsorbsi atau terdrainase melalui karies, nekrosis terjadi
bertahap.Pada gigi yang mengalami benturan keras, nekrosis juga dapat terjadi
bila aliran darah di dalam pulpa terputus.2,3,4,5
2.2.1 Etiologi 2,3,4,5
1. Microbakterial
2. Trauma fisik (benturan, radiasi)
3. Bahan-bahan kimia (tumpatan gigi, bahan korosif)
4. Reaksi hipersensitivitas
2.2.2 Gejala Umum Nekrosis Pulpa 2,3,4,5
a. Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible
b. Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
c. Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik
d. Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti
pelebaran jaringa periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan
lamina dura
e. Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat
f. Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari
salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
2.2.3 Diagnosis 2,3,4,5
Nekrosis Sebagian
Menyerupai pulpitis irreversibel-

11

Nekrosis Keseluruhan
Tidak memberikan gejala

Tes termal bereaksi lambat

tes termal negatif

Perkusi/ tekanan bereaksi negatif

Perkusi/ tekanan bereaksi negatif

Vitalitester bereaksi dalam skala Vitalitester bereaksi negatif


besar

Terlihat

Gambaran

radiologi

tidak

ada

penebalan

ligamentum

periodontal

kelainan
a. Keluhan subjektif :
Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila kena rangsangan panas
Bau mulut (halitosis)
Gigi berubah warna.
b. Pemeriksaan objektif :
Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
Terdapat lubang gigi yang dalam
Sondenasi,perkusi dan palpasi tidak sakit
Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal. Kecuali
pada nekrosis tipe liquifaktif.
Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi,palpasi
dan sondenasi sakit.
2.2.4 Klasifikasi
Nekrosis pulpa ada 2 :
1. Nekrosis Koagulasi
Nekrosis Koagulasi adalah kematian jaringan pulpa dalam keadaan
kering/padat. Jumlah kuman, virulensi dan patogenitasnya kecil.Sehingga tidak
memberi respon terhadap tes dingin, panas, tes vitalitas ataupun tes kavitas. Tes
membau tidak jelas.
Penyebab :
a. Trauma : benturan, jatuh, kena pukul
b. Termis : panas yang berlebihan waktu mengebor gigi.

12

c. Listrik

: timbulnya aliran galvanis akibat dua tumpatanlogam yang

berbeda pada gigi yang berdekatan


d. Chemis/kimia

: asam dari tambalan silikat.

Gejala-gejala :
Tidak ada keluhan, kecuali dari segi estetis (terutama gigi depan) dan
gigi berubah warna menjadi lebih suram
Tanda-Tanda Klinis :
Inspeksi
Gigi berubah warna bewarna suram
Gigi fraktur atau dengan tambalan
Sondasi

: tidak memberi keluhan

Perkusi

: tidak memberi keluhan

Termis

: tidak memberi keluhan

Tes vitalitas

: tidak bereaksi

2. Nekrosis likuifaksi
Nekrosis likuifaksi adalah kematian jaringan pulpa dalam keadaan basah.
Tes membau positif. Jumlah kuman terutama bakteri anaerob cukup banyak.
Memberi respon (+) terhadap tes panas atau tes vitalitas karena terjadi konduksi
melalui cairan dalam pulpa menuju jaringan vital didekatnya. Pada gigi utuh yang
mengalami nekrosis perubahan warna biasanya merupakan petunjuk pertama bagi
kematian pulpa.
Penyebab :
a. Kelanjutan dari pulpitis
b. Nekrosis Koagulasi yang telah terinfeksi
Gejala-gejala :
a. bau yang tidak enak
b. kadang-kadang sakit bila dipakai mengunyah
13

c. bila makan panas kadang-kadang terasa sakit


d. warna berubah
Tanda Klinis/pemeriksaan objektif :
Inspeksi
Karies profunda dengan pulpa terbuka/tumpatan terbuka
Gigi berubah warna menjadi lebih suram (keabu-abuan)
Sondasi

: tidak beraksi

Perkusi

: tidak beraksi

Termis panas

: terasa sakit

Tekanan

: tidak beraksi

Tes Vitalitas

: tidak beraksi

Tes Membau

: bau busuk (gas indol & skatol/H2S)

Rencana Perawatan
a. Simtomatis :
Diberikan obat-obat penghilang rasa sakit/anti inflmasi (OAINS)
b. Kausatif :
Diberikan antibiotika (bila ada peradangan)
c. Tindakan :
Gigi dibersihkan dengan semprit air, lalu dikeringkan dengan
kapas.
Beri anagesik, bila ada peradangan bisa di tambah dengan
antibiotic
Sesudah peradangan reda bisa dilakukan pencabutan atau dirujuk
untuk perawatan saluran akar.

14

Biasanya perawatan saluran akar yang digunakan yaitu endodontic


intrakanal.
Yaitu perawatan pada bagian dalam gigi (ruang akar dan saluran
akar) dan kelainan periapaikal yang disebabkan karena pulpa gigi
tersebut.
Untuk gigi sulung yang belum waktunya dicabut dirawat dengan
perawatan saluran akar
Untuk gigi tetap berakar satu dipertahankan
Untuk gigi belakang bila mahkota masih bagus dirawat, bila buruk
dicabut.

Gambar 9. Nekrosis pulp1,25


2.2.5 Tindakan
a. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat
disembuhkan dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut

15

hanya dapat diobati dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan


melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.5,6
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah
pembersihan gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak
dan jaringan gigi yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri
penyebab karies telah masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi
ulang. Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau
di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak
amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen. Perak
amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk gigi
belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak amalgam
relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih mahal
tetapi lebih kuat dan bias digunakan pada karies yang sangat besar. Campuran
damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya mendekati
warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal dari
pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang
digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna
yang sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang
memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang cenderung mengalami
pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan untuk menggantikan
daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan.5,6
b. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk
penambalan sudah sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain
mencabut gigi yang telah rusak tersebut. Dalam proses pencabutan maka
pasien akan dibius, dimana biasanya pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya
pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan pembiusan pada setengah
rahang. Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan sakit pada saat
pencabutan dilakukan. 5,6

16

2.3 Abses
Abses adalah rongga patologis yang berisi pus yang merupakan hasil dari
reaksi inflamasi pertahanan tubuh seperti makrofag, leukosit, netrofil dan bakteri.
Abses biasanya didahului dengan reksi inflamasi, tanda-tanda inflamasi antara
lain : kalor, dolor, rubor, tumor dan functio lesa. 6,7,8,9 Saluran pulpa yang sempit
menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, sehingga
menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar ke arah jaringan periapikal
secara progresif. Pada saat infeksi mencapai akar gigi, patofisiologi proses infeksi
ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi
jaringan yang terlibat.5,11
Bakteri

yang

berperan

dalam

proses

pembentukan

abses

yaitu

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam


proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk
mendeposisi fibrin, sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama
yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase,
dan hyaluronidase,10,11
Proses infeksi yang terjadi dalam rongga mulut biasanya disebabkan dengan
infeksi odontogenik. Penyebaran infeksi odontogenik dapat terjadi melalui 2
jalan : periapikal dan periodontal.6,7,8,9
Apabila daya tahan tubuh baik

dan virulensi bakteri rendah infeksi

periapikal belum tentu diikuti dengan infeksi yang lebih lanjut. Penyebaran
melalui periapikal biasanya disebabkan karena nekrosis pulpa dan infeksi bakteri
ke periapikal. Penyebaran melalui jaringan periodontal karena poket periodontal
yang dalam seingga bakteri dapat masuk ke dalam jaringan yang lebih dalam, gigi
vital yang terkena trauma dan kontak oklusal yang berlebihan. 6,7,8,9
Nekrosis pulpa dapat berlanjut menjadi infeksi aktif karena merupakan jalan
bagi bakteri masuk ke jaringan periapikal. Infeksi dapat menyebar ke segala arah
terutama daerah yang memiliki resistensi yang rendah. Eksudat purulen dapat
menyebar masuk ke medulla tulang yang dapat menyebabkan osteomielitis.

17

Apabila terjadi perforasi ke korteks dan menyebar secara difus ke jaringan lunak
dapat mengakibatkan terjadinya selulitis. 6,7,8,9
Abses periapikal selanjutnya dapat menyebar menembus tulang sampai di
bawah periosteum dan timbul keadaan periostitis. 5
2.3.1 Manifestasi klinis
Abses periapikal atau disebut juga abses alveolar akut yang dimulai di
daerah periapikal disebabkan oleh pulpa nekrotis. Abses ini terjadi segera setelah
trauma pada jaringan pulpa atau dapat juga setelah periode laten lama yang
kemudian secara mendadak berkembang menjadi infeksi akut dengan simptom
inflamasi seperti rasa sakit yang hebat tanpa disertai dengan pembengkakan.
Tetapi infeksi dapat menjalar menembus tulang alveolar keluar dan menimbulkan
abses subperiostal atau supraperiostal. Sebelun menimbulkan abses-abses ini,
infeksi dapat menimbulkan selulitis pada regio jaringan yang bersangkutan.
Jaringan lunak menjadi padat dan keras pada palpasi, keadaan demikian disebut
iridant Selama ini pasien merasakan keadaan yang sangat tidak nenyenangkan
sampai terbentuknya abses. 5
2.3.2 Tatalaksana
Perawatan ditujukan untuk mengobati dan melokalisir iridant selama
periode indurasi, membatasi infeksi pada tempat tersebut dan kemudian
menghilangkan penyebab infeksi. Pemberian antibiotika yang tepat baik dosis
maupun waktunya dapat membantu mengatasi keadaan infeksi yang hebat dan
membahayakan. Untuk membantu melokalisasi infeksi dapat dilakukan dengan
kompres hangat dan sering kumur dengan air hangat Setelah terbentuk abses
baru dilakukan insisi dan drenase. Secara fisiologis pada saat ini tubuh telah
membentuk barier disekeling abses, sehingga pada palpasi dapat dirasakan adanya
fluktuasi. Semakin dalam letak abses semakin sukar untuk diketahui adanya
fluktuasi dengan palpasi. Tindakan selanjutnya ialah melakukan trepanasi gigi
tersebut untuk mengurangi tekanan, namun apabila dengan trepanasi tidak
mengurangi rasa sakit, maka harus dilakukan pencabutan gigi tersebut. 5,11

18

Filosofi untuk tidak melakukan pencabutan gigi dalam keadaan infeksi


akut telah ditinggalkan. Harus disadari bahwa tulang alveolar itu padat, sehingga
satusatunya jalan untuk mempercepat pengeluaran pus yang terkumpul di apeks
gigi ialah dengan pencabutan. Bila pencabutan ditundatunda maka infeksi dapat
menyebar ke jaringan sekitarnya menimbulkan septikemi atau osteomiolitis atau
keduanya. 5,7,11
Pencabutan gigi dengan infeksi akut harus dilakukan setelah pasen
dilindungi cukup dengan antibiotika sampai konsentrasi dalam darah cukup tinggi.
Antibiotika dipilih yang sesuai nituk mikroorganisme penyebab. Ekstraksi gigi
lebih dan satu atau pembedahan radikal harus dihindarkan sampai infeksi reda. 5,11
Untuk abses periapikal yang telah menembus tulang dan membentuk abses
di luar tulang harus dilakukan insisi dan drenase abses serta pencabutan gigi
sekaligus.4
Bi1a gigi hendak dipertahankan, maka sebelumnya ditrepanasi dulu dan di
insisi untuk drenase abses. Insisi ekstra oral atau pun intra oral harus dipilih
tempat yang tidak merusak berkas neurovaskuler. Apabila sulit mencari yang
aman, insisi dilakukan hanya sampai submukus, kemudian dilanjutkan dengan
arteri klem sampai ke tulang, kemudian arteri klem dibuka sehingga pus akan
mengalir keluar.5,11

Gambar 8. Abses periapikal11

19

BAB III
ANALISIS MASALAH
Ny. NA, 22 tahun datang ke poli gigi RSMH dengan keluhan benjolan
pada gusi kiri atas. Benjolan timbul sejak 2 hari yang lalu. Benjolan dirasakan
tidak nyeri, terlokalisir, lunak, dan berwarna kemerahan.
Sejak 3 hari sebelum timbul benjolan, pasien mengeluh nyeri pada daerah
gusi kiri atas. Nyeri berlangsung terus menerus, nyeri terasa tajam dan menjalar
hingga ke hidung kiri. Nyeri bertambah ketika pasien mengunyah makanan. Tidak
ada rasa ngilu saat memakan makanan panas atau dingin. Nyeri dirasakan semakin
berkurang seiring dengan timbulnya benjolan pada gusi kiri atas. Riwayat demam
disangkal.
Sejak 6 tahun yang lalu pasien memakai kawat gigi selama 3 tahun.
Setelah pelepasan kawat gigi, 3 tahun yang lalu pasien merasa gigi depan kiri
nya berlubang tapi tidak nyeri. Sejak 10 bulan yang lalu pasien merasa lubang di
giginya semakin membesar. Kemudian pasien berobat ke dokter gigi dan
dilakukan penambalan pada gigi depan kiri atas. Sejak 8 bulan yang lalu, pasien
mengeluh nyeri pada gigi yang sudah ditambal. Nyeri tersebut hilang timbul.
Pasien berobat lagi ke dokter gigi dan dilakukan tes sensitivitas. Gigi pasien
dinyatakan hipersensitif. Dokter gigi meresepkan obat kumur (aloclair) dan pereda
nyeri (asam mefenamat).
Pada pemeriksaan fisik tanda vital dalam batas normal. Tidak ditemukan
adanya kelainan pada pemeriksaan intraoral dan ekstraoral. Pada pemeriksaan
status lokalis, ditemukan karies sekunder dan tes sondase (-), CE (-), perkusi (-),
palpasi (-) pada gigi 21. Pada pemeriksaan rontgen panoramik terlihat gambaran
radiolusen yang difuse pada gigi 21.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan rontgen
panoramik, pasien ini dapat didiagnosis nekrosis pulpa + abses periapikal gigi 21.
Nekrosis pulpa adalah matinya pulpa, dapat sebagian atau seluruhnya,
tergantung pada seluruh atau sebagian yang terlibat. Pada pasien ini nekrosis

20

pulpa disebabkan oleh riwayat karies D5 pada gigi 21 yang kemudian hanya
ditambal. Nekrosis inilah yang memicu terbentuknya abses periapikal. Abses
periapikal atau disebut juga abses alveolar akut yang dimulai di daerah periapikal
disebabkan oleh pulpa nekrotis. Abses ini terjadi segera setelah trauma pada
jaringan pulpa atau dapat juga setelah periode laten lama yang kemudian secara
mendadak berkembang menjadi infeksi akut dengan simptom inflamasi seperti
rasa sakit yang hebat tanpa disertai dengan pembengkakan. Bila dibiarkan abses
ini akan terus membesar dan menginfeksi jaringan di sekitarnya.
Rencana terapi yang akan diberikan kepada pasien ini adalah trepanasi gigi
21 dan insisi abses periapikal. Selanjutnya dilakukan perawatan saluran akar satu
minggu setelah tindakan trepanasi. Pasien juga diresepkan antiobiotik
Metronidazole oral 3x500 mg selama 7 hari dan Kalium Diklofenak 2x50 mg bila
perlu. Selain itu diberikan pula edukasi kepada pasien mengenai oral hygiene
untuk mengatasi adanya komplikasi yang lebih lanjut. Edukasi juga dilakukan
pada pasien dalam pemilihan makanan seperti menghindari makanan yang keras,
terlalu panas dan yang mengandung banyak gula seperti yang dikonsumsi dalam
intensitas sering dan jumlah yang banyak, pasien juga diajarkan cara menyikat
gigi yang benar dan teratur serta pentingnya memberitahu kepada pasien
mengenai kunjungan ke dokter gigi setiap 6 bulan.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Sandler

NA.

Odontogenic

infections.

Diunduh

dari:

http://www1.umn.edu/dental/courses/oral_surg_seminars/odontogeni

c_infections.pdf, 20 april 2014).


2. Stanley J. Nelson and Major M. Ash. Wheelers Dental Anatomy,
Physiology, and Occlusion. 9th Ed. Missouri : Saunders Elsevier.
2010:256-8
3. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral
infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
4. Peterson
LJ.
Odontogenic
infections.
Diunduh
http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf,

dari
29

:
Juni

2009).
5. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2 nd
ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
6. Kidd A.E.M. 2005. Essentials of Dental Caries Third edition. Oxford
University Press Inc: United States.
7. Murrsy JJ. The Prevention Of Dental Disease. 2nded. New York, Oxford
University Press; 1989: 441-7
8. Shidu HK, Ali A. Ankylosis and Infraocclusion: Report of a Case Restored
With

Fibre-Reinforeed

Ceromeric

Bridge.

http://www.nature.com/cgi-taf/journal.htm

9. Tjut Rostina. Oklusi, Maloklusi, Etiologi Maloklusi.Bagian Ortodonti


Fakultas Kedokteran Gigi USU: 2003: 75-2
10. Rock WP, Andlaw RJ, A Manual Of Paedodontics.2nded. United State of
america, Churchill Livingstone Inc; 1999: 123,131
11. Salzmann JA. Orthodontics: Practice and Technics. Philadelphia, WB
Saunders Co; 2000: 30-3

22

Anda mungkin juga menyukai