Anda di halaman 1dari 9

INHERITED EPIDERMOLISIS BULOSA

Achmad Fitrah Khalid, S.Ked


Pembimbing Dr. Sarah Diba, SPKK
Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
Palembang

Pendahuluan
Epidermolisis bulosa (EB) adalah kelompok penyakit genetik langka yang ditandai
terbentuknya lepuh akibat trauma ringan.1 Klasifikasi kelompok penyakit ini sangat sulit
karena banyak subtipe lain yang telah ditemukan. Pearson berhasil mengkategorikan EB
menjadi tiga kelompok utama, yaitu EB simpleks, junctional EB, dan dystrophic EB dengan
masing-masing subtipe.2
Seluruh tipe dan subtipe EB jarang ditemukan. Angka kejadian EB tercatat kisaran 19
per satu juta angka kelahiran. Penelitian yang dilakukan National Epidermolysis Bullosa
Registry (NEBR) mencatat bahwa selama periode 16 tahun (1986-2002), sebanyak 3.300
penderita EB berhasil diidentfikasi.3 Sebuah penelitian yang dilakukan di beberapa negara
benua Eropa menunjukkan tidak ditemukan kecenderungan jenis kelamin, ras, etnik, dan
geografis terhadap angka kejadian EB.5
Gejala penderita EB pada umumnya adalah mudah terbentuk lepuh pada permukaan
kulit ataupun jaringan mukosa yang biasanya disebabkan kerapuhan kulit dan trauma.
Epidermolisis bulosa berasal dari defek perlekatan basal keratinosit terhadap dermis. Defek
ini bisa berasal dari membran plasma atau ekstraselular dermal-epidermal basement
membrane zone (BMZ). Defek pada perlekatan BMZ inilah yang berujung pada perbedaan
tipe EB.4
Epidermolisis bulosa dibagi menjadi dua yaitu EB diturunkan (inherited EB) dan EB
didapat (acquired EB). Referat ini membahas tentang ultrastruktur dermal epidermal junction,
klasifikasi, etiopatogensis, gejala klinis dan diagnosis EB diturunkan yang bertujuan untuk
menambah khasanah pengetahuan mengenai EB.
Klasifikasi
Epidermolisis bulosa diturunkan ditandai dengan kulit rapuh sebagai hasil mutasi paling tidak
sepuluh gen yang mengkode protein struktural yang berada pada epidermis, dermo-epidermal
junction, atau dermis pars papilare. Letak mutasi protein struktural ini menentukan lokasi
ultrastruktural lepuh dan akan memberikan ciri khas pada tipe dan subtipe EB (Gambar 1).5
1

Epidermolisis bulosa diturunkan menjadi beberapa tipe, yaitu epidermis bulosa simpleks,
junctional EB, dan distrofik EB. Berikut akan dibahas masing-masing tipe EB diturunkan.

Gambar 1. Komponen dermal-epidermal basal membrane zone.4

1. Epidermolisis Bulosa Simpleks


Epidermolisis bulosa simpleks (EBS) merupakan kelainan kulit ditandai celah
intraepidermal dan seringkali berhubungan dengan mutasi gen keratin. 4 Sebagian besar
subtipe EBS bersifat autosomal dominan. Mutasi gen keratin 5 (K5) atau keratin 14 (K14)
yang berada pada lapisan basal epidermis diduga berperan pada patogenesis EBS. 5 Tipe
EBS yang paling sering ditemukan adalah Dowling-Meara EBS (Herpetiformis EBS), EBS
generalisata (Koebner EBS), dan EBS lokalisata (Weber-Cockayne EBS). Tipe EBS yang
jarang ditemukan, yaitu EBS Ogna, EBS dengan distrofi otot, EBS dengan pigmentasi.
EBS biasanya tidak diikuti dengan retardasi pertumbuhan atau anemia.4
Patologi EBS
Epidermolisis bulosa simpleks merupakan suatu kelainan genetik disebabkan mutasi gen
pengkode keratin 5 (K5) dan keratin 14 (K14) yang banyak terdapat pada lapisan basal
epidermis. Mutasi ini menyebabkan terpisahnya kulit pada jaringan midbasal (Gambar 2).
Hemidesmosom dan struktur BMZ lainnya dalam keadaan normal jika dilihat
menggunakan mikroskop elektron. Mayoritas mutasi gen keratin pada EBS diakibatkan
abnormalitas pembentukan multinumerik keratin filamen.4 Mutasi ini dapat menyebabkan
kerapuhan sel basal dan pembentukan lepuh. Mutasi keratin 14 yang terjadi secara
heterozigot memberikan gambaran lepuh yang ditemukan pada tangan dan kaki, namun
mutasi homozigot memiliki predileksi lepuh yang lebih luas dan parah.1

Gambaran ultrastruktural pembentukan lepuh pada EBS

Gambar 2. Gambaran ultrastruktural BMZ pada EB simpleks.5

a. Dowling-Meara EBS (EBS Herpetiformis)


Subtipe ini seringkali muncul pada kelahiran, ditandai lesi generalisata dan dianggap
sebagai subtipe EBS yang paling berat. Epidermolisis bulosa simpleks tipe
Dowling-Meara berbeda dengan EBS generalisata karena keterlibatan mukosa mulut
dengan gambaran erosi. Subtipe ini memberikan gambaran lepuh yang herpetiformis.
Lepuh biasa muncul pada regio trunkus dan ekstrimitas proksimal yang sembuh
tanpa meninggalkan skar. Subtipe ini seringkali melibatkan kuku berupa distrofi atau
hiperkeratosis sub ungual.4
b. EBS generalisata (EBS Koebner)
Subtipe ini ditemukan 1 per 500.000 kelahiran. Subtipe ini menunjukan onset lepuh
generalisata saat lahir, ditandai pertumbuhan vesikel, bula, dan milia pada sendi
tangan, siku, lutut, kaki, dan tempat yang sering terkena trauma berulang. 1 Lesi yang
sudah

sembuh

seringkali

memberikan

gambaran

hiperpigmentasi

atau

hipopigmentasi paska inflamasi. Atrofi dan milia dapat ditemukan pada EBS
generalisata, namun tidak sebanyak pada Dowling-Meara EBS. Hiperkeratosis dan
erosi pada palmoplantar sering kali ditemukan.
c. EBS lokalisasta (EBS Weber-Cockayne)
Epidermolisis bulosa simpleks lokalisata merupakan subtipe EBS yang paling ringan
dan sering ditemukan pada masa infantil dan anak-anak. Banyak kasus EBS
3

lokalisata yang tidak terdiagnosis karena gejala yang ringan dan sering tidak
terdeteksi. Hiperhidrosis pada telapak tangan dan kaki merupakan gejala yang sering
ditemukan.4 Lepuh seringkali ditemukan pada kaki dan tangan, hanya 10% pasien
yang memiliki lepuh pada tempat lain, seperti pinggang dan leher. Lepuh biasanya
menjadi semakin buruk pada cuaca panas.1 Perubahan pigmentasi paska inflamasi
sering ditemukan pada tipe ini, namun milia dan skar tidak pernah ditemukan.4

Gambar 3. Gambaran lepuh pada Dowling-Meara EBS (A); lepuh generalisata pada EBS generalisata
(B); dan lepuh akibat trauma berulang pada EBS lokalisata (C).4

2. Junctional EB (JEB)
Seluruh tipe JEB merupakan penyakit keturunan autosomal resesif yang menyebabkan
disfungsi pada anchoring filaments yang terdapat pada lamina lucida.5 Penyakit keturunan
ini memiliki gambaran klinis yang bervariasi tergantung defek molekuler.4 Junctional
epidermolisi bullosa terbagi menjadi dua tipe yaitu Herlitz dan non-Herlitz. 2 Pada JEBHerlitz terjadi mutasi heterozigot yang menyebabkan terminasi kodon prematur pada gen
yang mengkode sub-unit protein laminin 332, sebuah protein penyokong lamina lucida
pada dermo-epidermal junction.5,6
Patologi JEB
Junctional epidermolisis bullosa merupakan suatu kelainan genetik autosomal resesif yang
ditandai dengan mutasi gen pengkode 3, 3, dan 2 pada sub unit laminin 332.
Kehilangan salah satu dari tiga rantai tersebut akan memberikan klinis lepuh. Pada
penderita JEB Herlitz, ditemukan terminasi kodon secara prematur yang menyebabkan
laminin 332 tidak berfungsi secara keseluruhan. Pada penderita Non-Herlitz JEB, sebagian
fungsi laminin 332 hilang (Gambar 4).4

Gambaran ultrastruktural pembentukan lepuh pada JEB

Gambar 4. Gambaran ultrastruktural BMZ pada junctional EB.5

a. Herlitz JEB
Herlitz JEB yang dulu dikenal dengan JEB letalis merupakan salah satu subtipe EB
yang paling membahayakan dan mematikan. Herlitz JEB mayoritas mulai timbul
pada masa infantil atapun anak-anak. Kelainan ini ditandai lepuh generalisata saat
lahir dan menyisakan skar atrofik setelah hilang. Jaringan granulasi periorifisial
seringkali bermanifestasi terutama di sekitar mulut, mata dan hidung. Keterlibatan
kuku yang ditandai dengan hipertropi jaringan granulasi periungual dan abnormalitas
formasi enamel pada gigi sering dijadikan pertanda untuk melakukan diagnosis.
Erosi pada jaringan dengan epitel skuamousa sering kali ditemukan pada nasal,
konjungtiva, esofagus, trakea, dan laring, rektum, dan mukosa urethra. Pada kasus
parah, temuan sistemik seperti stensosis atau obstruksi laring dan sepsis merupakan
faktor penting yang dapat menyebabkan kematian. Gagal tumbuh disertai anemia
refrakter sering dilaporakan pada penderita herlitz JEB akibat infeksi kronik dan
kehilangan besi serta protein kulit.2,4
b. Non-Herlitz JEB
Sebagian pasien Non-Herlitz JEB memiliki gambaran awal seperti JEB Herlitz yang
akan mengalami perbaikan seiring pertambahan usia. Lepuh dan erosi oral
merupakan gambaran klinis yang sering ditemukan walaupun tidak separah JEB
Herlitz.4 Hipopigmentasi dan hiperpigmentasi sering ditemukan setelah sembuh.
Tanda khas Non-Herltiz JEB adalah perkembangan rambut yang buruk yang
menyebabkan alopesia, hilangnya bulu dan alis mata, serta rambut tubuh lainnya. 2
Jarang ditemukan suara serak yang merupakan manifestasi dari sistem pernafasan
yang dapat mengancam nyawa. Penderita Non-Herlitz JEB memberikan gambaran
5

klinis lebih ringan dibandingkan JEB Herlitz, tetapi sering ditemukan abnormalitas
adhesi sel epitel. Trakeostomi atau gastrotomi dapat membantu kelangsungan hidup
penderita.4

Gambar 5. Lepuh generalisata pada anak dengan herlitz JEB (A); Erosi periorifisial dan hipertrofik
jaringan granulasi pada non-herlitz JEB (B).5

3. Distrofik EB (DEB)
Distrofik epidermolisis bulosa (DEB) merupakan penyakit keturunan yang bersifat
autosomal dominan (DDEB) atau resesif (RDEB). Kelainan ini ditandai dengan kerapuhan
kulit, lepuh, skar, perubahan kuku dan pembentukan milia. 2 Salah satu alasan penting untuk
membedakan dari kedua subtipe ini adalah peningkatan angka kejadian karsinoma
skuamousa invasif yang sering dikaitkan dengan bentuk resesif.4
Patologi DEB
Distrofik epidermolisis bulosa telah dibuktikan berkaitan dengan mutasi pada gen
pengkode kolagen VII (COL7A1). Abnomralitas pada anchoring fibrils juga berperan pada
penderita DEB yang akan menyebabkan lepuh distrofik (Gambar 4). Pada analisa
mikroskopis, terkadang ditemukan retensi sitoplasma kolagen VII di keratinosit.4
Gambaran ultrastruktural pembentukan lepuh pada EBS

Gambar 6. Gambaran ultrastruktural BMZ pada distrofik EB.5

a. Dominan distrofik epidermolisis bulosa lokalisata (DDEB lokalisata)


Kelainan ini biasanya mulai bermanifestasi pada masa anak-anak, tetapi tidak jarang
muncul pada kelahiran. Keluhan yang sering disampaikan penderita adalah lepuh
yang terlokalisir terutama pada daerah yang sering mengalami trauma berulang
seperti lutut, sakrum, dan permukaan tangan. Pada area tersebut didapatkan skar
hipertrofik. Milia sering ditemukan pada proses penyembuhan. Distrofi kuku dan
pelepasan kuku disertai skar atrofik pada jari sering ditemukan. Abnormalitas pada
kuku hanya ditemukan pada DDEB.4
b. Dominan distrofik epidermolisis generalisata (DDEB generalisata)
Dominan distrofik epidermolisis generalisata sering disebut subtipe Pasini,
memberikan gambaran lepuh yang lebih parah dan luas dibandingkan dengan tipe
lokalisata pada saat kelahiran. Pada proses penyembuhan sering ditemukan milia.
Papul yang tampak pada badan menjadi ciri khas DDEB generalisata. Lepuh akan
lebih terlokalisir di ekstremitas seiring bertambahnya usia. Beberapa penderita
menunjukkan klinis berupa distrofi bahkan hilangnya kuku. Erosi pada sekitar mulut
dan defek pada enamel gigi dapat terjadi namun tidak ekstensif.4
c. Resesif distrofik epidermolisis bulosa (RDEB)
Resesif distrofik epidermolisis bulosa (RDEB) sangat bervariasi dalam derajat
keparahannya. Resesif distrofik epidermolisis bulosa lokalisata dapat terjadi pada
daerah yang mengalami trauma berulang seperti DDEB lokalisata. Skar dan milia
biasanya terbentuk pada masa penyembuhan.4
Resesif distrofik epidermolisis bulosa memiliki dua subtipe, yaitu subtipe
mitis (mild) dan severe (Hallopeau-Siemens). Pada tipe mitis, lepuh hanya terbatas
pada tangan, kaki, lutut, siku, dan juga memiliki komplikasi yang tidak luas. Pada
tipe severe ditemukan lepuh jaringan mukosa dan kutan yang generalisata. Gambaran
deformitas mitten-like merupakan ciri khas pada jari-jari penderita RDEB tipe severe
yang muncul pada usia 25 tahun (Gambar 7).1
Orofaring dapat terlibat baik pada tipe dominan ataupun resesif dengan
gambaran erosi generalisata yang akan menjadi skar dan membatasi pergerakan lidah
dan gangguan membuka mulut. Trakeostomi terkadang dilakukan pada penderita
yang mengalami keterlibatan pada trakea ataupun laring. Erosi pada esofagus sering
berujung pada striktur. Seluruh gangguan tersebut membuat banyak penderita RDEB
mengalami malnutrisi, gangguan pertumbuhan, dan anemia defisiensi besi.4

Pada penderita severe RDEB, 50-80% dilaporkan mengalami karsinoma dan


dilaporkan meninggal akibat metastasis. Karsinoma yang diakibatkan oleh RDEB
dipisahkan dari karsinoma sel skuama lainnya karena sifatnya yang agresif dengan
kemungkinan metastasis yang tinggi.4

Gambar 7. Lepuh generalisata pada severe RDEB (A); Gambaran deformitas mitten-like
pada RDEB (B).2

Diagnosis
Langkah pertama mendiagnosis EB dimulai dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesis, riwayat onset lepuh muncul dan keberadaan lepuh pada keluarga dapat membantu
diagnosis. Riwayat gangguan sistem gastro intestinal, respirasi, mata, gigi, tulang dan
genitourinaria merupakan evaluasi penting dalam perjalanan penyakit. Pada pemeriksaan
fisik, pemeriksaan status dermatologikus saja tidak cukup, perlu dilakukan evaluasi secara
menyeluruh baik pada jaringan mukosa, rambut, kuku, dan gigi. Pada pemeriksaan
laboratorium, evaluasi terhadap anemia dan kadar albumin untuk mengukur tingkat malnutrisi
perlu dilakukan.4
Biopsi kulit merupakan langkah penting dalam mendiagnosis. Analisa histologis dapat
menyingkirkan penyebab lain dari lepuh walaupun tidak dapat mendiagnosis EB. Perlu
dilakukan transmission electron microscopy (TEM) atau indirect immnofluorescent
microscopy (IDIF) untuk melihat pemisahan pada BMZ.4
Kesimpulan
Epidermolisis bulosa (EB) merupakan suatu kelainan genetik kulit ditandai timbulnya
lepuh akibat trauma ringan. Epidermolisis bulosa dapat bersifat autosomal resesif ataupun
autosomal dominan tergantung pada subtipe. Epidermolisis bulosa dibedakan menjadi EB
diturunkan dan EB didapat. Epidermolisis bulosa diturunkan dibagi menjadi tiga tipe
berdasarkan letak defek pada BMZ, yaitu EB simpleks (EBS), junctional EB (JEB), dan
distrofik EB (DEB) yang masing-masing memiliki subtipe. Diagnosa dini EB sangat penting
8

untuk mencegah progresifitas dan komplikasi. Anamnesis dan pemeriksaan yang baik dapat
mendiagnosis EB, walaupun pemeriksaan mikroskop elektron (TEM) merupakan gold
standard untuk mendiagnosa jenis EB.

Anda mungkin juga menyukai