Anda di halaman 1dari 27

SADAR DIRI

Oleh : AGUS SUJONO


Modal sadar diri adalah pondasi kokoh untuk mencapai kesuksesan hidup,
tanpa sadar diri, seseorang akan terbebani prestasi kehidupannya, sehingga daya
lejitnya menjadi tidak optimal.

Ada seorang teman, tidak terlalu cerdas, karena pendidikannya dari dulu
lulus dengan nilai sekedar lulus, yaitu pas-pasan. Hal ini terjadi sampai dirinya
lulus perguruan tinggi. Suatu ketika, karena ada temannya yang menjadi pimpinan
sebuah bank, beliau ditawari bekerja di bank tersebut dengan gaji sangat bagus.
Ketika ditawari bekerja dengan gaji sangat bagus, orang ini sadar diri. Beliau
mengatakan: ”Maaf, saya tidak bisa, sebab saya kurang cerdas”. Kekurang
cerdasan saya ini, suatu ketika akan digeser oleh orang lain, yang lebih cerdas
atau yang merasa dirinya cerdas. Kesadaran dirinya ini, menjadi tangga
kesuksesan, sebab beliau memilih bekerja dengan keringat, yaitu jualan di pasar,
dengan keringat bercucuran sebab tidak memerlukan otak yang cerdas, tapi
tenaga yang cerdas. Hasilnya, dia jauh lebih kaya dibanding dengan temannya
yang kerja di bank tersebut.

Saya punya sahabat lagi, sama-sama bekerja di Arab Saudi, sahabat


pertama jago bahasa inggris dan bahasa arabnya, sahabat kedua tidak bisa
bahasa inggris dan juga bahasa arab, karena waktu itu tidak berkesempatan
sekolah tinggi karena faktor biaya. Banyak orang menduga pasti yang bisa bahasa
inggris dan arab ini akan jauh lebih sukses dibanding yang tidak bisa bahasa
inggris dan bahasa arab. Namun, kenyataan yang sangat mengejutkan adalah
sahabat yang bisa bahasa inggris dan arab ini, sudah 5 kali pergi ke Arab Saudi
dan selalu tidak lebih dari 4 bulan sudah pulang lagi, sehingga sawah dan ladang
orangtuanya habis untuk modal pergi ke Arab Saudi. Sahabat kedua yang tidak
bisa bahasa inggris dan bahasa arab, sangat sadar diri, dirinya tidak
tersinggung ketika majikannya marah, sebab dirinya tidak paham, dia
hanya selalu memperbaiki diri. Sedangkan, sahabat pertama tidak sadar
diri, setiap majikannya marah, dirinya membatah terus, tanpa
memperbaiki diri.

Bangsa kita juga tidak jauh berbeda, karena sebagaian besar diantara kita
tidak sadar diri, walaupun Allah swt sudah menganugerahkan kekayaan alam yang
sangat berlimpah, tetap saja kita belum menjadi puncak contoh prestasi bangsa-
bangsa lain secara optimal. Kita selalu merasa bahwa bangsa lain jauh lebih hebat
dibanding bangsa sendiri, makanya kita selalu memaki-maki negara sendiri dan
memuji-muji negara lain. Akhirnya kita lupa akan potensi yang diberikan oleh
Allah swt secara berlimpah ruah ini. Bencana dimana-mana, dan setiap tahun
semakin bertambah, bisa jadi karena kita juga kurang sadar diri, setiap kita kena
musibah, selalu tertanam dalam diri dengan ucapan, “kita harus sabar”, tidak
salah memang kita harus bersabar, karena ini perintah agama. Namun
kita juga harus sadar diri, yaitu menjadi orang-orang yang tidak hanya
bersabar, tapi harus juga segera bertobat dan memperbaiki diri dan
lingkungan.

Sadar diri adalah kesadaran akan potensi akan dirinya, kemudian digali
potensi diri itu, tanpa merasa rendah diri terhadap potensi dirinya. Bagi yang
kurang cerdas, dia sadar diri, maka dirinya bisa berkelimpahan diri dengan
keringatnya dan bukan otaknya, walaupun otaknya juga masih dijalankan lho
he..he…

Begitu juga yang tidak bisa bahasa inggris dan bahasa arab, dirinya juga
sadar diri, ketika majikannya marah, dia hanya menunjukkan perbaikan diri, tanpa
tersinggung, kerena juga tidak paham bahasanya. Beda dengan yang sudah
mengerti bahasa inggris dan bahasa arab, kepandaiannya menjebak dirinya,
energinya habis untuk membatah dan lupa memperbaiki diri.

Berani hadapi tantangan untuk sadar diri, agar bisa memperbaiki


mutu kehidupan diri dan lingkungan !!! Bagaimana pendapat Anda !!!

Sumber : Mas Amri

——————————————————–

Mengenali Kekuatan Alam Bawah Sadar Diri


Manusia memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menciptakan mahakarya.
Kekuatan terbesar dalam diri manusia itu terdapat pada alam pikiran bawah
sadar yang apabila dapat dikelola, maka menjadi kekuatan yang luar biasa.
Tetapi kita jarang membuktikan kekuatan pikiran tersebut, sebab kita sering
terjebak dalam zona nyaman atau kebiasaan tertentu. Sehingga selamanya tidak dapat mencari kemungkinan
yang lebih baik atau perubahan nasib yang berarti.

Oleh karena itu, perlu seseorang memiliki target yang lebih tinggi dari kemampuan yang
dirasakan ada sekarang untuk merangsang kekuatan dalam pikiran tersebut dengan satu hal, komitmen
target. Sebab target atau sasaran baru yang dipikirkan itu akan menggerakkan diri seseorang untuk
melaksanakan tindakan. Apalagi jika diyakini target tersebut bakal tercapai, maka diri kita akan lebih
siap menghadapi tantangan yang ada.

Setelah tindakan-tindakan baru yang lebih konstruktif dikerjakan hingga berulang-ulang, maka
tanpa disadari kita sudah banyak melakukan hal-hal penting hingga kita tiba di zona baru, dimana kita
berhasil mencapai target yang didambakan. Itulah mengapa dikatakan bahwa manusia mempunyai
potensi yang sangat besar dalam pikiran bawah sadar. Kekuatan pikiran bawah sadar itu dapat
dibangkitkan melalui 2 (dua) cara, yaitu: autosuggestion dan visualization.

Autosuggestion

Keinginan-keinginan kita merupakan informasi penting untuk pikiran bawah sadar. Sebab
keinginan yang terekam kuat dalam pikiran bawah sadar merupakan potensi sangat besar yang dapat
menjadi daya dorong untuk menggerakkan diri kita berbuat sesuatu yang luar biasa, bahkan di luar
kebiasan umumnya manusia. Keinginan yang sangat besar dan terekam dalam pikiran bawah sadar
itulah yang dinamakan autosuggestion. Autosuggestion harus dilakukan dengan penuh rasa percaya,
melibatkan emosi dalam diri, dilakukan penuh konsentrasi terhadap obyek yang positif, dan dilakukan
secara terus menerus atau berulang-ulang. Selanjutnya, pikiran bawah sadar inilah yang akan mendikte
semua gerak-gerik tubuh kita semacam electric statis yang memancar dari otak keseluruh organ tubuh.
Kekuatan yang ditimbulkan oleh pikiran bawah sadar itu sangat dahsyat entah digunakan untuk
melakukan perbuatan buruk atau baik, bergantung kepada keinginan yang dibuat oleh orang tersebut.
Kadangkala niat untuk melakukan sesuatu secara otomatis muncul dari pikiran bawah sadar.
Autosuggestion akan mengetuk kesadaran (heartknock). Karena dilakukan berulang-ulang dan rutin,
suatu ketika kata-kata tersebut akan menembus pikiran bawah sadar. Lalu pikiran bawah sadar itupun
memompa semangat. Energi itu dapat dimanfaatkan untuk mewujudkan impian hidup kita. Mungkin
kegiatan autosuggestion ini akan dianggap aneh oleh orang lain. Tetapi itulah salah satu cara untuk
mengubah diri dari dalam. Biasakan mendengar pola pikir positif , terstruktur dan melakukan kebiasaan-
kebiasaan yang konstruktif. Jadi jangan ragu untuk melakukan budaya-budaya yang potensial,
menumbuhkan optimisme dan kreatifitas. Ada 6 (P) petunjuk dalam melakukan autosuggestion, yaitu;

1. Positive
pada saat melakukan autosuggestion, pikirkan hal-hal yang positif saja.·
2. Powerful
lakukan dengan penuh keyakinan sebab dapat memberikan kekuatan untuk berbuat sesuatu yang
luar biasa.·

3. Precise
keinginan yang hendak dicapai harus sudah dapat dideskripsikan, karena pikiran bawah sadar
hanya bisa menyusun berdasarkan kategori.·
4. Present Tense
dalam bentuk keinginan saat ini, bukan keinginan di masa lalu atau akan datang.
5. Personal
lakukan perubahan positif terhadap diri sendiri terlebih dahulu.·
6. Potensial
memungkinkan untuk dicapai dalam target waktu yang telah ditetapkan.

Visualization

Bila kita menginginkan sesuatu maka pikiran bawah sadar akan menggambarkan apa yang
didambakan itu. Dengan cara memvisualisasikan impian terlebih dahulu, terciptalah banyak sekali
karya-karya spektakuler di dunia ini. Marcus Aurelius Antonius, seorang kaisar Romawi jaman dahulu
mengatakan, “A man’s life is what his thought make of it - Kehidupan manusia ialah bagaimana mereka
memikirkannya.” Sesuatu yang selalu divisualisasikan manusia akan mudah terekam dalam pikiran
bawah sadar. Bahkan kekuatan visualisasi tersebut digunakan seseorang untuk mengganti kemampuan
menghafal tulisan dan gambar. Selanjutnya akan muncul kekuatan pikiran, yang berperan sebagai
penghubung antara jiwa dengan tubuh. Sehingga tubuhpun ikut bereaksi dengan mengerahkan seluruh
potensi yang sebelumnya tidak pernah digunakan, dalam bentuk kreatifitas atau tindakan.
Memvisualisasikan impian memungkinkan seluruh impian tercapai oleh pikiran bawah sadar. Tuhan
Yang Maha Pencipta menganugerahkan potensi yang sama besar kepada manusia. Tidak ada ruginya
membayangkan betapa berpotensinya diri kita untuk mencapai impian-impian. Berikut ini beberapa
langkah dalam memvisualisasikan impian, yaitu:

1. Mendefinisikan impian Mendefinisikan impian artinya memberikan batasan atau standar akan
impian yang hendak dicapai. Kemudian, gambarkanlah semua impian seolah-olah Anda sudah
sepatutnya meraih impian tersebut. Meskipun tindakan ini terkesan sederhana, tetapi dari gambaran
impian itulah kita akan mencoba berbuat sesuatu untuk melakukan perubahan dan akhirnya dapat
meraih cita-cita.

2. Menentukan target waktu Dambakan impian itu terwujud sesuai target yang telah ditentukan,
sebab impian tanpa target waktu hanya akan menjadi mimpi sesaat. Impian dengan target waktu
akan menggerakkan kesadaran untuk tidak segan-segan melakukan perubahan. Maka mulailah dari
Berpikir Besar, Mulai dari Yang Kecil dan Kerjakan Sekarang, Be the best, do the best, and then let
God take care the rest – Jadilah yang terbaik, lakukan yang terbaik, biarlah Sang Pencipta
menentukan sisi NilaiNya. Potensi yang kita miliki sebenarnya sangatlah besar, kelihatannya sangat
sayang jika tidak dioptimalkan.

3. Melakukan berulang-ulang Melakukan ulangan artinya mengkondisikan diri kita untuk lebih sering
ingat akan impian kita. Jika sering ingat, maka perlahan-lahan impian itu akan tertanam di alam
pikiran bawah sadar. Bila pesan sudah diterima oleh SCM (sub-conscience mind), maka dia akan
menggerakkan diri kita untuk menciptakan keputusan atau menjadikan kita lebih kreatif. Jika impian
lebih sering diimajinasikan ternyata dapat melipatgandakan kekuatan dari pikiran bawah sadar.
Imajinasi yang diulang-ulang ini akan secara tidak langsung merangsang ilusi akan kenyataan yang
luar biasa tentang potensi kita sebagai umat manusia.

Sehingga diri kita akan berusaha keras mencapai impian yang divisualisasikan. Begitulah
seterusnya kekuatan pikiran bawah sadar bekerja dan dibangkitkan, hingga perubahan besar terjadi
dalam diri kita pada suatu waktu.

Inti dari membangkitkan kekuatan pikiran bawah sadar adalah :

1. Dengan membayangkan, merasakan …apa yang kita inginkan

2. Jangan sekali-kali memikirkan …. bagaimana cara mencapainya

3. Setelah kita dapat membayangkan, merasakan dengan sejelas-jelasnya lalu berdoa dan
dipasrahkanProses membayangkan, merasakan apa yang kita inginkan adalah proses mencari
tahu keinginan kita yang hakiki / keinginan kita yang sebenar-benarnya karena pada dasarnya
kita/manusia memiliki sangat banyak sekali keinginan/kemauan.

Kemauan yang hakiki biasanya mengandung :

• rasa takut ….. takut tidak tercapai

• rasa passion …. gregetan, nafsu … harus, harus, harus dapat

• rasa berani berkorban …. apapun yang terjadi, kita harus dapat

• sesuatu yang lebih besar/baik daripada saat ini Kenapa jangan sekali-kali memikirkan cara
mencapainya? Karena kemauan hakiki tersebut adalah KEMAUAN. Kemauan adalah kerjaan
otak kanan yang berhubungan dengan imajinasi, angan-angan, cita-cita, gambaran dan rasa.
Jadi tidak perlu logis. Sedangkan kehidupan atau kondisi kita saat ini adalah
REALITAS/LOGIKA/NYATA.

Realitas/logika/nyata adalah kerjaan otak kiri yang berhubungan dengan angka, hitungan dan
urutan. Karena kita memiliki Kemauan yang merupakan kerja Otak Kanan, tapi yang memikirkan
caranya (logika) dengan otak kiri. Jadi setelah kemauan yang hakiki kita peroleh, Otak Kanan akan
memberikan signal ke Otak Kiri. Ketika itu otak kiri mulai bekerja, terjadilah synergy (kerjasama) antara
otak kanan dan otak kiri.

HASILNYA ….. kedua volume Otak Kiri dan Kanan akan bertambah dan hasilnya akan
Luar Biasa …..

Sumber : Network Fc

PASRAH, MAWAS DIRI dan HAWA NAFSU


Oleh : K a r y a n
Sudah menjadi kehendak alam agaknya,
bahwa manusia hidupnya dipengaruhi dan
dibimbing oleh rasa. Rasa menimbulkan
kehendak dan kehendak melahirkan perbuatan.
Jadi, setiap perbuatan adalah pelaksanaan dari
kehendak yang akan menuruti dorongan rasa.
Rasa ini halus sekali dan karenanya seringkali
dipermainkan oleh nafsu. Sebenarnya, nafsu
inilah yang menjadi pokok pangkal segala peristiwa. Karena nafsulah yang mendorong
segala sesuatu dapat hidup dan berputar. Nafsu tadi, besar kecilnya tentu saja tergantung
kepada ke-aku-an yang ada pada setiap diri manusia. Manusia yang terlalu memikirkan diri
sendiri, dia bisa dibilang seorang hamba nafsu dan seringkali melakukan perbuatan yang
menyeleweng dari pada kebenaran.

Nafsu adalah pelengkap yang lahir bersama hidup itu sendiri. Oleh
karenanya, nafsu tidak boleh dibunuh! Nafsu adalah pendorong hidup, pendorong
segala, sehingga dapat berputar dan berjalan, sebagaimana mustinya, menurut hukum
alam. Tanpa nafsu dunia ini akan sunyi dan sepi. Karena itu, akan keliru dan salah besar
bila ada orang yang berusaha mencari kesempurnaan diri dengan jalan membunuh nafsu,
yakni nafsunya sendiri. Sebenarnya, kesempurnaan diri akan terwujud bila orang sanggup
dan mampu mengendalikan nafsunya sendiri.
Kalau saja boleh diibaratkan, tubuh manusia adalah sebuah kereta yang lengkap, maka
nafsunya adalah ‘kuda’, yakni kuda yang dipasang di depan kereta. Si Kereta tidak akan
begerak maju sendiri tanpa adanya tarikan dari kuda nafsu tadi. Dan karena kuda itu
mempunyai nafsu yang binal, maka Si kereta hanya menuruti setiap gerak langkah dari
kuda nafsu itu. Kalau ‘kuda nafsu’ tadi bergerak dan melangkah ke arah jalan yang benar
dan lurus, maka Si kereta akan selamat. Sebaliknya, bila ‘kuda nafsu’ bergerak dan
melangkah ke arah jalan yang keliru, akan hancurlah Si kereta. Sebenarnya, begitu pula
yang akan terjadi pada diri manusia, seperti kuda binal dan kereta..

Keindahan yang ditemukan oleh nafsu yang bersembunyi di dalam pandang mata
kita, tidak lain hanyalah kesenangan. Dan segala bentuk kesenangan merupakan
permainan nafsu yang seringkali membosankan. Nafsu tak pernah mengenal batas, tak
pernah mengenal kepuasan yang mutlak. Dan selalu meraih, serta menjangkau apa saja
yang belum pernah dicengkeramnya. Oleh karena itu, kita cenderung mengagumi dan
menikmati sesuatu yang baru kita dapatkan. Namun kalau sesuatu yang baru itu menjadi
sesuatu yang lama, maka akan pudarlah keindahannya, sehingga kita tidak mampu lagi
menikmatinya. Itulah sebabnya, mengapa ‘orang kota’ dapat menikmati alam pegunungan
dan ‘orang desa’ sebaliknya. ‘Orang kota’ akan merasa bosan dengan keadaan di kota
yang penuh kebisingan dan kemacetan. Demikian pula dengan ‘orang desa’ akan merasa
bosan dengan keadaan di dusun yang sepi.

Baik orang kota maupun orang desa selalu mengejar apa yang belum pernah
mereka miliki. Pengejaran ini memang menjadi sifat nafsu daya rendah dan pengejaran
inilah sumber penyebab kesengsaraan. Kalau tidak tercapai apa yang dikejar, akan timbul
perasaan kecewa dan selanjutnya duka menindih batin kita. Dan kalaupun tercapai apa
yang dikejar, hanya sebentar saja nikmatnya, yang pada gilirannya timbul perasaan bosan
atau kecewa, karena yang dicapai itu tidaklah seindah dengan apa yang dibayangkan
semula.

Karena itu, orang bijaksana tidak akan mengejar sesuatu yang tidak dimilikinya dan
tidak menginginkan sesuatu yang bukan menjadi miliknya. Kalau sudah begitu, dia akan
menikmati segala yang dimilikinya sebagai yang terindah dan terbaik. Segala keindahan
terletak di dalam keadaan batin kita sendiri, bukan terletak di luar badan. “Sepiring
masakan termahal akan terasa hambar di mulut kalau batin kita sedang keruh,” kata orang
bijak. Sebaliknya, “Sebungkus nasi dengan kecap dan garam akan terasa nikmat di mulut
kalau batin kita jernih.” Hal-hal yang paling sederhana pun akan terasa nikmat bila batin
kita dalam keadaan jernih dan batin yang jernih adalah suatu keadaan bukan hasil buatan
pikiran.

Keadaan batin yang jernih timbul oleh kekuasaan Tuhan. Kita hanya dapat
berihtiar/berusaha dengan landasan sikap menyerah dan pasrah dengan penuh keikhlasan
dan ketawakkalan kepada Tuhan YME. Kalau sudah begitu, apapun yang terjadi pada diri
kita, niscaya bisa kita terima dengan rasa syukur dan dengan penuh keyakinan bahwa
semua itu sudah menjadi Kehendak-Nya. Sehingga kita tidak mabuk oleh keadaan yang
kita anggap menyenangkan dan tidak mengeluh dengan keadaan yang tidak
menyenangkan. Penyerahan total kepada Tuhan YME akan menimbulkan kewaspadaan dan
kebijaksanaan, sehingga kita dapat melihat bahwa di dalam segala bentuk peristiwa di
dunia ini terkandung kekuasaan Tuhan.
Mutu batin seseorang tidak terletak pada pakaiannya atau kedudukannya. Tetapi kita
rupanya sudah terlanjur hidup dalam suatu masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan
diukur dari lahiriahnya saja, misalnya dari pakaian, pangkat, kedudukan, predikat dan
harta. Bahkan Sikap dan kata-kata hanyalah merupakan pakaian belaka. Dan semua itu
pemulasan lahir dan menjadi ‘topeng yang palsu’.
Namun kita sudah terlanjur suka akan yang palsu, kita menghormati seseorang lebih
karena harta, pangkat, kedudukan, predikat dan pakaian. Padahal, seorang
penceramah agama belum tentu dia saleh, seorang pembesar belum tentu dia
bijak, seorang hartawan belum tentu dia dermawan, bahkan seorang yang
‘bermulut manis’ pun belum tentu dia baik hati!.
Kita silau akan kulit luarnya, sehingga tak mampu lagi melihat isinya. Hal ini
disebabkan karena batin kita sebagai penilai juga sudah bergelimang nafsu dan penilaian
kita pun didasari oleh keuntungan diri kita sendiri. Yang menguntungkan kita lahir batin,
itulah yang baik dan yang merugikan kita lahir batin itulah yang buruk! Kita semua tahu
bahwa yang dinilai tinggi oleh manusia adalah pangkat, jabatan, kedudukan, predikat,
harta, dan semua penampakan atau penampilan luar, maka kita pun berlomba lomba
untuk mendapatkan semua itu. Kita memperebutkan kedudukan, jabatan, harta dan
sebagainya. Karena dari semua itulah kita akan mendapatkan penghargaan dan
penghormatan. Kita lupa, bahwa penghargaan dan penghormatan itu palsu belaka. Kita
juga lupa, bahwa yang dihormati adalah pakaian kita, kedudukan kita, jabatan kita. Yang
pada akhirnya kita semua makin hari makin lelap dalam kemunafikan.

Kita seyogjanya bertanya kepada diri sendiri: apakah kita termasuk dalam kelompok
munafik? Atau bila kita sadar dari ‘kelelapan kemunafikan’, terus menjadi penganut
peradaban yang tidak beradab dan kemoralan yang tidak bermoral?
Pertanyaan selanjutnya, kalu kita sudah menyadari keadaan buruk ini, beranikah kita untuk
keluar dari dunia kemunafikan ini?. Dan hidup baru sebagai manusia seutuhnya, yakni
manusia yang patut disebut manusia, makhluk kekasih Tuhan yang berakal pikir,
berakhlaq, bersusila, berbudi, bermoral dan berbakti kepada Sang Pencipta? Kesadaran
seperti itu hanya dapat timbul bila kita mau dan berani untuk mawas diri dan bercermin,
bukan hanya sekedar mematut-matut diri, memperlok diri, melainkan bercermin,
menjenguk dan mengamati keadaan batin kita, pikiran kita, isi hati kita. Berani melihat
segala kekotoran yang selama ini melekat pada batin kita….!

Kalau sudah begini, baru dapat diharapkan timbulnya kesadaran, dan kesadaran ini
akan mendatangkan perasaan rendah diri di hadapan Tuhan. Pikiran tidak mungkin
membersihkan kotoran ini, karena pikiran kita sudah bergelimang kotoran atau nafsu,
sehingga apa pun yang dilakukan tentu mengandung pamrih kepentingan diri, demi
keenakan dan kesenangan diri lahir maupun batin.

Kerendahan diri akan membuat kita pasrah, membuat kita menyerah total kepada
Tuhan YME. Pasti Tuhan akan membimbing orang yang menyerah sebulatnya. Menyerah
dengan kerendahan diri dan dengan perasaan takut dihadapan-Nya sebagaimana tertulis
dalam QS.Al – A’raaf 205. Sehingga dalam penyerahan tadi, pikiran tidak ikut campur di
dalamnya dan karenanya penyerahan itu mutlak dan tanpa pamrih, penuh dengan
kerinduan dan cinta kasih kepada-Nya yang telah menyayangi dan mengasihi kita tanpa
batas. Dari sini pula, akan timbul gerak hidup yang wajar, manusiawi, tidak palsu
dan tidak munafik lagi.

Silahkan isi Komentar Anda disini :


...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................

...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................

...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................

...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................

...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................

...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................

...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................................................

Risau
Hari itu, seseorang menjumpai Umar bin Abdul Aziz. Khalifah dari Bani Umayyah yang
sangat terkenal itu. Didapatinya Umar sedang menangis. Sendirian.

“Mengapa engkau menangis wahai Amirul Mukminin?” tanya orang itu dengan hati-
hati. “Bukankah engkau telah menghidupkan banyak sunnah dan menegakkan keadilan?” tanya
orang itu lagi dengan nada menghibur.

Umar masih terus menangis. Tidak ada tanda-tanda ia akan berhenti dari tangisnya.
Beberapa saat kemudian, barulah ia menyahut seraya berkata, ”Bukankah aku kelak akan
dihadapkan pada pengadilan Allah, kemudian aku ditanya tentang rakyatku. Demi Allah, kalau
benar aku telah berbuat adil terhadap mereka, aku masih mengkhawatirkan diri ini. Khawatir
kalau diri ini tidak dapat menjawab pertanyaan seandainya banyak hak rakyatku yang aku
dzalimi?”

Air mata Umar terus mengalir dengan derasnya. Tidak lama berselang setelah hari itu,
Umar menghadap Allah subhanahu wataala. Ia pergi untuk selama-lamanya.

Umar bin Abdul Aziz, yang menangis dan terus menangis itu, hanyalah satu contoh dari
kisah ’orang-orang risau’. Ya, orang-orang yang selalu punya waktu untuk merasa risau,
gundah, dan khawatir.

Bahkan sebagian mereka mengkhususkan waktu-waktu tertentu untuk risau. Risau


terhadap dirinya, terhadap orang-orang di sekitarnya, atau terhadap beban dan tanggung jawab
yang dipikulnya.

Paradigma orang yang menemui Umar, dalam kisah di atas, sangat berbeda dengan
paradigma Umar, yang tetap saja menangis. Orang itu bertanya heran mengapa Umar masih
menangis, karena dalam pandangan dirinya, Umar sudah sangat terkenal keshalihan dan
kebajikannya. Umar telah banyak melakukan kebaikan, berlaku adil kepada rakyat. Dan bahkan
mengantarkan mereka kepada kehidupan yang makmur dan damai.

Tetapi Umar tetap menangis. Tangis kerisauan dari seseorang yang mengerti betul
bagaimana ia mesti ber-etika di hadapan Tuhannya. Tangis Umar adalah ekspresi kerisauan.
Kerisauan seorang penguasa yang memikul tanggung jawab berat. Tanggung jawab memimpin
ribuan rakyat. Ia juga tangis seorang yang telah menapaki tangga-tangga hikmah. Yang
keluasan ilmu dan amalnya semakin membuatnya merunduk dan merendah.

Kerisauan seorang Umar, adalah bukti bahwa setinggi apapun derajat hidup orang,
sesungguhnya Ia bisa risau. Meski kerisauan setiap orang berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya. Bahkan justru di sinilah inti permasalahannya. Ialah bahwa sejarah selalu mencatat,
orang-orang besar sepanjang jaman, adalah orang-orang yang punya waktu untuk risau,
mengerti mengapa harus risau, dan apa yang mereka risaukan. Sebagian bahkan meniti awal
kebesarannya dari awal kerisauannya.

Sebab rasa risau adalah titik api pertama, yang akan melontarkan sikap-sikap positif
berikutnya, lalu membakarnya hingga menjadi matang. Sikap mawas, selalu mengevaluasi diri,
tidak besar kepala, bertanggung jawab, tidak mengambil hak orang, dan lain-lainnya.
Keseluruhan sikap-sikap itu, pemantiknya adalah risau.

Sejarah tidak pernah memberi tempat bagi orang-orang yang tidak pernah risau, selalu
merasa aman, enjoy sepanjang hidup, tanpa beban sedikitpun, untuk dicatat dalam daftar orang-
orang besar. Karena risau tidak saja simbol kesukaan akan tantangan, dinamika dan kompetisi,
tapi risau juga kendali dan sumber inspirasi bagi segala sikap kehati-hatian.

Dalam pengertian inilah, kita memahami peringatan Allah, bahwa seorang Mukmin, dan
bahkan setiap manusia, tidak boleh merasa aman dari adzab Allah. Orang-orang yang merasa
aman, tidak pernah merasa risau, tidak punya waktu untuk risau, dan bahkan tidak mengerti
mengapa harus risau, adalah orang-orang yang rugi.

Simaklah firman Allah yang artinya, ”Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa
aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang
tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami
kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain? Maka
apakah mereka merasa aman dari adzab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa
aman dari adzab Allah kecuali orang-orang yang merugi. " (QS. Al-A’raf: 97 - 99).

Ayat tersebut sedemikian jelas memaparkan, bahwa merasa aman dari adzab Allah
adalah tindakan yang salah. Kuncinya sangat sederhana. Karena manusia tidak pernah tahu apa
yang akan terjadi esok hari. Bahkan ia juga tidak bisa memastikan, apa yang akan terjadi
beberapa menit kemudian. Bisa jadi besok ia melakukan kesalahan, lalu sesudah itu ia
mendapat adzab. Bisa juga ia tidak melakukan kesalahan. Tetapi juga mendapat imbas adzab
dari kesalahan yang dilakukan orang lain.

Hidup ini seperti hutan belantara yang sangat lebat. Manusia dan keseluruhan makhluk
saling berlomba di dalamnya. Berpacu, beradu, berlomba, atau juga saling bekerjasama.
Lebatnya belantara hidup membuat hidup begitu liat, keras, dan kadang harus saling
mengalahkan. Dalam seluruh denyut kehidupan itu manusia terikat oleh serabut-serabut panjang
dan saling berhimpitan. Ujung serabut itu terikat dengan makhluk-makhluk itu. Sedang
pangkalnya ada dalam genggaman tangan-tangan Allah. Serabut-serabut itu adalah kekuasaan
Allah, yang dari sana lahir takdir-takdir bagi keseluruhan hidup manusia.

Maka, rasa risau, dalam tatanan Islam adalah awal dari rasa ketergantungan kepada
sumber-sumber yang memberi rasa aman. Dan, sumber utama rasa aman itu adalah Allah. Yang
Maha Kuat lagi Maha Melindungi.

Karenanya, orang-orang seperti Umar sangat memahami betapa risau haginya adalah
sebuah proses produktif seseorang dalam berinteraksi dengan Tuhannya. Ia risau dan karenanya
ia menangis. Ia menangis dan karenanya ia berharap.

Kita, di sini, sekumpulan orang-orang yang tak akan sampai menyamai Umar bin Abdul
Aziz, apalagi melampaui, semestinya menjadi orang-orang yang akhirnya mengerti darimana
sebuah kebesaran dimulai. Bahkan, sebuah harapan, ternyata, mula-mula adalah segumpal risau.

Salah satu kebutuhan penting dalam hidup, adalah merisaukan diri. Ia semacam rumah-
rumah kecil untuk persinggahan, bagi keseluruhan alur dan aliran semangat serta gelora hidup
kita. Sebuah risau adalah tali penyeimbang antara menengok ke belakang dan berhati-hati
menatap ke depan.

Maka seperti apakah risau kita hari ini?

Sikap Wasapada dan Mawas


Diri.
Hidup manusia penuh ketidakpastian, oleh karenanya kehidupan adalah
sebuah fenomenologi, pada sisi inilah yang menjadi kekuatan manusia
dalam menjalani skenario dan alur yang telah ditetapkan Sang Sutradara.
Menjadi kekuatan dibalik ketidakpastian tersebut manusia selalu dan tetap
memiliki asa dan harapan.

Bencana adalah sebuah fenomenologi, dan merupakan bagian dari


kehidupan manusia. Bencana yang datang bisa bersifat ketidakpastian,
ketidakpastian sebab orang tidak tahu kapan bencana itu akan datang.
Bencana inilah yang paling besar dipengaruhi oleh faktor dan fenomena
alam. Tsunami, gempa bumi, kekeringan, adalah salah satu contohnya.
Bencana ini bersifat alami dan tidak bisa manusia ramalkan dan perkirakan
sebelumnya yang hanya tinggal menunggu waktu saja.

Namun ada bencana yang bersifat kepastian, bencana yang semula tidak
bisa diprediksikan, beralih pada fase kepastian dan bisa diramalkan,
Longsor, banjir, adalah salah satu contohnya. Bencana macam inilah yang
sebagian besar disebabkan oeh tangan-tangan manusia. Tegasnya karena
faktor manusia pada jenis bencana bersifat tidak pasti bisa berubah menjadi
sebuah kepastian.

Di Indonesia lengkap sudah bencana itu, dari mulai yang alami karena faktor
alam seperti tsunami di Nangroe Aceh Darussalam dan gempa bumi yang
terjadi dibeberapa daerah di Jawa, dan ada juga karena faktor ulah tangan-
tangan manusia. Seperti saat ini banjir yang melanda sebagian besar daerah
di Idonesia bahkan kota metropolitan Jakarta, adalah “tangan-tangan”
manusia yang tidak bertanggungjawab yang menjadi faktor utama.
Penebangan hutan yang illegal, membuang sampah disungai dan
disembarang tempat, menjadikan daerah serapan air menjadi kawasan
bisnis dan ekonomis sehingga tidak ada lagi lahan untuk menyerap air
hujan. Adalah bukti nyata bahwa “tangan” manusia telah menyebabkan
bencana bagi “tangannya” sendiri.

Seiring bencana-bencana yang silih berganti datang. Ada banyak pelajaran


yang mesti kita ambil, salah satunya adalah sikap waspada dan mawas diri.
Pertama, adalah sikap Waspada diri yang berarti sikap kehati-hatian diri
dalam mengahadapi sesuatu, maka sikap waspada ini adalah untuk
menuntut manusia agar selalu siap mengahadapi segala fenomena-
fenomena alam yang terjadi yang mungkin bisa merugikan, lebih dari itu
manusia harus mempunyai kesiapan untuk mengahadapi penderitaan
bahkan kematian.

Kita bisa analogikan keharusan adanya sikap waspada dan mawas diri
disetiap gerak langkah kita adalah ketika kita hendak tidur. Tanpa kita
sadari bahwa tidur adalah kegiatan “perjudian” manusia terhadap tuhan.
Yang dianggap “berjudi” sebab ketika kita hendak tidur berarti kita telah
menaruhkan segala yang kita punyai termasuk jiwa raga pada “bandar
perjudian”. Ya, apakah kita akan diberi kesempatan membuka mata kembali
yang berarti dibangunkan lagi atau tidak kita tidak diberi lagi waktu untuk
bisa merasakan kenikamatannya. Sebab pada dasarnya tidur adalah
“kematian yang tertunda berkali-kali”. Dan kita selalu diberi kesempatan
oleh-Nya untuk menikmati hidup dan kembali berjudi, apakah kita akan
mempunyai kesiapan setiap saat?.

Sungguh sempurna Islam yang menganjurkan kepada para penganutnya


untuk berdo’a setiap hendak ketika hendak tidur, do’a yang dicontohkan
oleh rosullulah memilki substansi yang sangat dalam. Doa’ bismika allahuma
ahya wa amut, adalah proses penyerahan diri manusia seutuhnya terhadap
dzat yang memilikinya, berlindung dengan menyebut nama tuhan ketika
kita hidup dan hendak tidur, juga berlindung ketika kita akan mati ketika ia
tidur. Do’a tersebut merupakan sebuah kotempolasi yang mendalam untuk
manusia bersikap waspada.
Dengan adanya sikap ketidakpastian antara dibangunkan kembali dan tidak,
manusia selalu dituntut untuk selalu siap bahkan menyiapkan diri sebelum
tidur dalam segala hal. Sikap waspada ini tergambar dari keseharian
rosulluloh yang senantiasa merenung barang sejenak sebelum tidur, beliau
merenungkan segala amalan-amalan yang telah diperbuatnya dari mulai
bangun tidur sampai tidur kembali tak sampai disitu bahkan beliau selalu
menuliskan wasiat tiap harinya dalam sebuah buku khsusus, andai saja ia
tidak bisa bangun kembali maka cukuplah wasiat itu menjadi pesan
terakhirnya. Benar saja ketika rosul meninggal dan buku wasiat itu
ditemukan ternyata rosull berhutang sejumlah gandum pada salah seorang
yahudi yang termasuk tetangganya.

Kedua, adalah mawas diri atau intropeksi diri. Sikap mawas diri berarti
mencoba bercemin dengan segala hal yang telah dilakukan dan apa yang
terjadi pada dirinya. Dengan bencana yang terjadi seharusnya menjadi
moment mawas diri, apakah bencana yang terjadi dan menimpa kepada kita
itu merupakan ujian ataukah karena peringatan dan adzab dari tuhan
terhadap perbuatankita.

Bencana jika ditelaah dari perspektif teologis terbagi pada dua macam,
pertama bencana yang merupakan diberikan oleh tuhan kepada manusia
sebagai sebuah ujian. Mungkin inilah tingkatan yang paling tinggi, segala
bencana yang datang adalah sebagai ajang pembuktian diri terhadap
keimanan dan ketakwaan manusia terhadap tuhannya. Sepeti halnya
seorang pelajar di sekolah yang dalam proses belajar pasti ada ujian, untuk
mengukur sejauh mana keberhasilan siswa tersebut dalam proses
belajarnya. Begitu juga manusia untuk mengetahui kadar keimanan
terhadap tuhannya, maka pasti ia akan diuji dengan sebuah ujian dan salah
satunya dengan bencana.

Yang kedua adalah bencana sebagai peringatan, hal ini diberikan oleh tuhan
atas segala perbuatan manusia yang melanggar aturan main-Nya (rule of
game). Sebagai peringatan agar manusia bertaubat dan kembali pada jalan-
Nya.

Tuhan pada dasarnya telah memperingatkan manusia untuk senantiasa


hidup waspada dan mawas diri. Sholat merupakan puncak doa manusia
untuk menyerahkan hidupnya bagi dzat yang memilikinya. Inna solati
manusiki wa mahyaya wa mamati lilahi robil alamin adalah sikap pasrah,
tawakal dan penyerahan diri mansia seutuhnya dan seluruhnya terhadap
tuhan, sebab manusia sadar pada hakikat segalanya adalah milik Tuhan.

Maka benar shalat dan sabar merupakan senjata yang paling besar bagi
umat islam (Q.S 2:153) seorang yang telah meraih makna shalat dan sabar
dengan sebenarnya maka ia akan selalu waspada terhadap segala hal yang
akan terjadi. Dan akhirnya sikap waspada dapat terjewantahkan pada
kehidupan sehari-hari dengan sikap hati-hati, tidak tergesa-gesa dan sabar.

Disaat bencana silih berganti datang menimpa kita sekarang ini maka sikap
waspada dan mawas diri selalu dilestarikan. Waspada karena maut tak
pernah pandang bulu datang kapan saja, mawas diri terhadap bencana yang
datang apakah ini sebagai ujian ataukah sebagai peringatan. Dan
cukupkanlah bagi kita sabar dan shalatlah menjadi harapan kita untuk hidup
ini, tanpa semua itu manusia tidak akan mempunyai ketenangan hati dan
akan selalu was-was.
Wasiat Mawas Diri
From: apakabar@clark.net

WASIAT MAWAS DIRI


Melihat peranan dan sikap umat Indonesia saat ini yang
dinilai tak lagi sesuai dengan tuntunan Al-Quran,
beberapa ulama dan budayawan menelorkan Wasiat
Muharram. Sebuah pernyataan politik yang tampil a-
politik.
Terik matahari menyengat di kompleks Pondok
Pesantren As-Shiddiqiyyah. Tapi ratusan santri dan
santriwati rata-rata masih remaja dengan tekun dan
khusyu' duduk di mesjid besar di kawasan Kedoya,
Jakarta Barat. Jum'at siang kemarin menjelang Ashar,
dengan gegap gempita mereka mengumandangkan takbir
berkali-kali. Allahu akbar. "Bulan Muharram adalah saat
yang terbaik bagi kaum Muslimin untuk membahagiakan
yatim piatu, fakir miskin, mereka yang hina dina dan
papa karena korban pembangunan. Allahu Akbar. Kalau ada
kampus perjuangan, maka As-Shiddiqiyyah adalah
pesantren perjuangan," kata KH Nur Muhammad Iskandar SQ
berapi-api disambut takbir para santri.
Di sana tidak hanya ada santri, tapi juga ada dua
orang budayawan: Haji Emha Ainun Nadjib dan Haji Wahyu
Sulaiman Rendra. Hari itu, dalam suasana keagamaan
yang mantap, diumumkan apa yang disebut Wasiat Muharram
1416 sepanjang empat folio ketik rapat. Wasiat yang
bertolak dari surat Al-'Ashr dalam Al-Quran, bermaksud
menyampaikan "wasiat" yang makna aslinya "saling ingat-
mengingatkan". Wasiat yang khusus ditujukan kepada umat
Islam itu digodok di Padepokan Bengkel Teater Rendra,
di Desa Cipayung (Depok, Bogor) - sengaja disampaikan
pada 10 Muharram, yang bagi kaum Muslimin merupakan
saat yang baik untuk mawas diri.
Wasiat yang digagas oleh Emha Ainun Nadjib,
Mochtar hasibuan dan Eggi Sudjana itu belakangan
ditandatangani oleh sekitar 60 orang, antar lain KH
Abdurrahman Wahid (PBNU), KH Nur Muhhamad Iskandar SQ
(As-Shiddiqiyyah), Setiawan Djodi (pengusaha), Mohamad
Sobary (Kolomnis), Rendra (budayawan), Sawung Jabo
(musisi), Sitok Srengenge (penyair), Ulil Abshar
Abdalla (Forum Santri), dan beberapa wartawan. Wasiat
itu, yang tampil dengan kalimat-kalimat arif dan
seolah-olah politik, sesungguhnya merupakan sebuah
pernyataan poliytik meskipun para pengagas
menyangkalnya.
Dengan mengutip beberapa surat lain dalam Al-
Quran, wasiat itu mengingatkan umat islam akan sembilan
hal:

ú Wasiat ini mewasiatkan agar umat Islam saling wasiat-


mewasiati, bahwa budaya saling kritik dan saling kontrol
adalah kewajiban dari Allah SWT melalui manusia, kelompok,
organisasi atau kekuasaan yang antikontrol dan antikritik;
serta jika siapapun lainnya membiarkan kebiasaan antikritik
dan antikontrol maka semua itu berposisi menantang kekuasaan
Allah SWT.

ú Wasiat ini mewasiatkan kepada umat Islam agar saling


memberi wasiat, bahwa asa persamaan dan metode ta'arruf
tidak berarti mempersamakan sesuatu yang berbeda, umpamanya
akidah yang memang tidak sama antara bermacam-macam agama.
Ilmu ta'arruf ialah sebatas menyediakan ruang bagi kebenaran
yang lain, yang diyakini oleh pihak lain, dan bukan
merupakan ilmu yang benar untuk mengatkan "semua agama itu
sama". Sebab kalau memang demikian, kenapa tidak disepakati
untuk merundingkan "satu agama" saja dengan nama baru yang
juga didiskusikan. Biarlah suatu kelompok meyakini bahwa
yang dipeluknya adalah agama, sementara kelompok lainnya
meyakioni bvahwa hanya yang dipeluknya itu sajalah yang sah
disebut agama, sepanjang hal itu di batasi menjadi "aurat"
masing-masing yang tidak dibenturkan atau dipertentangkan.

ú Wasiat ini bermaksud mengingatkan umat Islam akan


keteladanan Rasulullah Muhammad SAW yang Allah SWT sendiri
menuturkannya: "Maka berkat rahmat Allah-lah engkau bersikap
lemah lembut kepada mereka. Sekiranya engkau bersikap keras
dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri darimu.
Oleh karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi
mereka, serta bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan-
urusan pergaulan keduniaan kalian" (Ali Imran;159)

ú Melalui idiom firman yang lain (Al-Hujurat;1), wasiat


ini mengingatkan agar tidak siapapun "mendahulukan tangannya
didepan tangan Allah". Tidak menomor-satukan keperluan
kekuasaan dirinya dan menomor-duakan otoritas hak dan nilai
Allah dan Nabi-Nya. Maka hendaknya umat Islam saling ingat-
mengingatkan agar asas kekuasaan atau prinsip otoritas
semacam ini selalu diupayakan, dipelihara dan dikembangkan
dalam setiap segi kehidupan mereka, terutama yang
menyangkut nasib kehidupan orang banyak, misalnya lembaga
negara, beserta birokrasi dan sistem nilai yang
diterapkannya.

ú Bahwa umat Islam tidak lagi punya kesempatan sejarah


untuk menunda keharusan mendewasakan diri dalam arti yang
seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Islam dan kaum Muslimin
sudah tiba pada momentum zaman di mana keharusan semacam itu
sudah mencapai titik optimal, sangat urgen dan bersifat
fardlu kifayah. Umat Islam bukan hanya dituntut untuk
sanggup menjelaskan Islam secara lebih jernih kepada dirinya
sendiri, tetapi juga ditantang untuk mampu
mengaktualisasikannya didalam tatanan danm modus-modus
kenyataan sejarah. Umat Islam tidak bisa lagi emnunda
kewajiban untuk menguakkan "hijab" suatu realitas sejarah
dimana "cahaya Islam ditutupi oleh kegelapan kaum Muslimin".
Tidak saja untuk memperpendek jarak antara kenyataan hidup
mereka dengan nilai-nilai Islam; lebih dari itu juga untuk
mengurangi kesalah-pahaman, fobi dan a priopri dunia
nonIslam terhadap Islam dan kaum Muslimin.

ú Wasiat paling pokok yang diwasiatkan oleh Wasiat ini


adalah upaya penyadaran kembali dikalangan umat Islam
terhadap hakikat wujud mahluk yang diciptakan oleh Allah
SWT, serta dialektika dinamis di antara ketiga mahluk-Nya.
Ketiga wujud mahluk itu ialah, pertama alam semesta; kedua
manusia dan mehluk hidup lainnya; ketiga firman. Bahasa
jelasnya; Bacalah alam semesta dengan menemukan cerminnya
pada manusia dan firman. Bacalah manusia dengan menemukan
pantulannya pada alam semesta dan firman. Bacalah firman
dengan menemukan cerminnya pada alam semesta dan manusia.

ú Wasiat ini mengingatkan bahwa Islam mengajarkan suatu


methodologi budaya dan teknokrasi sejarah yang meletakkan
pilar moral atau ahlak sebagai titik keberangkatan dan
pembimbing utama pekerjaan sejarah manusia. Kebenaran ilmu
pengetahuan dan gagasan-gagasan, lembaga-lembaga akal sehat,
dikerjakan melalui bimbingan moral dan keindahan. Demikian
karya-karya seni dikreatifi dengan kekuatan kebenaran ilmu
dan tuntunan ahlak. Sebagaimana ahlak itu sendiri akan
menemukan tulang punggung realitasnya jika bekerja sama
dengan kebenaran ilmu, serta memancarkan cahaya wajahnya
dengan kelembutan estetika. Wasiat ini diwasiatkan, pada
mekanisme yang manakah kehidupan keluarga kita, organisasi
kita, masyarakat dan negara kita telah menjunjung keutamaan
kepemimpinan moral dan ahlak?.

ú Wasiat ini mengajak umat Islam untuk mencari bukti sejarah


bahwa jika keduniawian, harta dan kekuasaan dinomor satukan dan
dijadikan tujuan, baik oleh pribadi-pribadi maupun oleh lembaga
dan sistem-sistem nilai sosial serta oleh garis-garis besar
haluan pembangunan suatu Negara, maka produknya menurut Allah
SWT adalah defisit-defisit dimana datang. Peradaban Hijri adalah
peradaban dimana manusia menomor satukan Allah SWT, menomor
duakan orang lain dan menomor tigakan diri sendiri. Adalah
peradaban di mana manusia, organisasi sosial, kekuasaan politik,
tatanan ekonomi, bangunan hukum dan gerak kebudayaan sadar
dengan ber"muwajahah dengan Allah SWT. Adalah peradaban yang
pelaku-pelakunya mengerjakan apa saja dengan kesadaran bahwa
mereka selalu berhadapan wajah dengan Allah SWT.

ú Wasiat ini berupaya membebaskan diri dari arti sosiologis kata


"Wasiat" yang berindikasi feodalisme dan hirarkisme, dan kembali
pada hikmah makna tawashau tindakan saling mewasiati yang penuh
semangat persamaan diantara sesama hamba Allah SWY, apapun
kedudukan sosialnya, derajat budaya dan asal usul kelompoknya.

(Harian Media Indonesia, Minggu 11 Juni 1995)

Mawas Diri Dengan Mengawasi


Gerak-gerik Qolbu
Interaksi yang paling hebat dan tidak pernah berhenti terjadi di dalam diri manusia yaitu
antara nafsu kebaikan (lawammah) dengan nafsu kejahatan (nafs ammarah). Nabi
Muhammad SAW sudah mewanti-wanti hal ini didalam hadisnya yang terkenal, “Jihad
terbesar adalah melawan hawa nafsu”. Nabi Muhammad SAW tidak menakut-nakuti
umatnya ketika mengeluarkan sabda diatas. Mengingat kondisi ruhaniah manusia yang
sangat kritis, godaan Iblis yang terus-menerus, setan yang suka mampir bahkan mungkin
menetap di qolbu, dan berbagai pengaruh eksternal yang dapat ditangkap indera
manusia yang dapat mempengaruhi kondisi internalnya.
Qolbu adalah suatu sistem yang penuh ketidakpastian, karena secara esensial bersifat
energetis yang mudah berubah. Kendati kita tidak tahu persis apakah esensi qolbu
sebenarnya. Karakter-karakter dominan yang menguasi qolbu mempunyai tujuh dominasi
mulai dari nafs ammarah yang cenderung materialistik sampai Sirr Al Asrar yang sangat
rahasia – tempat cengkerama hati yang suci termurnikan dengan Allah SWT. Karena
esensinya maka gerak-gerik qolbu digambarkan bolak-balik tak menentu, kecuali pada
tingkatan tertinggi dan paling murni atau suci, gerak-geraik qolbu di tingkatan paling
kasar atau rendah sangat mudah dipengaruhi oleh bersitan-bersitan dan kelebatan
hasrat yang berasal baik dari dalam maupun dari luar diri manusia. Artinya gangguan
yang datang bisa bersifat fisik maupun non fisik. Gangguan fisik mungkin bisa dikenali
dan dihindari, namun gangguan non fisik seperti munculnya bisik-bisik susah diduga.

Namun, yang jelas bersitan-bersitan atau bisik-bisik di dada manusia yang


mempengaruhi qolbu dapat berasal darimana saja, 360 derajat, bahkan tanpa diduga
pun hati yang tenang bisa mendadak sontak gelisah tak menentu. Iblis nampaknya
memang kenal betul karakter ruhaniah manusia yang satu ini, sehingga ia mengatakan
akan menggoda manusia dari depan, belakang, kiri, dan kanan, persis 360 derajat dalam
arah mendatar, arah sudut pandang dan gerak dari tentara-tentara hati yaitu panca
indera. Namun, Iblis nampaknya tidak akan menggoda dari atas dan bawah tempat
dimana manusia menengadahkan tangan untuk berdoa kepada Tuhan dan bersujud
menyembah-Nya. Yang jelas, mulai dari bisikan kasar sampai bisikan paling halus, Iblis
seringkali tak segan-segan melemparkan tipu dayanya.

Waswaasil Khonnaas

Faktor dominan yang mempengaruhi ruhaniah manusia adalah berubah-ubahnya nafsu.


Bila nafsu berkembang melenceng dari fitrahnya (yaitu dari jiwa yang tenang nafs
muth’mainnah), maka nafsu mengalami metamorfosis dan melompat secara kuantum
(artinya tidak berhenti dulu di orbit lawammah tapi langsung melompat) menjadi nafsu
ammarah. Sumber segala kejahatan - esensi dari Iblis, Sang Pembangkang, “waswaasil
khonnaas” – bisikan-bisikan syeitan yang tersembunyi, yang membisik-bisik di dada
manusia (QS 114:4-5). Waswaasil khonnaas adalah was-was takut miskin, takut bodoh,
takut tidak terkenal, takut mati, dan was-was lainnya yang menyebabkan manusia selalu
berkeluh kesah dan tidak bersyukur atas semua karunia Allah SWT. Selanjutnya, nafs
ammarah akan mempengaruhi akal dan manusia secara kejiwaan (psikis) akan berupaya
untuk bergerak menjauhi posisi keseimbangan yang sudah ditetapkan. Shiraatal
Mustaqiim pun ia tinggalkan.

Bila kondisi ini terjadi, pikiran-pikiran buruk muncul silih berganti. Bisikan-bisikan syeitan
menyelinap ke dada manusia, daya khayal dan angan-angan menguat, menimbulkan
niat-niat buruk untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
agama maupun hukum-hukum positif yang disepakati oleh manusia (etika dan norma-
norma).

Secara perlahan tapi pasti qolbunya akan diselimuti kabut kegelapan sehingga manusia
tidak mampu melihat citra dirinya sendiri, apalagi citra Tuhannya. Ia pun akan lupa
esensi dirinya. Namun yang muncul adalah gambar-gambar keduniawian sebagai
manifestasi dari nafsu dan syahwatnya.
Seringkali dikatakan bahwa asal usul dari ketaatan dan kemaksiatan manusia berkaitan
erat dengan dominasi sifat-sifat nafsu dan syahwat kemanusiaan, yang mempunyai
kecenderungan pada pemenuhan kepada kebutuhan fisis-biologis, yang dapat merusak
Ubudiyah seorang hamba [67]
. Dalam banyak segi, bila dominasi nafsu menguasai diri
seseorang disebabkan karena meningkatnya energi dalam yang masuk melalui asupan
makanan atau minuman. Dan ketika energi ini terarahkan pada hasrat biologis, dan
biasanya memang menyalurkannya kepada pemuasan hasrat, maka semua aktivitasnya
akan terarahkan pada kebutuhan seperti itu, sehingga ia bisa dikatakan menjadi terhijab
dari Allah karena bersarangnya sifat-sifat kemanusiaan yang didominasi oleh
keduniawian. Hijab atau tabir ini harus diangkat dan diruntuhkan agar esensi ruhani
seseorang mampu menanggapi panggilan Allah secara positif dan kedekatan dengan
Allah senantiasa hadir.

Menurut Ibnu Athaillah As Sakandari nafsu itu adalah sumber segala bencana. Dalam
kitab Al-Hikam, Ibnu Athaillah berkata “Asal usul maksiat, syahwat dan kealpaan adalah
kerelaan kita kepada nafsu”. Maksiat adalah tindakan yang menyimpang dari perintah
Allah dan melanggar larangan-Nya. Sedangkan menurut nafsu berarti menyalurkan
kompensasi atau suatu keinginan yang cenderung kearah kesenangan. Sedangkan yang
dimaksud dengan kealpaan adalah mengabaikan tindakan wajib dan sunnah, demikian
juga ketika melakukan wajib disertai dengan orientasi hawa nafsu hal ini termasuk
kealpaan juga oleh karena kewajiban atau sunnah yang semestinya menjadi anugerah
telah diserobot atau dimanipulasi oleh nafsu untuk kecenderungan yang bersifat
kesenangan. Sedangkan rela terhadap hawa nafsu memiliki tanda-tanda antara lain :
melihat kebenaran menurut selera dirinya, memanjakan nafsu, dan memejamkan mata
dari aib-aib nafsu itu sendiri, sehingga jauh dari penyucian jiwa.

Sebaliknya, Ibnu Athaillah melanjutkan bahwa “Asal usul ketaatan, mawas diri, dan sadar
diri adalah ketidak relaan terhadap nafsu”. Tanda-tanda ketidakrelaan kita kepada nafsu
antara lain : curiga pada siasat nafsu, waspada pada bahayanya, dan menekan nafsu
pada berbagai kesempatan. Sikap curiga merupakan bagian dari mawas diri yang harus
kita lakukan setiap saat manakala kita beraktivitas.

Dalam banyak aspek, kita seringkali tidak menyadari berbagai keputusan yang kita ambil
dalam setiap tindakan kita. Tipu daya nafsu harus kita sadari dapat menyusup kapan saja
dan dimana saja. Tanpa adanya sifat curiga dan mawas diri maka kita akan cenderung
sangat akomodatif, bahkan pada taraf tertentu kita bisa dikatakan terpesona dan
memandang dengan penuh hasrat sehingga kitapun kemudian terjebak, tertipu, dan
terjerumus dalam lubang nafsu dan maksiat yang menghancurkan. Oleh karena itu,
menurut Abu Hafs Al-Haddad ra

“Siapa yang tidak curiga terhadap nafsunya sepanjang waktu; tidak menentangnya
dalam semua perilaku; tidak menekannya setiap hari, maka orang itu telah terpedaya
(terkena tipu daya )”.

Archive forHumor
OTAK PROFESSOR
Juni 23, 2009 @ 14:01 · Filed under Humor
Disebuah universitas antah berantah, para mahasiswa sedang mengikuti kuliah filosofi. Profesor Doktor
Bendhothz yang mengajar mencoba melemparkan topik diskusi tentang Tuhan.
“Ada yang pernah melihat Tuhan?” tanya Profesor.
Semua diam tak menjawab.
“Ada yang pernah mendengar Tuhan bersuara?” si dosen bertanya lagi.
Tak ada yang menyahut.
“Ada yang pernah menyentuh Tuhan?” tanya dosen.
Semua diam.
“Kesimpulannya Tuhan itu tidak ada.” kata profesor itu bangga.
Terdengar gumaman protes, sampai akhirnya seorang mahasiswa berdiri & bertanya :
“Ada yang pernah melihat otak profesor?” . Tak ada yang menjawab.
“Ada yang pernah mendengar otak profesor?” . Tak seorangpun menjawab.
“Ada yang pernah menyentuh otak profesor?” . Sekali lagi hening.
“Kesimpulannya PROFESOR TIDAK PUNYA OTAK”. kata mahasiswa itu.
Permalink Komentar
SALAH ANALISA
Juni 23, 2009 @ 13:58 · Filed under Humor
Seorang pria datang menjumpai dokter, “Dokter, saya menghadapi masalah, salah satu biji zakar saya
biru warnamya.
Dokter memeriksa biji zakar tersebut lalu tiba pada kesimpulan bahwa biji zakar itu sebaiknya diambil,
sebab kalu tidak pria tersebut bisa mati.
“Dokter gila, apa?” teriak pria itu. “Tega benar dokter mengambil keputusan yang demikian”.
“Anda masih mau hidup bukan?” tanya dokter itu. DAn terpaksalah pria itu merelakan salah satu biji
zakarnya diambil, operasi sukses. Seminggu kemudian pria itu datang lagi ke dokter dan mengeluh.
“Dokter bagaimana sih nih? Biji zakar saya yang satunya lagi telah berwarna biru pula?”. Kembali
dokter mengatakan bahwa jika masih ingin hidup, maka ia harus merelakan biji zakarnya diambil. Dan
kembali pria itu menolak. “Anda masih mau hidupkan?” tanya dokter. Dan terpaksalan pria itu
merelakan biji zakarnya yang kedua diambil.
Tapi dua minggu kemudian ia datang lagi dan menjumpai dokter. “Rasanya ada yang tidak beres
dokter, kini penis saya yang menjadi biru.”
Setelah memeriksa pasiennya, dokter menyampaikan kabar buruk. Jika ingin tetap hidup maka
penisnya terpakasa harus diambil. Kembali pria itu meradang.
“Anda masih ingin hidupkan?!” tanya dokter.
“ya. Tapi bagaimana nanti kalu saya ingin pipis?”
“H,,, saya akan pasang pipa plastik. Tidak ada masalah.”
Begitulah, penis tersebutpun terpaksa diambil. Dan beberapa hari setelah operasi, lelaki malang itu
kembali datang menjumpai dokternya.
“Dokter, pipa plastik itupun kini berwarna biru….!!!”
“Hahhh?!” Apasih yang terjadi?”
Dokter memriksa lebih seksama, dan tak lama kemudian terdengan ia berseru
“Oalah, ternyata celana jeans anda yang luntur…”
Permalink Komentar

SOPIR TAKSI BARU


Mei 29, 2009 @ 10:54 · Filed under Humor
Setelah taksi berjalan sekian lama, penumpang muda itu menepuk pundak sopir
taksi untuk menanyakan sesuatu. Reaksinya sungguh tak terduga, sopir taksi
begitu terkejutnya sampai tak sengaja menginjak gas lebih dalam dan hampir
saja menabrak mobil lain. Akhirnya ia bisa menguasai kemudi dan menghentikan
mobilnya di pinggir jalan.
“Tolong, jangan lakukan itu lagi,” kata sopir taksi dengan wajah pucat pasi.
“Maaf, saya tidak bermaksud mengejutkan. Saya tidak tahu kalau menyentuh
pundak saja bisa begitu mengejutkan Bapak.”
“Masalahnya begini, dik… ini hari pertama saya jadi sopir taksi. Dan adik juga
penumpang pertama saya.”
“Oh begitu. Terus, kenapa bapak kaget?”
“Karena… sebelum ini saya sopir mobil jenazah.”
Permalink Komentar (1)
Biarawati & Preman
April 2, 2009 @ 08:52 · Filed under Humor
Just Joke no SARA

Ada seorang biarawati (suster) cantik dan seorang Preman yang lumayan
ganteng naik bis kota bersama-sama.
Preman itu sangat bernafsu melihat suster tersebut.
Akhirnya ia tidak tahan dan bertanya:
“Maukah suster bercinta dengan saya?”

Suster itu menjawab:


“Tidak mungkin, kan saya seorang suster, kekasih Tuhan”.
Akhirnya suster itu turun dari bis….
Preman yang sadar dirinya ganteng dan jantan, merasa kecewa!.
Sopir bis yang bernama Mulyadi agak banci itu menguping pembicaraan itu.
Mulyadi melirik pada Preman yang memang ganteng itu lalu berkata pada
Preman itu:
“Kamu mau bercinta dengan suster itu? Bayar aku Rp 100.000,- , nanti
saya kasih tahu rahasianya.”
Preman itu membayarnya, dan Mulyadi memberikan nasehatnya :
“Suster itu memiliki kebiasaan berdoa setiap Selasa malam di tempat
suci di belakang gereja. Kamu harus berpakaian putih dan berkilau-
kilau lalu berbuat seolah-olah kamu itu “Tuhan”, dan memintanya untuk
bersetubuh dengan kamu.”
Preman itu setuju dan menunggu hingga Selasa malam.
Memang benar suster itu datang berdoa dengan khusuk.
Sehabis doa, Preman itu muncul dan berkata, “Aku akan kabulkan
seluruh permintaan kamu, asalkan kamu mau bersetubuh dengan aku ?”
Suster itu menjawab, “Karena aku kekasih Tuhan, jadi aku bersedia.
Tetapi agar aku tetap perawan, sebaiknya dilakukan secara anal-sex.”
(suster atau biarawati memang harus perawan sepanjang hidup).
Preman itu setuju lalu terjadilah persetubuhan itu…..
Dan Preman ganteng itu membuktikan keperkasaan dirinya sebagai laki
laki yang jantan.
Selesai semuanya itu, Preman itu berteriak….:
“Ha.. ha… ha… aku bukan Tuhan…. Aku Preman.”
Suster itu juga berteriak:
“ha… ha… ha… aku juga bukan suster”
“Aku adalah Mulyadi banci - sopir Bis”
Permalink Komentar
Kisah Surat Narapidana di Tahanan
April 2, 2009 @ 08:04 · Filed under Humor
Ada seorang Aceh dari kabupaten Pidie, menulis surat ke anaknya yang ada dipenjara Nusa
Kambangan karena dituduh terlibat GAM (Gerakan Aceh Merdeka).
Bunyinya: “Hasan, bapakmu ini sudah tua, sekarang sedang musim tanam jagung, dan kamu ditahan di
penjara pula, siapa yang mau bantu bapak mencangkul kebun jagung ini?”
Eh, anaknya membalas surat itu beberapa minggu kemudian. “Demi Tuhan, jangan cangkul itu kebun,
saya tanam senjata di sana,” kata si anak dalam surat itu.
Rupanya surat itu disensor pihak rumah tahanan, maka keesokan harinya setelah si bapak terima surat,
datang satu peleton tentara dari kota Medan.
Tanpa banyak bicara mereka segera ke kebun jagung dan sibuk seharian mencangkul tanah di kebun
tersebut. Setelah mereka pergi, kembali si bapak tulis surat ke anaknya.
“Hasan, setelah bapak terima suratmu, datang satu peleton tentara mencari senjata di kebun jagung kita,
namun tanpa hasil. Apa yang harus bapak lakukan sekarang?”
Si anak kembali membalas surat tersebut, “Sekarang bapak mulai tanam jagung aja, kan udah
dicangkul sama tentara, dan jangan lupa ngucapin terima kasih sama mereka.”
Pihak rumah tahanan yang menyensor surat ini langsung pingsan.
Permalink Komentar (2)
Pelacur dan Kondom
Februari 23, 2009 @ 09:59 · Filed under Humor
Pelacur dan Kondom
Seorang polisi menangkap seorang pelacur.
Pelacur : “Saya tidak menjual seks, pak!”
Polisi : “Lalu, apa yang kamu lakukan sekarang?”
Pelacur : “Saya cuma jual kondom dan menawarkan demo gratis.”
———————————————————-
Seorang yang sangat alim lihat cewek buka baju.
Dia langsung menutup matanya dan bedoa :
“Tuhan, jangan kurangi rezekiku, aku sudah menutup mataku.”
Pas dia buka mata lagi, cewek udah bugil …..
———————————————————-
Seorang karyawati membelikan KADO TOPI waktu boss nya ulang tahun.
Celakanya salah, karena yang terbungkus malah celana dalam yang dibelinya.
Padahal di kartu ucapannya tertulis:
“Pak, kalo dipake rambutnya keluarin dikit yah, biar keren.”
———————————————————-
Seorang manager HRD sedang menyaring pelamar untuk satu lowongan di kantornya.
Setelah membaca seluruh berkas lamaran yang masuk, dia menemukan 4 orang calon yang cocok.
Dia memutuskan memanggil ke-4 orang itu dan menanyakan 1 pertanyaan saja.
Jawaban mereka akan menjadi penentu apakah akan diterima atau tidak.

ASAL USUL MAHA PATIH GAJAH MADA

Gajah Mada (1299-1364) Mahapatih majapahit yang sangat terkenal dengan


sumpah palapanya merupakan satu-satunya orang kuat pada jamannya di nusantara. Salah satu
keruntuhan kerajaan Majapahit dikatakan karena tidak memiliki orang kuat yang lain yang cakap
untuk menggantikan gajah Mada. Panglima Perang yang ditunjuk menjadi Mahapatih kerajaan
Majapahit menggantikan Arya Tadah pada masa pemerintahan Ratu Tribhuwana
Wijayatunggadewi (1328-1350)
Sebagai mahapatih dia berhasil menumpas pemberontakan di Sadeng dan Keta (1331) dan kemudian
berikrar untuk mempersatukan Nusantara dengan sumpahnya yang dikenal sebagai Sumpah Palapa.
Serat Pararaton memuat Sumpah Palapa yang diucapkan dihadapan Ratu Tribhuwana
Wijayatunggadewi sebagai berikut:
“Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring gurun, ring seram, tanjungpura,
ring haru, pahang, dompo, ring bali, sunda, palembang, tumasik, samana isun amukti palapa”
artinya :
“Apabila sudah kalah Nusantara, saya akan beristirahat, apabila Gurun telah dikalahkan, begitu pula
Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, pada waktu itu saya
akan menikmati istirahat”

Sepeninggalan Gajah Mada Namanya terus di kenang bukan saja di tanah air akan tetapi sampai
di kawasan asia tenggara (yang dulu di sebut Nusantara) bahkan nama Gajah Mada di pakai
sebagai nama salah satu Universitas Terkemuka di Indonesia dan juga di pakai sebagai Nama
Hotel Berbintang 5.
Sayang sekali asal-usul Mahapatih Gajah Mada yang sangat masyur ini belum jelas diketahui
Orang, baik meyangkut Nama orang Tuanya maupun tempat serta tahun kelahirannya.
Muhammad yamin didalam bukunya yang berjudul Gajah Mada, Balai Pustaka,cet ke-6,1960,hal
13 Mengungkapkan tokoh ini sebagai :
“Diantara sungai brantas yang mengalir dengan derasnya menuju kearah selatan dataran Malang
dan dikaki pegunungan Kawi-Arjuna yang indah permai,maka disanalah nampaknya seorang-
orang indonesia berdarah rakyat dilahirkan pada permulaan abad ke-14.
Ahli sejarah tidak dapat menyusur hari lahirnya dengan pasti: ibu bapak dan keluarganya tidak
dapat perhatian kenang-kenangan riwayat: Begitu juga nama desa tempat dia dilahirkan
dilupakan saja oleh penulis keropak jaman dahulu asal usul gajah mada semua dilupakandengan
lalim oleh sejarah”
Jadi jelaslah menurut Muhammad Yamin, asal-usul Gajah Mada masih sangat gelap, walaupun ada
dugaan bahwa gajah mada dilahirkan di aliran sungai Brantas yang mengalir keselatan diantara
kaki gunung Kawi-Arjuna,diperkirakan sekitar tahun 1300 M.
Keinginan untuk mengetahui asal-usul Patih Gajah Mada sebagai Negarawan besar pada Jaman
Kerajaan Majapahit, telah lama menarik perhatian ahli sejarah, salah satunya bpk I Gusti Ngurah
Ray Mirshaketika mengadakan Klasifikasi Dokumen Lama yang berbentuk Lontar-lontar pada
“perpustakaan Lontar Fakultas Sastra, Universitas Udayana” (sekitar tahun 1974. Salah satu lontar
yang menarik perhatian diantaranya adalah lontar yang berjudul “Babad Gajah Maddha”. Lontar
tersebut memakai kode: Krop.7, Nomer 156, Terdiri dari 17 Lembar lontar berukuran 50×3,5 cm,
ditulisi timbal balik, setiap halaman terdiri atas 4 baris, memakai huruf dan bahasa Bali-Tengahan.
Lontar tersebut adalah merupakan Salinan sedangkan yang asli belum dapat dijumpai.
Secara garis besar lontar babad Gajah Maddha tersebut berisikam
1. Asal Usul Gajah Mada
2. Gri Kresna Kapakisan dalam hubungannya dengan raja-raja Majapahit
3. Emphu keturunan pada waktu memerintah dibali
Yang menjadi perhatian dari sekian lontar tersebut dan dapat dijadikan penelitian lebih lanjut
adalah bagian yanfg menjelaskan tentang Asal-Usul/Kelahiran sang Maha Patih Gajah Mada.

Ringkasan Isi Teks Lontar Babad Gajah Maddha


Tersebutlah Brahmana Suami-Istri di wilatikta, yang bernama Curadharmawysa dan Nariratih,
keduanya disucikan (Diabhiseka menjadi pendeta) oleh Mpu Ragarunting di Lemah Surat. Setelah
disucikan lalu kedua suami istri tersebut diberi nama Mpu Curadharmayogi dan istrinya bernama
Patni Nuriratih. Kedua pendet tersebut melakukan Bharata (disiplin) Kependetaan yaitu :Sewala-
brahmacari” artinya setelah menjadi pendeta suami istri tersebut tidak boleh berhubungan sex
layaknya suami istri lagi.
Selanjutnya Mpu Curadharmayogi mengambil tempat tinggal (asrama) di Gili Madri terletak di
sebelah selatan Lemah Surat, Sedangkan Patni Nariratih bertempat tinggal di rumah asalnya di
wilatikta, tetapi senantiasa pulang ke asrama suaminya di gili madri untuk membawa
santapan,dan makanan berhubungan jarak kedua tempat tinggal mereka tidak begitu jauh.
Pada suatu hari Patni Nariratih mengantarkan santapan untuk suaminya ke asrama di gili madri,
tetapi sayang pada saat hendak menyantap makanan tersebut air minum yang disediakan
tersenggol dan tumpah (semua air yang telah dibawa tumpah),sehingga Mpu Curadharmayogi
mencari air minum lebih dahulu yang letaknya agak jauh dari tempat itu arah ke barat. Dalam
keadaan Patni Nariratih seorang diri diceritakan timbulah keinginan dari Sang Hyang Brahma
untuk bersenggama dengan Patni Nariratih . Sebagai tipu muslihat segerah Sang Hyang Brahma
berganti rupa (berubah wujud,(”masiluman”)) berwujud seperti Mpu Curadharmayogi sehingga
patni Nariratih mengira itu adalah suaminya.
Segera Mpu Curadharmayogi palsu (Mayarupa) merayu Patni Nariratih untuk melakukan
senggama, Tetapi keinginan tersebut ditolak oleh Patni Nariratih,oleh karena sebagai pendeta
sewala-brahmacari sudah jelas tidak boleh lagi mengadakan hubungan sex,oleh karena itu Mpu
Curadharmayogi palsu tersebut memperkosa Patni Nariratih.
Setelah kejadian tersebut maka hilanglah Mpu Curadharmayogi palsu,dan datanglah Mpu
Curadharmayogi yang asli (Jati). Patni Nariratih menceritakan peristiwa yang baru saja menimpa
dirinya kepada suaminya dan akhirnya mereka berdua menyadari,bahwa akan terdjadi suatu
peristiwa yang akan menimpa meraka kelak.kemudian ternyata dari kejadian yang menimpa Patni
Nariratih akhirnya mengandung.
Menyadari hal yang demikian tersebut mereka berdua lalu mengambil keputusan untuk
meninggalkan asrama itu,mengembara ke hutan-hutan ,jauh dari asramanya tidak menentu
tujuannya,hingga kandungan patni Nariratih bertambah besar. Pada waktu mau melahirkan
mereka sudah berada didekat gunung Semeru dan dari sana mereka menuju kearah Barat Daya,
lalu sampailah disebuah desa yang bernama desa Maddha. Pada waktu itu hari sudah menjelang
malam dan Patni Nariratih sudah hendak melahirkan,lalu suaminya mengajak ke sebuah “Balai
Agung” yang etrletak pada kahyangan didesa Maddha tersebut.
Bayi yang telah dilahirkan di bale agung itu, segera ditinggalkan oleh mereka berdua menuju ke
sebuah gunung. Bayi tersebut dipungut oleh seorang penguasa didesa Maddha,lalu oleh seorang
patih terkemuka di wilatikta di bawa ke wilatikta dan diberi nama “Maddha”
INTERPRETASI/TAFSIRAN dari Isi
1. Pada halaman 2a Lontar Babad Gajah Maddha (sealanjutnya di singkat dengan B.G.M)
dikatakan bahwa oran tua Gajah Mada berasal dari Wilatikta yang disebut juga Majalangu (B.G.M
hal.1b)
Disebelah selatan “Lemah Surat” terletak “Giri Madri” yang dikatakan berada dekat dengan
Wilatikta (B.M.G Hal.6a)pada B.M.G hal.6b dikatakan hampir setiap hari Patni Nariratih pulang
pergi dari wilatikta,megantar makanan suaminya di asramanya di gili Madri yang terletak
disebelah selatan wilatikta. Hal ini berarti Gili Madri terletak disebelah selatan Lemah Surat dan
juga disebelahselatan Wilatikta. Jarak antara Gili Madri dengan Wilatikta dikatakan
dekat.Tetapijarak antara Lemah Surat dengan Wilatikta begitu pula arah dimana letak Lemah
Surat dari Wilatikta tidak disebutkan dalam B.G.M
2. Pada B.G.M hal. 12a yang menyebutkan tentang kelahiran Gajah Mada, ada kalimat yang
berbunyi “On Cri Caka warsa jiwa mrtta yogi swaha” kalimat ini adalah Candrasangkala yang
bermaksud kemungkinan sebagi berikut:
On Cri Cakawarsa = Selamatlah Tahun Saka
Jiwa = 1 (satu)
mrtta = 2 (Dua)
Yogi = 2 (Dua)
Swaha = 1 (satu)

jadi artinya : Selamat Tahun Saka 1221 atau tahun (1299 Masehi)
seandainya itu benar maka gajah mada dilahirkan pada tahun 1299 Masehi.
3. Mengenai nama Maddha B.G.M hal.10b - 11a disebutkan sebagai berikut:
Karena malu terhadap gurunya yakni : Mpu Ragarunting, begitu juga terhdap orang banyak, maka
setelah kandungan Patni Nariratih membesar, lalu disjak ia oleh suaminya meninggalkan asrama
pergi mengembara kedalam hutan dan gunung yang sunyi. Akhirnya pada malam hari,waktu bayi
hendak lahir,mereka berdua menuju kesebuah desa yang bernama Maddha terletak di dekat kaki
gunung semeru. didesa itulah sang Bayi dilahirkan disebuah “Bale-Agung” yang ada di Kahyangan
(Temple) desa tersebut. Bayi tersebut dipungut oleh seorang penguasa desa Maddha,kemudian
dibawa ke Wilatikta oleh seorang patihdan kemudian diberi nama Maddha jadi jika demikian
halnya nama Maddha berasal dari nama desa.
Nama Gajah oleh B.G.M sama sekali tidak disebutkan.kemungkinan besar nama gajah adalah
nama kemungkinan nama tambahan atau nama julukan atau bisa juga nama Jabatan (Abhiseka)
bagi sebutan orang Kuat (?)
dengan demikian Gajah Mada berarti Orang kuat yang berasal dari Maddha.
4. Mengenai nama orang Tua Gajah Mada, ayahnya bernama Curadharmawyasa dan ibunya
bernama Nariratih (B.G.M. hal 2a) Setelah mereka disucikan (Abhiseka menjadi pendeta) oleh Mpu
Ragarunting di Lemah Surat,nama mereka berubah menjadi Curadharmayogi dan Patni Nariratih
(B.G.M hal 3b) meraka berdua adalah brahmana (B.G.M hal. 2a)
Adapun didalam B.G.M hal. 9b, yang menyebutkan bahwa Patni Nariratih bersenggama dengan
Dewa Brahma yang berganti rupa seperti suaminya sehingga Gajah Mada seolah-olah dilahirkan
atas hasil senggama antara Patni Nariratih dengan Dewa Brahma, dapat kita tafsirkan sebagai
berikut:
Pengungkapan Mitos demikian itu sudah tentu sukar diterima oleh akal mengingat motif yang
demikian itu sudah banyak terdapat p[ada penulisan-penulisan babad, maka perlulah dicari Latar
belakang dari hal-hal yang dimythoskan itu
Perkiraan yang dapat kami tangkap adalah:
a. Mpu Curadharmayogi dan istrinya Patni Nariratih adalah melakukan brata “Sewala Brahmacari”
yang berarti sejak mereka menjadi pendeta mereka tidak diperbolehkan untuk berhubungan sex
atau senggama oleh karena itu mereka berpisah tempat Sang suami ber asrama di Gili Madri
sedangkan Sabng istri bertempat tinggal di Wilatikta tetapi kedua suami istri ini masih saling
bertemu karena sang istri acapkali membawakan makanan untuk sang suami.
b. Pada suatu ketika yaitu pada hari Coma, Umanis, Tolu, Cacil ka daca (senin, Legi, Tolu ,bulan
april) Patni Nariratih membawakan suaminya santapan. Pada waktu hendak makan,air minum
tiba-tiba tumpah.Dengan tidak sadar keluarlah kata-kata dari Patni Nariratih : “ih ah palit dewane
plet”yang maksudnya kemaluan suaminya kelihatan (B.G.M ha. 7a). Dalam B.G.M hal.7b dikatakan
bahwa kata-kata tersebut didengar oleh Dewa Brahma. disinilah menurut Interpretasi kami bahwa
yang mendengar hal tersebut tidak lain adalah suaminya sendiri, sehingga timbuh hasrat birahi
ingin bersenggama dengan suaminya,Akhirnya senggama tersebut terjadi antara Patni Nariratih
dengan suaminya sendiri
Mengapa demikian, karena menurut interpretasi kami, Brahma adalah sebagai dewa
pencipta/penumbuh (konsep trimurti) dan ini sering digunakan sebagai mythologi sebagai sumber
kelahiran seseorang yang ke-namaan atau termasyur.
Jadi logislah disin untuk menyembunyikan perbuatan Mpu Curadharmayogi maka dipakailah Dewa
Brahma sebagai gantinya. Mengapa dikatakan senggama itu terjadi dengan Dewa Brahma,
Kiranya ini untuk menyembunyikan perbuatan Mpu Curadharmayogi sebagai seorang”Sewala-
brahmacari” itulah sebabnya setelah Patni Nariratih hamil mereka segera pergi dari asrama unuk
menyembunyikan diri.
c. Mengenai Lahirnya Sang bayi pada balai agung di sebuah kahyangan di desa maddha. ini kira-
kiranya memang diusahakan oleh Mpu Curadharmayogi dan Patni Nariratih menurut penafsiran
kami:
Balai Agung adalah merupakan sebuah balai yang patut ada di dalam sebuah “Kahyangan
Desa”(Pura desa) yang berfungsi sebagai tempat membersihkan diri dari noda-noda spritual.
Hal yang demikian ini dapat dibandingkan dengan keadaan di Bali sampai sekarang, Bahwa Bale-
Agung terletak didalam Pura Desa yaitu salah satu Kahyangan Tiga yang ada pada tiap-tiap desa.
Pura Desa ini adalah Sthana Dewa Brahma dalam fungsi sebagi pencipta. Jadi logislah orang tua
Gajah Mada mengusahakan Balai Agung sebagai tempat untuk melahirkan bayi dengan maksud :
- Proses kelahiran berjalan lancar bayi terhindar dari noda-noda spritual
- Supaya bayi tersebut dianggap dilahirkan dari sumber pebcipta
-Supaya ada orang yang memungut dan memeliharanya.
Permalink Komentar
Asal Usul Nama Indonesia
Agustus 10, 2009 @ 10:08 · Filed under Indonesia

PADA zaman purba, kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka
nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai
(Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini
Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta
dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang
termasyhur itu menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Ravana,
sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di
Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan
adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab
memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra.
Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang
Indonesia luar Jawa sekalipun. “Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi (Sumatra, Sulawesi, Sunda,
semuanya Jawa)” kata seorang pedagang di Pasar Seng, Mekah.
Lalu tibalah zaman kedatangan orang Eropa ke Asia. Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang
itu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang
terbentang luas antara Persia dan Cina semuanya adalah “Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka
sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air kita
memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau
“Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah
“Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).
Ketika tanah air kita terjajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-
Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-
Indo (Hindia Timur). Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran
Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu
Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau). Tetapi rupanya
nama Insulinde ini kurang populer. Bagi orang Bandung, Insulinde mungkin cuma dikenal sebagai
nama toko buku yang pernah ada di Jalan Otista.
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang kita kenal sebagai Dr.
Setiabudi (beliau adalah cucu dari adik Multatuli), memopulerkan suatu nama untuk tanah air kita yang
tidak mengandung unsur kata “India”. Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah
tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman
Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan
diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Namun perlu dicatat bahwa pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan
pengertian, nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit Nusantara digunakan untuk
menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai
lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Kita tentu pernah mendengar Sumpah Palapa dari Gajah Mada,
“Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah
saya menikmati istirahat). Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi
jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka
Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga
Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan
cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.
Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago
and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), orang Skotlandia
yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli
etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865),
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading
Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl
menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk
memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan
penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos
dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis: … the inhabitants of the
Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or
Malayunesians.
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia
(Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga
digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Lagi pula, kata Earl, bukankah bahasa
Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini? Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah
Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The
Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama
khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan
membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan
huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam
tulisan Logan: Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of
Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for
the Indian Islands or the Indian Archipelago. Ketika mengusulkan nama “Indonesia” agaknya Logan
tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama bangsa dan negara yang jumlah
penduduknya peringkat keempat terbesar di muka bumi!
Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya,
dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan
geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian
(1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima
volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air kita tahun 1864 sampai
1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda,
sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak
benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal
Bastian mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan.
Putra ibu pertiwi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki
Hajar Dewantara). Ketika di buang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers
dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Makna Politis
Pada dasawarsa 1920-an, nama “Indonesia” yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi
itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air kita, sehingga nama “Indonesia”
akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan!
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah
Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang
terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische
Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi
Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de
toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut “Hindia Belanda”. Juga tidak “Hindia” saja,
sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan
suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di
masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala
tenaga dan kemampuannya.”
Sementara itu, di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun
itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Lalu
pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij
(Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama “Indonesia”. Akhirnya
nama “Indonesia” dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa dan bahasa kita pada Kerapatan
Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini kita sebut Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; DPR zaman Belanda),
Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan
mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama
“Nederlandsch-Indie”. Tetapi Belanda keras kepala sehingga mosi ini ditolak mentah-mentah.
Maka kehendak Allah pun berlaku. Dengan jatuhnya tanah air kita ke tangan Jepang pada tanggal 8
Maret 1942, lenyaplah nama “Hindia Belanda” untuk selama-lamanya. Lalu pada tanggal 17 Agustus
1945, atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, lahirlah Republik Indonesia.
sorry klo repost..!!
Sumber: Pikiran Rakyat, 16 Agustus 2004

SEJARAH BENDERA INDONESIA

Bendera nasional Indonesia adalah sebuah bendera berdesain sederhana dengan dua warna yang dibagi
menjadi dua bagian secara mendatar (horizontal). Warnanya diambil dari warna Kerajaan Majapahit.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang
kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih.
Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih
sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan
putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar
melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.
Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa
umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan
sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.
Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah
simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah
putih dalam perjuangannya melawan Belanda.
Bendera yang dinamakan Sang Merah Putih ini pertama kali digunakan oleh para pelajar dan kaum
nasionalis pada awal abad ke-20 di bawah kekuasaan Belanda. Setelah Perang Dunia II berakhir,
Indonesia merdeka dan mulai menggunakan bendera ini sebagai bendera nasional.
arti warna
Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah
melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling
melengkapi dan menyempurnakan untuk Indonesia.
Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih mengandung makna yang
suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa/gula aren dan warna putih mirip dengan warna nasi.
Kedua bahan ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika
Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih
(umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan untuk
upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang
diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur
merah sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih
sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba.

Anda mungkin juga menyukai