Anda di halaman 1dari 2

Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yangseharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak

karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atauperolehan Jasa Kena Pajak dan/atau
pemanfaatanBarang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar DaerahPabean dan/atau pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dariluar Daerah Pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak.

Pajak Keluaranadalah Pajak Pertambahan Nilaiterutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha
KenaPajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak,penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor
Barang KenaPajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak TidakBerwujud dan/atau ekspor Jasa
Kena Pajak.
Latar Belakang
Mekanisme umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP)
mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalamsuatu masa dengan pajak keluaran
dalam masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran
maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus disetorkan ke kas Negara oleh PKP tersebut.
Sebaliknya jika dalam masa pajak tersebut ternyata lebih besar pajak masukan, maka kelebihan
pajak masukan tersebut dapat dikompensasikan kemasa pajak berikutnya atau dimintakan
restitusi. Dengan mekanisme umum tersebut, maka jumlah yang harus dibayaratau kelebihan
bayar oleh PKP bias berubah-ubah tergantung besarnya pajak masukan yang dibayar dan pajak
keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak.
Namun demikian Undang-Undang PPN juga membuat ketentuan tentang mekanisme
pengkreditan lain selain mekanisme umum. Mekanisme ini disebut Pedoman Pengkreditan Pajak
Masukan. Dengan mekanisme ini, ditentukan besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan
berdasarkan persentase terhadap pajak keluaran. Misal, pajak masukan yang dapat dikreditkan
adalah 80% dari pajak keluaran. Besarnya pajak keluaran dalam satu masa pajak adalah 10% dari
omset sehingga pajak masukan yang bisa dikreditkan adalah 8% dari omset. Dengan demikian
PPN yang harus disetor dalam suatu masa pajak adalah 2% dari omset sebulan. Perhatikan
bahwa besarnya PPN yang harus disetor hanya tergantung pada omset dalam suatu masa saja.
Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan untuk PKP yang melakukan penyerahan
yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak
a. Dasar Hukum
Pasal 9 ayat (6) UU PPN
PMK Nomor 78/PMK.03/2010 Sebagaimana telah beberapa kali mengalami
perubahan terakhir dengan PMK Nomor 135/PMK.011/2014
b. Definisi Penyerahan yang terutang Pajak dan yang tidak terutang pajak
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yang terutang
pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan
untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan
menggunakan pedoman yg diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Yang dimaksud dengan penyerahan yang terutang pajak adalah penyerahan


barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai Pajak
Pertambahan Nilai.
Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak adalah
penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B.
Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang
terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak hanya dapat
mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang
pajak. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui
dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.

Selanjutnya di dalam Lampiran PMK Nomor 78/PMK.03/2010 diatur bahwa, Pengusaha


Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan juga melakukan Penyerahan
yang Tidak Terutang Pajak dapat terjadi dalam kondisi antara lain:
1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan jagung (jagung bukan merupakan barang
Kena Pajak), dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung merupakan
barang Kena Pajak).
2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang
dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang
bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan,
juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha,

Anda mungkin juga menyukai