ENTOMOLOGI FORENSIK
Disusun oleh :
Fernando
0610075
Ellysia Budiman
0910191
Vellyana Lie
0610147
Mery Sihombing
0610161
Mila Gunawan
0510007
Pembimbing :
dr. Naomi
BAB I
PENDAHULUAN
Entomologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari serangga.
Istilah ini berasal dari dua perkataan Latin - entomon bermakna serangga dan
logos bermakna ilmu pengetahuan. Sesuai dengan perkembangan entomologi
dapat dibagi menjadi dua cabang ilmu yaitu Entomologi Dasar dan Entomologi
Terapan.
Entomologi dasar dapat dibagi menjadi :
1. Morfologi serangga adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan struktur
tubuh serangga.
2. Anatomi dan fisiologi serangga adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan
struktur organ dalam serangga beserta fungsinya.
3. Perilaku (behavior) serangga adalah ilmu yang mempelajari apa yang
dilakukan serangga, bagaimana dan kenapa serangga melakukannya.
4. Ekologi serangga adalah ilmu yang mempelajari hubungan serangga
dengan lingkungannya baik lingkungan biotik (organisme lain) maupun
lingkungan abiotik (faktor fisik dan kimia).
5. Patologi serangga adalah ilmu yang mempelajari serangga sakit baik
tingkat
individu
(patobiologi)
maupun
pada
tingkat
populasi
(epizootiologi).
6. Taksonomi serangga adalah ilmu yang mempelajari tatanama dan
penggolongan serangga.
Entomologi terapan dapat dibagi menjadi :
1. Entomologi forensik memfokuskan kajian pada penyelidikan kematian
manusia dengan menggunakan serangga sebagai petunjuk. Jenis, fase
kehidupan serangga yang berasosiasi dengan mayat, misalnya berbagai
jenis lalat seperti Cochliomyia macellaria, Hydrotaea aenescens, dan
Sarcophaga haemorrhoidalis dan kumbang bangkai seperti Nicrophorus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Entomologi forensik atau medikolegal adalah ilmu yang mempelajari
serangga yang berhubungan dengan jasad tubuh. Pada lingkungan yang sesuai
serangga akan membentuk koloni pada jasad tubuh beberapa saat setelah
kematian. Perkembangan serangga seiring dengan waktu dapat digunakan untuk
menentukan waktu kematian dengan tepat.
2.1 Karakteristik serangga
Serangga adalah anggota dari kelas insekta hewan tidak bertulang
belakang filum artropoda. Dalam kelompok tersebut, serangga merupakan
makhluk yang paling banyak dan mendominasi di bumi. Lebih dari 900.000
spesies diketahui, dan spesies tersebut diperkirakan hanya sekitar 1/5 sampai 1/10
dari spesies serangga yang ada. Di daerah Nearctic (Negara bagian Amerika Utara
yang terletak di utara Meksiko), serangga terdapat sekitar 125.000-150.000
spesies, dibandingkan mamalia sekitar 3200 spesies yang dikenal di dunia.
Serangga adalah makhluk yang bisa beradaptasi dengan baik dan dapat
ditemukan hampir di setiap situasi dan habitat yang memungkinkan. Setiap
tahunnya, serangga merusak hasil panen pertanian berharga jutaan dolar. Mereka
merupakan vektor perantara dari berbagai penyakit epidemik berbahaya yang
menyerang manusia dan hewan domestik. Selain itu, gigitan serangga, sengatan,
dan serangan langsung terhadap manusia dan hewan menyebabkan iritasi ,
kehilangan darah, bahkan kematian.
Serangga juga memiliki keuntungan, mereka membantu penyerbukan hasil
panen pertanian, dan merupakan predator dan parasit pada hama tanaman, serta
membantu penguraian sisa binatang dan tanaman yang dibuang. Serangga juga
menyediakan produk produk bernilai seperti madu, sutra, dan komponen dasar
kosmetik. Selama bertahun-tahun, serangga telah digunakan secara besar-besaran
dalam laboratorium ilmu pengetahuan dan memiliki kemajuan yang cukup besar
dalam penelitian medis dan biologi. Kebanyakan pada beberapa daerah di dunia,
serangga dinilai sebagai sumber makanan kaya protein.
Serangga merupakan makhluk yang dikenal baik seperti lalat, nyamuk,
jengkrik, kecoa, rayap, kumbang, kupu-kupu, ngengat, semut, tawon dan lebah.
Serangga dewasa biasanya dapat dibedakan dari binatang lainnya dengan
beberapa ciri khas yang jelas. Hampir beberapa di antaranya ditutupi permukaan
luar yang keras disebut exoskeleton, yang terbagi atas kepala, dada, perut, 3
pasang kaki yang menempel pada dada, 1 pasang antena di kepala, mata yang
besar, dan 1 atau 2 pasang sayap.
Serangga dewasa akan menetaskan telur, dan serangga yang imatur akan
keluar dari telur dan beberapa kelompok terlihat sangat mirip dengan induknya,
kecuali bila berukuran lebih kecil dan tidak punya sayap. Serangga yang imatur
ini disebut nimfa, secara periodik melepaskan kulitnya dan bertambah besar.
Nimfa melewati fase pergantian kulit dan menunjukkan semua karakteristik
dewasa. Jengkrik, kecoa dan turunan dari beberapa serangga yang dikenal,
tumbuh perlahan-lahan seperti siklus di atas.
Tetapi, beberapa serangga melewati 3 stadium yang berbeda dalam
perkembangannya yaitu telur. larva, dan pupa. Tidak satupun dari stadium ini
yang menyerupai bentuk induknya. Larva yang menetas dari telurnya, umumnya
memiliki tubuh yang lunak dan menyerupai ulat bulu, belatung. Dalam
pertumbuhannya, larva melepaskan kulitnya dan bertambah besar. Pada dasarnya,
larva akan menyelubungi permukaan luar kulitnya menjadi kepompong, yang
akan menjalani stadium perkembangan sebelum dewasa. Stadium ini disebut
pupa. Serangga bentuk dewasa nantinya akan keluar dari pupa tersebut. Kupukupu, rayap, lalat, kumbang, dan beberapa serangga lain berkembang dengan cara
ini. Banyak dari spesies serangga yang penting dalam forensik melewati tahap
perkembangan yang terakhir ini.
memperkirakan lama kematian yang baru terjadi dalam beberapa jam, dalam
keadaan normal serangga selalu tertarik dengan jasad tubuh segera setelah
kematian, sehingga serangga juga dapat digunakan dalam memperkirakan waktu
awal setelah kematian. (Anderson and Cervenka, 2002).
Aplikasi yang paling sering dilakukan pada entomologi adalah
menentukan waktu kematian, petunjuk adanya manipulasi pergerakan terhadap
tubuh korban, letak luka, tanda-tanda penyiksaan, ciri-ciri kriminalitas, dan
apakah korban menggunakan obat obatan atau diracun. Serangga juga dapat
digunakan untuk analisis toksikologi dan sumber materi DNA untuk analisa
beberapa kasus dari ektoparasit seperti nyamuk atau kutu.
2.3 Dasar penggunaan serangga sebagai indikator memperkirakan waktu
kematian
Tubuh yang membusuk merupakan mikrohabitat yang baik sebagai
sumber makanan bagi beberapa organisme seperti bakteri, jamur, hewan pemakan
bangkai. Dalam hal ini serangga merupakan yang paling dominan.
Staphylinidae,
dan
Histeridae),
Diptera
(Calliphoridae
dan
perkembangannya.
3. Spesies Omnifora
Yang termasuk kategori ini adalah semut, tawon, dan beberapa kumbang
yang memakan jaringan tubuh mayat serta serangga tertentu. Dalam Jumlah besar
mereka dapat menurunkan waktu pembusukan, dengan memakan spesies
necrofag.
4. Spesies lainnya
Kategori ini termasuk spesies yang menggunakan mayat sebagai habitat
mereka, seperti pada kasus Collembola, laba-laba, dan kelabang. Kategori ini
meliputi Acari pada famili Acaridae, Lardoglyphidae, Winterschmidtiidae, yang
memakan jamur yang tumbuh pada mayat. Dan juga berhubungan dengan
Gamasida dan Actinedida, termasuk Macrochelidae, Parasitidae, Parholaspidae,
Lalat akan tertarik pada jasad tubuh segera setelah kematian (Anderson
and VanLaerhoven, 1996; Erzinclioglu, 1983; Nuorteva, 1977). Lalat yang
pertama kali tertarik dengan jasad umumnya adalah blow flies (berukuran besar,
agak metalik, sering kali terlihat dekat makanan atau tempat sampah), akan tetapi
pada beberapa bagian dari dunia lalat flesh flies yang terlebih dahulu tertarik
dengan jasad. Blow flies tergolong pada family Calliphoridae, ordo Diptera.
Pada tahun 1958, ditemukan 13 spesies dari Calliphoridae dan
Sarcophagidae yang ditemukan pada mayat di Washington. Penelitian ini menjadi
dasar yang digunakan untuk memperkirakan usia belatung yang didapat pada
mayat. Belakangan ini, para peneliti mulai mengulang dan memperbaiki
penelitian tentang siklus perkembangan dan ukuran belatung yang dipengaruhi
oleh suhu. Data yang paling banyak ditemukan dalam forensik adalah spesies
diptera.
Serangga merupakan hewan berdarah dingin, sehingga temperatur
tubuhnya dipengaruhi oleh suhu sekitar lingkungan. Ketika suhu lingkungan
meningkat, laju pertumbuhan serangga lebih cepat, sedangkan ketika suhu
lingkungan menurun, laju pertumbuhan serangga menjadi lebih lambat.
Perkembangan dari serangga dapat diperkirakan, analisis dari serangga paling tua
yang terdapat pada jasad, disertai dengan pengetahuan mengenai kondisi
meteorologis dapat digunakan untuk menentukan berapa lama serangga berkoloni
di jasad, sehingga dapat menentukan lama kematian. (Anderson and Cervenka,
2002)
Pada penelitian tentang penguraian, aktivitas lalat biasanya dimulai 10
menit segera setelah kematian, tapi hal ini tidak selalu sama pada beberapa kasus
seperti pada kasus tenggelam dan mayat dibungkus, aktivitas lalat bisa lebih
lambat. Faktor iklim seperti cuaca yang berawan, turun hujan, dapat menghambat
atau menghentikan aktivitas lalat dewasa.
Lalat jantan dan betina memerlukan makanan protein sebelum ovari dan
testes berkembang; dan oogenesis dan spermatogenesis terjadi. Blow flies
berkembang dimulai dari telur melalui instar stages 1, instar stages 2, instar
stages 3, pupa, dan dewasa.
Lalat yang terbang akan hinggap pada mayat dan menetaskan sampai 300
telur dan sampai 3000 untuk sepanjang hidupnya. Stadium pertama larva akan
ditetaskan dari telur. Pada stadium ini larva sangat rentan dan mudah mengalami
kekeringan. Larva tidak dapat keluar dari kulit yang membungkusnya, sehingga
mereka bergantung pada cairan protein sebagai asupan makanan; karena itu lalat
betina akan menaruh telur pada tempat yang memudahkan akses makanan bagi
telur. Luka merupakan sumber protein yang sangat baik, terutama darah, sehingga
luka luka merupakan tempat bertelur yang paling pertama. Apabila pada jasad
tidak ada luka, lalat betina akan menaruh telur di dekat orificium atau pada lapisan
mukosa dikarenakan jaringan tersebut lembab dan lebih mudah dipenetrasi bila
dibandingkan dengan epidermis normal. Daerah wajah umumnya dikolonisasi
lebih dahulu, kemudian daerah genital, hal ini disebabkan karena daerah genital
hampir selalu ditutupi oleh pakaian. Pada kasus kasus pemerkosaan benda
benda seperti darah dan semen akan menarik perhatian lalat dengan cepat.
Setelah melewati waktu waktu tertentu, dipengaruhi oleh suhu dan jenis
spesies, larva stadium 1 akan melepas kutikula dan mulutnya, dan memasuki
instar stage 2 atau larva stadium 2. Larva stadium 2 berukuran lebih besar, lebih
bisa bertahan hidup, dan dapat mempenetrasi kulit dengan mengeluarkan enzim
proteolitik dan menggunakan mulutnya yang lebih kuat. Stadium ini adalah waktu
bagi larva untuk makan kemudian berkembang memasuki instar stages 3,
meninggalkan kutikula dan mulut yang dipakai selama stadium 2.
Larva stadium tiga memiliki siklus hidup yang lebih panjang dari larva
stadium satu dan dua, dan akan bertumbuh menjadi 7-8 kali ukuran awal. Pada
instar stage 3 larva menjadi banyak makan dan berkumpul sebagai satu masa
yang besar sehingga dapat menghasilkan panas yang signifikan. Kumpulan larva
ini dapat menghabiskan banyak jaringan dalam waktu yang singkat. Pada stadium
ini bagian penyimpanan makanan yang terletak di foregut dapat terlihat dengan
warna hitam dan bentuk oval pada jaringan translusent dari belatung.
Setelah periode makan yang intensif, instar stage 3 akan memasuki
stadium nonfeeding stage atau wandering stage. Pada stadium ini tidak ditemukan
perubahan fisik, walaupun terjadi perubahan fisiologis pada organ internal, tetapi
kantung
pupa
yang
mengalami
pengerasan,
serangga
bermetamorfosis atau berubah menjadi lalat dewasa. Pada masa ini, jaringan
jaringan imatur akan rusak dan akan digantikan dengan jaringan yang matur.
Setelah selesai lalat dewasa akan merobek ujung kantung pupa dengan
memperbesar dan mengkontraksikan ptilinum (kantung yang berisi darah yang
terdapat pada kepala). Bagian ujung dari kantung pupa atau operkulum akan robek
dan membelah menjadi dua bagian. Lalat dewasa yang baru akan meninggalkan
kantung pupa dan robekan operkulum sebagai bukti bahwa sudah melewati siklus
dengan sempurna.
Lalat yang baru keluar dari pupa tidak memiliki warna biru metalik atau
kehijauan seperti pada lalat dewasa. Sayap dari lalat baru keluar terlipat lipat,
dengan kaki yang tinggi, kurus, dan lemah; badan berwarna abu abu; dan bagian
kepala belum terbentuk sempurna karena adanya ptilinum yang belum mengalami
retraksi. Pada stadium ini lalat sangat mudah dimangsa, dan walaupun tidak dapat
terbang lalat tersebut dapat berlari dengan cepat dan akan bersembunyi hingga
sayapnya kering dan dapat terbang. Setelah itu tubuh lalat akan terlihat berwarna
hijau metalik ( Erzinclioglu, 1996)
tempat kedua yang menarik bagi spesies daerah tropis di Hawaii, tetapi
juga dapat menjadi tempat utama.
2. Bloated Stage (Stadium Pembengkakan)
Pembusukan, merupakan komponen utama dari penguraian, dimulai dari
stadium ini. Gas diproduksi dari aktivitas metabolik oleh bakteri anaerobik
yang menyebabkan sedikit pengembangan dari abdomen dan pada
akhirnya mayat akan tampak seperti balon. Temperatur tubuh yang
meningkat selama stadium ini mengakibatkan proses pembusukan dan
aktivitas metabolik oleh larva Diptera yang memakannya. Calliphoridae
sangat menyukai mayat pada stadium ini. Saat mayat membengkak, cairan
dipaksa keluar dari rongga-rongga tubuh dan meresap ke dalam tanah.
Cairan ini berkombinasi dengan produksi amoniak yang berasal dari
aktivitas metabolik larva diptera, menyebabkan tanah di bawah mayat
tersebut menjadi alkalin, dan binatang yang tinggal pada tanah tersebut
menjauh.
3. Decay Stage (Stadium penghancuran)
Pada stadium ini dimulai dengan pengelupasan kulit, menyebabkan
keluarnya gas dan mayat mulai mengempis. Pada akhir dari stadium ini,
larva Diptera telah menghabiskan hampir seluruh daging mayat.
Sedangkan pada Calliphoridae dan Sarcophagidae pada akhir stadium
penghancuran, telah menyelesaikan stadium perkembangan mereka dan
telah meninggalkan mayat untuk kemudian masuk dalam stadium pupa.
4. Post Decay Stage (Stadium setelah penghancuran)
Adapun sisa yang tertinggal berupa kulit, kartilago dan tulang , Diptera
tidak lagi menjadi spesies yang dominan. Coleoptera mendominasi
stadium ini. Selain dari peningkatan spesies ini, juga terjadi peningkatan
parasit dan predator dari kumbang.
5. Skeletal Stage (Stadium skeletal)
Pada stadium ini hanya tertinggal tulang dan rambut , sudah tidak terdapat
daging bangkai, dan mulai kembalinya binatang yang tinggal pada tanah di
bawah mayat tersebut. Tidak ada ketentuan lamanya stadium ini, stadium
ini dapat ditentukan lamanya dari variasi binatang normal pada tanah serta
kondisi lokal di mana mayat ditemukan.
Pada dasarnya, perkiraan usia dari belatung yang ditemukan pada mayat
dapat menunjukan waktu minimal sejak kematian. Misalnya jika usia belatung
diperkirakan lima hari maka kesimpulannya kematian seharusnya telah terjadi
paling sedikit lima hari tetapi kematian juga dapat terjadi 6 hari, 7 hari atau lebih.
Dasar ilmu forensik entomologi adalah mengukur lama serangga berkoloni
pada jasad, bukan menentukan waktu terjadinya kematian. Telur lalat dapat
diletakkan pada jasad dalam hitungan menit atau 1 hari kemudian jika jasad dalam
keadaan terkubur, terbungkus, atau berada pada lokasi dengan temperatur yang
rendah sehingga menghambat kolonisasi serangga. Bila kondisi dilingkungan
memungkinkan untuk terjadinya kolonisasi segera setelah kematian, terdapat hal
hal lain yang dapat mempengaruhi proses kolonisasi, contohnya pada satu kasus
dimana seseorang dibunuh dimusim panas, ketika siang hari, dan ditinggal dalam
keadaan berlumuran darah, maka dapat diperkirakan bahwa serangga akan segera
berkoloni dalam hitungan menit pada jasad. Akan tetapi hal itu belum tentu benar.
Pada kasus kasus tertentu serangga memang menaruh telur pada jasad dalam
hitungan menit, tetapi mayoritas dari telur yang pertama kali diletakkan akan
dimakan oleh predator Vespa sp. Dalam jumlah yang besar Vespa sp. dapat
memakan semua telur yang diletakkan pada hari pertama, sehingga saat
pemeriksaan yang dilakukan pada beberapa hari kemudian hanya akan didapatkan
spesimen dalam usia yang muda. Selain itu terdapat kemungkinan penyimpangan
waktu sebesar 1 hari dalam menentukan waktu maksimum setelah kematian
ditentukan berdasarkan serangga yang ditemukan pada jasad. Hal ini dapat
menyebabkan kesalahan yang signifikan. Sebagai contoh pada satu kasus
seseorang ditemukan 3 hari kemudian dalam keadaan meninggal, artinya waktu
lama minimal kematian yang diperkirakan oleh entomologisnya adalah 2 hari, hal
itu adalah benar walaupun tidak benar benar tepat. Karena itu menentukan
waktu minimal kematian lebih aman dan terjamin oleh entomologis.
Hal hal yang biasa digunakan sebagai acuan oleh entomologis adalah
waktu minimal kematian dan perkembangan siklus serangga. Beberapa serangga
mungkin akan berkembang lebih lama dari perkiraan; karena itu menggunakan
waktu minimal kematian dapat meningkatkan keakuratan.
Perkiraan waktu kematian sangat penting untuk kepentingan investigasi
dalam mendukung atau menolak kesaksian. Sebagai contoh pada kasus
ditemukannya jasad yang sudah mengalami dekomposisi, kemudian seseorang
datang dengan kesaksian bahwa dia baru saja melihat kejadian pembunuhan yang
terjadi pada jasad tersebut; dapat dipastikan bahwa kesaksiannya tidak dapat
digunakan. Pada kasus lain dapat ditemukan dua kesaksian yang subjektif dan
sangat bertolak belakang, dengan menggunakan bukti bukti entomologi yang
bersifat objektif maka akan dapat diketahui kesaksian mana yang benar.
Kolonisasi pada Jasad
Jasad dari suatu hewan atau manusia merupakan sumber nutrisi yang
memfasilitasi perubahan ekosistem yang cepat. Dalam hitungan menit atau
bahkan detik setelah kematian (dalam kondisi yang mendukung), serangga
(terutama blow flies) akan hinggap di jasad untuk membentuk koloni. Seiring
dengan proses dekomposisi, jasad semakin tidak menarik bagi koloni yang
pertama dan menarik serangga lainnya. Perubahan biologis, kimia, dan fisik akan
menarik serangga lain dan mengubah komposisi koloni yang akan terus terjadi
hingga tidak ada nutrisi yang dapat digunakan dari jasad.
Jenis serangga yang akan membentuk koloni pada jasad dipengaruhi oleh
keadaan nutrisi pada jasad, keadaan geografis, habitat, musim, kondisi
meteorologis.
Selain itu, juga dapat memperkirakan waktu kematian berdasarkan adanya
fakta bahwa serangga yang ditemukan pada tubuh akan berganti seiring
berjalannya waktu dan terjadinya proses pembusukan. Tidak hanya jenis serangga
pada tubuh mayat saja yang dapat digunakan untuk menentukan waktu kematian,
jika tubuh mayat terbaring pada tanah untuk beberapa periode waktu, serangga
dan hewan tidak bertulang belakang lainnya yang ada pada tanah di bawah mayat
tersebut juga akan berganti. Jumlah spesies akan berkurang setelah komunitas
baru dari spesies lain berkembang. Pengetahuan tentang kejadian ini dapat
tentang cara kematian, khususnya pada kasus-kasus dimana tubuh berada pada
stadium lanjut pembusukan. Sebagai contoh, pada tubuh yang dihinggapi belatung
luka mungkin akan dimakan belatung sehingga tidak mungkin mengetahui apa
yang menjadi penyebab luka. Dalam hal ini ahli entomologis dapat banyak
membantu.
Blow flies adalah serangga yang pertama kali hinggap ke jasad dan
menaruh telurnya didekat luka supaya larva pada instar stage 1 mendapatkan
nutrisi yang cukup. Sesudah tubuh mengalami dekomposisi lebih lanjut akan lebih
sulit untuk menentukan ada atau tidaknya luka. Jika luka tersebut tidak mengenai
jaringan keras seperti tulang dan kartilago akan sangat mudah tidak terdeteksi,
akan tetapi serangga dapat mendeteksi adanya luka yang sangat kecil. Lalat betina
dapat mendeteksi adanya luka dalam ukuran yang kecil untuk dapat menaruh telur
telurnya, lalat bahkan dapat mendeteksi adanya bekas punksi vena yang
menggunakan jarum paling kecil dimana tidak dapat dilihat oleh ahli patologis.
Pada tahap dekomposisi lebih lanjut, kolonisasi dari serangga dapat
digunakan untuk memperkirakan posisi luka, akan tetapi yang berhak untuk
menyatakan posisi lukaluka adalah forensik patologis, sedangkan entomologis
berhak untuk menyatakan bahwa ada pola kolonisasi serangga yang tidak umum
yang mungkin mengindikasikan adanya luka. Sebagai contoh, pada suatu kasus
ditemukan adanya seorang wanita yang jasadnya ditemukan dalam tahap
dekomposisi yang lanjut. Didapatkan pola kolonisasi yang tidak umum berupa
lebih banyak kolonisasi pada daerah dada dan tangan dibandingkan dengan
kepala. Atas pernyataan itu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan akhirnya
ditemukan adanya tanda tanda bekas luka tusukan benda tajam disekitar dada
dan tangan.
Pemeriksaan untuk memeriksa bekas luka berdasarkan kolonisasi serangga
harus dilakukan dengan hati hati. Sebagai contoh, seringkali adanya belatung
pada daerah genital dianggap sebagai kasus pemerkosaan. Apabila pada
pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa serangga yang berkoloni di daerah
genitalia adalah yang paling tertua, hal ini mengindikasikan adanya pemerkosaan
(luka atau semen pada daerah genital mengakibatkan serangga tertarik), tetapi bila
pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan bahwa kolonisasi pada daerah genitalia
dan daerah lainnya sama atau bahkan lebih lambat hal itu menunjukan bahwa
kolonisasi yang terjadi adalah normal, tidak mengindikasikan pemerkosaan.
Menghubungkan Tersangka dengan Kejadian
Sebagai contoh, terjadi suatu pemerkosaan pada pertengahan musim
panas. Korban wanita mengaku bahwa pelaku menggunakan topeng ski. Seorang
suspek teridentifikasi dan dalam proses penggeledahan rumahnya didapatkan
topeng ski, suspek mengaku bahwa tidak menggunakannya sejak musim dingin
tahun lalu. Pada pemeriksaan lebih lanjut ditemukan pada topeng tersebut
didapatkan sedikit kecacatan berupa lekukan, dan didalam lekukan tersebut
didapatkan ulat. Setelah dilakukan analisis didapatkan bahwa topeng ski tersebut
dipastikan digunakan
Analisis serangga untuk menentukan racun atau obat dapat dilakukan pada
larva dan diptera dan coleoptera dewasa, dan coleoptera exuviae. (Miller et al,
1994)
Obat
dapat
mempengaruhi
perkembangan
dari
serangga,
yaitu
Telur
Lokasi
Koleksi hidup
Koleksi cadangan :
Catatan
Feeding larvae
Lokasi
Koleksi hidup
Koleksi cadangan :
Catatan
Koleksi hidup
Koleksi cadangan :
Catatan
Lokasi
Koleksi hidup
Pupae
sangat
kecil
dari
milimeter
hingga
1,5
sentimeter.
Puparia atau kantung pupa
Lokasi
Koleksi hidup
Koleksi cadangan :
bantal
untuk
puparia
dalam
vial,
tutup
Catatan
Koleksi hidup
Koleksi cadangan :
Catatan
Koleksi imatur
Catatan
Beetles
Lokasi
Koleksi imatur
Catatan
Sampel tanah
Serangga tanah dan hewan tidak bertulang belakang sebaiknya tidak usah
disingkirkan. Sample tanah dikumpulkan dan dibawa ke laboratotium.
Ambil sebanyak kurang lebih 4 gelas. Taruh pada kaleng yang ukurannya 2 kali
dari sampel. Sampel tanah biasanya diperiksa entomologis di laboratorium.
Protokol pengumpulan specimen entomologi :
Prosedur koleksi
1. Serangga yang terbang
Lebih kurang 10-15 menit daerah sekitar mayat harus dikosongkan,
agar dapat menangkap serangga menggunakan net. Serangga yang
sudah ditangkap dimasukkan ke dalam gelas yang berisi 70-80%
etil alkohol atau isopropyl alkohol. Perbandingan isopropyl alkohol
dan air adalah 1:1, Jika tidak serangga akan mengeras dan susah
diidentifikasi. Sebaiknya tidak menggunakan formalin, kecuali jika
terdesak. Perlu untuk diketahui tempat di mana lalat ditemukan,
diberi
label,
bagaimana
cara
mengumpulkan,
siapa
berdasarkan
yang
tempat
kelompok
yang
kedua
dibiarkan
hidup
untuk
belatung, dibunuh dan dimasukkan kedalam solusi KAA selama 510 menit tergantung ukuran belatung kemudian dipindahkan ke etil
alkohol 70% atau isopropyl alkohol yang ditambah air dengan
perbandingan 1:1. Solusi KAA digunakan untuk melepaskan
bagian luar permukaan serangga atau kutikula. . Jika tidak
dilakukan, alkohol akan masuk ke dalam tubuh dan membuat tubuh
serangga menjadi hitam dan busuk. Solusi KAA terdiri atas 1
bagian asam asetat, 1 bagian minyak tanah, 30 bagian etil alkohol
95%. Jika KAA tidak ada, dapat digunakan air panas76,7 oC
selama 2-3 menit dan ditransfer ke etil alkohol 70% untuk
penyimpanan
3. Pemberian Label
1. Tanggal pengumpulan
2. Waktu pengumpulan
3. Lokasi ditemukan pada tubuh, sespesifik mungkin.
4. Tempat ditemukan tubuh: di dalam rumah, di semak-semak, di
pegunungan
5. Daerah tubuh dimana spesimen ditemukan, jangan bercampur
dengan specimen dari daerah tubuh lain.
6. Nama, alamat, dan nomor telepon dari kolektor.
Myasis
Myasis adalah suatu penyakit yang disebabkan masuknya belatung ke
jaringan hidup. Beberapa spesies lalat termasuk yang umum ditemukan pada
orang atau binatang hidup. Salah satu manifestasi yang ditemukan sheep-strike.
Dimana lalat meletakkan telurnya pada kulit yang tidak terluka, binatang menjadi
lemah, dan kematian pun mulai terjadi. Kemungkinan orang-orang yang
menderita myasis akan meninggal dengan cepat dengan tanda-tanda adanya larva
pada tubuh.
stasiun cuaca, akan tetapi akan lebih baik jika dilakukan pencatatan data
temperatur pada lokasi secara langsung. Data statistik yang lengkap akan
mempermudah entomologis untuk memprediksi temperatur yang ada di lokasi
dengan memperbandingkan data dari stasiun cuaca dan data dari lokasi.
Musim
Perkembangan serangga dipengaruhi oleh musim. Pada musim musim
tertentu dimana temperaturnya sangat rendah akan menghambat perkembangan.
Eksklusi Serangga
Serangga dapat pergi dari jasad dengan beberapa alasan. Jasad mungkin
mengalami pembekuan sehingga serangga yang sudah berkoloni akan pergi.
Pembekuan juga dapat mempengaruhi dekomposisi, sehingga akan mempengaruhi
kolonisasi serangga.
Penguburan juga mempengaruhi kolonisasi serangga; hal ini disebabkan
karena kedalaman dan jenis tanah sangat mempengaruhi. Pembungkus tubuh
dapat membatasi atau menghambat aktivitas serangga. Serangga mungkin akan
kesulitan untuk mencapai jasad yang dibungkus sehingga akan menambah
perkiraan waktu kematian, tetapi perkembangan pada jasad tetap sama sehingga
waktu kematian minimal tetap dapat diprediksi.
Pelaporan
Laporan entomologis akan sangat berguna untuk kepentingan penyelidikan
dan juga dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan. Laporan yang digunakan
untuk pengadilan harus dipisahkan dari laporan lainnya agar pembaca dapat
memahami dasar-dasar ilmu mengenai dari entomologi sehingga mereka dapat
mengambil kesimpulan tanpa perlu mencari literatur lebih lanjut.
Laporan sebaiknya dimulai dengan deskripsi singkat mengenai kejadian,
tempat kejadian, korban, dan kumpulan sampel yang ditemukan yang berkaitan
dengan entomologi. Pada laporan harus dijelaskan mengenai bagaimana, kapan,
dan siapa yang menghubungi ahli entomologi serta bagaimana bukti entomologi
tersebut diterima oleh ahli entomologi. Harus dijelaskan pula mengenai prosedur
yang digunakan, data yang digunakan, dan hasil identifikasi dari serangga. Selain
itu, di dalam laporan juga harus terdapat mengenai latar belakang ilmu forensik
ilmu entomologi dan harus dapat menyimpulkan mengenai spesies mana yang
terlibat dan bagaimana perkembangan spesies tersebut sesuai dengan literatur.
Hal Pemberian Kesaksian di Pengadilan
Saksi ahli yang dihadirkan di pengadilan adalah seseorang yang memiliki
pengetahuan yang relevan dengan kasus sehingga dapat membantu juri untuk
mengerti akan bukti-bukti yang dihadirkan. Saksi ahli diperbolehkan untuk
memiliki pendapat sendiri mengenai bukti yang terkait. Lain halnya dengan saksi
mata yang hanya dapat memberikan kesaksian mengenai apa yang dilihat dan
didengar saja. Walaupun seseorang memiliki pengetahuan yang lebih di suatu
bidang, orang tersebut tidak dapat dianggap sebagai saksi ahli hingga diputuskan
oleh pengadilan. Setelah diputuskan oleh pengadilan sebagai saksi ahli, barulah
orang tersebut dapat memberikan pendapatnya mengenai bukti-bukti yang ada
kemudian hasil pendapatnya tersebut akan diperiksa kembali. Ketika selesai
bersaksi, seorang saksi ahli akan secara otomatis diberhentikan oleh juri sebagai
saksi ahli pada kasus tersebut hingga ada pengangkatan lagi untuk kasus yang
baru. Saksi ahli memiliki tanggung jawab yang besar kepada pengadilan dan juga
kebenaran informasi yang diberikan.
BAB III
KESIMPULAN
Forensik entomologi merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk
penyelidikan kematian. Metode utama yang digunakan bertujuan untuk
menentukan waktu kematian dalam jangka waktu 1 tahun atau lebih. Forensik
DAFTAR PUSTAKA
James, Stuart H dan Hordby, Jon J. 2005. Forensic Entomology. In: Sorg,
Marcella K. Forensic Science An Introduction to Scientific and Investigative
Technique second edition. US : CRC Prers. p. 135 164.
Lord, Wayne D , Goff M.Lee. 2003. Forensic Entomology : Application of
Entomological Method to the Investigation of Death. In : Freedy Richard C.
Handbook of Forensic Pathology second edition. Illionis : College of American
Pathology. p. 423 432.