Jati 2
Jati 2
287
J. Purwani
PENDAHULUAN
Kegiatan industri, pertanian dan pertambangan semakin meningkat,
sehingga pencemaran logam berat pada tanah dan air menjadi issue penting
secara global terhadap masalah lingkungan, kesehatan, ekonomi, dan
perencanaan. Adanya peningkatan pembuangan limbah industri, menyebabkan
pencemaran pada air dan tanah, sehingga akan bermasalah terhadap
pemanfaatan lahan untuk pertanian dan perkembangan perkotaan. Peningkatan
penggunaan agrokimia pupuk dan pestisida untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman, ternyata mengandung
unsur-unsur yang tidak diinginkan seperti kadmium (Cd) yang dapat mencemari
tanah, sehingga kontaminasi oleh sumber-sumber pupuk dapat menimbulkan
potensi ancaman bagi rantai makanan.
Dampak pertambangan dan industri merupakan tantangan untuk
pengelolaan lingkungan secara alami dengan cara meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang dampak pencemaran lingkungan perlu melibatkan unsur
interdisipliner, antar-organisasi, dan upaya internasional. Secara global, ekonomi
industri telah digunakan sebagai suatu sistem sumber daya terbuka melalui
pemanfaatan bahan baku mineral dan energi; dengan pembuangan limbah yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Tantangan yang dihadapi adalah
membuat ekonomi industri lebih mengarah kepada sistem tertutup dengan
sasaran penghematan energi, mengurangi limbah, mencegah pencemaran, dan
mengurangi biaya (UNO, 1995). Dua unsur penting yang perlu diperhatikan
adalah:
1.
2.
Limbah industri harus dianggap sebagai bahan baku berharga yang dapat
diolah lebih lanjut atau dengan kata lain didaur ulang.
288
Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi
289
J. Purwani
290
Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi
asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun seperti As, Hg, Pb,
dan Cd yang dapat mencemari atau merusak lingkungan (UNO. 1995).
Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa kontaminasi logam berat banyak
terjadi pada areal penambangan emas, pembuangan limbah industri, dan
pertanian. Limbah penambangan emas rakyat seperti Pongkor mengandung
hingga 240 ppm Hg dan 0.1 ppm Cd dan terbuang begitu saja ke lingkungan
sekitarnya baik di persawahan maupun aliran sungai Cikaniki (Hidayati et al.
2004). Limbah industri tekstil yang mengandung logam berat mencapai 296.5 ribu
ton per tahun yang mencemari daerah persawahan dan aliran sungai Cikijang,
Bandung (Rija 2000). Logam berat Pb dan Cd dari kendaraan bermotor
mencemari persawahan di Pantura seluas 40% dari 105.557 ha sawah di wilayah
Kerawang-Bekasi (Kasno et al., 2000). Di wilayah Palimanan Cirebon,
pencemaran Pb pada persawahan mencapai 30.08 ppm sehingga
mengakibatkan kandungan Pb pada padi mendekati ambang batas bahaya untuk
konsumsi (Miseri et al., 2000).
Sejumlah bahan kimia, logam berat dan industri lainnya di daerah pesisir
mengakibatkan pembuangan limbah industri ke badan air pantai. Zat beracun ini
dilepaskan ke lingkungan dan berkontribusi ke berbagai efek racun pada
organisme hidup dalam rantai makanan (Dembitsky, 2003). Sifat-sifat kimia dan
fungsi biologis, toksisitas bervariasi tergantung oleh konsentrasi dan jenis logam.
Hg, Cd, Ni, Pb, Cu, Zn, Cr, Co sangat beracun baik bentuk dasar maupun dalam
bentuk garam larut. Kehadiran mereka di atmosfer, tanah dan air dapat
menyebabkan masalah serius bagi organisme. Bioakumulasi logam berat dalam
rantai makanan khususnya sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Penyebab yang paling umum manusia terkontaminasi logam berat adalah melalui
konsumsi dari makanan dan air minum.
Untuk mengidentifikasi As sebagai karsinogen memerlukan waktu
panjang, konsentrasi tinggi dalam sebuah ekosistem mengancam kesehatan
masyarakat dan keamanan lingkungan. Kontaminasi arsenik dalam tanah hasil
dari berbagai aktivitas manusia termasuk pertambangan, pembakaran, kayu
pelestarian dan aplikasi pestisida. Ada puluhan ribu situs terkontaminasi arsenik
di seluruh dunia dengan konsentrasi arsenik setinggi 26,5 mg/kg (Hingston et al.,
2001).
291
J. Purwani
Prospek fitoremdiasi
Beberapa hasil penelitian meyatakan bahwa teknik remediasi tanah dan
air yang tercemar limbah logam berat memerlukan biaya yang mahal, memakan
waktu dan bahkan merusak lingkungan. Logam tidak dapat didegradasi, karena
itu membersihkannya dengan cara memobilisasi untuk mengurangi atau
menghilangkan racun. Beberapa penelitian untuk membersihkan logam
pencemar diantaranya dengan menggunakan tanaman hidup sebagai akumulator
logam berat dan juga penggunaan mikroorganisme.
Fitotoremediasi adalah sebuah teknologi untuk membersihkan daerah
yang terkontaminasi dengan biaya rendah yang berpotensi diterapkan pada
pencemaran lingkungan yang paling parah seperti kontaminasi arsen pada lahan
bekas instalasi senjata kimia (Feller 2000) dan memiliki keuntungan estetis.
Teknologi ini paling efisien untuk tanah yang terkontaminasi dekat akar
tanaman dengan kedalaman 1 meter (Wilde. 2005.; Khan, 2005). Tanaman
adalah komponen penting dari ekosistem karena tanaman membawa unsur-unsur
dari lingkungan abiotik ke lingkungan biotik (Chojnacka et al., 2005). Tanaman
lebih tahan dibandingkan kebanyakan mikroorganisme pada konsentrasi
kontaminan tinggi, tanaman juga menyerap dan mengurangi toksisitas
kontaminan jauh lebih cepat (Schnoor et al., 2005). Oleh karena itu tanaman ini
disebut "jantung hijau" yang menghilangkan kontaminan lingkungan.
Pasar remediasi dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan dan
optimis akan menjadi pasar yang kuat. Pasar remediasi dunia tahun 1999
sebesar US $34-58 juta, sedangkan pasar fitoremediasi di Amerika pada tahun
1999 sebesar $30-49 juta, nilai ini berkembang menjadi $50-86 juta pada tahun
2000, hingga sekitar $100-170 juta pada tahun 2002, $235-400 juta pada 2005.
Hal ini menunjukkan bahwa fitoremediasi optimis akan menjadi pasar yang kuat.
Beberapa pangsa pasar juga bermunculan di negara-negara berkembang,
terutama di beberapa negara Asia, walaupun skalanya lebih kecil dibandingkan
negara maju (Chaney RL et al. 1998). Pangsa pasar terbesar kedua setelah
Amerika Serikat adalah Eropa, terutama Uni Eropa, dengan perkiraan pasar
sebesar US $2-4 juta/tahun.
Paparan di atas memberikan gambaran alternatif lain dalam penanganan
lahan terkontaminasi secara lebih murah dengan tingkat keberhasilan yang dapat
diharapkan lebih tinggi serta sesuai dengan alam Indonesia yang kaya akan
sumberdaya tumbuhan. Di Indonesia sudah banyak dilakukan remediasi lahan
292
Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi
293
J. Purwani
Kontrol
Vetiver
Bahia
St. Augustinus
Bana
LSD(0.05)
Rentang
penutupan
Species
Kontrol
.. % ..
99.20.8 97.61.6
98.40.0
99.20.8
85 90
98.41.4
95.33.6
96.91.3
95.33.1
50 65
94.52.7
94.53.0
83.610.7
91.43.6
20 30
63.33.6
62.55.9
57.83.4
63.32.9
65 70
4.4
7.2
11.1
5.3
-
294
Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi
pertumbuhan Vetiver (13-15 mg kg-1) (Truong, 1999). Temuan ini sesuai dengan
penelitian Roongtanakiat et al. (2003) yang melaporkan bahwa Vetiver bisa
mentolerir Cu lebih tinggi dari ambang batas yang dilaporkan sebelumnya. Pada
Tabel 2 tampak bahwa perlakuan Chelating agen (EDTA dan DTPA) dan kompos
secara signifikan mengakibatkan konsentrasi logam berat pada tajuk dan akar
Vetiver lebih tinggi dibandingkan Chelating agen saja (EDTA/DTPA).
Tabel 2.
Konsentrasi Fe, Zn, Mn dan Cu dalam tajuk dan akar Vetiver yang
ditanam di tailing bijih besi.
Konsentrasi logam berat dalam vetiver
Perlakuan
Fe
Tajuk
Zn
Akar
Tajuk
Mn
Akar
Tajuk
Akar
Cu
Tajuk
Akar
295
J. Purwani
Tanah pada ekotipe Songkhla dan Surat Thani yang tidak menggunakan
amelioran, Pb tertinggi terdapat di tajuk, sementara ekotipe Kamphaeng Phet
menunjukkan akumulasi Pb tertinggi di akar. Kedua jenis rumput tersebut
mengakumulasi Pb tertinggi pada akar. Konsentrasi Pb baik pada tajuk meupun
jaringan akar vetiver pada tanah dengan menggunakan pupuk kandang babi
menurun secara signifikan. Aplikasi 150 mg/kg pupuk meningkat secara signifikan
dibandingkan perlakuan yang lain. Akumulasi Pb tertinggi pada jaringan akar.
Meningkatkan daya serap logam juga dapat dilakukan dengan
menginduksi proses fitoekstraksi dengan menggunakan senyawa kelat.
Pemberian senyawa kelat pada tanah dapat memacu ketersediaan dan transfer
logam dari akar ke tajuk. Dalam mekanisme pengkelatan, diperkirakan unsur
logam diserap tanaman dalam bentuk kompleks logam-kelat yang lebih mudah
diserap akar dan ditranslokasi ke tajuk. Perbaikan agronomis untuk
mengoptimumkan kapasitas fitoekstraksi juga banyak diterapkan. Kandungan
(konsentrasi x total berat kering tanaman) Zn dan Cd pada tanaman yang diberi
pupuk organik meningkat 3-10 kali dibanding kontrol (Baker et al. 1994).
Pada Tabel 4 tampak bahwa perlakuan T3 persentase reduksi arsenik
menunjukkan nilai paling tinggi yaitu 66,8%. Tanaman mati enam bulan setelah
tanam pada tanah yang terkontaminasi arsenik 1000, 1500 dan 2000 mg/kg,
tanaman masih dapat bertahan pada konsentrasi arsenik dalam tanah 500 mg/kg.
Jamur Mycorrhiza telah dikaitkan dengan tanaman yang tumbuh di tanah yang
tercemar logam berat mungkin memainkan peran penting dalam hyperaccumulasi
arsenik (Shetty et al., 1994; Chaudry, et al., 1998; Ma, et al., 2001).
296
Konsentrasi Pb pada tanah dan tanaman pada empat ecotype V. zizanioides yang tumbuh pada konsentrasi Pb
yang berbeda pada periode 60 hari
Konsentrasi Pb
Pengamatan
Pupuk
Pupuk
75 mg/kg
150 mg/kg
mg/kg
Kontrol
8160 1280 c
128 61.5 a
347 120 c
8200 425 bc
11.2 2.5 d
236 221 d
6590 449 d
15.0 7.0 d
126 49.6 e
9020 3320 b
39.9 10.8 c
475 179 b
12 160 1040 a
59.8 20.3 b
705 188 a
7870 843 c
124 75.9 b
388 154 b
8100 541 c
18.7 4.7 c
234 51.5 c
6210 1010 d
23.7 8.5 c
200 83.8 c
9220 208 b
43.6 4.7 c
193 47.7 c
11 240 1330 a
179 200 a
712 538 a
8090 301 c
90.2 106 a
759 509 b
7350 753 d
33.6 13.1 c
462 310 c
6690 0 e
54.8 0 b
214 0 d
10 570 917 b
102 62.6 a
759 226 b
12 610 1120 a
54.8 35.1
911 6.7 a
8870 1390 c
34.9 10.8 c
459 386 b
8330 858 d
26.2 7.5 c
138 63.3 c
6320 477 e
8.3 2.9 d
107 20.5 c
10 510 1390 b
59.9 27.4 b
504 155 b
11 250 458 a
138 57.8 a
686 195 a
297
Remediasi tanah dengan menggunakan tanaman akumulator logam berat akar wangi
Tabel 3.
J. Purwani
T1: Kontrol
T2: As, 500mg/kg, tanpa ameliorasi
T3: As (500mg/kg)+50 ton/ha LS+ Myc+Az
T4: As 1000 mg/kg, tanpa ameliorasi
T5: As (1000 mg/kg) + 50 ton/ha LS+ Myc+Az
T6: As, 1500 mg/kg, tanpa ameliorasi
T7: As (1500 mg/kg) + 50 ton/ha LS+ Myc+Az
T8: As, 2000 mg/kg, tanpa ameliorasi
T9: As (2000 mg/kg) + 50 ton /ha LS+ Myc+Az
.. mg/kg ...
3,6
2,80
500,0
490
500,0
214
1.000,0
910,5
825,0
812,5
1.500,0
1.380
1.350,0
1.225,5
2.000,0
1.825
1.750,0
1.680
298
6 BST
Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi
KESIMPULAN
Pemanfaatan tanaman akumulator logam berat sebagai fitoremediator
sangat bermanfaat untuk mengurangi toksisitas kontaminan lebih cepat pada
konsentrasi kontaminan tinggi. Penyerapan dan akumulasi logam kontaminan
tergantung pada sifat dan jenis tanaman, sehingga untuk penggunaannya penting
dilakukan seleksi terhadap tanaman yang sesuai. Tanaman yang ideal untuk
fitoremediasi adalah harus memiliki produktivitas biomassa yang tinggi, harapan
hidup pendek, dan toleransi tinggi terhadap kapasitas akumulasi konsentrasi
logam yang tinggi, mudah dikelola, dan dapat tumbuh pada berbagai lokasi.
Pemanfaatan vetiver sebagai fitoremediator logam berat mempunyai prospek
yang baik, karena disamping mampu mengakumulasi logam pada jaringan
tanaman juga mempunyai daya adaptasi yang luas dan mampu tumbuh pada
berbagai lokasi.
Kemampuan vetiver yang tinggi dalam mengakumulasi logam berat,
menyebabkan kekhawatiran apabila fitoremediator tersebut juga dimanfaatkan
sebagai penghasil minyak esensial fiksatif yang digunakan sebagai bahan untuk
sabun, kosmetik, parfum dan industri kerajinan lain. Penelitian fitoremediator
perlu diteliti dan dikaji secara terpadu dari aspek tanah, keamanan lingkungan
yaitu pemanfaatan tanaman setelah digunakan sebagai fitoremediator, ekonomi,
serta aspek kesehatan manusia akibat dari penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Akhila A, Rani M. 2002. Chemical constituents and essential oil biogenesis in
Vetiveria zizanioides. In: Maffei A, ed. Vetiveria The genus Vetiveria.
London: Taylor and Francis.
Baker A.J.M, Reeves R.D, Hajar A.S.M. 1994. Heavy metal accumulation and
tolerance in British populations of the metallophyte Thlaspi caerulescens
J.&C. Presl (Brassicaceae). New Phytol 127:61-68.
Chaudry, T.M.; Hayes, W.J.; Khan, A.J.; Khoo, C.S., (1998). Phytoremediation
focusing an accumulator plants that remediate metal contaminated soils.
Aust J. Ecotoxicol, 4, 37-51.
Chojnacka K., Chojnacki A., Gorecka H., Gorecki H. 2005. Bioavailability of heavy
metals from polluted soils to plants. Science of the Total Environment. Vol.
337. P. 175182
299
J. Purwani
Deng H., Ye Z. H., Wong M. H. 2006. Lead and zinc accumulation and tolerance
in populations of six wetland plants. Environmental Pollution. Vol. 141. P.
6980.
Ebbs S, Kochian L, Lasat M, Pence N, Jiang T. 2000. An integrated investigation
of the phytoremediation of heavy metal and radionuclide contaminated
soils: from laboratory to the field. Di dalam: Wise DL, Trantolo DJ, Cichon
EJ, Inyang HI, Stottmeister U (ed). Bioremediation of Cotaminated Soils.
New York: Marcek Dekker Inc. hlm 745-769
Environment News Service (ENS), (October 18, 2006), New York Glick B. R.
2003. Phytoremediation: synergistic use of plants and bacteria to clean up
the environment. Biotechnology Advances. Vol. 21. P. 383393
Feller AK. 2000. Phytoremediation of soils and waters contaminated with
arsenicals from former chemical warfare installations. Di dalam: Wise DL,
Trantolo DJ, Cichon EJ, Inyang HI, Stottmeister U (ed). Bioremediation of
Cotaminated Soils. New York: Marcek Dekker Inc. hlm 771-786
Fischerova Z., Tlusto P., Szakova J., ichorova K. 2006. A comparison of
phytoremediation capability of selected plant species for given trace
elements. Environmental Pollution. Vol. 144. P. 93100
Greenfield J.C. 1989. Vetiver grass (Vetiveria zizanioides): the ideal plant for
vegetative soil and water conservation. Washington DC: The World Bank.
Greenfield J.C. 1988. Vetiver grass (Vetiveria zizanioides): A method for soil and
waterconservation. PR Press Services Pvt. Ltd. New Delhi, India. Pp 72.
Greenfield J.C. 1993. Vetiver grass: The hedge against erosion. 4th ed.
Washington DC: The World Bank
Greenfield J.C. 1995. Vetiver grass (Vetiveria spp.): the ideal plant for vegetative
soil and moisture conservation. In: Grimshaw RG, Helfer L, Eds. Vetiver
grass for soil and water conservation, land rehabilitation, and embankment
stabilization. Washington, DC: The World Bank, pp 3-38
Hanping Xia dan Honghua Ke. Application Vetiver and Three Other Grasses to
Oil
Shale
Mine
for
Revegetation
and
Phytoremediation
http://www.vetiver.org/ICV3-Proceedings/CHN_oilshale.pdf/. Didownload 8
Januari 2010
Hidayati N. 2001. Environmental degradation and biological reclamation of mined
land: case of gold mining in Jampang-West Jawa. Di dalam: Prosiding
Workshop Vegetation Recovery in Degraded land Areas. Kalgoorlie,
Western Australia, 27 Okt-3 Nov 2001. hlm 58-66.
Hidayati N, Juhaeti T, Syarif F. 2004. Karakterisasi limbah dan vegetasi pada
penambangan emas berskala besar di pongkor. Laporan teknik. Bogor,
Pusat Penelitian Biologi LIPI 2004. hlm 103-110.
300
Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi
Hingston J.A.; Collins, C.D.; Murphy, R.J.; Lester, J.N., (2001). Leaching of
chromated copper arsenate wood preservatives: a review. Environ. Pollut.
111(1), 53-66. http://ecocrop.fao.org/ecocrop /srv/en/cropView?id= 2144/22
Desember 2009).
Jadia C.D. and M. H. Fulekar 2009 Phytoremediation of heavy metals: Recent
techniques. African Journal of Biotechnology Vol. 8 (6), pp. 921-928, 20
March, 2009
Kasno A, Sri Adiningsih J, Sulaeman, Subowo. 2000. Status pencemaran Pb dan
Cd pada lahan sawah intensifikasi jalur Pantura Jawa Barat. Di dalam:
Prosiding Kongres Nasional VII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Bandung,
4-6 Nov 1999. hlm 1537-1546
Khan
A.
G.
2005.
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=
Vetiver+grass+as+an+Ideal
+Phyto
symbiont&btnG=Telusuri&meta=&aq=null&oq=; Vetiver grass as an Ideal
Phytosymbiont for Glomalian Fungi for Ecological Restoration of Heavy
Metal didownload 8 Januari 2010.
301
J. Purwani
Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi
TANYA JAWAB
Pertanyaan Sutono (Balittanah) :
Vetiver sangat bagus untuk remediasi, umumnya di lahan kering. Bagaimana
memfitoremediasi pada sungai, karena di Pongkor pembuangannya ke sungai.
Jawaban :
Memang betul vetiver tumbuh di lahan kering, namun vetiver juga merupakan
tanaman yang tumbuh dan tahan terhadap kondisi yang banyak air, pH 3 11.5,
dan mempunyai perakaran yang dalam bisa mencapai 3 meter. Untuk lokasi
penambangan di sungai seperti di Pongkor bisa diminimalisir dampak
pencemarannya dengan penanaman vetiver pada sungai yang airnya tidak dalam
atau pada tempat aliran masuknya limbah sebelum masuk ke sungai.
303