Anda di halaman 1dari 17

REMEDIASI TANAH DENGAN MENGGUNAKAN TANAMAN

AKUMULATOR LOGAM BERAT AKAR WANGI


(Vetiveria zizanioides L.)
J. Purwani
Balai Penelitian Tanah
ABSTRAK
Remediasi yang diartikan sebagai perbaikan lingkungan secara umum
diharapkan dapat menghindari resiko-resiko yang ditimbulkan oleh kontaminasi
logam yang berasal dari alam (geochemical) dan akibat ulah manusia
(anthropogenic). Logam dalam tanah tidak dapat mengalami biodegradasi
sehingga pembersihan kontaminan menjadi pekerjaan yang berat dan mahal.
Pembersihan polutan dengan cara konvensional (removal) memerlukan biaya
yang mahal, untuk mengatasi permasalahan di atas telah dikembangkan
teknologi alternatif yang dikenal dengan fitoremediasi.. Pemanfaatan tanaman
sebagai fitoremediator lebih murah, disamping itu juga memiliki keuntungan
estetika. Tanaman yang ideal yang akan digunakan untuk fitoremediasi harus
memiliki produktivitas biomassa, toleransi yang tinggi serta kapasitas akumulasi
konsentrasi tinggi dari kontaminan. Akar wangi (Vetiveria zizanioides) adalah
sejenis rumput abadi dengan kemampuan adaptasi ekologis yang kuat dan
produktivitas biomassa yang besar, mudah untuk mengelola dan tumbuh dalam
kondisi tanah yang berbeda, merupakan fitoremediator ideal untuk
mengendalikan pencemaran lingkungan. Vetiver zizanioides mampu tumbuh
pada lahan yang terkontaminasi logam berat yaitu pada lahan bekas tambang
maupun bekas minyak, dan mampu mengakumulasi logam dalam konsentrasi
yang tinggi. Tingkat kelangsungan hidup dan rentang penutupan tajuk, Vetiver
lebih tinggi dibandingkan dengan 3 spesies rumput yang lain yaitu Bahia, dan St
Agustinus dan Bana pada lahan pembuangan minyak. Tanaman Vetiver dapat
tumbuh pada tanah dengan konsentrasi As mencapai 500 mg/kg, pada tanah
dengan konsentrasi As 1000-2000 mg/kg tanaman tidak dapat bertahan hidup
tanpa bahan amelioran. Kontaminasi As pada tanah dapat dikurangi dari 500
mg/kg menjadi 214 mg/kg setelah 6 bulan tanam vetiver dengan ameliorasi
limbah susu, mycorhiza dan Azotobacter. Kandungan logam berat pada tajuk dan
akar vetiver Fe, Zn, Mn dan Cu pada perlakuan EDTA dan DTPA meningkat
nyata dibandingkan dengan kontrol atau kompos. Perlakuan EDTA dan DTPA
yang ditambah dengan kompos menunjukkan serapan logam Fe, Zn, Mn dan Cu
lebih tinggi dibandingkan EDTA maupun DTPA saja.

287

J. Purwani

PENDAHULUAN
Kegiatan industri, pertanian dan pertambangan semakin meningkat,
sehingga pencemaran logam berat pada tanah dan air menjadi issue penting
secara global terhadap masalah lingkungan, kesehatan, ekonomi, dan
perencanaan. Adanya peningkatan pembuangan limbah industri, menyebabkan
pencemaran pada air dan tanah, sehingga akan bermasalah terhadap
pemanfaatan lahan untuk pertanian dan perkembangan perkotaan. Peningkatan
penggunaan agrokimia pupuk dan pestisida untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman, ternyata mengandung
unsur-unsur yang tidak diinginkan seperti kadmium (Cd) yang dapat mencemari
tanah, sehingga kontaminasi oleh sumber-sumber pupuk dapat menimbulkan
potensi ancaman bagi rantai makanan.
Dampak pertambangan dan industri merupakan tantangan untuk
pengelolaan lingkungan secara alami dengan cara meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang dampak pencemaran lingkungan perlu melibatkan unsur
interdisipliner, antar-organisasi, dan upaya internasional. Secara global, ekonomi
industri telah digunakan sebagai suatu sistem sumber daya terbuka melalui
pemanfaatan bahan baku mineral dan energi; dengan pembuangan limbah yang
berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Tantangan yang dihadapi adalah
membuat ekonomi industri lebih mengarah kepada sistem tertutup dengan
sasaran penghematan energi, mengurangi limbah, mencegah pencemaran, dan
mengurangi biaya (UNO, 1995). Dua unsur penting yang perlu diperhatikan
adalah:
1.

Industri harus mencakup eko-efisiensi dalam mewujudkan pendekatan


produksi bersih; yaitu perolehan maksimum produk dari minimal bahan baku,
rancangan produksi, dan teknologi pengolahan dengan meminimalisasi
dampak lingkungan dan penanganan limbah untuk mencegah pencemaran
lingkungan.

2.

Limbah industri harus dianggap sebagai bahan baku berharga yang dapat
diolah lebih lanjut atau dengan kata lain didaur ulang.

Remediasi yang diartikan sebagai perbaikan lingkungan secara umum


diharapkan dapat menghindari resiko-resiko yang ditimbulkan oleh kontaminasi
logam yang berasal dari alam (geochemical) dan akibat ulah manusia
(anthropogenic). Logam dalam tanah tidak dapat mengalami biodegradasi
sehingga pembersihan kontaminan menjadi pekerjaan yang berat dan mahal.

288

Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi

Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang


tercemar, ada 2 jenis remediasi tanah yaitu in-situ (on-site/pembersihan di lokasi)
dan ex-situ (off-site). Remediasi secara in-situ bisa dengan menggunakan fungi
atau bakteri (bioremediasi) atau dengan menggunakan tanaman akumulator
logam berat (fitoremediasi). Salah satu tanaman akumulator logam berat adalah
akar wangi (Vetiveira zizanioides L).
Vetiveira zizanioides L.
Akar wangi (V. zizanioides L. atau Andropogon murica) merupakan
tanaman perennial berbentuk rumpun dengan perakaran yang rimbun dan
tumbuh lurus ke dalam tanah, termasuk golongan rumput dengan tinggi 0.5-1.5
m. Tanaman akar wangi tahan terhadap logam berat, salinitas dan dapat tumbuh
pada pH antara 311.5 sehingga dapat digunakan untuk merehabilitasi kondisi
fisik dan kimia tanah yang rusak. Perakarannya yang rimbun, maka dapat
digunakan sebagai penahan erosi. Akarnya menghasilkan minyak esensial fiksatif
yang digunakan sebagai bahan untuk sabun, kosmetik dan parfum. Akar juga
digunakan untuk keranjang, tikar, kipas angin, layar, tenda, kantong sachet, dan
kerajinan anyaman lainnya. Rumput vetiveira ditanam sebagai tanaman pagar,
digunakan untuk penanaman kontur, seperti pengendalian erosi di perbatasan
dan jalan-jalan, untuk reklamasi tanah, pengendalian banjir dan produksi
biomassa. Temperatur yang dapat menyebabkan tanaman ini mati berkisar
antara -15 C hingga -20C. Akar siap untuk dipanen setelah 12-24 bulan.
V. zizanioides adalah tanaman asli dari India dan Sri Lanka, tumbuh pada
ketinggian antara 600 m-2500 m dari permukaan laut, membutuhkan iklim panas
dan lembab. Penemuan penggunaan rumput V. zizanioides untuk fitoremediasi
pada daerah yang terkontaminasi dapat digunakan untuk remediasi tanah
tercemar yang ramah lingkungan. Di Australia telah berhasil digunakan untuk
menstabilkan pertambangan yang sangat salin, sodik, atau tailing dari tambang
batubara dan emas (Truong, 1999)
Rumput V. zizanioides baik xerophyte atau tumbuhan air tidak terpengaruh
oleh kekeringan atau banjir (Greenfield, 1988). Tanaman ini sangat toleran
terhadap kekeringan dan banjir, embun beku, panas, pH tanah yang ekstrim,
toksisitas Al dan Mn, serta sangat toleran untuk berbagai macam logam seperti
As, Cd, Cu, Cr, dan Ni (Truong and Claridge, 1996, Truong dan Baker, 1998.
Truong, 1999). Sehingga mendapat julukan sebagai spesies agroforestri berguna

289

J. Purwani

(http://ecocrop. fao.org/ecocrop/srv/en/cropView?id= 2144/22 Desember 2009).


Pemanfaatan tanaman ini ini cocok untuk stabilisasi, rehabilitasi dan reklamasi
tanah sulfat masam dan yang terkontaminasi logam berat.
Tanaman V. zizanioides L memiliki kemampuan ekonomi dan ekologi, yaitu
menghasilkan minyak esensial mudah menguap yang disuling dari akar dan
sudah digunakan oleh lebih dari 70 negara (Akhila dan Rani, 2002) serta
mmpunyai sifat konservasi, seperti tinggi sampai dengan 2m, tanaman kuat padat
karena sistem perakaran akar vertikal >3m, berguna dalam pengendalian erosi
tanah (Greenfield, 1988, 1989, 1993, 1995;). Di Indonesia, tanaman tersebut
diambil akarnya, untuk produksi akar ditanam pada tanah berpasir atau gembur
agar akar dapat dengan mudah ditarik.
V. zizanioides L terdiri atas dua jenis, yaitu jenis piaraan dari India Selatan
yang cocok untuk pengendalian erosi dan jenis liar dari India Utara yang bisa
menyebar dan menjadikan masalah bagi petani. Produksi akar kering 1-5
ton/ha/th, dan mengandung minyak 0,7-2,5%, produksi minyak hingga 40-100 kg
per ha. Tanaman ini sangat toleran terhadap Ag, Cd, Mn, Al dan bahan-bahan
beracun lainnya. Perbanyakan tanaman dengan vegetatif, sifat tanaman tidak
invasif (National Research Council, USA, 1993), sangat tahan terhadap serangga
hama dan penyakit (Zisong, 1991) dan secara luas telah digunakan di seluruh
dunia untuk konservasi, restorasi dan kelembaban tanah.
Masalah logam berat
Kegiatan pertambangan mempengaruhi kesehatan karena terjadinya
kontaminasi sumber air setempat serta memiliki efek berbahaya pada lingkungan,
erosi pantai karena penambangan pasir atau dengan efek jangka panjang dalam
mengurangi keanekaragaman hayati atau populasi ikan (WHO, 2008).
Pembuangan tailing dilakukan ke lingkungan yang biasanya dibuang pada pada
penampung buatan, sungai atau danau, dan laut. Tailing sering mengandung
konsentrasi mineral berharga yang tidak memenuhi syarat untuk diambil pada
saat ditambang, tetapi disimpan untuk penggunaan di masa mendatang. Secara
mineralogi tailing dapat terdiri atas beraneka mineral seperti silika, silikat besi,
magnesium, natrium, kalium, dan sulfida. Diantara mineral-mineral tersebut,
sulfida mempunyai sifat aktif secara kimiawi, dan apabila bersentuhan dengan
udara akan mengalami oksidasi sehingga membentuk garam-garam bersifat

290

Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi

asam dan aliran asam mengandung sejumlah logam beracun seperti As, Hg, Pb,
dan Cd yang dapat mencemari atau merusak lingkungan (UNO. 1995).
Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa kontaminasi logam berat banyak
terjadi pada areal penambangan emas, pembuangan limbah industri, dan
pertanian. Limbah penambangan emas rakyat seperti Pongkor mengandung
hingga 240 ppm Hg dan 0.1 ppm Cd dan terbuang begitu saja ke lingkungan
sekitarnya baik di persawahan maupun aliran sungai Cikaniki (Hidayati et al.
2004). Limbah industri tekstil yang mengandung logam berat mencapai 296.5 ribu
ton per tahun yang mencemari daerah persawahan dan aliran sungai Cikijang,
Bandung (Rija 2000). Logam berat Pb dan Cd dari kendaraan bermotor
mencemari persawahan di Pantura seluas 40% dari 105.557 ha sawah di wilayah
Kerawang-Bekasi (Kasno et al., 2000). Di wilayah Palimanan Cirebon,
pencemaran Pb pada persawahan mencapai 30.08 ppm sehingga
mengakibatkan kandungan Pb pada padi mendekati ambang batas bahaya untuk
konsumsi (Miseri et al., 2000).
Sejumlah bahan kimia, logam berat dan industri lainnya di daerah pesisir
mengakibatkan pembuangan limbah industri ke badan air pantai. Zat beracun ini
dilepaskan ke lingkungan dan berkontribusi ke berbagai efek racun pada
organisme hidup dalam rantai makanan (Dembitsky, 2003). Sifat-sifat kimia dan
fungsi biologis, toksisitas bervariasi tergantung oleh konsentrasi dan jenis logam.
Hg, Cd, Ni, Pb, Cu, Zn, Cr, Co sangat beracun baik bentuk dasar maupun dalam
bentuk garam larut. Kehadiran mereka di atmosfer, tanah dan air dapat
menyebabkan masalah serius bagi organisme. Bioakumulasi logam berat dalam
rantai makanan khususnya sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Penyebab yang paling umum manusia terkontaminasi logam berat adalah melalui
konsumsi dari makanan dan air minum.
Untuk mengidentifikasi As sebagai karsinogen memerlukan waktu
panjang, konsentrasi tinggi dalam sebuah ekosistem mengancam kesehatan
masyarakat dan keamanan lingkungan. Kontaminasi arsenik dalam tanah hasil
dari berbagai aktivitas manusia termasuk pertambangan, pembakaran, kayu
pelestarian dan aplikasi pestisida. Ada puluhan ribu situs terkontaminasi arsenik
di seluruh dunia dengan konsentrasi arsenik setinggi 26,5 mg/kg (Hingston et al.,
2001).

291

J. Purwani

Prospek fitoremdiasi
Beberapa hasil penelitian meyatakan bahwa teknik remediasi tanah dan
air yang tercemar limbah logam berat memerlukan biaya yang mahal, memakan
waktu dan bahkan merusak lingkungan. Logam tidak dapat didegradasi, karena
itu membersihkannya dengan cara memobilisasi untuk mengurangi atau
menghilangkan racun. Beberapa penelitian untuk membersihkan logam
pencemar diantaranya dengan menggunakan tanaman hidup sebagai akumulator
logam berat dan juga penggunaan mikroorganisme.
Fitotoremediasi adalah sebuah teknologi untuk membersihkan daerah
yang terkontaminasi dengan biaya rendah yang berpotensi diterapkan pada
pencemaran lingkungan yang paling parah seperti kontaminasi arsen pada lahan
bekas instalasi senjata kimia (Feller 2000) dan memiliki keuntungan estetis.
Teknologi ini paling efisien untuk tanah yang terkontaminasi dekat akar
tanaman dengan kedalaman 1 meter (Wilde. 2005.; Khan, 2005). Tanaman
adalah komponen penting dari ekosistem karena tanaman membawa unsur-unsur
dari lingkungan abiotik ke lingkungan biotik (Chojnacka et al., 2005). Tanaman
lebih tahan dibandingkan kebanyakan mikroorganisme pada konsentrasi
kontaminan tinggi, tanaman juga menyerap dan mengurangi toksisitas
kontaminan jauh lebih cepat (Schnoor et al., 2005). Oleh karena itu tanaman ini
disebut "jantung hijau" yang menghilangkan kontaminan lingkungan.
Pasar remediasi dari tahun ke tahun menunjukkan perkembangan dan
optimis akan menjadi pasar yang kuat. Pasar remediasi dunia tahun 1999
sebesar US $34-58 juta, sedangkan pasar fitoremediasi di Amerika pada tahun
1999 sebesar $30-49 juta, nilai ini berkembang menjadi $50-86 juta pada tahun
2000, hingga sekitar $100-170 juta pada tahun 2002, $235-400 juta pada 2005.
Hal ini menunjukkan bahwa fitoremediasi optimis akan menjadi pasar yang kuat.
Beberapa pangsa pasar juga bermunculan di negara-negara berkembang,
terutama di beberapa negara Asia, walaupun skalanya lebih kecil dibandingkan
negara maju (Chaney RL et al. 1998). Pangsa pasar terbesar kedua setelah
Amerika Serikat adalah Eropa, terutama Uni Eropa, dengan perkiraan pasar
sebesar US $2-4 juta/tahun.
Paparan di atas memberikan gambaran alternatif lain dalam penanganan
lahan terkontaminasi secara lebih murah dengan tingkat keberhasilan yang dapat
diharapkan lebih tinggi serta sesuai dengan alam Indonesia yang kaya akan
sumberdaya tumbuhan. Di Indonesia sudah banyak dilakukan remediasi lahan

292

Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi

terdegradasi dengan menggunakan media tanaman, seperti reklamasi lahan


bekas penambangan dengan menggunakan jenis rumput impor (di Freeport,
Papua) dan jenis tanaman tumbuh cepat (di bekas penambangan emas rakyat di
Jampang, Sukabumi, Singkep, dan Riau), tetapi belum secara khusus mengarah
kepada fitoremediasi. Secara fisik bisa saja lahan tertutup berbagai jenis vegetasi
tetapi kontaminan dalam tanah dan perairannya tidak secara otomatis mengalami
biodegradasi dan berkurang. Untuk masa yang akan datang fitoremediasi sangat
diperlukan di Indonesia mengingat setiap tahun kasus pencemaran terus
bertambah jumlah dan intensitasnya.
Tanaman cukup mampu untuk menyerap kontaminan dalam konsentrasi
tinggi tanpa kerusakan yang lebih besar untuk pertumbuhan tanaman, hal ini
tidak hanya untuk membersihkan tanah tetapi juga air. Penyerapan dan
akumulasi kontaminan tergantung pada sifat dan jenis tanaman (Singh, et al
2003). Seleksi tanaman yang sesuai sangat penting untuk mengembangkan
teknologi fitoremediasi (Fischerova, et al. 2006; Deng, et al, 2006). Tanaman
fitoremediator harus tumbuh secara lokal, memiliki tingkat toleransi yang
memadai terhadap kontaminan serta hubungan korelasi tinggi antara tingkat
kontaminasi dalam lingkungan dan jaringan tanaman (Krolak, et al. 2003).
Penggunaan tanaman untuk membersihkan tanah yang terkontaminasi dianggap
sebagai salah satu metode yang paling menjanjikan (Shann, R J. 1995).
Tanaman yang ideal untuk fitoremediasi harus memiliki produktivitas
biomassa yang tinggi, harapan hidup pendek, dan toleransi yang tinggi dan
kapasitas akumulasi konsentrasi tinggi dari kontaminan (Raskin et al., 1997;
Tlustos et al., 1998). V. zizanioides, sejenis rumput abadi dengan kemampuan
adaptasi ekologis yang kuat dan produktivitas biomassa yang besar, mudah
untuk mengelola dan dapat tumbuh pada berbagai kondisi tanah yang berbeda,
yang membuatnya calon fitoremediator ideal untuk mengendalikan pencemaran
lingkungan. Dengan dukungan Bank Dunia, V. zizanioides telah digunakan untuk
konservasi tanah dan air di India. Telah dilaporkan bahwa total bobot kering
V.zizanioides tumbuh pada tanah dengan konsentrasi As 250 mg/kg berkurang
secara signifikan akibat akumulasi tingginya arsenik dalam bagian-bagian yang
berbeda, terutama di daun (Truong dan Baker, 1998). Tanaman akar wangi yang
dapat tumbuh pada media dengan kadar Pb hingga 300 ppm biasa digunakan
untuk rehabilitasi lahan tercemar logam berat (Emmyzar & Hermanto 2004).

293

J. Purwani

Remediasi tanah tercemar dengan Vetiveria zizanoides L.


Hasil penelitian di Maoming, kota sebelah barat daya Provinsi
Guangdong dengan menanam 4 jenis rumput yaitu vetiver, bahia, St agustinus
dan Bana pada pembuangan serpih minyak tanah menunjukkan bahwa vetiver
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan ke tiga jenis rumput
yang lain dengan rentang penutupan sekitar 85-90% (Tabel1). Pada berbagai
perlakuan, tingkat kelangsungan hidup Vetiver lebih tinggi dibandingkan dengan 3
spesies rumput yang lain. Namun tidak ada perbedaan substansial di antara
Vetiver, Bahia, dan St Agustinus, nilai-nilai masing-masing 98,6%, 96,5%, dan
92.0%. Sedangkan Bana, tingkat kelangsungan hidup hanya 61,7% menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan 3 spesies rumput lainnya (P<0,05) berarti Bana
menunjukkan tingkat adaptasi yang rendah terhadap lingkungan serpih minyak.
Tingkat kelangsungan hidup dalam suatu spesies yang sama pada berbagai
perlakuan tidak berbeda. Perlakuan pupuk anorganik meningkatkan tingkat
penutupan Vetiver. Tampak bahwa vetiver mempunyai kemampuan hidup dan
tingkat pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan 3 spesies rumput lainnya
(Tabel 1).
Tabel 1.

Tingkat ketahanan hidup dan rentang penutupan 4 spesies rumput


pada pembuangan serpih minyak tanah.

Kontrol
Vetiver
Bahia
St. Augustinus
Bana
LSD(0.05)

Rentang
penutupan

Tingkat bertahan hidup

Species

Kontrol

.. % ..
99.20.8 97.61.6
98.40.0
99.20.8
85 90
98.41.4
95.33.6
96.91.3
95.33.1
50 65
94.52.7
94.53.0
83.610.7
91.43.6
20 30
63.33.6
62.55.9
57.83.4
63.32.9
65 70
4.4
7.2
11.1
5.3
-

Sumber : Hanping Xia dan Honghua Ke. 2010


Keterangan : A (5 cm kedalaman kolam lumpur), B pupuk anorganik, C (5 cm kedalaman
kolam lumpur dan pemupukan 75 kg N.hm-2, atau 200 g pupuk per sub2
plot (4 m )

Vetiver tidak menunjukkan gejala-gejala keracunan logam berat,


meskipun dengan konsentrasi tinggi Cu (47 mg kg-1) pada tunas dan akar (66 mg
kg-1) yang lebih tinggi daripada ambang batas yang dilaporkan tingkat Cu untuk

294

Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi

pertumbuhan Vetiver (13-15 mg kg-1) (Truong, 1999). Temuan ini sesuai dengan
penelitian Roongtanakiat et al. (2003) yang melaporkan bahwa Vetiver bisa
mentolerir Cu lebih tinggi dari ambang batas yang dilaporkan sebelumnya. Pada
Tabel 2 tampak bahwa perlakuan Chelating agen (EDTA dan DTPA) dan kompos
secara signifikan mengakibatkan konsentrasi logam berat pada tajuk dan akar
Vetiver lebih tinggi dibandingkan Chelating agen saja (EDTA/DTPA).
Tabel 2.

Konsentrasi Fe, Zn, Mn dan Cu dalam tajuk dan akar Vetiver yang
ditanam di tailing bijih besi.
Konsentrasi logam berat dalam vetiver

Perlakuan

Fe
Tajuk

Zn
Akar

Tajuk

Mn
Akar

Tajuk

Akar

Cu
Tajuk

Akar

.................................................. mg/kg ..................................................


Kontrol
545 c
813 c
302 b
435 b 415 c 465 c
13 c
39 c
Kompos
556 c
822 c
301 b
438 b 423 c 472 c
14 c
39 c
EDTA
810 b
1123 b
355 a
506 a 520 b 624 b
31 b
54 b
DTPA
819 b
1135 b
359 a
523 a 528 b 630 b
34 b
57 b
EDTA+kompos
859 a
1180 a
356 a
510 a 545 a 641 a
45 a
62 a
DTPA+kompos
871 a
1197 a
362 a
531 a 552 a 648 a
47 a
66 a
Sumber : Roongtanakiat N, et al . 2008
-1
Keterangan : 1 kompos (33 % ) (10 g kg tailing)
-1
2 Chelat (1 g kg tailing)

Perlakuan kompos saja tidak menunjukkan perbedaaan nyata terhadap


konsentrasi logam berat pada tajuk dan akar Vetiver dibandingkan dengan
kontrol. Pengamatan terhadap konsentrasi logam berat Zn perlakuan Chelating
agen saja tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan perlakuan
kombinasi chelating agen dan kompos. Peningkatan konsentrasi logam berat
pada tanaman Vetiver yang dikombinasikan dengan Chelating agen mungkin
karena peningkatan kelarutan logam berat yang disebabkan oleh Chelating agen
(Lai dan Chen, 2004). Penelitian ini mengungkapkan bahwa kompos tidak
meningkatkan konsentrasi logam berat Vetiver. Penelitian lain melaporkan bahwa
pupuk kandang babi dan limbah domestik yang diterapkan pada tailing tambang
Pb, dapat mengurangi konsentrasi Pb, Zn, dan Cu di Vetiver (Rotkittikhun et al.,
2007 dan Yang et al., 2003).
Konsentrasi Pb dalam akar dan tajuk V. zizanioides pada berbagai lokasi
tambang disajikan pada Tabel 3.

295

J. Purwani

Tanah pada ekotipe Songkhla dan Surat Thani yang tidak menggunakan
amelioran, Pb tertinggi terdapat di tajuk, sementara ekotipe Kamphaeng Phet
menunjukkan akumulasi Pb tertinggi di akar. Kedua jenis rumput tersebut
mengakumulasi Pb tertinggi pada akar. Konsentrasi Pb baik pada tajuk meupun
jaringan akar vetiver pada tanah dengan menggunakan pupuk kandang babi
menurun secara signifikan. Aplikasi 150 mg/kg pupuk meningkat secara signifikan
dibandingkan perlakuan yang lain. Akumulasi Pb tertinggi pada jaringan akar.
Meningkatkan daya serap logam juga dapat dilakukan dengan
menginduksi proses fitoekstraksi dengan menggunakan senyawa kelat.
Pemberian senyawa kelat pada tanah dapat memacu ketersediaan dan transfer
logam dari akar ke tajuk. Dalam mekanisme pengkelatan, diperkirakan unsur
logam diserap tanaman dalam bentuk kompleks logam-kelat yang lebih mudah
diserap akar dan ditranslokasi ke tajuk. Perbaikan agronomis untuk
mengoptimumkan kapasitas fitoekstraksi juga banyak diterapkan. Kandungan
(konsentrasi x total berat kering tanaman) Zn dan Cd pada tanaman yang diberi
pupuk organik meningkat 3-10 kali dibanding kontrol (Baker et al. 1994).
Pada Tabel 4 tampak bahwa perlakuan T3 persentase reduksi arsenik
menunjukkan nilai paling tinggi yaitu 66,8%. Tanaman mati enam bulan setelah
tanam pada tanah yang terkontaminasi arsenik 1000, 1500 dan 2000 mg/kg,
tanaman masih dapat bertahan pada konsentrasi arsenik dalam tanah 500 mg/kg.
Jamur Mycorrhiza telah dikaitkan dengan tanaman yang tumbuh di tanah yang
tercemar logam berat mungkin memainkan peran penting dalam hyperaccumulasi
arsenik (Shetty et al., 1994; Chaudry, et al., 1998; Ma, et al., 2001).

296

Konsentrasi Pb pada tanah dan tanaman pada empat ecotype V. zizanioides yang tumbuh pada konsentrasi Pb
yang berbeda pada periode 60 hari
Konsentrasi Pb

Pengamatan

V. zizanioides (Surat Thani)


Tanah
Tajuk
Akar
V. zizanioides (Songkhla)
Tanah
Tajuk
Akar
V. zizanioides (Kamphaeng
Phet)
Tanah
Tajuk
Akar
V. zizanioides
(Sri Lanka)
Tanah
Tajuk
Akar

Pupuk
Pupuk
75 mg/kg
150 mg/kg
mg/kg

Kontrol

20% pukan babi

40% pukan babi

8160 1280 c
128 61.5 a
347 120 c

8200 425 bc
11.2 2.5 d
236 221 d

6590 449 d
15.0 7.0 d
126 49.6 e

9020 3320 b
39.9 10.8 c
475 179 b

12 160 1040 a
59.8 20.3 b
705 188 a

7870 843 c
124 75.9 b
388 154 b

8100 541 c
18.7 4.7 c
234 51.5 c

6210 1010 d
23.7 8.5 c
200 83.8 c

9220 208 b
43.6 4.7 c
193 47.7 c

11 240 1330 a
179 200 a
712 538 a

8090 301 c
90.2 106 a
759 509 b

7350 753 d
33.6 13.1 c
462 310 c

6690 0 e
54.8 0 b
214 0 d

10 570 917 b
102 62.6 a
759 226 b

12 610 1120 a
54.8 35.1
911 6.7 a

8870 1390 c
34.9 10.8 c
459 386 b

8330 858 d
26.2 7.5 c
138 63.3 c

6320 477 e
8.3 2.9 d
107 20.5 c

10 510 1390 b
59.9 27.4 b
504 155 b

11 250 458 a
138 57.8 a
686 195 a

297

Sumber : Rotkittikhun P et al, 2007

Remediasi tanah dengan menggunakan tanaman akumulator logam berat akar wangi

Tabel 3.

J. Purwani

Selama periode percobaan diketahui bahwa V. zizanioides merupakan


tanaman yang mempunyai toleransi tinggi terhadap arsenik dan dapat bertahan
hidup pada tanah yang terkontaminasi arsenik lebih dari 500 mg/kg pada
perlakuan amelioran tanah dengan limbah susu, Mycorrhizae and Azotobacter
dan berpengaruh terhadap tinggi tanaman, panjang akar dan bobot biomas
(Singh et al. 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman toleran As pada tanah yang
normal untuk pertumbuhan berlanjut apabila konsentrasi As pada tanah
mencapai 500 mg/kg, tetapi pada tanah dengan konsentrasi As 1000~2000
mg/kg tanaman tidak dapat bertahan hidup tanpa bahan amelioran. Akumulasi As
pada akar (185.4 mg/kg) lebih tinggi dibandingkan dengan tajuk (100.6 mg/kg).
Kontaminasi As pada tanah dapat dikurangi dari 500 mg/kg menjadi 214 mg/kg
setelah 6 bulan
Table 4 : Kandungan total logam berat As pada berbagai perlakuan ameliorasi
pada tanah yang terkontaminasi As pada 6 bulan setelah tanam V.
zizanioides
Perlakuan As dan ameliorasi

T1: Kontrol
T2: As, 500mg/kg, tanpa ameliorasi
T3: As (500mg/kg)+50 ton/ha LS+ Myc+Az
T4: As 1000 mg/kg, tanpa ameliorasi
T5: As (1000 mg/kg) + 50 ton/ha LS+ Myc+Az
T6: As, 1500 mg/kg, tanpa ameliorasi
T7: As (1500 mg/kg) + 50 ton/ha LS+ Myc+Az
T8: As, 2000 mg/kg, tanpa ameliorasi
T9: As (2000 mg/kg) + 50 ton /ha LS+ Myc+Az

Logam berat As (mg/kg)


Sebelum tanam vetiver

.. mg/kg ...
3,6
2,80
500,0
490
500,0
214
1.000,0
910,5
825,0
812,5
1.500,0
1.380
1.350,0
1.225,5
2.000,0
1.825
1.750,0
1.680

Sumber : (Singh, et al. 2007).


Keterangan : As : Arsenat, Myc : Mycorrhiza, Az: Azotobacter, LS : Limbah susu

298

6 BST

Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi

KESIMPULAN
Pemanfaatan tanaman akumulator logam berat sebagai fitoremediator
sangat bermanfaat untuk mengurangi toksisitas kontaminan lebih cepat pada
konsentrasi kontaminan tinggi. Penyerapan dan akumulasi logam kontaminan
tergantung pada sifat dan jenis tanaman, sehingga untuk penggunaannya penting
dilakukan seleksi terhadap tanaman yang sesuai. Tanaman yang ideal untuk
fitoremediasi adalah harus memiliki produktivitas biomassa yang tinggi, harapan
hidup pendek, dan toleransi tinggi terhadap kapasitas akumulasi konsentrasi
logam yang tinggi, mudah dikelola, dan dapat tumbuh pada berbagai lokasi.
Pemanfaatan vetiver sebagai fitoremediator logam berat mempunyai prospek
yang baik, karena disamping mampu mengakumulasi logam pada jaringan
tanaman juga mempunyai daya adaptasi yang luas dan mampu tumbuh pada
berbagai lokasi.
Kemampuan vetiver yang tinggi dalam mengakumulasi logam berat,
menyebabkan kekhawatiran apabila fitoremediator tersebut juga dimanfaatkan
sebagai penghasil minyak esensial fiksatif yang digunakan sebagai bahan untuk
sabun, kosmetik, parfum dan industri kerajinan lain. Penelitian fitoremediator
perlu diteliti dan dikaji secara terpadu dari aspek tanah, keamanan lingkungan
yaitu pemanfaatan tanaman setelah digunakan sebagai fitoremediator, ekonomi,
serta aspek kesehatan manusia akibat dari penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Akhila A, Rani M. 2002. Chemical constituents and essential oil biogenesis in
Vetiveria zizanioides. In: Maffei A, ed. Vetiveria The genus Vetiveria.
London: Taylor and Francis.
Baker A.J.M, Reeves R.D, Hajar A.S.M. 1994. Heavy metal accumulation and
tolerance in British populations of the metallophyte Thlaspi caerulescens
J.&C. Presl (Brassicaceae). New Phytol 127:61-68.
Chaudry, T.M.; Hayes, W.J.; Khan, A.J.; Khoo, C.S., (1998). Phytoremediation
focusing an accumulator plants that remediate metal contaminated soils.
Aust J. Ecotoxicol, 4, 37-51.
Chojnacka K., Chojnacki A., Gorecka H., Gorecki H. 2005. Bioavailability of heavy
metals from polluted soils to plants. Science of the Total Environment. Vol.
337. P. 175182

299

J. Purwani

Deng H., Ye Z. H., Wong M. H. 2006. Lead and zinc accumulation and tolerance
in populations of six wetland plants. Environmental Pollution. Vol. 141. P.
6980.
Ebbs S, Kochian L, Lasat M, Pence N, Jiang T. 2000. An integrated investigation
of the phytoremediation of heavy metal and radionuclide contaminated
soils: from laboratory to the field. Di dalam: Wise DL, Trantolo DJ, Cichon
EJ, Inyang HI, Stottmeister U (ed). Bioremediation of Cotaminated Soils.
New York: Marcek Dekker Inc. hlm 745-769
Environment News Service (ENS), (October 18, 2006), New York Glick B. R.
2003. Phytoremediation: synergistic use of plants and bacteria to clean up
the environment. Biotechnology Advances. Vol. 21. P. 383393
Feller AK. 2000. Phytoremediation of soils and waters contaminated with
arsenicals from former chemical warfare installations. Di dalam: Wise DL,
Trantolo DJ, Cichon EJ, Inyang HI, Stottmeister U (ed). Bioremediation of
Cotaminated Soils. New York: Marcek Dekker Inc. hlm 771-786
Fischerova Z., Tlusto P., Szakova J., ichorova K. 2006. A comparison of
phytoremediation capability of selected plant species for given trace
elements. Environmental Pollution. Vol. 144. P. 93100
Greenfield J.C. 1989. Vetiver grass (Vetiveria zizanioides): the ideal plant for
vegetative soil and water conservation. Washington DC: The World Bank.
Greenfield J.C. 1988. Vetiver grass (Vetiveria zizanioides): A method for soil and
waterconservation. PR Press Services Pvt. Ltd. New Delhi, India. Pp 72.
Greenfield J.C. 1993. Vetiver grass: The hedge against erosion. 4th ed.
Washington DC: The World Bank
Greenfield J.C. 1995. Vetiver grass (Vetiveria spp.): the ideal plant for vegetative
soil and moisture conservation. In: Grimshaw RG, Helfer L, Eds. Vetiver
grass for soil and water conservation, land rehabilitation, and embankment
stabilization. Washington, DC: The World Bank, pp 3-38
Hanping Xia dan Honghua Ke. Application Vetiver and Three Other Grasses to
Oil
Shale
Mine
for
Revegetation
and
Phytoremediation
http://www.vetiver.org/ICV3-Proceedings/CHN_oilshale.pdf/. Didownload 8
Januari 2010
Hidayati N. 2001. Environmental degradation and biological reclamation of mined
land: case of gold mining in Jampang-West Jawa. Di dalam: Prosiding
Workshop Vegetation Recovery in Degraded land Areas. Kalgoorlie,
Western Australia, 27 Okt-3 Nov 2001. hlm 58-66.
Hidayati N, Juhaeti T, Syarif F. 2004. Karakterisasi limbah dan vegetasi pada
penambangan emas berskala besar di pongkor. Laporan teknik. Bogor,
Pusat Penelitian Biologi LIPI 2004. hlm 103-110.

300

Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi

Hingston J.A.; Collins, C.D.; Murphy, R.J.; Lester, J.N., (2001). Leaching of
chromated copper arsenate wood preservatives: a review. Environ. Pollut.
111(1), 53-66. http://ecocrop.fao.org/ecocrop /srv/en/cropView?id= 2144/22
Desember 2009).
Jadia C.D. and M. H. Fulekar 2009 Phytoremediation of heavy metals: Recent
techniques. African Journal of Biotechnology Vol. 8 (6), pp. 921-928, 20
March, 2009
Kasno A, Sri Adiningsih J, Sulaeman, Subowo. 2000. Status pencemaran Pb dan
Cd pada lahan sawah intensifikasi jalur Pantura Jawa Barat. Di dalam:
Prosiding Kongres Nasional VII Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Bandung,
4-6 Nov 1999. hlm 1537-1546
Khan

A.
G.
2005.
http://www.google.co.id/search?hl=id&q=
Vetiver+grass+as+an+Ideal
+Phyto
symbiont&btnG=Telusuri&meta=&aq=null&oq=; Vetiver grass as an Ideal
Phytosymbiont for Glomalian Fungi for Ecological Restoration of Heavy
Metal didownload 8 Januari 2010.

Krolak E. 2003. Dandelion as a heavy metal bioindicator in Eastern Poland.


Ekologija. Nr. 2 (priedas). P. 3337.
Lai H.Y. and Z.S. Chen. 2004. Effects of EDTA on solubility of cadmium, zinc, and
lead and their uptake by rainbow pink and vetiver grass.Chemosphere
55(3): 421-430.
Ma LQ.; Komar, K.M.; Tu, C.; Zhang, W.; Cai, Y.; Kennelley, E.D., (2001). A fern
that hyperaccumulates arsenic. Nature 409, 579
Miseri R.A, Santoso A.Z.P.B, Novianto I. 2000. Dampak asap kendaraan
bermotor terhadap kadar timbal (Pb) dalam tanah dan tanaman di sekitar
jalan raya Palimanan Cirebon. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional VII
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Bandung, 2-4 Nov 1999. Hlm 1457-1466.
National Research Council, USA, 1993. Vetiver grass, a thin green line against
erosion.Washington: National Academy Press
Raskin I., Smith D. R., Salt E. D. 1997. Phytoremediation of metals: using plants
to remove pollutants from the environmental. Current Opinion in
Biotechnology. Vol. 8. P. 221226
Rija S. 2000. Evaluasi pengaruh tanah terpapar air buangan tekstil terhadap
pertumbuhan tanaman padi sawah (Oryza sativa Linn), serta serapan
beberapa unsur logam berat. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional VII
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Bandung, 2-4 Nov 1999. Hlm 1507-1521.
Rotkittikhun P., R.Chaiyarat, M.Kruatrachue,P.Pokethitiyook and A.Baker. 2007.
Growth and lead accumulation by grasses Vetiveria zizanioides and
Thysanolaena maxima in leadcontaminated soil amended with pig manure
and fertilizer: A glasshouse study.Chemospher 66(1): 45-53.

301

J. Purwani

Schnoor J. L., Licht L. A., McCutcheon S. C., Wolfe N. L.,Carriera L. H. 2005.


Phytoremediation: an emerging technology for contaminated sites.
http://www.engg.ksu.edu/HSRC/ Abstracts/schnoor.html (2007 01 12).
Shetty K.J.; Hetrick, B.A.D.; Figge, D.A.H., (1994). Effect of mycorrhizae and
other soil microbes on revegetation of heavy metal contaminated mine
spoil. Environ. Pollut., 86, 181-188
Singh S. K. A. A. Juwarkar; S. Kumar; J. Meshram; M. Fan. 2007. Effect of
amendment on phytoextraction of arsenic by Vetiveria Zizanioides from
soil. Int. J. Environ. Sci. Tech., 4 (3): 339-344, 2007
Roongtanakiat N., T. Nirunrach, S. Chanyotha and D. Hengchaovanich. 2003.
Uptake of heavy metals in landfill leachate by vetiver grass. Kasetsart J.
(Nat. Sci.) 37: 168-175.
Roongtanakiat N., Yongyuth Osotsapar and Charoen Yindiram. 2008. Effects of
Soil Amendment on Growth and Heavy Metals Content in Vetiver Grown on
Iron Ore Tailings. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 42 : 397 - 406
Shann R. J. 1995. The role of plants and plant/microbial systems in the reduction
of exposure. Environmental Health Perspectives. Vol. P. 1315.
Singh O. V., Labana S., Pandey G., Budhiraja R., Jain R. K. 2003.
Phytoremediation: an overview of metallic ion decontamination from soil.
Applied Microbiology, Biotechnology. P. 405412.
Tlustos P.; Pavlikova, D.; Balik, J.; Szakova, J.; Hanc, A.; Balikova, M., (1998).
The accumulation of arsenic and cadmium in the plants their distribuition.
Rotilina Vyroba 44, 465-469.
Truong P, Claridge J. 1996. Effect of heavy metals toxicities on vetiver growth.
Bangkok, Thailand: Vetiver Network (TVN) Newsletter, 15.
Truong P, Baker D. 1998. Vetiver grass system for environmental protection.
Pacific Rim Vetiver Network (PRVN): Technical Bulletin no. 1, 1998/1.
Bangkok, Thailand: Office of the Pacific Rim Vetiver Network, Office of the
Royal development Project Board
Truong P. 1999. Vetiver grass technology for mine rehabilitation. Tech. Bull. No.
1999/2. Bangkok, Thailand: Office of the Royal Development Project
Board, Bangkok
Wilde E. W., Brigmon R. L., Dunn D. L., Heitkamp M. A., Dagnan D. C. 2005.
Phytoextraction of lead from firing range soil by Vetiver grass.
Chemosphere. Vol. 61. P. 14511457
World Health Organization (WHO). (2008) World Health Organization Avenue
Appia 20 1211 Geneva 27 Switzerland
Zisong W. 1991. Excepts from the experiments and popularization of Vetiver
grass, Nanping prefecture, Fujian Province, China. The Vetiver Network
(TVN) Newsletter 20. Vitiver Network, Leesburg, VA, USA
302

Remediasi Tanah dengan Menggunakan Tanaman Akumulator Logam Berat Akar Wangi

TANYA JAWAB
Pertanyaan Sutono (Balittanah) :
Vetiver sangat bagus untuk remediasi, umumnya di lahan kering. Bagaimana
memfitoremediasi pada sungai, karena di Pongkor pembuangannya ke sungai.
Jawaban :
Memang betul vetiver tumbuh di lahan kering, namun vetiver juga merupakan
tanaman yang tumbuh dan tahan terhadap kondisi yang banyak air, pH 3 11.5,
dan mempunyai perakaran yang dalam bisa mencapai 3 meter. Untuk lokasi
penambangan di sungai seperti di Pongkor bisa diminimalisir dampak
pencemarannya dengan penanaman vetiver pada sungai yang airnya tidak dalam
atau pada tempat aliran masuknya limbah sebelum masuk ke sungai.

303

Anda mungkin juga menyukai