harus dilepas.
Produksi benih bina harus melalui proses sertifikasi dan apabila akan diedarkan harus
diberi label.
Dalam rangka pembinaan perbenihan tanaman perlu dilakukan upaya yang menyangkut
semua aspek mulai dari pengadaan sampai peredarannya yang diarahkan untuk
memenuhi kriteria tepat jenis/varietas, tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat lokasi
dan tepat harga. Kesalahan dalam pembinaan perbenihan tanaman akan menimbulkan
kegagalan dalam kegiatan budidaya tanaman, baik ditinjau dari kepentingan individual
petani/pengguna benih maupun dari segi kepentingan nasional. Dalam rangka
memberikan perlindungan kepada konsumen dan produsen perlu diadakan pengawasan
Plasma nutfah di atur oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 44 Tahun 1995
dalam BAB II tentang Plasma nutfah pasal 3 sampai dengan pasal 14. Adapun isi dari
pasal tersebut yaitu :
Pasal 3
1) Plasma nutfah dikuasai oleh Negara, dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
2) Segala kegiatan yang langsung atau tidak langsung dapat memusnahkan atau
membahayakan kelestarian plasma nutfah, dilarang.
Pasal 4
1) Pencarian, pengumpulan, dan pelestarian plasma nutfah dapat dilakukan di dalam
dan atau di luar habitatnya.
Pasal 5
1) Pemerintah melakukan pencarian, pengumpulan, pemanfaatan, dan atau
pelestarian plasma nutfah.
2) Pencarian dan atau pengumpulan plasma nutfah dapat dilakukan oleh perorangan
warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia berdasarkan izin Menteri.
3) Pencarian dan atau pengumpulan plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) hanya untuk keperluan pemuliaan tanaman.
4) Pencarian dan atau pengumpulan plasma nutfah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) dapat pula dilakukan dalam rangka kerjasama penelitian
dengan pihak asing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5) Kegiatan pencarian dan atau pengumpulan plasma nutfah tumbuhan yang
dilindungi harus terlebih dahulu mendapat izin dari Menteri yang membidangi
tumbuhan yang dilindungi.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
diatur oleh Menteri.
Pasal 6
1) Pencarian dan atau pengumpulan plasma nutfah di dalam atau di luar habitatnya
harus dilakukan dengan menjaga kelestarian plasma nutfah dan lingkungan hidup.
2) Dalam melaksanakan kegiatan pencarian dan atau pengumpulan plasma nutfah
harus didampingi oleh petugas yang ditunjuk Menteri.
3) Hasil pencarian dan atau pengumpulan plasma nutfah dilaporkan dan diserahkan
sebagian kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang perbenihan tanaman.
4) Untuk keperluan pelestarian plasma nutfah hasil pencarian dan atau pengumpulan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Pemerintah membentuk Bank Plasma
Nutfah.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan dan penyerahan serta Bank Plasma
Nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4), diatur oleh Menteri.
Pasal 7
Untuk kepentingan pelestarian plasma nutfah, Menteri menetapkan jenis
tumbuhan yang populasinya terbatas.
Pasal 8
1) Pemerintah melaksanakan langkah-langkah pelestarian plasma nutfah yang
populasinya
di berbagai tempat
yang
agroklimatnya sesuai.
2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggandaan plasma nutfah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur oleh Menteri.
Pasal 9
1) Untuk
kepentingan
pelestarian
plasma
nutfah,
Pemerintah
memberikan
penandaan.
2) Setiap orang wajib menjaga dan mengamankan plasma nutfah yang telah diberi
tanda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penandaan plasma nutfah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), diatur oleh Menteri.
Pasal 10
1) Untuk kepentingan pelestarian plasma nutfah tertentu, Menteri dengan
persetujuan Presiden menetapkan wilayah tertentu sebagai habitatnya.
2) Perubahan peruntukan wilayah habitat plasma nutfah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ditetapkan oleh Menteri dengan persetujuan Presiden.
3) Perubahan peruntukan wilayah habitat plasma nutfah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), tidak dapat dilakukan, dalam hal tidak ada habitat pengganti yang
sesuai bagi plasma nutfah tersebut.
4) Pihak yang berkepentingan dengan perubahan peruntukan wilayah habitat plasma
nutfah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus menyediakan wilayah
high output
(peningkatan pendapatan) tetapi high Risk. Peran plasma nutfah kentang adalah dalam mengubah
High Risk menjadi Low Riskmelalui kultivar unggul dan bibit bermutu.
Penggunaan istilah benih yang berlaku baik bagi perbanyakan tanaman dengan biji
maupun yang diperbanyak secara klonal adalah tidak tepat. Pengertian ini tetap berlaku pada UU
No. 12 Tahun 1992 (Sistem Budidaya Tanaman) dan pada UU No. 29 Tahun 2000 (Perlindungan
Varietas Tanaman). Didalam istilah bahasa Inggeris sedang gencar-gencar disosialisasi
penggunaan istilah propagule (bahan perbanyaka tanaman) yang terdiri dari seed propagule
dan clonal propagule . Dalam perdagangan propagul kentang masih digunakan istilah seed
potatoes untuk umbi dan true potato seed (TPS) atau botanical seed untuk biji. Dalam
karangan ini selanjutnya akan digunakan istilah bibit (propagul vegetatif) untuk tanaman
kentang.
Pelestarian plasma
Pelestarian plasma nutfah kentang didalam bahasa Inggris pada umumnya digunakan
istilah preservasi atau konservasi yang berarti pencegahan dari kehilangan dan kerusakan. Di
Indonesia lebih disukai memakai kata lestari dari pada preservasi dan konservasi. Kata lestari
sendiri berarti tetap selama- lamanya atau tetap tidak berubah. Plasma nutfah adalah bahan
genetic yang dapat diturunkan dari generasi ke generasi. Bahan genetic ini memepunyai susunan
kimia tertentu yang membentuk sifat - sifat fisik tertentu yang dikenal dengan nama khromosom.
Pada tanaman kentang terdapat 3 jenis khromosom yaitu:
1.
kromosom inti,
2.
3.
kromosom mitokhondria.
Bahan informasi genetikyang kita lestarikan ini tedapat dalam sel tanaman (inti sel,
kloroplas, mithokondria) karena itu pelestarian dapat dilakukan pada tingkat tanaman, tingkat
jaringan dan sel dan tingkat DNA. Cara-cara pelestarian itu antara lain :
1. Tingkat tanaman : pada lingkungan dimana tanaman itu tumbuh (in situ), diluar daerah
dari lingkungan tanamannya (ex situ) : kebun raya, arboretum, kebun koleksi).
2. Tingkat invitro (kultur jaringan) : pertumbuhan lambat dan kriopreservasi.
3. Tingkat DNA (DNA-DNA diisolasi dan disimpan dalam vector/ pustaka metagenom).
Tanaman kentang adalah tanaman yang diperbanyak secara klonal dengan umbi, stek mikro,
stek mini, umbi mikro dan umbi mini. Pelestarian plasmanutfah kentang harus secara in vitro.
Cara in vitro ini dapat dilakukan dengan pertumbuhan lambat atau kriopreservasi. Pertumbuhan
lambat adalah praktis, murah, tidak sukar didalam regenerasi serta tidak merubah sifat
plasmanutfah kentang. Pertumbuhan lambat atau minimal ini dapat dilakukan dengan
meningkatkan tekanan osmosis media, mengurangi hara tanaman, suhu rendah, dan penggunaan
zat pengatur tumbuh. Faktor pertumbuhan minimal dapat dilakukan secara tunggal atau
kombinasi. Penyimpanan koleksi kentang di CIP, Lima (Peru) adalah dengan media MS, sukrosa
14.6 mM, manitol 220 mM dan disimpan pada suhu 8 -10 oC. Di CIAT Columbia digunakan
media MS, GA3 0.58 mM, ABA 19 mM, sukrosa 88mM dan disimpan pada suhu 8 -10 oC (Roca
et al., 1982). Di IPB Bogor ada 2 cara yang digunakan yaitu dengan :
1. MS0, sukrosa 40g/L, dan agar 7 g/L dengan cara ini harus disubkultur 3 bulan sekali.
2. MS0, sukrosa 40g/L, aquasorb (hydrogel) 20 g/L.
Cara ini dapat bertahan sampai 1 tahun baru disubkultur. Pertumbuhan lambat juga dapat
dicapai dengan mengsubtitusi sukrosa degan trehalosa (2 molekul glukosa). Keuntungan dengan
pertumbuhan lambat ini, kalau hendak dikomersialisasikan makasegera dapat digunakan.
Kejelekannya jika listrik padam 3-6 hari maka 50% koleksi akan tidak terselamatkan. Oleh
karena itu penggunaan umbi mikro sebagai system penyimpanan plasmanutfah kentang perlu
dipikirkan.
Survei Lisnawita menunjukkan bahwa Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat
semua sudah terjangkit nematode sista. Nematoda inisulit diberantas kecuali dengan
memakai tanaman perangkap. Penyakit-penyakit sistemik seperti virus (PVA, PVS, PVY,
PVX, PLRV, PVM, PAMV, TRV, APLV), hawar daun (Phytophtora infestans), busuk
umbi (Erwinia carotovora), nematode bengkak akar (Meloidogynespp) dll semua masuk
ke Indonesia melalui bibit impor. Karena bibit kentang bersertifikat itu ada selang
toleransi persentase penyakit yang dapat diterima.
Dengan demikian tanaman kultur jaringan yang diambil dari bibit impor, tentu
tidak bebas penyakit sistemik seperti penyakit virus. Oleh Karena itu semua tanaman
kentang in vitro yang akan digunakan sebagai sumber bibit harus disertifikasi bebas
penyakit oleh badan pengawas yang berwenang. Perbanyakan kentang secara in vitro
adalah melalui stek in vitro buku tunggal (single node cutting) kecepatan multiplikasinya
luar biasa. Tanaman kentang in vitro rata- rata menghasilkan 1 buku tiap 3 hari atau 2
buku tiap minggu atau 8 buku tiap bulan. Contoh perhitungan sebagai berikut : Berapa
planlet atau bibit tanaman kentang sesudah 7 minggu jika dimulai dengan 1000 botol
kultur dengan planlet yang berumur 4 minggu. 1 botol berisi 10 planlet, tiap planlet
mempunyai 8 buku pada umur 4 minggu.
640.000 buku disubkultur secara in vitro dan dalam 3 minggu menghasilkan 640
000 planlet yang siap aklimatisasi. Umur planlet 3 minggu adalah umur yang optimal
untuk diaklimatisasi. sasi. Jika kita mempunyai laboratorium dengan kapasitas 100 000
ribu setiap bulan dapat mempoduksi sekitar 700 000 800 000 planlet tiap aklimatisasi
2. Sumber keragaman genetic untuk menghasilkan kultivar kentang unggul untuk berbagai
kebutuhan di Indonesia maupun global.
Badan - badan utama yang menyediakan plasmanutfah kentang
adalah :
1. Centro International de La Papa (CIP), Lima Peru.
2. Estacion Exper imental Regional Agropecuarea (INTA) Balcache, Argentina.
Kentang untuk pati kentang : Astarte (BL, 1976), Elkana (BL, 1978).
http://novelgro.com/assets/brochure/Prospek_Plasma_Nutfah_Kentang_Dalam_Menduku
ng_Swasembada_Benih_Kentang_di_Indonesia,_Bandung_2006.pdf
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CBwQFjAAahUKEwi-jbKemXIAhXIMKYKHQZdCdM&url=http%3A%2F%2Fwww.bpkp.go.id%2Fuu
%2Ffiledownload
%2F4%2F71%2F1494.bpkp&usg=AFQjCNEBpQxy7WMlwwOxOcsanP_q1vlO3A&sig
2=ShUKOfPdRZ4TsggOUt-flw