Anda di halaman 1dari 57

6

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1

Analisis Numerik
Analisis numerik merupakan bagian dari bahan pelajaran mutakhir mengenai

pengolahan informasi (information processing). Data yang diberikan adalah informasi


masukan (input information), dan hasil yang diperlukan adalah informasi keluaran
(output information), sedangkan metode perhitungan tersebut dikenal sebagai algoritma
(algorithm). Unsur-unsur pokok ini yang terkandung di dalam sebuah diagram alir,
yakni:
Input
Information

Algorithm

Output
Information

Gambar 2.1. Diagram alir pengolahan informasi.

2.1.1

Metode Numerik
Metode numerik adalah salah satu alternatif pencarian jawaban dalam

permasalahan matematika yang tidak dapat diselesaikan secara analisis. Tujuan dari
metode ini adalah mencari metode yang terbaik untuk memperoleh jawaban yang
berguna dari persoalan matematika dan untuk menarik informasi yang berguna dari
berbagai jawaban yang dapat diperoleh.

7
Menurut Djojodihardjo (2000, p2) dalam mengerjakan metode numerik terdapat
beberapa cara pendekatan, yaitu:
a.

Pendekatan atau penyederhanaan perumusan persoalan sehingga dapat


dipecahkan secara eksak.

b.

Mengusahakan

diperolehnya

jawab

pendekatan

dari

persoalan

yang

perumusannya eksak.
c.

Gabungan dari kedua cara pemecahan diatas.

Pada umumnya metode numerik tidak mengutamakan diperolehnya jawaban


yang tepat, tetapi mengusahakan perumusan metode yang menghasilkan jawab
pendekatan yang memiliki selisih sebesar suatu nilai yang ditentukan berdasarkan
kesepakatan dari jawab eksak.
Menurut Djojodihardjo (2000, p12) proses pemecahan persoalan, pada umumnya
berlangsung dalam tiga tahap, yaitu:
a.

Perumusan secara tepat dari model matematik dan model numerik yang berkaitan

b.

Penyusunan metode untuk memecahkan persoalan numerik

c.

Penerapan metode untuk menghitung jawaban yang dicari

Gambar 2.2 Proses pemecahan persoalan dalam metode numerik.


Metode Numerik memiliki 2 pengertian, dari segi:
1. Sains, Metode Numerik merupakan proses penyelesaian masalah matematik
menggunakan operasi aritmetik.
2. Seni, Metode Numerik merupakan suatu cara bagaimana memilih prosedur /
algoritma penyelesaian masalah yang paling sesuai.
Model matematik suatu sistem / proses fisis tidak selalu dapat diselesaikan secara
analitk, sedangkan penyelesaian analitik tidak selalu mudah dicari. Oleh karena itu,
diperlukan kemampuan berhitung dalam penyelesaian matematik. Akhir-akhir ini, operasi
matematik dalam volume yang besar tidak lagi merupakan masalah, karena adanya

dukungan teknologi komputer. Inilah alasan mengapa kita perlu mempelajari Metode
Numerik.

9
Penggunaan

Metode Numerik untuk analisis, simulasi, dan desain teknik

pemrosesan dan sistem telah berkembang pada tahap yang sangat cepat pada beberapa
tahun belakangan ini. Ketersediaan tenaga perhitungan yang sangat cepat membuat
solusi numerik dari masalah-masalah teknis yang

rumit, secara ekonomis dapat

diselesaikan.
Penggunaan Metode Numerik dalam perteknikan dapat dianggap sebagian sains,
sebagian seni. Prosedur yang sesuai buku tidak akan efektif dalam mempelajari metode
tersebut. Oleh karena itu, penulis harus menyelesaikan masalah menggunakan
pendekatan yang berbeda dan berbagai sistem piranti lunak dan percobaan dengan
berbagai parameter-parameter masalah tersebut.
Hasil berbeda yang didapatkan melalui proses ini akan membentuk dasar
percobaan untuk memilih metode yang sosok dan menafsirkan hasil-hasil bagi sebuah
masalah baru. .
Kebanyakan masalah-masalah analisis perteknikan melibatkan:
1.

Pengembangan sebuah model matematika untuk merepresentasikan semua


karakteristik-karakteristik penting dari sistem fisis.

2.

penurunan persamaan-persamaan utama dari model dengan menggunakan


hukum-hukum fisis, seperti persamaan ekuilibrium, hukum gerak Newton,
konservasi massa dan konservasi energi.

3.

solusi persamaan-persamaan utama; dan

4.

interpretasi solusi tersebut.


Berdasarkan sistem yang telah dianalisis dan model matematika yang digunakan,

persamaan-persamaan

utama

mungkin

merupakan

sebuah

himpunan

peraamaanpersamaan aljabar linear atau non linear, sebuah himpunan persamaan-

10
persamaan transenden, sebuah himpunan persamaan-persamaan diferensial biasa atau
parsial, sebuah himpunan persamaan-persamaan homogen yang menuju masalah nilai
eigen, atau sebuah persamaan yang melibatkan integral atau turunan. Kita mungkin bisa,
atau mungkin tidak bisa untuk menemukan solusi persamaan utama secara analitik. Jika
solusinya dapat direpresentasikan dalam bentuk sebuah ekspresi matematika yang
tertutup, hal ini disebut sebuah solusi analitik. Solusi analitik menandakan solusi-solusi
tepat yang dapat digunakan untuk mempelajari kebiasaan sistem dengan berbagai
macam parameter-parameter. Sayangnya, hanya sedikit sistem praktis yang mengarah ke
solusi analitik, oleh karena itu solusi analitik penggunaannya terbatas. Dalam beberapa
masalah-masalah yang bertipe khusus, solusi grafis dapat ditemukan untuk mempelajari
kebiasaan sistem. Bagaimanapun juga, solusi grafis biasanya kurang akurat,
penggunaannya kaku, hanya dapat diimplementasikan jika dimensi masalahnya kurang
atau sama dengan tiga, dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Solusi-solusi numerik
adalah hal-hal yang tidak dapat diekspresikan dalam bentuk ekspresi-ekspresi
matematika.. solusi ini hanya dapat ditemukan menggunakan jenis proses perhitungan
intensif yang cocok, yang dikenal sebagai Metode Numerik. Sebagai contoh, anggap
integral
b

I1 = xe x dx .
2

(2.1)

nilai dari integral ini dapat diekspresikan secara analitik sebagai

1 2
I1 = e x
2

di lain pihak, integral

b
a

2
2
1 2 1 2 1
= e b + e a = e a e b
2
2
2

(2.2)

11

I2 =

f ( x ) dx = e

x2

(2.3)

dx .

tidak memiliki solusi (analitik) tertutup.integral ini hanya dapat dievaluasi secara
numerik. Karena integral sama dengan daerah dibawah kurva f(x), maka nilainya bisa
diestimasi dengan memecah-mecah daerah di bawah kurva menjadi persegi-persegi kecil
dan menambah daerah-daerah persegi-persegi tersebut. (lihat Gambar2.3.). Karena
metode

numerik

melibatkan

sejumlah besar

perhitungan

aritmatik

monoton,

penggunaannya dan popularitas telah meningkat karena pengembangan dan keberadaan


komputer yang sangat bagus dan murah harganya. Metode Numerik dapat digunakan
untuk mencari solusi dari masalah teknik yang bahkan sangat rumit. Ketika solusi
analitik biasanya membutuhkan beberapa asumsi sederhana dari sistem fisis, solusi
numerik tidak membutuhkan asumsi-asumsi tersebut. Walaupun solusi numerik tidak
dapat menyediakan pendekatan yang cepat pada kebiasaan sistem fisis yang
disederhanakan, solusi ini dapat digunakan untuk mempelajari kebiasaan sistem fisis
yang sebenarnya.

Gambar 2.3 Evaluasi numerik integral I2.

12
2.2 Integrasi Numerik
Solusi dari banyak masalah-masalah teknik membutuhkan evaluasi sebuah
integral. Jika fungsi yang diintegralkan terlalu rumit atau jika nilai fungsinya hanya
diketahui pada nilai diskrit dari variabel independen, maka teknik integrasi numerik
digunakan. Pada dasarnya, variasi fungsi (yang diintegralkan) diasumsikan sebagai
sebuah polinomial sederhana daripada sebuah interval diskrit, dan lalu integral tersebut
dievaluasi sebagai jumlah daerah-daerah di bawah polinomial yang diasumsikan
daripada berbagai macam interval diskrit. Sebagai contoh, jika integral pasti seperti yang
terlihat pada Pers. (2.3), integral numeriknya dapat dievaluasi sebagai (Gambar 2.3)
I 2 A1 + A2 + A3 + L + A8

(2.4)

pentingnya integrasi numerik dapat dipahami dengan memperlihatkan berapa sering


perumusan soal-soal di dalam analisis terapan akan melibatkan turunan-turunan. Maka
wajarlah untuk menduga sebelumnya bahwa pemecahan soal-soal seperti itu akan
melibatkan integral. Untuk kebanyakan integral maka tidak ada representasi yang
mungkin dinyatakan dalam fungsi-fungsi elementer, sehingga aproksimasi akan menjadi
perlu.
Seringkali, banyak masalah-masalah teknik membutuhkan evaluasi dari integral
b

I =

f ( x ) dx .

(2.5)

dimana fungsi f(x) disebut integrand dan a dan b disebut limit dari integrasi. Jika fungsi
f(x) kontinu, terbatas, dan berada di antara jangkauan integrasi a x b , integral (I)
dapat di evaluasi menggunakan teknik matematika yang tersedia. Jika f(x) merupakan
fungsi sederhana seperti sebuah fungsi polinomial, sebuah fungsi eksponensial, atau
sebuah fungsi trigonometri, integral-integral ini terkenal dari kalkulus. Jika f(x)

13
melibatkan fungsi-fungsi yang lebih rumit, seringkali, tabel standar integral dapat
digunakan untuk mengevaluasi integral (I) dalam bentuk tertutup. Jika tersedia ekspresi
analitik atau bentuk tertutup untuk integral-integral, maka akan sangat berharga, karena
ekspresi tersebut pasti dan tidak ada kesalahan yang terlibat dalam evaluasinya. Sebagai
tambahan, akibat dari berubahnya beberapa parameter fisis dari masalah teknik pada
integral dapat dipelajari secara mudah. Ekspresi bentuk tertutup integral (I) dapat
digunakan untuk memverifikasi keakuratan integrasi numerik.
Di lain pihak, fungsi f(x) mungkin merupakan sebuah fungsi kontinu rumit yang
sulit atau tidak mungkin diintegrasi dalam bentuk tertutup; mungkin diketahui hanya
dalam sebuah bentuk tabel/daftar, dimana nilai x dan f(x) tersedia pada sejumlah titiktitik diskrit pada interval a ke b. limit dari integrasi mungkin tak tebatas atau fungsi f(x)
mungin diskontinu atau mungkin menjadi tak terbatas pada beberapa titik pada interval a
ke b. pada semua kasus ini, integral (I) dapat dievaluasi hanya secara numerik.

Gambar 2.4 Integral sebagai daerah di bawah kurva.

14

Gambar 2.5 Evaluasi dari sebuah integral menggunakan jaring atau kertas grafik.

Integral dari sebuah fungsi f(x) diantara limit-limit a dan b pada dasarnya
menunjukkan daerah di bawah kurva f(x) diantara a dan b seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 2.4. integrasi juga dikenal sebagai kuadratur. Sebuah pendekatan
sederhana, perseptif untuk mengevaluasi integral dalam Pers.(2.5) adalah dengan
meletakkan fungsi f(x) pada sebuah jaring atau kertas grafik dan hitung jumlah kotak
atau persegi yang mengestimasi daerah di bawah kurva f(x). (lihat Gambar 2.5). Hasil
dari banyaknya kotak-kotak dan daerah dari setiap kotak memberikan sebuah estimasi
dari seluruh jumlah daerah di bawah kurva (mis, integral, I). pengestimasian ini dapat di
buktikan, jika perlu, mengguanakan sebuah jaring yang lebih baik. Bagaimanapun juga
metode yang digunakan sangat tidak praktis dan tidak akurat di alam banyak kasus.

2.3

Sumber-sumber Kesalahan
Di dalam integrasi numerik, maka akan ada sumber-sumber kesalahan yang

biasa. Akan tetapi, kesalahan-kesalahan masukan di dalam nilai-nilai data y0,,yn tidak
akan diperbesar oleh kebanyakan rumus integrasi, sehingga sumber kesalahan ini hampir

15
tidak begitu menyusahkan seperti halnya di dalam diferensiasi numerik. Kesalahan
pemotongannya, yang sama dengan
b

[ y ( x ) p ( x )] dx

(2.6)

untuk rumus-rumus yang paling sederhana, dan suatu komposit yang terdiri dari
potongan-potongan yang serupa untuk kebanyakan rumus lain, adalah penyumbang
kesalahan yang utama sekarang. Berbagai macam usaha telah dibuat untuk
memperkirakan kesalahan ini, tetapi kita masih mungkin memperbaiki perkiraan
tersebut. Sebuah pertanyaan yang berkaitan dengan ini adalah pertanyaan mengenai
konvergensi. Pertanyaan ini menanyakan apakah dihasilkan sebuah urutan untuk mana
limit kesalahan pemotongannya sama dengan nol, jika polinomial-polinomial yang
berderajat lebih tinggi digunakan secara terus menerus atau jika interval-interval hn yang
lebih kecil di antara titik-titik data dengan lim hn = 0 digunakan secara terus menerus. Di
dalam banyak kasus, di mana kaidah trapesoida dan kaidah Simpson adalah contohcontohnya yang istimewa, maka konvergensinya dapat dibuktikan. Juga, kesalahan
pembulatan akan mempunyai pengaruh yang kuat. Sebuah interval h yang kecil, berarti
akan merupakan perhitungan yang cukup banyak dan pembulatan yang cukup banyak.
Kesalahan-kesalahan algoitma ini akhirnya akan membuat konvergensi menjadi
kabur yang secara teoritis harus terjadi, dan di dalam praktek telah didapatkan bahwa
pengurangan h di bawah suatu tingkat tertentu akan menghasilkan kesalahan yang lebih
besar dan bukannya akan menghasilkan kesalahan yang lebih kecil. Jika kesalahan
pemotongannya menjadi dapat diabaikan, maka kesalahan-kesalahan pembulatan akan
mengumpul, yang akan membatasi ketelitian yang dapat diperoleh oleh sebuah metode
yang diberikan.

16
2.4

Rumus Newton-Cotes
Rumus-rumus Newton-Cotes adalah yang paling umum digunakan dalam metode

integrasi numerik. Rumus-rumus tersebut berdasarkan menempatkan kembali sebuah


fungsi rumit atau data tabel dengan beberapa fungsi yang mirip fungsi aslinya yang
dapat diintegrasikan secara mudah, yaitu,
b

I =

f ( x ) dx

( x ) dx .,

(2.7)

dimana pm(x) merupakan fungsi yang mirip fungsi aslinya, biasanya diambil sebagai
derajat polinomial ke-m

p m ( x ) = a m x m + a m 1 x m 1 + L + a 2 x 2 + a1 x + a 0 ,

(2.8)

dimana koefisien dari polinomial (konstan) a m , a m 1 , L , a1 , a 0 diselesaikan seperti f(x)


dan pm(x) memiliki nilai yang sama pada sejumlah titip yang terbatas. Gbr 2.6
memperlihatkan pendekatan f(x) menggunakan 3 polinomial sederhana, yaitu, sebuah
konstan, sebuah garis lurus, dan sebuah parabola.

17

Gambar 2.6 Tipe-tipe yang berbeda dari pendekatan f(x).

2.4.1 Aturan Persegi

fungsi atau data dari f(x) juga dapat didekat menggunakan sebuah deret polinomial
bagian per bagian seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.7.. Pada pendekatan ini,
jangkauan integrasi a x b pertama kali dibagi menjadi sejumlah interval-interval
yang terbatas (n) atau strip-strip yang lebar tiap intervalnya adalah
h = x =

ba
n

(2.9)

18
titik-titik diskrit di dalam jangkauan interval tersebut didefinisikan sebagai
x 0 = a , x1 , x 2 ,...., x n 1 , dan x n = b dengan
x i = a + ih ; i = 0,1, 2,..., n

(2.10)

nilai dari fungsi f(x) pada titik diskrit xi diasumsikan diketahui sebagai fi (i=0,1,2,,n).
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.7(a), pendekatan paling sederhana ke fungsi
f(x) adalah bagian polinomial dengan order 0 (mis, sebuah deret konstan) jelasnya, dari

Gambar 2.7(a) fungsi f(x) dapat didekati melalui interval x i x x i +1 baik dengan nilai
fi atau fi+1. Jika nilai dari fi digunakan (mis, f(x) didekati oleh nilainya pada awal setiap

interval), daerah dibawah kurva f(x) dalam interval x i x x i +1 diambil sebagai (fih)
dan maka dari itu, integral (I) dievaluasi sebagai
b

I =

n 1
f ( x ) dx h f i
i=0

(2.11)

di lain pihak, jika nilai fi+1 digunakan (mis, f(x) didekati oleh nilainya pada akhir setiap
interval), daerah di bawah kurva f(x) dalam interval x i x x i +1 diambil sebagai (fi+1h)
an maka dari itu, integral (I) dievaluasi sebagai
b

I =

n 1

f ( x ) dx h f i +1 h f i
i=0

i =1

(2.12)

19

Gambar 2.7 Pendekatan f(x) oleh bagian dari polinomial berderajat 0 dan 1.

Untuk sebuah fungsi naik monoton, Pers. (2.11) merendahkan dan Pers. (2.12)
meninggikan nilai integral yang sebenarnya. Dalam praktek, aturan persegi menuju
kesalahan pemotongan yang besar untuk fungsi nonlinear umum f(x) dan, maka dari itu,
aturan ini tidak biasa digunakan. Bagaimanapun juga, metode ini disajikan untuk
mengilustrasikan konsep dasar yang digunakan dalam integrasi numerik dan rumusrumus Newton-Cotes. Sebuah bukti dalam keakuratan dari pendekatan bagian yang
konstan (aturan persegi) dapat diambil dengan menggunakan rata-rata nilai dari fi dan fi+1
dalam interval x i x x i +1 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 dalam kasus ini,
integral (I) dievaluasi sebagai

20
b

I =

n 1
f + f i +1
f ( x ) dx h i

i=0

Gambar 2.8 Estimasi atas dan estimasi bawah dari I.

Gambar 2.9 Pendekatan f(x) oleh (fi+fi+1)/2 dalam x i x x i +1 .

(2.13)

21
2.4.2 Aturan Trapezoidal

Aturan trapezoidal sering digunakan dalam aplikasi-aplikasi teknik karena


kesederhanaannya dalam mengembangkan sebuah program komputer. Metode ini
berhubungan dengan pendekatan ke f(x) oleh bagian polinomial dengan order satu {p1(x)
= c1x+c0}, yang dengan segmen-segmen garis lurus seperti yang ditunjukkan pada

Gambar2.7(b). pada kasus ini, daerah di bawah kurva f(x) di dalam interval
x i x x i +1 sama dengan daerah dari trapezoid, maka dari itu dinamakan aturan

trapezoidal. Dengan mengindikasikan daerah-daerah trapezoid sebagai I1,I2,,In, maka


(Gambar 2.10)
f + f1
f + f2
I1 = 0
h , I2 = 1
h ,...,
2
2
f + fi
f + fn
I i = i 1
h ,..., dan I n = n 1
h.
2
2

(2.14)

integral tersebut dapat dievaluasi sebagai


b

I =

f ( x ) dx

I
i =1

h
( f 0 + 2 f 1 + 2 f 2 + L + 2 f n 1 + 2 f n ).
2

Gambar 2.10 Aturan Trapezoidal.

(2.15)

22

Gambar 2.11 Kesalahan pemotongan Aturan Trapezoidal.

2.4.3 Kesalahan Pemotongan dalam Aturan Trapezoidal

Dasar kesalahan pemotongan dari aturan trapezoidal telah diberikan sebagai


f ( a ) + f (b )
(b a )
2

E=

f ( x ) dx
a

(2.16)

dimana bagian pertama dari sebelah kanan Pers. (2.16) menyatakan integral yang tepat
dan bagian kedua merepresentasikan integral pendekatan yang diberikan oleh aturan
trapezoidal. Perhatikan bahwa hanya ada satu segmen yang dianggap dalam interval
untuk kemudahan. (lihat Gambar 2.11). Untuk menurunkan ekspresi yang lebih baik
untuk kesalahannya, kita menggunakan perpanjangan deret Taylor dari f(x) tentang titik
tengah dari jangkauan, x =

a+b
:
2

f ( x ) = f ( x ) + y f ( x ) +

y2
f ( x ) + L .
2!

(2.17)

disini y = x x . , sebuah garis diatas menunjukkan sebuah turunan, dan fungsi f(x)
diasumsikan analitik dalam interval a x b . Persamaan (2.17) dapat digunakan untuk
mengekspresikan

23
b

y2

f ( x ) dx = f ( x ) + yf ( x ) +
f ( x ) + L dy ,
h / 2
2!

h/2

(2.18)

dimana y = -h/2 dan y = +h/2 dapat dilihat untuk berhubungan dengan x = a dan x = b.
dengan membawa keluar integrasi dalam Pers. (2.18), kita dapatkan
b

f ( x ) dx = f ( x ) ( y )

h/2
h / 2

y2

+ f ( x )
2

h/2
h / 2

y3
1

f ( x )
2
3

h/2
h / 2

+L

1 3
= hf ( x ) +
h f ( x ) + L
24

(2.19)

substitusi x = a dan x = b ke Pers (2.17) didapat


2

f (a) = f ( x )

1h
h
f ( x ) + f ( x ) L ;
2
22

(2.20)

h
1h
f (b ) = f ( x ) + f ( x ) + f ( x ) + L ;
2
22

(2.21)

h
dimana nilai y pada x = a dan x = b diambil sebagai x x = a x = ; dan
2
xx =bx =+

h
. Tak ada (b a) = h, bagian kedua pada sebelah kanan Pers.(2.16)
2

dapat diekspresikan sebagai


h
h
1
f (a ) + f (b) h
(b a )
= f ( x ) f ( x ) + h 2 f ( x ) L + f ( x ) + f ( x )

2
2
8
2

2
1
1

+ h 2 f ( x ) + L = hf ( x ) + h 3 f ( x ) + L
8
8

(2.22)

Substitusikan Pers. (2.19) dan (2.22) ke Pers. (2.16) dan potong bagian turunan yang
berorder lebih tinggi, menjadi

r
1 3
1

E = hf ( x ) +
h f ( x ) + L hf ( x ) + h 3 f ( x ) + L
24
8

1
h 3 f ( x )
12

(2.23)

24
Ini menunjukkan bahwa kesalahan dari aturan Trapezoidal ( per segmen atau
langkah) proposional dengan f ( x ) dan h3. maka, kesalahan dapat dikecilkan dengan

mengecilkan nilai h = b a.
Kesalahan dalam aturan trapezoidal banyak segmen, Pers. (2.15) dapat dicari
dengan menjumlahkan kesalahan-kesalahan dari segmen individual (x0,x1), (x1,x2),,(xn1,xn).

karena jangkauan integrasi dibagi menjadi n segmen-segmen yang sama, kita

mendapat h =

ba
dan maka itu
n
1 ba
E

12 n

3 n

f ( x ),
i =1

(2.24)

dimana x i adalah titik tengah antara xi dan xi+1. Dengan mendeskripsikan sebuah nilai
rata-rata dari turunan kedua,
f =

1 n
f ( x i ),
n i =1

(2.25)

Pers. (2.24) dapat ditulis sebagai


2

1
(b a ) b a f = 1 (b a )h 2 f = O ( h 2 ).
12
12
n

(2.26)

Ini menunjukkan bahwa kesalahan dari aturan trapezoidal banyak segmen, Pers.
(2.15), proposional dengan h2 (karena (b - a) tetap).

2.4.4 Kesalahan Pemotongan pada Aturan Persegi

Prosedur yang telah ada dapat digunakan untuk mengevaluasi kesalahan


pemotongan dalam aturan persegi. Kesalahannya dapat diekspresikan, untuk segmen
sederhana a x b , sebagai

25
b

E=

f ( x ) dx

f ( a ) h , untuk Pers. (2.11)

(2.27)

f ( x ) dx f (b ) h , untuk Pers. (2.12)

(2.28)

dan
b

E=

dimana bagian pertama sebelah kanan dari Pers. (2.27) dan (2.28) menyatakan integral
yang sebenarnya dan bagian kedua merepresentasikan integral pendekatan yang
diberikan oleh aturan khusus persegi. Perpanjangan deret Taylor dari f(x) sekitar a
diberikan oleh
f ( x ) = f ( a ) + ( x a ) f ( a ) +

( x a) 2
f ( a ) + L
2!

(2.29)

integrasi dari Pers. (2.29) memunculkan


b

y2
f ( x ) dx = f ( a ) + yf ( a ) +
f ( a ) + L dy
2!

0
2
y h
y3 h

f
a
= f ( a ) y 0h + f ( a )
+
(
)
0
0 +L
2
6
h2
h3
= f ( a ) h + f ( a )
+ f ( a )
+ L,
2
6

(2.30)

dimana y = x a dan h = b a. Maka Pers. (2.27) memberikan


E = f ( a )

h2
h3
+ f ( a )
+ L.
2
6

(2.31)

Secara sama, perpanjangan deret Taylor dari f(x) sekitar b dapat diekspresikan sebagai
f ( x ) = f ( b ) ( b x ) f ( b ) +
Integrasi dari Pers (2.32) memunculkan

(b x ) 2
f (b ) L
2!

(2.32)

26
b

y2
f ( x ) dx = f (b ) y f (b ) +
f (b ) L dy
2!

0
2
y h
y3 h

f
b
= f (b ) y 0h f (b )
+
(
)
0
0 L
2
6
h2
h3
= f ( b ) h f ( b )
+ f (b )
L,
2
6

(2.33)

dimana y = b - x dan h = b a. Maka Pers. (2.28) memberikan


E = f ( b )

h2
h3
+ f (b )
L.
2
6

(2.34)

Pers. (2.31) dan (2.34) mengindikasikan bahwa kesalahan dari aturan persegi per
langkah proposional ke h2 dan f (a ) atau f (b ) . Dengan melanjutkan seperti pada
kasus aturan trapezoidal, kesalahan dalam sebuah aturan persegi banyak langkah dapat
diekspresikan sebagai
E=

1
(b a ) b a f = 1 (b a )hf , untuk Pers.(2.27)
2
2
n

(2.35)

dan

E=

1
(b a ) b a f = 1 (b a )hf , untuk Pers.(2.28)
2
2
n

(2.36)

dimana f da;am Pers. (2.35) dan (2.36) menyatakan nilai rata-rata dari turunan
pertama pada titik diskrit masing-masing a , x1 , x 2 , K , x n 1 dan x1 , x 2 , K , x n 1 , b . Ini
menunjukkan bahwa kesalahan dalam aturan persegi banyak langkah, Pers. (2.11) dan
(2.12) proposional ke h karena (b a) tetap.

2.4.5 Aturan Simpson

Keakuratan aturan trapezoidal dapat dibuktikan dengan menurunkan besar


langkah h ( atau menaikkan banyaknya segmen n). bagaimanapun juga, kesalahan

27
pembulatan menaik dengan sebuah penurunan dalam besar langkah h. Cara lain
mendapatkan estimasi yang lebih akurat dari sebuah integral adalah dengan
menggunakan polinomial dengan order lebih tinggi untuk pendekatan fungsi f(x).

2.4.6 Aturan Simpson 1/3

Seperti yang sebelumnya integral


b

I =

f ( x ) dx .

(2.37)

dievaluasi menggunakan sebuah parabola atau polinomial berorder dua untuk


pendekatan f(x). asumsikan bahwa a x i 1 x i x i +1 b , ketiga titik (xi-1,fi-1), (xi,fi)
dan (xi+1,fi+1), seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.12, digunakan untuk
mendeskripsikan sebuah polinomial berderajat dua, p2(x). Dengan membuat polinomial
p 2 ( x ) = c 2 x 2 + c1 x + c 0

(2.38)

Gambar 2.12 Aturan Simpson 1/3.

melewati tiga titik yang ditunjukkan pada Gambar 2.12, konstantanya c0, c1, dan c2 dapat
dicari. Kita ambil titik asal pada xi (x=0 pada xi) jadi xi-1 dan xi+1 masing-masing

28
berhubungan dengan h dan +h. pemilihan titik asal seperti ini tidak mempengaruhi
hasil akhir. Dengan menggunakan hubungan
Untuk xi-1,
p 2 ( x = h ) = f i 1 = c 2 ( h ) 2 + c1 ( h ) + c 0 = c 2 h 2 c1 h + c 0 ;

(2.39)

p 2 ( x = 0 ) = f i = c 2 ( 0 ) 2 + c1 ( 0 ) + c 0 = c 0 ;

(2.40)

Untuk xi,

Untuk xi+1,

p 2 ( x = h ) = f i +1 = c 2 ( h ) 2 + c 1 ( h ) + c 0 = c 2 h 2 + c1 h + c 0

(2.41)

solusi dari Pers. (2.39) hingga (2.41) dapat ditemukan, yaitu


c2 =

f i 1 2 f i + f i +1
f f i 1
, c1 = i + 1
, dan c 0 = f i .
2
2h
2h

(2.42)

Daerah dibawah polinomial berderajat dua p2(x) di antara xi-1 dan xi+1 dapat diditemukan
sebagai berikut:
I =

xi +1

x i 1

(c

x 2 + c1 x + c 0 dx

c2 3 h
c
( x ) h + 1 ( x 2 )
3
2
2
= c 2 h 3 + 2 c 0 h.
3
=

p 2 ( x ) dx =

h
h

+ c0 ( x)

h
h

(2.43)

Dengan mensubstitusikan untuk c2 dan c0 dari Pers. (2.42), Pers. (255) memberikan
I =

h
2 3 f i 1 2 f i + f i +1
h
+ 2 hf i = ( f i 1 + 4 f i + f i +1 ).
3
3
2h

(2.44)

1
1
bentuk dalam aturan Simpson 1/3 berdasarkan keberadaan faktor dalam Pers.
3
3
(2.44). Perhatikan bahwa dua segmen digunakan untuk menurunkan Pers. (2.44). maka,
untuk sebuah aplikasi banyak tingkat dari aturan Simpson 1/3, kita perlu membagi

29
jangkauan a x b ke dalam n segmen-segmen dengan lebar yang sama h =

ba
.
n

Banyaknya segmen harus merupakan angka genap jadi Pers. (2.44) dapat diaplikasikan
untuk kelompok-kelompok dua segmen. Integral dalam Pers. (2.37) bisa dievaluasi
sebagai
I =

n/2

j =1

f ( x ) dx . ( I )

(2.45)

dimana ( I ) j menyatakan nilai dari I berhubungan dengan j jumlah pasangan segmen


dan diberikan oleh Pers. (2.44) dengan i = 2j 1. Pers. (2.44) dan (2.45) menuju ke
I

n 1
n2

h
+
+
f
4
f
2
f i + f n .

0
i
3
i =1, 3 , 5 ,...
i 2 , 4 , 6 ,...

(2.46)

2.4.7 Aturan Simpson 3/8

Dalam metode ini, integral dievaluasi dengan pendekatan fungsi f(x) oleh sebuah
polinomial berderajat tiga, p3(x), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13. Dengan
mengasumsikan polinomial p3(x) sebagai
p 3 ( x ) = c 3 x 3 + c 2 x 2 + c1 x + c 0

(2.47)

konstantanya c0, c1, c2 dan c3 dapat dicari. Dengan membuat polinomial tersebut
melewati empat titik (xi-1,fi-1), (xi,fi), (xi+1,fi+1) dan (xi+2,fi+2). Dengan mengambil titik
asal pada xi (x=0 pada xi) jadi xi-1, xi+1 dan xi+2 dapat diasumsikan masing-masing
berhubungan dengan x = h, h, dan 2h. pemilihan titik asal seperti ini tidak
mempengaruhi hasil akhir. Dengan menggunakan hubungan
Untuk xi-1,
p 3 ( x = h ) = f i 1 = h 3 c 3 + h 2 c 2 hc 1 + c 0 ;

(2.48)

30
Untuk xi,
p 3 ( x = 0) = f i = c 0 ;

(2.49)

p 3 ( x = h ) = f i +1 = h 3 c 3 + h 2 c 2 + hc 1 + c 0 ;

(2.50)

p 3 ( x = 2 h ) = f i + 2 = 8 h 3 c 3 + 4 h 2 c 2 + 2 hc 1 + c 0

(2.51)

Untuk xi+1,

Untuk xi+2,

Gambar 2.13 Aturan Simpson 3/8.

Solusi dari Pers. (2.48) sampai (2.51) dapat dinyatakan sebagai


c0 = f i ;

(2.52)

c1 =

1
( f i + 2 + 6 f i + 1 3 f i 2 f i 1 ) ;
6h

(2.53)

c2 =

1
( f i 1 2 f i + f i +1 ) ;
2h 2

(2.54)

c3 =

1
( f i + 2 3 f i +1 + 3 f i f i 1 )
6h 3

(2.55)

31
Daerah ( I ) dibawah polinomoal berderajat tiga p3(x) diantara xi-1 dan xi+2 dapat
diditemukan sebagai berikut:
I =

2h

xi + 2

x i 1

( x ) dx =

(c

x 3 + c 2 x 2 + c1 x + c 0 dx

c 3 4 2 h c 2 3 2 h c1 2 2 h
( x ) h +
( x ) h + ( x ) h + c0 ( x)
4
3
2
c
c
c
= 3 (15 h 4 ) + 2 (9 h 3 ) + 1 (3h 2 ) + c 0 (3h ).
4
3
2
=

2h
h

(2.56)

Dengan mensubstitusikan dari c0 hingga c3 dari Pers. (2.52) hingga (2.55), Pers. (2.56)
memberikan
2 f i + f i 1
15 h 4 f i + 2 3 f i +1 + 3 f i f i 1
3 f

+ 3 h i +1

3
4
6h
2h

2
3h f i + 2 + 6 f i +1 3 f i 2 f i 1
+

3hf i
2
6h

3h
=
( f i + 2 + 3 f i +1 + 3 f i + f i 1 ).
8

I =

(2.57)

3
3
bentuk dalam aturan Simpson 3/8 berdasarkan keberadaan faktor dalam Pers.
8
8
(2.57). Perhatikan bahwa tiga segmen digunakan untuk menurunkan Pers. (2.57). maka,
untuk sebuah aplikasi banyak tingkat dari aturan Simpson 3/8, kita perlu membagi
jangkauan a x b ke dalam n segmen-segmen dengan lebar yang sama h =

ba
.
n

Banyaknya segmen harus merupakan kelipatan 3 jadi Pers. (2.57) dapat diaplikasikan
untuk kelompok-kelompok tiga segmen. Integral dalam Pers. (2.37) bisa dievaluasi
sebagai
b

I =

n/3

f ( x ) dx . ( I ) j ,
j =1

(2.58)

32
dimana ( I ) j merepreentasikan nilai dari I berhubungan dengan j jumlah kelompok tiga
segmen dan diberikan oleh Pers. (2.57) dengan i = 3j 2. Pers. (2.57) dan (2.58) menuju
ke
I

n2
n 3

3h
f
3
(
f
f
)
2
f i + f n .
+
+
+

0
i
i +1
8
i =1, 4 , 7 ,...
i 3 , 6 , 9 ,...

(2.59)

dapat ditunjukkan bahwa kesalahan pemotongan dalam penggunaan Pers. (2.59) dengan
order yang sama sengan aturan Simpson 1/3. tetapi penggunaan Pers. (2.59) memerlukan
banyaknya segmen merupakan kelipatan 3. maka, Pers. (2.59) jarang digunakan sendiri.
Seringkali kedua aturan Simpson 1/3 dan 3/8 digunakan bersamaan jadi banyaknya
segmen n, tidak perlu dibatasi sesuatu. Di lain pihak, bila banyaknya segmen ganjil,
aturan Simpson 3/8 dapat digunakan, misalnya, untuk tiga segmen pertama dan aturan
Simpson 1/3 dapat digunakan untuk banyaknya segmen genap sisanya.

2.4.8 Kesalahan Pemotongan pada Aturan Simpson

Seperti pada kasus trapzoidal, dasar kesalahan pemotongan dari aturan Simpson
1/3, melibatkan hanya dua segmen dalam interval a ke b, yang diberikan oleh
E=

ba
f ( x ) dx
f ( a ) + 4 f ( x ) + f (b ) ,
6

(2.60)

dimana bagian pertama dari sisi sebelah kanan Pers.(2.60) menyatakan integral yang
sebenarnya, dimana bagian kedua merepresentasikan integral pendekatan yang diberikan
oleh aturan Simpson 1/3 (lihat Gambar 2.14). kita dapat memperluas f(x) menggunakan
deret Taylor mengenai titik tengah dari jangkauan, x1, yaitu
f ( x ) = f ( x1 ) + yf ( x1 ) +

y2
y3
y4
y5
f ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L ,
2!
3!
4
5!

33
(2.61)
dimana y = x x1. Pers. (2.61) dapat digunakan untuk mengekspresikan integral dari f(x)
sebagai
b

y2
y3

+
+
+
(
)
(
)
(
)
f
x
y
f
x
f
x
f ( x1 )
1
1
h 1
2
6

y4
y5
+
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L dy ,
24
120 !

f ( x ) dx =

(2.62)

dimana y = -h dan y = h masing-masing berhubungan dengan x = a dan x = b. dengan


mengeluarkan integrasi dari Pers. (2.62), kita dapatkan
b

f ( x ) dx = f ( x1 )( y )

h
h

y2

+ f ( x1 )
2

h
h

y3

+ f ( x1 )
6

h
h

y4 h
y5 h
y6
h + f ( x1 )
h + f ( x1 )

+ f ( x1 )
24
120
720
h3
h5
= 2 hf ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L .
3
6

h
h

+L

(2.63)

Gambar 2.14 Kesalahan pemotongan Aturan Simpson.

Substitusikan x = a (y = -h), x = x1 (y = 0), dan x = b (y = h) ke Pers. (2.61)


menghasilkan

34
f ( a ) = f ( x1 ) h f ( x1 ) +

h2
h3
f ( x1 )
f ( x1 )
2
6

h4
h5
+
f ( x1 )
f ( x1 ) + L ;
24
120
f ( x1 ) = f ( x1 );

f (b ) = f ( x1 ) h f ( x1 ) +

(2.64)

(2.65)
h2
h3
f ( x1 ) +
f ( x1 )
2
6

h4
h5
+
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L .
24
120

(2.66)

sekarang bagian kedua dari sisi sebelah kanan dari Pers. (2.60) dapat diekspresikan,
menggunakan Pers. (2.64) hingga (2.66), menjadi

h2
h3
f ( x1 )
f ( x1 )
b a f ( x1 ) h f ( x1 ) +

2
6
6

h4
h5
+
f ( x1 )
f ( x1 ) + L + 4 f ( x1 )
24
120
h2
h3

+ f ( x1 ) + h f ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 )
2
6

h5
h4
+
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L .
24
120

ba
=

(2.67)

h4
2

6
(
)
(
)
+
+
f
x
h
f
x
f ( x1 ) + L .
1
1

12

Substitusikan Pers. (2.63) dan (2.67) ke dalam Pers. (2.60) dan potong bagian yang
melibatkan turunan yang lebih tinggi daripada pemberian kelima

35
3
5

ba
1ba
1 ba
E . 2
f ( x1 ) +
f ( x1 ) +

f ( x1 )
3 2
60 2
2

2
4

b a b a
b a 1 b a
(b a ) f ( x1 ) +

f ( x1 ) +

f ( x1 )
6 2
6 12 2

(2.68)

1
(b a ) 5 f ( x1 )
2880
1 5

h f ( x1 ).
90

ini menandakan bahwa kesalahan aturan Simpson 1/3 (per setiap pasangan segmen)
proposional ke h5 dan f ( x1 ) . Maka kesalahan akan jadi nol jika f(x) merupakan
sebuah polinomial berorder tiga, karena f = 0 .
kesalahan dalam aturan Simson 1/3 banyak segmen, Pers. (2.59), dapat ditemukan
dengan menjumlahkan kesalahan-kesalahan dari pasangan segmen individual (x0,x2),
(x2,x4), , (xn-2,xn):
h5
E
90

n 1

f ( x

j =1, 3 , 5 ,...

).

(2.69)

dengan mendeskripsikan sebuah nilai rata-rata dari turunan keempat, f , sebagai


f =

2 n 1
f ( x j )

n j =1, 3 , 5 ,...

(2.70)

Pers. (2.69) dapat diekspresikan sebagai berikut:


1 5n
h
f
90
2
1 4
h (b a ) f

180
O ( h 4 ).

(2.71)

Ini mengindikasikan bahwa kesalahan dalam aturan Simpson banyak segmen, Pers.
(2.46), proposional dengan h4, karena (b - a) tetap.

36
Dengan mengikuti pendekatan yang sama, kesalahan pemotongan dalam sebuah aturan
Simpson 3/8 banyak segmen juga dapat diperlihatkan proposional dengan h4.

2.5 Aturan Boole

Dalam metode ini, integral dievaluasi dengan pendekatan fungsi f(x) oleh sebuah
polinomial berderajat empat, p4(x). Dengan mengasumsikan polinomial p4(x) sebagai
p 4 ( x ) = c 4 x 4 + c 3 x 3 + c 2 x 2 + c1 x + c 0

(2.72)

konstantanya c0, c1, c2, c3 dan c4 dapat dicari. Dengan membuat polinomial tersebut
melewati lima titik (xi-2,fi-2), (xi-1,fi-1), (xi,fi), (xi+1,fi+1) dan (xi+2,fi+2). Dengan mengambil
titik asal pada xi (x=0 pada xi) jadi xi-2, xi-1, xi+1 dan xi+2 dapat diasumsikan masingmasing berhubungan dengan x = 2h, -h, h, dan 2h. pemilihan titik asal seperti ini tidak
mempengaruhi hasil akhir. Dengan menggunakan hubungan
Untuk xi-2,
p 4 ( x = 2 h ) = f i 2 = 16 h 4 c 4 8 h 3 c 3 + 4 h 2 c 2 2 hc 1 + c 0 ;

(2.73)

Untuk xi-1,
p 4 ( x = h ) = f i 1 = h 4 c 4 h 3 c 3 + h 2 c 2 hc 1 + c 0 ;

(2.74)

Untuk xi,
p 4 ( x = 0) = f i = c 0 ;

(2.75)

Untuk xi+1,
p 4 ( x = h ) = f i +1 = h 4 c 4 + h 3 c 3 + h 2 c 2 + hc 1 + c 0 ;

(2.76)

Untuk xi+2,
p 4 ( x = 2 h ) = f i + 2 = 16 h 4 c 4 + 8 h 3 c 3 + 4 h 2 c 2 + 2 hc 1 + c 0

(2.77)

37
Solusi dari Pers. (2.73) sampai (2.77) dapat dinyatakan sebagai
c0 = f i
c1 =

(2.78)

1
( f i +1 f i 1 ) ;
3h

(2.79)

c2 =

1
( f i 2 + 16 f i 1 30 f i + 16 f i +1 f i + 2 ) ;
24 h 2

(2.80)

c3 =

1
( f i + 2 f i 2 + 2 f i 1 2 f i +1 )
12 h 3

(2.81)

c4 =

1
( f i 2 4 f i 1 + 6 f i 4 f i +1 + f i + 2 )
24 h 4

(2.82)

Daerah ( I ) dibawah polinomial berderajat empat p4(x) diantara xi-2 dan xi+2 dapat
diditemukan sebagai berikut:
I =

2h

xi + 2

( x ) dx =

(c

x 4 + c 3 x 3 + c 2 x 2 + c1 x + c 0 dx

2h

xi 2

c
c4 5 2h
c
( x ) 2 h + 3 ( x 4 ) 2 h2 h + 2 ( x 3 )
5
4
3
c
c
= 4 ( 64 h 5 ) + 2 (16 h 3 ) + c 0 ( 4 h ).
5
3
=

2h
2h

c1 2
(x )
2

2h
2h

+ c0 ( x)

2h
2h

(2.83)

Dengan mensubstitusikan dari c0 hingga c3 dari Pers. (2.78) hingga (2.82), Pers. (2.83)
memberikan
64 h 4 f i 2 4 f i 1 + 6 f i 4 f i +1 + f i + 2

5
24 h 3

f i 2 + 16 f i 1 30 f i + 16 f i +1 f i + 2
+ 16 h 3
+ 4 hf i
24 h 2

2h
=
( 7 f i 2 + 32 f i 1 + 12 f i + 32 f i +1 + 7 f i + 2 ).
45

I =

(2.84)

Formula Newton-Cotes untuk polinomial berderajat empat ini sering disebut dengan
aturan Boole.

38
2.5.1

Rumus Newton-Cotes secara Umum

Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, rumus-rumus Newton-Cotes


diturunkan dengan menggunakan sebuah polinomial dengan order m untuk pendekatan
fungsi f(x), maka,
b

f ( x ) dx .

( x ) dx .,

(2.85)

dimana
p m ( x ) = c m x m + c m 1 x m 1 + L + c 2 x 2 + c1 x + c 0 .

(2.86)

Rumus-rumus integrasi numerik yang berhubungan dengan m = 0 (aturan


persegi), m = 1 (aturan trapezoidal), m = 2 (aturan Simpson 1/3), m = 3 (aturan Simpson
3/8), dan m = 4 (aturan Boole) telah diturunkan di Bagian 2.4 dan 2.5. Rumus-rumus
yang berhubungan dengan polinomial berorder lebih tinggi juga dapat diturunkan.
Estimasi kesalahan yang berhubungan dengan rumus mana saja juga dapat diturunkan
seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Sebuah ringkasan dari beberapa rumus-rumus
Newton-Cotes, bersama dengan estimasi keslahan yang berhubungan, diberikan pada
tabel 2.1

39

Tabel 2.1 Tabel beberapa rumus Newton-Cotes beserta estimasi kesalahannya.

2.6 Kuadratur Gauss

Sementara metode-metode dianggap memerlukan evaluasi dari integrand pada


interval yang sama, kuadratur Gauss dianggap memerlukan evaluasi integrand pada
interval tertentu, tapi tidak sama. kuadratur Gauss merupakan metode integrasi numerik
yang kuat dan keakuratannya jauh lebih tinggi daripada rumus-rumus Newton-Cotes.
Walau begitu, kuadratur Gauss tidak begitu berguna untuk mengintegrasikan fungsi
yang diberikan dalam bentuk tabel dengan interval equispace. Bentuk yang paling
terkenal dari kuadratur Gauss, dikenal sebagai kuadratur Gauss-Legendre, menggunakan
polinomial Legendre untuk pendekatan fungsi f(x). Metode ini menggunakan akar-akar
polinomial Legendre untuk melokasikan titik dimana integrand dievaluasi. Dalam
integrasi Gauss, integral dievaluasi dengan menggunakan rumus

40
b

f ( x ) dx . = wi f ( x i ),

(2.87)

i =1

Dimana n disebut banyaknya titik-titik Gauss, wi adalah koefisien yang tidak


diketahui, disebut juga weight, dan xi adalah nilai khusus dari x, disebut juga titik Gauss,
dimana integrand dievaluasi. Untuk n tertentu, nilai dari wi dan xi dipilih sehingga
rumusnya akan tepat untuk polinomial ke atas, termasuk derajat (2n 1). Misalnya
untuk n = 2, nilai dari w1, w2, x1, dan x2 dipilih agar rumusnya memberikan nilai tepat
dari integral untuk polinomial hingga derajat tiga.

2.6.1

Perubahan Koordinat

Seperti yang terlihat pada Pers. (2.87), integrasi Gauss memerlukan jangkauan
integrasi dari -1 hingga +1. untuk kenyamanan notasi, anggap saja, koordinat asli y dan
jangkauan integrasi f(y) dari a ke b. Maka perubahan
x=

2y a b
ba

(2.88)

Memberikan koordinat yang dinormalisasi x = -1, ketika y = a dan x = +1,


ketika y = b. Perubahan dari x ke y menjadi
y=

Dengan

memperhatikan

(b a ) x + a + b
2
bahwa

ba
dy =
dx ,
2

(2.89)

integral

aslinya

f(y) dy dapat ditulis kembali sebagai


a

f ( y ) dy =

f ( y)

dy
ba n
dx =
wi f ( yi ),
dx
2 i =1

(2.90)

41
Jika xi adalah titik Gauss dari koordinat yang dinormalisasi, nilai yang
berhubungan dengan yi dapat dinyatakan, menggunakan Pers. (2.89), sebagai
yi =

(b a ) x i + a + b
.
2

(2.91)

Karena weight, wi , tetap sama, integral dapat dievaluasi menggunakan ekspresi


sisi sebelah kanan Pers. (2.90).

2.6.2 Ciri sebuah rumus Gauss

Pemikiran utama di belakang integrasi Gauss adalah bahwa di dalam pemilihan


sebuah rumus
b

i =1

y( x) dx ~ Ai y( xi )

(2.92)

Maka mungkin merupakan hal yang bijaksana untuk tidak menetapkan argumenargumen xi yang tak berjarak antara sama. Banyak integral yang melibatkan fungsifungsi analitik yang cukup dikenal yang dapat dihitung untuk sembarang argumen dan
dengan ketelitian yang cukup besar. Di dalam kasus-kasus seperti itu, maka akan
berguna bagi kita untuk menanyakan pilihan xi dan Ai yang manakah yang bersama-sama
akan memberikan ketelitian maksimum. Terbukti bahwa akan memudahkan kita untuk
membicarakan rumus yang sedikit lebih umum, yakni
b

i =1

w( x) y( x) dx ~ Ai y( xi )

(2.93)

dimana w(x) adalah fungsi bobot yang akan ditentukan kelak. Bila w(x) = 1 maka kita
memperoleh rumus asli yang lebih sederhana.

42
Satu pendekatan kepada rumus Gauss seperti itu adalah dengan mencari
ketelitian yang sempurna bila y(x) adalah salah satu dari fungsi-fungsi pangkat 1, x,
x2, ..., x2n-1. Ini menyediakan 2n persyaratan untuk menentukan 2n bilangan, yakni xi dan
Ai. Ternyata,
b

Ai = w( x) Li ( x) dx

(2.94)

Dimana Li(x) adalah fungsi pengali Langrangre. Argumen-argumen x1, ..., xn


adalah titik-titik nol dari polinomial pn(x) yang berderajat n yang termasuk pada sebuah
kelompok yang mempunyai sifat ortogonalitas
b

w( x) p

( x) p m ( x) dx = 0 untuk m n

(2.95)

Polinomial-polinomial ini bergantung pada w(x). Dengan demikian maka


fungsi bobot tersebut akan mempengaruhi keduanya Ai dan xi tetapi tidak akan muncul
secara eksplisit di dalam rumus Gauss.

2.6.3 Rumus Gauss-Legendre

Rumus ini diperoleh bila w(x) = 1. inilah prototip metode Gauss. Sudah lazim
menormalisasikan interval (a,b) menjadi (-1,1). Maka polinomial-polinomial ortogonal
tersebut adalah polinomial-polinomial Legendre
Pn ( x) =

1 dn 2
( x 1) n
n
2 n n! dx

(2.96)

Dengan P0(x) = 1. Bilangan-bilangan xi adalah titik-titik nol dari polinomial ini


dan koefisien-koefisien tersebut adalah

43
2

Ai =

2(1 xi )

n 2 [Pn 1 ( xi )]

(2.97)

Tabel-tabel yang memberikan xi dan Ai biasanya tersedia, yang akan


disubstitusikan secara langsung ke dalam rumus Gauss-Legendre
b

i =1

y( x) dx ~ Ai y( xi )

(2.98)

Berbagai sifat polinomial Legendre akan diperlukan di dalam pengembangan


hasil-hasil ini termasuk yang berikut:
1

Pn ( x) dx = 0 untuk k = 0, 1, ..., n-1

(2.99)

n
x Pn ( x) dx =

2 n +1 (n!) 2
(2n + 1)!
2

(2.100)

[P ( x)] dx = 2n + 1

(2.101)

( x) Pn ( x) dx = 0 untuk m n

(2.102)

1
1

Pn(x) mempunyai n titik nol riil di dalam (-1,1)


(n + 1) Pn +1 ( x) = (2n + 1) xPn ( x) nPn 1 ( x)

(2.103)

(t x) (2i + 1) Pi ( x) Pi (t ) = (n + 1)[Pn +1 (t ) Pn ( x) Pn (t ) Pn +1 ( x)]

(2.104)

i =0

Pn ( x)

xx

dx =

2
(n + 1) Pn +1 ( x k )

(1 x 2 ) Pn ( x) + nxPn ( x) = nPn 1 ( x)

(2.105)
(2.106)

Perkiraan Lanczos mengenai besarnya kesalahan pemotongan untuk rumus


Gauss-Legendre akan dinyatakan dalam bentuk

44

E~

n
1

y
(
1
)
y
(
1
)
I
Ai xi y ( xi )

2n + 1
i =1

(2.107)

Dimana I adalah integral aproksimasi yang didapatkan dengan menggunakan


rumus n titik Gauss. Perhatikan bahwa suku

melibatkan pemakaian rumus yang

sama kepada fungsi xy(x). Perkiraaan kesalahan ini kelihatannya cukup teliti untuk
fungsi-fungsi yang licin.

2.6.4 Turunan dari Rumus Gauss Dua Titik

Rumus integrasi Gauss dua titik diberikan dari [Pers. (2.87) dengan n = 2]
1

f ( x ) dx . = w

f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ),

(2.108)

Dimana evaluasi dari keempat w1, w2, x1, dan x2 yang tidak diketahui membutuhkan
penggunaan empat kondisi. Karena n = 2, rumusnya harus memberikan nilai yang tepat
bagi polinomial berorder tiga dan dibawahnya. Dengan memaksakan rumus agar tepat
untuk polinomial tersebut, f(x) = 1, x, x2, dan x3, kita dapatkan persamaan-persamaan
berikut:
Ketika f(x) = 1,
1

f ( x ) dx . = 1 dx = 2

(2.109)

= w1 f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ) = w1 + w 2 .

Ketika f(x) = x,
1

x2

= 0
=
=
f
(
x
)
dx
.
x
dx

2 1
1
1
= w1 f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ) = w1 x1 + w 2 x 2 .
1

(2.110)

45
Ketika f(x) = x2,
x3

=
=
f
(
x
)
dx
.
x
dx

3
1
1
1

2
=
1 3

(2.111)
2

= w1 f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ) = w1 x1 + w 2 x 2 .

Ketika f(x) = x3,


x4

f
(
x
)
dx
.
=
x
dx
=

4
1
1
1

= 0
1

(2.112)
3

= w1 f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ) = w1 x1 + w 2 x 2 .

Karena limit integrasi, -1 dan +1 simetris sekitar x = 0, kita harap x1, x2 juga
simetris sekitar x = 0. dengan menganggap x2 = -x1, kita dapatkan lanjutan dari Pers.
(2.109) dan (2.110):
w1 = w2 = 1.
Nilai ini secara otomatis memenuhi Pers. (2.111) dan Pers. (2.112) memberikan
2

x1 =

1
,
3

Dari situ kita dapatkan


x1 =

1
3

= 0 .5773502691 89626

Dan
x 2 = x1 =

1
= 0 .5773502691 89626
3

2.6.5 Prosedur Umum

Walaupun turunan dari rumus integrasi Gauss dua titik tidak rumit, turunan dari
sebuah rumus yang menggunakan lebih dari dua titik Gauss, lumayan sulit.

46
Bagaimanapun juga, prosedur umum untuk menemukan wi dan xi melibatkan beberapa
langkah berikut:
1. Titik-titik Gauss x1, x2, ..., xn adalah akar-akar dari polinomial Legendre dengan
derajat n, Pn(x). Polinomial-polinomial Legendre ortogonal pada interval [-1,1],
sehingga
1

P ( x) P
n

( x ) dx = 0;

nm

Dan
1

{P ( x )} dx = c ( n ) 0
2

(2.113)

Dimana c(n) adalah sebuah konstan yang nilainya tergantung dari n. Polinomialpolinomial Legendre dinyatakan dengan
P0(x) = 1,
P1(x) = x,
Dan
2n 1
n 1
Pn ( x) =
x Pn 1 ( x)
Pn 2 ( x); n = 2,3,4,...
n
n

(2.114)

Secara umum, polinomial acak manapun yang berderajat n, pn(x), dapat


direpresentasikan dengan sebuah kombinasi linear dari polinomial Legendre
sebagai
n

p n ( x) = i Pi ( x),
i =0

Dimana i adalah konstan.

(2.115)

47
2. Weight wi dapat dihitung sebagai
2

wi =

2(1 xi )

{nPn1 ( xi )}2

(2.116)

Walaupun komputasi biasa dari xi dan wi agak rumit, nilai-nilai dari xi dan wi
untuk berbagai nilai n telah dibuat dan diberikan dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2 Tabel titik-titik Gauss, weight dan estimasi kesalahannya.

Nilai-nilai dalam tabel 2.2 didapat dari :


Rumus Gauss- Legendre 1 titik
1

( x) x

dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1

wk =

2(1 x k )

{nPn1 ( x k )}2

Untuk 1 titik, berarti n = 1.


Di sini polinomial (x) tersebut adalah polinomial pangkat satu atau persamaan linear,
katakanlah (x) = a + x. Integrasi akan menghasilkan

48
2a = 0

Yang dengan cepat akan menghasilkan a = 0. Ini membuat

( x) = x
Maka argumen kolokasinya adalah
xk = 0
Dan
wk = 2

Rumus Gauss- Legendre 2 titik


1

( x) x

dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1

wk =

2(1 x k )

{nPn1 ( x k )}2

Untuk 2 titik, berarti n = 2.


Di sini polinomial (x) tersebut adalah polinomial pangkat dua atau persamaan kuadratik,
katakanlah (x) = a + bx + x2 . Integrasi akan menghasilkan
2a +

2
= 0,
3

2
b=0
3

Yang dengan cepat akan menghasilkan b = 0, a = -1/3. Ini membuat

( x) = x 2 (1 / 3) x = ( x + 1 / 3 )( x 1 / 3 )
Maka argumen kolokasinya adalah
xk = 1 / 3,

1/ 3

= 0.577350269189626, 0.577350269189626

Dan

49
wk = 1, 1

Rumus Gauss- Legendre 3 titik


1

( x) x

dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1

wk =

2(1 x k )

{nPn1 ( x k )}2

Untuk 3 titik, berarti n = 3.


Di sini polinomial (x) tersebut adalah polinomial pangkat tiga, katakanlah (x) = a +
bx + cx2 + x3. Integrasi akan menghasilkan
2
2a + c = 0,
3

2
2
b + = 0,
3
5

2
2
a+ c=0
3
5

Yang dengan cepat akan menghasilkan a = c = 0, b = -3/5. Ini membuat

( x) = x 3 (3 / 5) x = ( x + 3 / 5 ) x( x 3 / 5 )
Maka argumen kolokasinya adalah
x k = 3 / 5 , 0,

3/ 5

= 0.774596669241483, 0, 0.774596669241483

Dan
wk = 0.555555555555556, 0.888888888888889, 0.555555555555556

Rumus Gauss- Legendre 4 titik


1

( x) x

dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1

50
2

wk =

2(1 x k )

{nPn1 ( x k )}2

Untuk 4 titik, berarti n = 4.


Di sini polinomial (x) tersebut adalah polinomial pangkat empat, katakanlah (x) = a +
bx + cx2 + dx3 + x4. Integrasi akan menghasilkan
2
2
2a + c + = 0,
3
5

2
2
b + d = 0,
3
5

2
2
2
a + c + = 0,
3
5
7

2
2
b+ d =0
5
7

Yang akan menghasilkan b = d = 0, a = 3/35, c = -6/7. Ini membuat

( x) = x 4 (6 / 7) x 2 + (3 / 35)
= 35 x 4 30 x 2 + 3

Maka argumen kolokasinya adalah


15 + 2 30
15 2 30 15 2 30 15 + 2 30
,
,
,
35
35
35
35
= 0.861136311594053, 0.339981043584856, 0.3399810435848456,
0.861136311594053

xk =

Dan
wk = 0.347854845147454, 0.652145154862546, 0.652145154862546,
0.347854845147454

Rumus Gauss- Legendre 5 titik


1

( x) x

dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1

wk =

2(1 x k )

{nPn1 ( x k )}2

Untuk 5 titik, berarti n = 5.

51
Di sini polinomial (x) tersebut adalah polinomial pangkat lima, katakanlah (x) = a +
bx + cx2 + dx3 + ex4 + x5. Integrasi akan menghasilkan
2
2
2a + c + e = 0,
3
5

2
2
2
b + d + = 0,
3
5
7

2
2
2
a + c + e = 0,
3
5
7

2
2
2
b + d + = 0,
5
7
9

2
2
2
a+ c+ e=0
5
7
9
Yang akan menghasilkan a = c = e = 0, b = 5/21, d = -10/9. Ini membuat

( x) = x 5 (10 / 9) x 3 + (5 / 21) x
= 63 x 5 70 x 3 + 15 x

Maka argumen kolokasinya adalah

35 + 2 70
35 2 70
35 2 70 35 + 2 70
,
, 0,
,
63
63
63
63
= 0.906179845938664, 0.538469310105683, 0, 0.538469310105683,

xk =

0.906179845938664
Dan
wk = 0.236926885056189, 0.478628670499366, 0.568888888888889,
0.478628670499366, 0.236926885056189

Rumus Gauss- Legendre 6 titik


1

( x) x

dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1

wk =

2(1 x k )

{nPn1 ( x k )}2

Untuk 6 titik, berarti n = 6.


Di sini polinomial (x) tersebut adalah polinomial pangkat lima, katakanlah (x) = a +
bx + cx2 + dx3 + ex4 + fx5 + x6. Integrasi akan menghasilkan

52
2
2
2
2a + c + e + = 0,
3
5
7
2
2
2
b + d + f = 0,
5
7
9

2
2
2
b + d + f = 0,
3
5
7

2
2
2
2
a + c + e + = 0,
3
5
7
9

2
2
2
2
a + c + e + = 0,
5
7
9
11

2
2
2
b+ d +
f =0
7
9
11

Yang akan menghasilkan b = d = f = 0, a = -5/231, c = 5/11, e = -15/11. Ini membuat

( x) = x 6 (15 / 11) x 4 + (5 / 11) x 2 (5 / 231)


= 231x 6 315 x 4 + 105 x 2 5

Maka argumen kolokasinya adalah


x k = 0.932469514203152, 0.661209386466265, 0.238619186083197
0.238619186083197, 0.661209386466265, 0.932469514203152
Dan
wk = 0.171324492379170, 0.360761573048139, 0.467913934572691,
0.467913934572691, 0.360761573048139, 0.171324492379170

2.6.6

Estimasi Kesalahan

Kesalahan (E) dalam rumus Gauss n titik ( secara lebih akurat, rumus Gauss
Legendre) adalah
E

2 2 n +1{( n)!}4
f ( 2 n ) ( ); 1 < < 1.
(2n + 1){(2n)!}3

(2.117)

Seperti yang ditetapkan sebelumnya, rumus n titik mengintegrasikan sebuah


polinomial dengan derajat (2n 1) secara tepat, karena turunan dari order (2n), f(2n),
adalah nol dalam kasus ini. Asumsikan skala dari order yang lebih tinggi menurun (atau
menaik secara lambat) dengan menaikkan nilai n, rumus Gauss secara signifikan lebih
akurat daripada rumus Newton-Cotes.

53
2.7

Aturan Adaptive Simpson

Banyak integrand berubah-ubah dalam kemulusan mereka dalam titik yang berbeda
pada interval integrasi [a,b]. Sebagai contoh, dengan
1

I = x dx
0

integrandnya memiliki kemiringan yang tak terbatas pada x = 0, tetapi fungsinya


berkelakuan baik pada titik x dekat 1. Kebanyakan metode integrasi numerik
menggunakan sebuah jaringan titik-titik node seragam, dimana, ketebalan dari titik-titik
node hampir menyamai keseluruhan integrasi interval. Hal ini termasuk campuran rumus
Newton-Cotes, kuadratur Gauss, metode Patterson dan integrasi Romberg. Ketika
integrand berkelakuan tidak baik pada beberapa titik dalam interval [a,b], banyak
titik-titik node harus ditempatkan di dekat untuk mengimbangi hal tersebut. Tetapi
hal ini menuntut lebih banyak titik-titik node yang perlu digunakan pada seluruh bagian
lain dari [a,b]. Integrasi adaptive mencoba untuk meletakkan titik-titik node berdasarkan
kelakuan bentuk integrand, dengan ketebalan titik-titik node menjadi lebih besar di dekat
titik-tik yang berkelakuan tidak baik.
Konsep dasar dari integrasi adaptive akan dijelaskan menggunakan aturan
adaptive Simpson yang disederhanakan. Untuk melihat lebih seksama mengapa
penempatan variabel itu perlu, anggap aturan Simpson dengan penempatan node-node
sebagai berikut:
n/2 x
2 j x2 j 2

f
(
x
)
dx
I
(
f
)

6
j =1 x2 j 2
j =1

n / 2 x2 j

I( f ) =

dengan x 2 j 1 =

(x

2 j 2

+ x2 j )
2

( f 2 j 2 + 4 f 2 j 1 + f 2 j )

. Menggunakan E n ( f )

h4
~
f (3) (b) f (3) (a) E n ( f ) ,
180

54
I( f ) In ( f ) =

1 n/2
( x2 j x2 j 2 ) 5 f ( 4) ( j )
2880 j =1

(2.118)

dengan x 2 j 2 < j < x 2 j . Secara jelas, pilih x2j x2j-2 berdasarkan ukuran dari f ( 4 ) ( j ) ,
yang mana tidak diketahui secara umum. Jika f(4)(x) merubah sangat besar dalam jarak,
jangan tempatkan pada [a,b]
sebagai notasi, memperkenalkan

I , = f ( x) dx

I (1,) =

h
+
f ( ) + 4 f
+ f ( )

3
2

I ( 2, ) = I (1,) + I (1, )

h=

+
2

untuk mendeskripsikan algoritma adaptive untuk menghitung


b

I = f ( x) dx
a

kita gunakan definisi rekursif. Anggap bahwa diberikan > 0, dan kita ingin
menemukan sebuah integral pendekatan I dimana
I I <
mulai dengan menyatakan = a dan = b . Hitung I (1,) dan I ( 2, ) , jika
I ( 2, ) I (1,) <

(2.119)

lalu terima I ( 2, ) sebagai pendekatan integral adaptive ke I , . Atau sebaliknya nyatakan


integral adaptive untuk I , sama dengan jumlah integral-integral adaptive untuk I ,
dan I , , = ( + ) / 2 , masing-masing dihitung dengan toleransi kesalahan / 2.

55
Pada implementasi sebenarnya sebagai sebuah program komputer, banyak
pembatasan tambahan yang termasuk sebagai pelindung, dan estimasi kesalahannya
biasanya jauh lebih rumit. Semua evaluasi fungsi ditangani secara hati-hati untuk
memastikan bahwa integrand tidak pernah dievaluasi dua kali pada titik yang sama. Hal
ini membutuhkan sebuah prosedur stack yang pintar untuk nilai-nilai f(x) yang harus
disimpan sementara karena akan dibutuhkan lagi di perhitungan yang akan datang.

2.8

Integrasi Numerik dalam Daerah Dua Dimensi

Dalam banyak situasi teknik dan praktis lainnya, kita perlu untuk mengevaluasi
integral daerah dengan dua atau tiga dimensi. Jika sebuah integral lipat dua harus
dievaluasi untuk daerah yang ditunjukkan pada Gambar 2.15, kita memiliki
I = f ( x, y ) dx dy =

q ( x )

(
,
)
f
x
y
dy

dx,
p ( x )

(2.120)

Dimana A menyatakan daerah integrasi yang ditunjukkan pada Gambar 2.15 Pers.
(2.120) dapat diekspresikan sebagai
b

I = X ( x) dx,
a

(2.121)

56

Gambar 2.15 Evaluasi dari sebuah integral lipat dua.

Dimana fungsi, X(x), adalah


q( x)

X ( x) =

f ( x, y) dy..

(2.122)

p( x)

Untuk mengevaluasi integral dalam Pers. (2.121), pertama-tama kita membagi


daerah integrasi menjadi n buah segmen yang memiliki lebar yang sama (hx) sepanjang
sumbu x, dan menjadi m buah segmen yang memiliki lebar yang sama sepanjang sumbu
y pada nilai tertentu dari xi. (Lihat Gambar 2.15). Lalu kita dapat menggunakan metode
integrasi apapun yang telah dideskripsikan dalam bagian sebelumnya. Misalnya,
kuadratur Gauss-Legendre yang digunakan, kita anggap integral lipat dua dalam bentuk
1

I =

1 1

Dan dievaluasi seperti berikut

f ( x, y ) dx dy

(2.123)

57
1

f
x
y
dx
dy
=
wi f ( xi , y )dy
(
,
)
1
1 1
i =1

I =

n
n

= w j wi f ( xi , y j )
j =1
i =1

(2.124)

= wi w j f ( xi , y j ).
i =1 j =1

Disini, weight wi (wj) dan titik-titik Gauss xi (dan yj) sama seperti yang diberikan
dalam tabel 2.2. Perhatikan bahwa banyaknya titik integrasi pada setiap arah
diasumsikan sama. secara jelas, tidaklah diperlukan, dan tekadang, hal tersebut
merupakan keuntungan menggunakan berbagai jumlah titik integrasi pada setiap arah.
Integral dari Pers. (2.120), dimana limit integrasi bukan -1 dan +1, kita dapat
menggunakan perubahan koordinat sama dengan yang telah dideskripsikan dalam Pers.
(2.88) dan (2.89).

2.9

Volume Benda Putar

Penerapan integrasi dalam bidang teknik ada banyak sekali, salah satunya adalah
untuk menghitung volume benda putar. Benda putar adalah suatu benda yang dapat
dihasilkan dari suatu garis yang diputar 360 derajat mengelilingi suatu sumbu tertentu
dan benda tersebut simetris terhadap sumbu yang dikelilingi tersebut. garis tersebut
dapat berbagai macam, bisa garis lurus maupun berupa kurva.
Jika bentuk bidang yang dibatasi oleh kurva y = f(x), sumbu x, dan ordinat pada x
= a dan x = b diputarkan satu putaran penuh mengelilingi sumbu x, maka akan diperoleh
sebuah benda putaran yang simetris terhadap OX.
Misalkan V adalah volume benda putaran yang terbentuk

58

Gambar 2.16. Volume benda putaran yang terbentuk oleh fungsi f(x).

Untuk mendapatkan V, pertama-tama kita tinjau dahulu sebuah pita sempit


dalam bentuk bidang semula.

Gambar 2.17. Pita sempit dalam bentuk bidang.

Volume yang dibentuk oleh pita tersebut volume yang dibentuk oleh pita
persegi panjang di bawahnya, yaitu

V y 2 x

(2.125)

Tepat, karena benda yang terbentuk berupa silinder pipih.


Jika seluruh bentuk bidang kita bagi-bagi menjadi sejumlah pita yang seperti
itu, setiap pita akan menghasilkan silindernya sendiri, masing-masing dengan volume

y 2 x.

59

Gambar 2.18 Benda putar dibagi menjadi beberapa pita silinder.


x =b

Volume total, V y 2 x
x=a

Kesalahan dalam pendekatan di atas ditimbulkan oleh bagian luas di atas


persegi panjang yang menyebabkan benda putarannya nampak berundak-undak seperti
tangga. Tetapi jika x 0 , kesalahan ini hilang, sehingga akhirnya
b

V = y 2 dx

(2.126)

Volume benda putaran yang terbentuk jika bentuk bidang yang dibatasi oleh
kurva y = f(x), sumbu x, dan ordinat pada x = a dan x = b diputarkan satu putaran penuh
mengelilingi sumbu y diberikan oleh
b

V = 2 x y dx
a

(2.127)

60
2.10 Volume Benda Padat

Gambar 2.19 Benda padat yang diambil salah satu bagiannya.

Ambil bidang y = y0, y = y0 tegak lurus pada poros y. Penampang antara benda
dan y0 mempunyai luas Li (bidang arsir)

Gambar 2.20 Penampang antara benda dan y0.

Jika ada bidang di samping, maka luas bidang:


a

f ( x) dx =

lim f ( )x
y 0
n

n N

i =1

(2.128)

Sehingga dapat disimpulkan volume benda tipis yang tebalnya y i dan luas Li
adalah Li ( xi y i ) . y i (luas * lebar). Maka, volume keseluruhan

61

lim L ( x y ) . y
y 0
n

i =1

n= N

(2.129)

Volume benda =

L( x, y) dy
a

L ( x, y ) =

g2 ( y)

F ( x, y) dx

g1 ( y )

Sehingga
b g2 ( y)

Volume = F ( x, y ) dx dy . Ini adalah Integral berulang (Iterated Integral)

a g1 ( y )

Volume benda padat


V=

g2 ( y)

g1 ( y )

F ( x, y ) dx dy

(2.130)

Anda mungkin juga menyukai