BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Analisis Numerik
Analisis numerik merupakan bagian dari bahan pelajaran mutakhir mengenai
Algorithm
Output
Information
2.1.1
Metode Numerik
Metode numerik adalah salah satu alternatif pencarian jawaban dalam
permasalahan matematika yang tidak dapat diselesaikan secara analisis. Tujuan dari
metode ini adalah mencari metode yang terbaik untuk memperoleh jawaban yang
berguna dari persoalan matematika dan untuk menarik informasi yang berguna dari
berbagai jawaban yang dapat diperoleh.
7
Menurut Djojodihardjo (2000, p2) dalam mengerjakan metode numerik terdapat
beberapa cara pendekatan, yaitu:
a.
b.
Mengusahakan
diperolehnya
jawab
pendekatan
dari
persoalan
yang
perumusannya eksak.
c.
Perumusan secara tepat dari model matematik dan model numerik yang berkaitan
b.
c.
dukungan teknologi komputer. Inilah alasan mengapa kita perlu mempelajari Metode
Numerik.
9
Penggunaan
pemrosesan dan sistem telah berkembang pada tahap yang sangat cepat pada beberapa
tahun belakangan ini. Ketersediaan tenaga perhitungan yang sangat cepat membuat
solusi numerik dari masalah-masalah teknis yang
diselesaikan.
Penggunaan Metode Numerik dalam perteknikan dapat dianggap sebagian sains,
sebagian seni. Prosedur yang sesuai buku tidak akan efektif dalam mempelajari metode
tersebut. Oleh karena itu, penulis harus menyelesaikan masalah menggunakan
pendekatan yang berbeda dan berbagai sistem piranti lunak dan percobaan dengan
berbagai parameter-parameter masalah tersebut.
Hasil berbeda yang didapatkan melalui proses ini akan membentuk dasar
percobaan untuk memilih metode yang sosok dan menafsirkan hasil-hasil bagi sebuah
masalah baru. .
Kebanyakan masalah-masalah analisis perteknikan melibatkan:
1.
2.
3.
4.
persamaan-persamaan
utama
mungkin
merupakan
sebuah
himpunan
10
persamaan transenden, sebuah himpunan persamaan-persamaan diferensial biasa atau
parsial, sebuah himpunan persamaan-persamaan homogen yang menuju masalah nilai
eigen, atau sebuah persamaan yang melibatkan integral atau turunan. Kita mungkin bisa,
atau mungkin tidak bisa untuk menemukan solusi persamaan utama secara analitik. Jika
solusinya dapat direpresentasikan dalam bentuk sebuah ekspresi matematika yang
tertutup, hal ini disebut sebuah solusi analitik. Solusi analitik menandakan solusi-solusi
tepat yang dapat digunakan untuk mempelajari kebiasaan sistem dengan berbagai
macam parameter-parameter. Sayangnya, hanya sedikit sistem praktis yang mengarah ke
solusi analitik, oleh karena itu solusi analitik penggunaannya terbatas. Dalam beberapa
masalah-masalah yang bertipe khusus, solusi grafis dapat ditemukan untuk mempelajari
kebiasaan sistem. Bagaimanapun juga, solusi grafis biasanya kurang akurat,
penggunaannya kaku, hanya dapat diimplementasikan jika dimensi masalahnya kurang
atau sama dengan tiga, dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Solusi-solusi numerik
adalah hal-hal yang tidak dapat diekspresikan dalam bentuk ekspresi-ekspresi
matematika.. solusi ini hanya dapat ditemukan menggunakan jenis proses perhitungan
intensif yang cocok, yang dikenal sebagai Metode Numerik. Sebagai contoh, anggap
integral
b
I1 = xe x dx .
2
(2.1)
1 2
I1 = e x
2
b
a
2
2
1 2 1 2 1
= e b + e a = e a e b
2
2
2
(2.2)
11
I2 =
f ( x ) dx = e
x2
(2.3)
dx .
tidak memiliki solusi (analitik) tertutup.integral ini hanya dapat dievaluasi secara
numerik. Karena integral sama dengan daerah dibawah kurva f(x), maka nilainya bisa
diestimasi dengan memecah-mecah daerah di bawah kurva menjadi persegi-persegi kecil
dan menambah daerah-daerah persegi-persegi tersebut. (lihat Gambar2.3.). Karena
metode
numerik
melibatkan
sejumlah besar
perhitungan
aritmatik
monoton,
12
2.2 Integrasi Numerik
Solusi dari banyak masalah-masalah teknik membutuhkan evaluasi sebuah
integral. Jika fungsi yang diintegralkan terlalu rumit atau jika nilai fungsinya hanya
diketahui pada nilai diskrit dari variabel independen, maka teknik integrasi numerik
digunakan. Pada dasarnya, variasi fungsi (yang diintegralkan) diasumsikan sebagai
sebuah polinomial sederhana daripada sebuah interval diskrit, dan lalu integral tersebut
dievaluasi sebagai jumlah daerah-daerah di bawah polinomial yang diasumsikan
daripada berbagai macam interval diskrit. Sebagai contoh, jika integral pasti seperti yang
terlihat pada Pers. (2.3), integral numeriknya dapat dievaluasi sebagai (Gambar 2.3)
I 2 A1 + A2 + A3 + L + A8
(2.4)
I =
f ( x ) dx .
(2.5)
dimana fungsi f(x) disebut integrand dan a dan b disebut limit dari integrasi. Jika fungsi
f(x) kontinu, terbatas, dan berada di antara jangkauan integrasi a x b , integral (I)
dapat di evaluasi menggunakan teknik matematika yang tersedia. Jika f(x) merupakan
fungsi sederhana seperti sebuah fungsi polinomial, sebuah fungsi eksponensial, atau
sebuah fungsi trigonometri, integral-integral ini terkenal dari kalkulus. Jika f(x)
13
melibatkan fungsi-fungsi yang lebih rumit, seringkali, tabel standar integral dapat
digunakan untuk mengevaluasi integral (I) dalam bentuk tertutup. Jika tersedia ekspresi
analitik atau bentuk tertutup untuk integral-integral, maka akan sangat berharga, karena
ekspresi tersebut pasti dan tidak ada kesalahan yang terlibat dalam evaluasinya. Sebagai
tambahan, akibat dari berubahnya beberapa parameter fisis dari masalah teknik pada
integral dapat dipelajari secara mudah. Ekspresi bentuk tertutup integral (I) dapat
digunakan untuk memverifikasi keakuratan integrasi numerik.
Di lain pihak, fungsi f(x) mungkin merupakan sebuah fungsi kontinu rumit yang
sulit atau tidak mungkin diintegrasi dalam bentuk tertutup; mungkin diketahui hanya
dalam sebuah bentuk tabel/daftar, dimana nilai x dan f(x) tersedia pada sejumlah titiktitik diskrit pada interval a ke b. limit dari integrasi mungkin tak tebatas atau fungsi f(x)
mungin diskontinu atau mungkin menjadi tak terbatas pada beberapa titik pada interval a
ke b. pada semua kasus ini, integral (I) dapat dievaluasi hanya secara numerik.
14
Gambar 2.5 Evaluasi dari sebuah integral menggunakan jaring atau kertas grafik.
Integral dari sebuah fungsi f(x) diantara limit-limit a dan b pada dasarnya
menunjukkan daerah di bawah kurva f(x) diantara a dan b seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 2.4. integrasi juga dikenal sebagai kuadratur. Sebuah pendekatan
sederhana, perseptif untuk mengevaluasi integral dalam Pers.(2.5) adalah dengan
meletakkan fungsi f(x) pada sebuah jaring atau kertas grafik dan hitung jumlah kotak
atau persegi yang mengestimasi daerah di bawah kurva f(x). (lihat Gambar 2.5). Hasil
dari banyaknya kotak-kotak dan daerah dari setiap kotak memberikan sebuah estimasi
dari seluruh jumlah daerah di bawah kurva (mis, integral, I). pengestimasian ini dapat di
buktikan, jika perlu, mengguanakan sebuah jaring yang lebih baik. Bagaimanapun juga
metode yang digunakan sangat tidak praktis dan tidak akurat di alam banyak kasus.
2.3
Sumber-sumber Kesalahan
Di dalam integrasi numerik, maka akan ada sumber-sumber kesalahan yang
biasa. Akan tetapi, kesalahan-kesalahan masukan di dalam nilai-nilai data y0,,yn tidak
akan diperbesar oleh kebanyakan rumus integrasi, sehingga sumber kesalahan ini hampir
15
tidak begitu menyusahkan seperti halnya di dalam diferensiasi numerik. Kesalahan
pemotongannya, yang sama dengan
b
[ y ( x ) p ( x )] dx
(2.6)
untuk rumus-rumus yang paling sederhana, dan suatu komposit yang terdiri dari
potongan-potongan yang serupa untuk kebanyakan rumus lain, adalah penyumbang
kesalahan yang utama sekarang. Berbagai macam usaha telah dibuat untuk
memperkirakan kesalahan ini, tetapi kita masih mungkin memperbaiki perkiraan
tersebut. Sebuah pertanyaan yang berkaitan dengan ini adalah pertanyaan mengenai
konvergensi. Pertanyaan ini menanyakan apakah dihasilkan sebuah urutan untuk mana
limit kesalahan pemotongannya sama dengan nol, jika polinomial-polinomial yang
berderajat lebih tinggi digunakan secara terus menerus atau jika interval-interval hn yang
lebih kecil di antara titik-titik data dengan lim hn = 0 digunakan secara terus menerus. Di
dalam banyak kasus, di mana kaidah trapesoida dan kaidah Simpson adalah contohcontohnya yang istimewa, maka konvergensinya dapat dibuktikan. Juga, kesalahan
pembulatan akan mempunyai pengaruh yang kuat. Sebuah interval h yang kecil, berarti
akan merupakan perhitungan yang cukup banyak dan pembulatan yang cukup banyak.
Kesalahan-kesalahan algoitma ini akhirnya akan membuat konvergensi menjadi
kabur yang secara teoritis harus terjadi, dan di dalam praktek telah didapatkan bahwa
pengurangan h di bawah suatu tingkat tertentu akan menghasilkan kesalahan yang lebih
besar dan bukannya akan menghasilkan kesalahan yang lebih kecil. Jika kesalahan
pemotongannya menjadi dapat diabaikan, maka kesalahan-kesalahan pembulatan akan
mengumpul, yang akan membatasi ketelitian yang dapat diperoleh oleh sebuah metode
yang diberikan.
16
2.4
Rumus Newton-Cotes
Rumus-rumus Newton-Cotes adalah yang paling umum digunakan dalam metode
I =
f ( x ) dx
( x ) dx .,
(2.7)
dimana pm(x) merupakan fungsi yang mirip fungsi aslinya, biasanya diambil sebagai
derajat polinomial ke-m
p m ( x ) = a m x m + a m 1 x m 1 + L + a 2 x 2 + a1 x + a 0 ,
(2.8)
17
fungsi atau data dari f(x) juga dapat didekat menggunakan sebuah deret polinomial
bagian per bagian seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.7.. Pada pendekatan ini,
jangkauan integrasi a x b pertama kali dibagi menjadi sejumlah interval-interval
yang terbatas (n) atau strip-strip yang lebar tiap intervalnya adalah
h = x =
ba
n
(2.9)
18
titik-titik diskrit di dalam jangkauan interval tersebut didefinisikan sebagai
x 0 = a , x1 , x 2 ,...., x n 1 , dan x n = b dengan
x i = a + ih ; i = 0,1, 2,..., n
(2.10)
nilai dari fungsi f(x) pada titik diskrit xi diasumsikan diketahui sebagai fi (i=0,1,2,,n).
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.7(a), pendekatan paling sederhana ke fungsi
f(x) adalah bagian polinomial dengan order 0 (mis, sebuah deret konstan) jelasnya, dari
Gambar 2.7(a) fungsi f(x) dapat didekati melalui interval x i x x i +1 baik dengan nilai
fi atau fi+1. Jika nilai dari fi digunakan (mis, f(x) didekati oleh nilainya pada awal setiap
interval), daerah dibawah kurva f(x) dalam interval x i x x i +1 diambil sebagai (fih)
dan maka dari itu, integral (I) dievaluasi sebagai
b
I =
n 1
f ( x ) dx h f i
i=0
(2.11)
di lain pihak, jika nilai fi+1 digunakan (mis, f(x) didekati oleh nilainya pada akhir setiap
interval), daerah di bawah kurva f(x) dalam interval x i x x i +1 diambil sebagai (fi+1h)
an maka dari itu, integral (I) dievaluasi sebagai
b
I =
n 1
f ( x ) dx h f i +1 h f i
i=0
i =1
(2.12)
19
Gambar 2.7 Pendekatan f(x) oleh bagian dari polinomial berderajat 0 dan 1.
Untuk sebuah fungsi naik monoton, Pers. (2.11) merendahkan dan Pers. (2.12)
meninggikan nilai integral yang sebenarnya. Dalam praktek, aturan persegi menuju
kesalahan pemotongan yang besar untuk fungsi nonlinear umum f(x) dan, maka dari itu,
aturan ini tidak biasa digunakan. Bagaimanapun juga, metode ini disajikan untuk
mengilustrasikan konsep dasar yang digunakan dalam integrasi numerik dan rumusrumus Newton-Cotes. Sebuah bukti dalam keakuratan dari pendekatan bagian yang
konstan (aturan persegi) dapat diambil dengan menggunakan rata-rata nilai dari fi dan fi+1
dalam interval x i x x i +1 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 dalam kasus ini,
integral (I) dievaluasi sebagai
20
b
I =
n 1
f + f i +1
f ( x ) dx h i
i=0
(2.13)
21
2.4.2 Aturan Trapezoidal
Gambar2.7(b). pada kasus ini, daerah di bawah kurva f(x) di dalam interval
x i x x i +1 sama dengan daerah dari trapezoid, maka dari itu dinamakan aturan
(2.14)
I =
f ( x ) dx
I
i =1
h
( f 0 + 2 f 1 + 2 f 2 + L + 2 f n 1 + 2 f n ).
2
(2.15)
22
E=
f ( x ) dx
a
(2.16)
dimana bagian pertama dari sebelah kanan Pers. (2.16) menyatakan integral yang tepat
dan bagian kedua merepresentasikan integral pendekatan yang diberikan oleh aturan
trapezoidal. Perhatikan bahwa hanya ada satu segmen yang dianggap dalam interval
untuk kemudahan. (lihat Gambar 2.11). Untuk menurunkan ekspresi yang lebih baik
untuk kesalahannya, kita menggunakan perpanjangan deret Taylor dari f(x) tentang titik
tengah dari jangkauan, x =
a+b
:
2
f ( x ) = f ( x ) + y f ( x ) +
y2
f ( x ) + L .
2!
(2.17)
disini y = x x . , sebuah garis diatas menunjukkan sebuah turunan, dan fungsi f(x)
diasumsikan analitik dalam interval a x b . Persamaan (2.17) dapat digunakan untuk
mengekspresikan
23
b
y2
f ( x ) dx = f ( x ) + yf ( x ) +
f ( x ) + L dy ,
h / 2
2!
h/2
(2.18)
dimana y = -h/2 dan y = +h/2 dapat dilihat untuk berhubungan dengan x = a dan x = b.
dengan membawa keluar integrasi dalam Pers. (2.18), kita dapatkan
b
f ( x ) dx = f ( x ) ( y )
h/2
h / 2
y2
+ f ( x )
2
h/2
h / 2
y3
1
f ( x )
2
3
h/2
h / 2
+L
1 3
= hf ( x ) +
h f ( x ) + L
24
(2.19)
f (a) = f ( x )
1h
h
f ( x ) + f ( x ) L ;
2
22
(2.20)
h
1h
f (b ) = f ( x ) + f ( x ) + f ( x ) + L ;
2
22
(2.21)
h
dimana nilai y pada x = a dan x = b diambil sebagai x x = a x = ; dan
2
xx =bx =+
h
. Tak ada (b a) = h, bagian kedua pada sebelah kanan Pers.(2.16)
2
2
2
8
2
2
1
1
+ h 2 f ( x ) + L = hf ( x ) + h 3 f ( x ) + L
8
8
(2.22)
Substitusikan Pers. (2.19) dan (2.22) ke Pers. (2.16) dan potong bagian turunan yang
berorder lebih tinggi, menjadi
r
1 3
1
E = hf ( x ) +
h f ( x ) + L hf ( x ) + h 3 f ( x ) + L
24
8
1
h 3 f ( x )
12
(2.23)
24
Ini menunjukkan bahwa kesalahan dari aturan Trapezoidal ( per segmen atau
langkah) proposional dengan f ( x ) dan h3. maka, kesalahan dapat dikecilkan dengan
mengecilkan nilai h = b a.
Kesalahan dalam aturan trapezoidal banyak segmen, Pers. (2.15) dapat dicari
dengan menjumlahkan kesalahan-kesalahan dari segmen individual (x0,x1), (x1,x2),,(xn1,xn).
mendapat h =
ba
dan maka itu
n
1 ba
E
12 n
3 n
f ( x ),
i =1
(2.24)
dimana x i adalah titik tengah antara xi dan xi+1. Dengan mendeskripsikan sebuah nilai
rata-rata dari turunan kedua,
f =
1 n
f ( x i ),
n i =1
(2.25)
1
(b a ) b a f = 1 (b a )h 2 f = O ( h 2 ).
12
12
n
(2.26)
Ini menunjukkan bahwa kesalahan dari aturan trapezoidal banyak segmen, Pers.
(2.15), proposional dengan h2 (karena (b - a) tetap).
25
b
E=
f ( x ) dx
(2.27)
(2.28)
dan
b
E=
dimana bagian pertama sebelah kanan dari Pers. (2.27) dan (2.28) menyatakan integral
yang sebenarnya dan bagian kedua merepresentasikan integral pendekatan yang
diberikan oleh aturan khusus persegi. Perpanjangan deret Taylor dari f(x) sekitar a
diberikan oleh
f ( x ) = f ( a ) + ( x a ) f ( a ) +
( x a) 2
f ( a ) + L
2!
(2.29)
y2
f ( x ) dx = f ( a ) + yf ( a ) +
f ( a ) + L dy
2!
0
2
y h
y3 h
f
a
= f ( a ) y 0h + f ( a )
+
(
)
0
0 +L
2
6
h2
h3
= f ( a ) h + f ( a )
+ f ( a )
+ L,
2
6
(2.30)
h2
h3
+ f ( a )
+ L.
2
6
(2.31)
Secara sama, perpanjangan deret Taylor dari f(x) sekitar b dapat diekspresikan sebagai
f ( x ) = f ( b ) ( b x ) f ( b ) +
Integrasi dari Pers (2.32) memunculkan
(b x ) 2
f (b ) L
2!
(2.32)
26
b
y2
f ( x ) dx = f (b ) y f (b ) +
f (b ) L dy
2!
0
2
y h
y3 h
f
b
= f (b ) y 0h f (b )
+
(
)
0
0 L
2
6
h2
h3
= f ( b ) h f ( b )
+ f (b )
L,
2
6
(2.33)
h2
h3
+ f (b )
L.
2
6
(2.34)
Pers. (2.31) dan (2.34) mengindikasikan bahwa kesalahan dari aturan persegi per
langkah proposional ke h2 dan f (a ) atau f (b ) . Dengan melanjutkan seperti pada
kasus aturan trapezoidal, kesalahan dalam sebuah aturan persegi banyak langkah dapat
diekspresikan sebagai
E=
1
(b a ) b a f = 1 (b a )hf , untuk Pers.(2.27)
2
2
n
(2.35)
dan
E=
1
(b a ) b a f = 1 (b a )hf , untuk Pers.(2.28)
2
2
n
(2.36)
dimana f da;am Pers. (2.35) dan (2.36) menyatakan nilai rata-rata dari turunan
pertama pada titik diskrit masing-masing a , x1 , x 2 , K , x n 1 dan x1 , x 2 , K , x n 1 , b . Ini
menunjukkan bahwa kesalahan dalam aturan persegi banyak langkah, Pers. (2.11) dan
(2.12) proposional ke h karena (b a) tetap.
27
pembulatan menaik dengan sebuah penurunan dalam besar langkah h. Cara lain
mendapatkan estimasi yang lebih akurat dari sebuah integral adalah dengan
menggunakan polinomial dengan order lebih tinggi untuk pendekatan fungsi f(x).
I =
f ( x ) dx .
(2.37)
(2.38)
melewati tiga titik yang ditunjukkan pada Gambar 2.12, konstantanya c0, c1, dan c2 dapat
dicari. Kita ambil titik asal pada xi (x=0 pada xi) jadi xi-1 dan xi+1 masing-masing
28
berhubungan dengan h dan +h. pemilihan titik asal seperti ini tidak mempengaruhi
hasil akhir. Dengan menggunakan hubungan
Untuk xi-1,
p 2 ( x = h ) = f i 1 = c 2 ( h ) 2 + c1 ( h ) + c 0 = c 2 h 2 c1 h + c 0 ;
(2.39)
p 2 ( x = 0 ) = f i = c 2 ( 0 ) 2 + c1 ( 0 ) + c 0 = c 0 ;
(2.40)
Untuk xi,
Untuk xi+1,
p 2 ( x = h ) = f i +1 = c 2 ( h ) 2 + c 1 ( h ) + c 0 = c 2 h 2 + c1 h + c 0
(2.41)
f i 1 2 f i + f i +1
f f i 1
, c1 = i + 1
, dan c 0 = f i .
2
2h
2h
(2.42)
Daerah dibawah polinomial berderajat dua p2(x) di antara xi-1 dan xi+1 dapat diditemukan
sebagai berikut:
I =
xi +1
x i 1
(c
x 2 + c1 x + c 0 dx
c2 3 h
c
( x ) h + 1 ( x 2 )
3
2
2
= c 2 h 3 + 2 c 0 h.
3
=
p 2 ( x ) dx =
h
h
+ c0 ( x)
h
h
(2.43)
Dengan mensubstitusikan untuk c2 dan c0 dari Pers. (2.42), Pers. (255) memberikan
I =
h
2 3 f i 1 2 f i + f i +1
h
+ 2 hf i = ( f i 1 + 4 f i + f i +1 ).
3
3
2h
(2.44)
1
1
bentuk dalam aturan Simpson 1/3 berdasarkan keberadaan faktor dalam Pers.
3
3
(2.44). Perhatikan bahwa dua segmen digunakan untuk menurunkan Pers. (2.44). maka,
untuk sebuah aplikasi banyak tingkat dari aturan Simpson 1/3, kita perlu membagi
29
jangkauan a x b ke dalam n segmen-segmen dengan lebar yang sama h =
ba
.
n
Banyaknya segmen harus merupakan angka genap jadi Pers. (2.44) dapat diaplikasikan
untuk kelompok-kelompok dua segmen. Integral dalam Pers. (2.37) bisa dievaluasi
sebagai
I =
n/2
j =1
f ( x ) dx . ( I )
(2.45)
n 1
n2
h
+
+
f
4
f
2
f i + f n .
0
i
3
i =1, 3 , 5 ,...
i 2 , 4 , 6 ,...
(2.46)
Dalam metode ini, integral dievaluasi dengan pendekatan fungsi f(x) oleh sebuah
polinomial berderajat tiga, p3(x), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13. Dengan
mengasumsikan polinomial p3(x) sebagai
p 3 ( x ) = c 3 x 3 + c 2 x 2 + c1 x + c 0
(2.47)
konstantanya c0, c1, c2 dan c3 dapat dicari. Dengan membuat polinomial tersebut
melewati empat titik (xi-1,fi-1), (xi,fi), (xi+1,fi+1) dan (xi+2,fi+2). Dengan mengambil titik
asal pada xi (x=0 pada xi) jadi xi-1, xi+1 dan xi+2 dapat diasumsikan masing-masing
berhubungan dengan x = h, h, dan 2h. pemilihan titik asal seperti ini tidak
mempengaruhi hasil akhir. Dengan menggunakan hubungan
Untuk xi-1,
p 3 ( x = h ) = f i 1 = h 3 c 3 + h 2 c 2 hc 1 + c 0 ;
(2.48)
30
Untuk xi,
p 3 ( x = 0) = f i = c 0 ;
(2.49)
p 3 ( x = h ) = f i +1 = h 3 c 3 + h 2 c 2 + hc 1 + c 0 ;
(2.50)
p 3 ( x = 2 h ) = f i + 2 = 8 h 3 c 3 + 4 h 2 c 2 + 2 hc 1 + c 0
(2.51)
Untuk xi+1,
Untuk xi+2,
(2.52)
c1 =
1
( f i + 2 + 6 f i + 1 3 f i 2 f i 1 ) ;
6h
(2.53)
c2 =
1
( f i 1 2 f i + f i +1 ) ;
2h 2
(2.54)
c3 =
1
( f i + 2 3 f i +1 + 3 f i f i 1 )
6h 3
(2.55)
31
Daerah ( I ) dibawah polinomoal berderajat tiga p3(x) diantara xi-1 dan xi+2 dapat
diditemukan sebagai berikut:
I =
2h
xi + 2
x i 1
( x ) dx =
(c
x 3 + c 2 x 2 + c1 x + c 0 dx
c 3 4 2 h c 2 3 2 h c1 2 2 h
( x ) h +
( x ) h + ( x ) h + c0 ( x)
4
3
2
c
c
c
= 3 (15 h 4 ) + 2 (9 h 3 ) + 1 (3h 2 ) + c 0 (3h ).
4
3
2
=
2h
h
(2.56)
Dengan mensubstitusikan dari c0 hingga c3 dari Pers. (2.52) hingga (2.55), Pers. (2.56)
memberikan
2 f i + f i 1
15 h 4 f i + 2 3 f i +1 + 3 f i f i 1
3 f
+ 3 h i +1
3
4
6h
2h
2
3h f i + 2 + 6 f i +1 3 f i 2 f i 1
+
3hf i
2
6h
3h
=
( f i + 2 + 3 f i +1 + 3 f i + f i 1 ).
8
I =
(2.57)
3
3
bentuk dalam aturan Simpson 3/8 berdasarkan keberadaan faktor dalam Pers.
8
8
(2.57). Perhatikan bahwa tiga segmen digunakan untuk menurunkan Pers. (2.57). maka,
untuk sebuah aplikasi banyak tingkat dari aturan Simpson 3/8, kita perlu membagi
jangkauan a x b ke dalam n segmen-segmen dengan lebar yang sama h =
ba
.
n
Banyaknya segmen harus merupakan kelipatan 3 jadi Pers. (2.57) dapat diaplikasikan
untuk kelompok-kelompok tiga segmen. Integral dalam Pers. (2.37) bisa dievaluasi
sebagai
b
I =
n/3
f ( x ) dx . ( I ) j ,
j =1
(2.58)
32
dimana ( I ) j merepreentasikan nilai dari I berhubungan dengan j jumlah kelompok tiga
segmen dan diberikan oleh Pers. (2.57) dengan i = 3j 2. Pers. (2.57) dan (2.58) menuju
ke
I
n2
n 3
3h
f
3
(
f
f
)
2
f i + f n .
+
+
+
0
i
i +1
8
i =1, 4 , 7 ,...
i 3 , 6 , 9 ,...
(2.59)
dapat ditunjukkan bahwa kesalahan pemotongan dalam penggunaan Pers. (2.59) dengan
order yang sama sengan aturan Simpson 1/3. tetapi penggunaan Pers. (2.59) memerlukan
banyaknya segmen merupakan kelipatan 3. maka, Pers. (2.59) jarang digunakan sendiri.
Seringkali kedua aturan Simpson 1/3 dan 3/8 digunakan bersamaan jadi banyaknya
segmen n, tidak perlu dibatasi sesuatu. Di lain pihak, bila banyaknya segmen ganjil,
aturan Simpson 3/8 dapat digunakan, misalnya, untuk tiga segmen pertama dan aturan
Simpson 1/3 dapat digunakan untuk banyaknya segmen genap sisanya.
Seperti pada kasus trapzoidal, dasar kesalahan pemotongan dari aturan Simpson
1/3, melibatkan hanya dua segmen dalam interval a ke b, yang diberikan oleh
E=
ba
f ( x ) dx
f ( a ) + 4 f ( x ) + f (b ) ,
6
(2.60)
dimana bagian pertama dari sisi sebelah kanan Pers.(2.60) menyatakan integral yang
sebenarnya, dimana bagian kedua merepresentasikan integral pendekatan yang diberikan
oleh aturan Simpson 1/3 (lihat Gambar 2.14). kita dapat memperluas f(x) menggunakan
deret Taylor mengenai titik tengah dari jangkauan, x1, yaitu
f ( x ) = f ( x1 ) + yf ( x1 ) +
y2
y3
y4
y5
f ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L ,
2!
3!
4
5!
33
(2.61)
dimana y = x x1. Pers. (2.61) dapat digunakan untuk mengekspresikan integral dari f(x)
sebagai
b
y2
y3
+
+
+
(
)
(
)
(
)
f
x
y
f
x
f
x
f ( x1 )
1
1
h 1
2
6
y4
y5
+
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L dy ,
24
120 !
f ( x ) dx =
(2.62)
f ( x ) dx = f ( x1 )( y )
h
h
y2
+ f ( x1 )
2
h
h
y3
+ f ( x1 )
6
h
h
y4 h
y5 h
y6
h + f ( x1 )
h + f ( x1 )
+ f ( x1 )
24
120
720
h3
h5
= 2 hf ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L .
3
6
h
h
+L
(2.63)
34
f ( a ) = f ( x1 ) h f ( x1 ) +
h2
h3
f ( x1 )
f ( x1 )
2
6
h4
h5
+
f ( x1 )
f ( x1 ) + L ;
24
120
f ( x1 ) = f ( x1 );
f (b ) = f ( x1 ) h f ( x1 ) +
(2.64)
(2.65)
h2
h3
f ( x1 ) +
f ( x1 )
2
6
h4
h5
+
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L .
24
120
(2.66)
sekarang bagian kedua dari sisi sebelah kanan dari Pers. (2.60) dapat diekspresikan,
menggunakan Pers. (2.64) hingga (2.66), menjadi
h2
h3
f ( x1 )
f ( x1 )
b a f ( x1 ) h f ( x1 ) +
2
6
6
h4
h5
+
f ( x1 )
f ( x1 ) + L + 4 f ( x1 )
24
120
h2
h3
+ f ( x1 ) + h f ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 )
2
6
h5
h4
+
f ( x1 ) +
f ( x1 ) + L .
24
120
ba
=
(2.67)
h4
2
6
(
)
(
)
+
+
f
x
h
f
x
f ( x1 ) + L .
1
1
12
Substitusikan Pers. (2.63) dan (2.67) ke dalam Pers. (2.60) dan potong bagian yang
melibatkan turunan yang lebih tinggi daripada pemberian kelima
35
3
5
ba
1ba
1 ba
E . 2
f ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 )
3 2
60 2
2
2
4
b a b a
b a 1 b a
(b a ) f ( x1 ) +
f ( x1 ) +
f ( x1 )
6 2
6 12 2
(2.68)
1
(b a ) 5 f ( x1 )
2880
1 5
h f ( x1 ).
90
ini menandakan bahwa kesalahan aturan Simpson 1/3 (per setiap pasangan segmen)
proposional ke h5 dan f ( x1 ) . Maka kesalahan akan jadi nol jika f(x) merupakan
sebuah polinomial berorder tiga, karena f = 0 .
kesalahan dalam aturan Simson 1/3 banyak segmen, Pers. (2.59), dapat ditemukan
dengan menjumlahkan kesalahan-kesalahan dari pasangan segmen individual (x0,x2),
(x2,x4), , (xn-2,xn):
h5
E
90
n 1
f ( x
j =1, 3 , 5 ,...
).
(2.69)
2 n 1
f ( x j )
n j =1, 3 , 5 ,...
(2.70)
180
O ( h 4 ).
(2.71)
Ini mengindikasikan bahwa kesalahan dalam aturan Simpson banyak segmen, Pers.
(2.46), proposional dengan h4, karena (b - a) tetap.
36
Dengan mengikuti pendekatan yang sama, kesalahan pemotongan dalam sebuah aturan
Simpson 3/8 banyak segmen juga dapat diperlihatkan proposional dengan h4.
Dalam metode ini, integral dievaluasi dengan pendekatan fungsi f(x) oleh sebuah
polinomial berderajat empat, p4(x). Dengan mengasumsikan polinomial p4(x) sebagai
p 4 ( x ) = c 4 x 4 + c 3 x 3 + c 2 x 2 + c1 x + c 0
(2.72)
konstantanya c0, c1, c2, c3 dan c4 dapat dicari. Dengan membuat polinomial tersebut
melewati lima titik (xi-2,fi-2), (xi-1,fi-1), (xi,fi), (xi+1,fi+1) dan (xi+2,fi+2). Dengan mengambil
titik asal pada xi (x=0 pada xi) jadi xi-2, xi-1, xi+1 dan xi+2 dapat diasumsikan masingmasing berhubungan dengan x = 2h, -h, h, dan 2h. pemilihan titik asal seperti ini tidak
mempengaruhi hasil akhir. Dengan menggunakan hubungan
Untuk xi-2,
p 4 ( x = 2 h ) = f i 2 = 16 h 4 c 4 8 h 3 c 3 + 4 h 2 c 2 2 hc 1 + c 0 ;
(2.73)
Untuk xi-1,
p 4 ( x = h ) = f i 1 = h 4 c 4 h 3 c 3 + h 2 c 2 hc 1 + c 0 ;
(2.74)
Untuk xi,
p 4 ( x = 0) = f i = c 0 ;
(2.75)
Untuk xi+1,
p 4 ( x = h ) = f i +1 = h 4 c 4 + h 3 c 3 + h 2 c 2 + hc 1 + c 0 ;
(2.76)
Untuk xi+2,
p 4 ( x = 2 h ) = f i + 2 = 16 h 4 c 4 + 8 h 3 c 3 + 4 h 2 c 2 + 2 hc 1 + c 0
(2.77)
37
Solusi dari Pers. (2.73) sampai (2.77) dapat dinyatakan sebagai
c0 = f i
c1 =
(2.78)
1
( f i +1 f i 1 ) ;
3h
(2.79)
c2 =
1
( f i 2 + 16 f i 1 30 f i + 16 f i +1 f i + 2 ) ;
24 h 2
(2.80)
c3 =
1
( f i + 2 f i 2 + 2 f i 1 2 f i +1 )
12 h 3
(2.81)
c4 =
1
( f i 2 4 f i 1 + 6 f i 4 f i +1 + f i + 2 )
24 h 4
(2.82)
Daerah ( I ) dibawah polinomial berderajat empat p4(x) diantara xi-2 dan xi+2 dapat
diditemukan sebagai berikut:
I =
2h
xi + 2
( x ) dx =
(c
x 4 + c 3 x 3 + c 2 x 2 + c1 x + c 0 dx
2h
xi 2
c
c4 5 2h
c
( x ) 2 h + 3 ( x 4 ) 2 h2 h + 2 ( x 3 )
5
4
3
c
c
= 4 ( 64 h 5 ) + 2 (16 h 3 ) + c 0 ( 4 h ).
5
3
=
2h
2h
c1 2
(x )
2
2h
2h
+ c0 ( x)
2h
2h
(2.83)
Dengan mensubstitusikan dari c0 hingga c3 dari Pers. (2.78) hingga (2.82), Pers. (2.83)
memberikan
64 h 4 f i 2 4 f i 1 + 6 f i 4 f i +1 + f i + 2
5
24 h 3
f i 2 + 16 f i 1 30 f i + 16 f i +1 f i + 2
+ 16 h 3
+ 4 hf i
24 h 2
2h
=
( 7 f i 2 + 32 f i 1 + 12 f i + 32 f i +1 + 7 f i + 2 ).
45
I =
(2.84)
Formula Newton-Cotes untuk polinomial berderajat empat ini sering disebut dengan
aturan Boole.
38
2.5.1
f ( x ) dx .
( x ) dx .,
(2.85)
dimana
p m ( x ) = c m x m + c m 1 x m 1 + L + c 2 x 2 + c1 x + c 0 .
(2.86)
39
40
b
f ( x ) dx . = wi f ( x i ),
(2.87)
i =1
2.6.1
Perubahan Koordinat
Seperti yang terlihat pada Pers. (2.87), integrasi Gauss memerlukan jangkauan
integrasi dari -1 hingga +1. untuk kenyamanan notasi, anggap saja, koordinat asli y dan
jangkauan integrasi f(y) dari a ke b. Maka perubahan
x=
2y a b
ba
(2.88)
Dengan
memperhatikan
(b a ) x + a + b
2
bahwa
ba
dy =
dx ,
2
(2.89)
integral
aslinya
f ( y ) dy =
f ( y)
dy
ba n
dx =
wi f ( yi ),
dx
2 i =1
(2.90)
41
Jika xi adalah titik Gauss dari koordinat yang dinormalisasi, nilai yang
berhubungan dengan yi dapat dinyatakan, menggunakan Pers. (2.89), sebagai
yi =
(b a ) x i + a + b
.
2
(2.91)
i =1
y( x) dx ~ Ai y( xi )
(2.92)
Maka mungkin merupakan hal yang bijaksana untuk tidak menetapkan argumenargumen xi yang tak berjarak antara sama. Banyak integral yang melibatkan fungsifungsi analitik yang cukup dikenal yang dapat dihitung untuk sembarang argumen dan
dengan ketelitian yang cukup besar. Di dalam kasus-kasus seperti itu, maka akan
berguna bagi kita untuk menanyakan pilihan xi dan Ai yang manakah yang bersama-sama
akan memberikan ketelitian maksimum. Terbukti bahwa akan memudahkan kita untuk
membicarakan rumus yang sedikit lebih umum, yakni
b
i =1
w( x) y( x) dx ~ Ai y( xi )
(2.93)
dimana w(x) adalah fungsi bobot yang akan ditentukan kelak. Bila w(x) = 1 maka kita
memperoleh rumus asli yang lebih sederhana.
42
Satu pendekatan kepada rumus Gauss seperti itu adalah dengan mencari
ketelitian yang sempurna bila y(x) adalah salah satu dari fungsi-fungsi pangkat 1, x,
x2, ..., x2n-1. Ini menyediakan 2n persyaratan untuk menentukan 2n bilangan, yakni xi dan
Ai. Ternyata,
b
Ai = w( x) Li ( x) dx
(2.94)
w( x) p
( x) p m ( x) dx = 0 untuk m n
(2.95)
Rumus ini diperoleh bila w(x) = 1. inilah prototip metode Gauss. Sudah lazim
menormalisasikan interval (a,b) menjadi (-1,1). Maka polinomial-polinomial ortogonal
tersebut adalah polinomial-polinomial Legendre
Pn ( x) =
1 dn 2
( x 1) n
n
2 n n! dx
(2.96)
43
2
Ai =
2(1 xi )
n 2 [Pn 1 ( xi )]
(2.97)
i =1
y( x) dx ~ Ai y( xi )
(2.98)
(2.99)
n
x Pn ( x) dx =
2 n +1 (n!) 2
(2n + 1)!
2
(2.100)
[P ( x)] dx = 2n + 1
(2.101)
( x) Pn ( x) dx = 0 untuk m n
(2.102)
1
1
(2.103)
(2.104)
i =0
Pn ( x)
xx
dx =
2
(n + 1) Pn +1 ( x k )
(1 x 2 ) Pn ( x) + nxPn ( x) = nPn 1 ( x)
(2.105)
(2.106)
44
E~
n
1
y
(
1
)
y
(
1
)
I
Ai xi y ( xi )
2n + 1
i =1
(2.107)
sama kepada fungsi xy(x). Perkiraaan kesalahan ini kelihatannya cukup teliti untuk
fungsi-fungsi yang licin.
Rumus integrasi Gauss dua titik diberikan dari [Pers. (2.87) dengan n = 2]
1
f ( x ) dx . = w
f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ),
(2.108)
Dimana evaluasi dari keempat w1, w2, x1, dan x2 yang tidak diketahui membutuhkan
penggunaan empat kondisi. Karena n = 2, rumusnya harus memberikan nilai yang tepat
bagi polinomial berorder tiga dan dibawahnya. Dengan memaksakan rumus agar tepat
untuk polinomial tersebut, f(x) = 1, x, x2, dan x3, kita dapatkan persamaan-persamaan
berikut:
Ketika f(x) = 1,
1
f ( x ) dx . = 1 dx = 2
(2.109)
= w1 f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ) = w1 + w 2 .
Ketika f(x) = x,
1
x2
= 0
=
=
f
(
x
)
dx
.
x
dx
2 1
1
1
= w1 f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ) = w1 x1 + w 2 x 2 .
1
(2.110)
45
Ketika f(x) = x2,
x3
=
=
f
(
x
)
dx
.
x
dx
3
1
1
1
2
=
1 3
(2.111)
2
= w1 f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ) = w1 x1 + w 2 x 2 .
f
(
x
)
dx
.
=
x
dx
=
4
1
1
1
= 0
1
(2.112)
3
= w1 f ( x1 ) + w 2 f ( x 2 ) = w1 x1 + w 2 x 2 .
Karena limit integrasi, -1 dan +1 simetris sekitar x = 0, kita harap x1, x2 juga
simetris sekitar x = 0. dengan menganggap x2 = -x1, kita dapatkan lanjutan dari Pers.
(2.109) dan (2.110):
w1 = w2 = 1.
Nilai ini secara otomatis memenuhi Pers. (2.111) dan Pers. (2.112) memberikan
2
x1 =
1
,
3
1
3
= 0 .5773502691 89626
Dan
x 2 = x1 =
1
= 0 .5773502691 89626
3
Walaupun turunan dari rumus integrasi Gauss dua titik tidak rumit, turunan dari
sebuah rumus yang menggunakan lebih dari dua titik Gauss, lumayan sulit.
46
Bagaimanapun juga, prosedur umum untuk menemukan wi dan xi melibatkan beberapa
langkah berikut:
1. Titik-titik Gauss x1, x2, ..., xn adalah akar-akar dari polinomial Legendre dengan
derajat n, Pn(x). Polinomial-polinomial Legendre ortogonal pada interval [-1,1],
sehingga
1
P ( x) P
n
( x ) dx = 0;
nm
Dan
1
{P ( x )} dx = c ( n ) 0
2
(2.113)
Dimana c(n) adalah sebuah konstan yang nilainya tergantung dari n. Polinomialpolinomial Legendre dinyatakan dengan
P0(x) = 1,
P1(x) = x,
Dan
2n 1
n 1
Pn ( x) =
x Pn 1 ( x)
Pn 2 ( x); n = 2,3,4,...
n
n
(2.114)
p n ( x) = i Pi ( x),
i =0
(2.115)
47
2. Weight wi dapat dihitung sebagai
2
wi =
2(1 xi )
{nPn1 ( xi )}2
(2.116)
Walaupun komputasi biasa dari xi dan wi agak rumit, nilai-nilai dari xi dan wi
untuk berbagai nilai n telah dibuat dan diberikan dalam tabel 2.2.
( x) x
dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1
wk =
2(1 x k )
{nPn1 ( x k )}2
48
2a = 0
( x) = x
Maka argumen kolokasinya adalah
xk = 0
Dan
wk = 2
( x) x
dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1
wk =
2(1 x k )
{nPn1 ( x k )}2
2
= 0,
3
2
b=0
3
( x) = x 2 (1 / 3) x = ( x + 1 / 3 )( x 1 / 3 )
Maka argumen kolokasinya adalah
xk = 1 / 3,
1/ 3
= 0.577350269189626, 0.577350269189626
Dan
49
wk = 1, 1
( x) x
dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1
wk =
2(1 x k )
{nPn1 ( x k )}2
2
2
b + = 0,
3
5
2
2
a+ c=0
3
5
( x) = x 3 (3 / 5) x = ( x + 3 / 5 ) x( x 3 / 5 )
Maka argumen kolokasinya adalah
x k = 3 / 5 , 0,
3/ 5
= 0.774596669241483, 0, 0.774596669241483
Dan
wk = 0.555555555555556, 0.888888888888889, 0.555555555555556
( x) x
dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1
50
2
wk =
2(1 x k )
{nPn1 ( x k )}2
2
2
b + d = 0,
3
5
2
2
2
a + c + = 0,
3
5
7
2
2
b+ d =0
5
7
( x) = x 4 (6 / 7) x 2 + (3 / 35)
= 35 x 4 30 x 2 + 3
xk =
Dan
wk = 0.347854845147454, 0.652145154862546, 0.652145154862546,
0.347854845147454
( x) x
dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1
wk =
2(1 x k )
{nPn1 ( x k )}2
51
Di sini polinomial (x) tersebut adalah polinomial pangkat lima, katakanlah (x) = a +
bx + cx2 + dx3 + ex4 + x5. Integrasi akan menghasilkan
2
2
2a + c + e = 0,
3
5
2
2
2
b + d + = 0,
3
5
7
2
2
2
a + c + e = 0,
3
5
7
2
2
2
b + d + = 0,
5
7
9
2
2
2
a+ c+ e=0
5
7
9
Yang akan menghasilkan a = c = e = 0, b = 5/21, d = -10/9. Ini membuat
( x) = x 5 (10 / 9) x 3 + (5 / 21) x
= 63 x 5 70 x 3 + 15 x
35 + 2 70
35 2 70
35 2 70 35 + 2 70
,
, 0,
,
63
63
63
63
= 0.906179845938664, 0.538469310105683, 0, 0.538469310105683,
xk =
0.906179845938664
Dan
wk = 0.236926885056189, 0.478628670499366, 0.568888888888889,
0.478628670499366, 0.236926885056189
( x) x
dx = 0, k = 0, 1, ..., n 1
wk =
2(1 x k )
{nPn1 ( x k )}2
52
2
2
2
2a + c + e + = 0,
3
5
7
2
2
2
b + d + f = 0,
5
7
9
2
2
2
b + d + f = 0,
3
5
7
2
2
2
2
a + c + e + = 0,
3
5
7
9
2
2
2
2
a + c + e + = 0,
5
7
9
11
2
2
2
b+ d +
f =0
7
9
11
2.6.6
Estimasi Kesalahan
Kesalahan (E) dalam rumus Gauss n titik ( secara lebih akurat, rumus Gauss
Legendre) adalah
E
2 2 n +1{( n)!}4
f ( 2 n ) ( ); 1 < < 1.
(2n + 1){(2n)!}3
(2.117)
53
2.7
Banyak integrand berubah-ubah dalam kemulusan mereka dalam titik yang berbeda
pada interval integrasi [a,b]. Sebagai contoh, dengan
1
I = x dx
0
f
(
x
)
dx
I
(
f
)
6
j =1 x2 j 2
j =1
n / 2 x2 j
I( f ) =
dengan x 2 j 1 =
(x
2 j 2
+ x2 j )
2
( f 2 j 2 + 4 f 2 j 1 + f 2 j )
. Menggunakan E n ( f )
h4
~
f (3) (b) f (3) (a) E n ( f ) ,
180
54
I( f ) In ( f ) =
1 n/2
( x2 j x2 j 2 ) 5 f ( 4) ( j )
2880 j =1
(2.118)
dengan x 2 j 2 < j < x 2 j . Secara jelas, pilih x2j x2j-2 berdasarkan ukuran dari f ( 4 ) ( j ) ,
yang mana tidak diketahui secara umum. Jika f(4)(x) merubah sangat besar dalam jarak,
jangan tempatkan pada [a,b]
sebagai notasi, memperkenalkan
I , = f ( x) dx
I (1,) =
h
+
f ( ) + 4 f
+ f ( )
3
2
I ( 2, ) = I (1,) + I (1, )
h=
+
2
I = f ( x) dx
a
kita gunakan definisi rekursif. Anggap bahwa diberikan > 0, dan kita ingin
menemukan sebuah integral pendekatan I dimana
I I <
mulai dengan menyatakan = a dan = b . Hitung I (1,) dan I ( 2, ) , jika
I ( 2, ) I (1,) <
(2.119)
55
Pada implementasi sebenarnya sebagai sebuah program komputer, banyak
pembatasan tambahan yang termasuk sebagai pelindung, dan estimasi kesalahannya
biasanya jauh lebih rumit. Semua evaluasi fungsi ditangani secara hati-hati untuk
memastikan bahwa integrand tidak pernah dievaluasi dua kali pada titik yang sama. Hal
ini membutuhkan sebuah prosedur stack yang pintar untuk nilai-nilai f(x) yang harus
disimpan sementara karena akan dibutuhkan lagi di perhitungan yang akan datang.
2.8
Dalam banyak situasi teknik dan praktis lainnya, kita perlu untuk mengevaluasi
integral daerah dengan dua atau tiga dimensi. Jika sebuah integral lipat dua harus
dievaluasi untuk daerah yang ditunjukkan pada Gambar 2.15, kita memiliki
I = f ( x, y ) dx dy =
q ( x )
(
,
)
f
x
y
dy
dx,
p ( x )
(2.120)
Dimana A menyatakan daerah integrasi yang ditunjukkan pada Gambar 2.15 Pers.
(2.120) dapat diekspresikan sebagai
b
I = X ( x) dx,
a
(2.121)
56
X ( x) =
f ( x, y) dy..
(2.122)
p( x)
I =
1 1
f ( x, y ) dx dy
(2.123)
57
1
f
x
y
dx
dy
=
wi f ( xi , y )dy
(
,
)
1
1 1
i =1
I =
n
n
= w j wi f ( xi , y j )
j =1
i =1
(2.124)
= wi w j f ( xi , y j ).
i =1 j =1
Disini, weight wi (wj) dan titik-titik Gauss xi (dan yj) sama seperti yang diberikan
dalam tabel 2.2. Perhatikan bahwa banyaknya titik integrasi pada setiap arah
diasumsikan sama. secara jelas, tidaklah diperlukan, dan tekadang, hal tersebut
merupakan keuntungan menggunakan berbagai jumlah titik integrasi pada setiap arah.
Integral dari Pers. (2.120), dimana limit integrasi bukan -1 dan +1, kita dapat
menggunakan perubahan koordinat sama dengan yang telah dideskripsikan dalam Pers.
(2.88) dan (2.89).
2.9
Penerapan integrasi dalam bidang teknik ada banyak sekali, salah satunya adalah
untuk menghitung volume benda putar. Benda putar adalah suatu benda yang dapat
dihasilkan dari suatu garis yang diputar 360 derajat mengelilingi suatu sumbu tertentu
dan benda tersebut simetris terhadap sumbu yang dikelilingi tersebut. garis tersebut
dapat berbagai macam, bisa garis lurus maupun berupa kurva.
Jika bentuk bidang yang dibatasi oleh kurva y = f(x), sumbu x, dan ordinat pada x
= a dan x = b diputarkan satu putaran penuh mengelilingi sumbu x, maka akan diperoleh
sebuah benda putaran yang simetris terhadap OX.
Misalkan V adalah volume benda putaran yang terbentuk
58
Gambar 2.16. Volume benda putaran yang terbentuk oleh fungsi f(x).
Volume yang dibentuk oleh pita tersebut volume yang dibentuk oleh pita
persegi panjang di bawahnya, yaitu
V y 2 x
(2.125)
y 2 x.
59
Volume total, V y 2 x
x=a
V = y 2 dx
(2.126)
Volume benda putaran yang terbentuk jika bentuk bidang yang dibatasi oleh
kurva y = f(x), sumbu x, dan ordinat pada x = a dan x = b diputarkan satu putaran penuh
mengelilingi sumbu y diberikan oleh
b
V = 2 x y dx
a
(2.127)
60
2.10 Volume Benda Padat
Ambil bidang y = y0, y = y0 tegak lurus pada poros y. Penampang antara benda
dan y0 mempunyai luas Li (bidang arsir)
f ( x) dx =
lim f ( )x
y 0
n
n N
i =1
(2.128)
Sehingga dapat disimpulkan volume benda tipis yang tebalnya y i dan luas Li
adalah Li ( xi y i ) . y i (luas * lebar). Maka, volume keseluruhan
61
lim L ( x y ) . y
y 0
n
i =1
n= N
(2.129)
Volume benda =
L( x, y) dy
a
L ( x, y ) =
g2 ( y)
F ( x, y) dx
g1 ( y )
Sehingga
b g2 ( y)
a g1 ( y )
g2 ( y)
g1 ( y )
F ( x, y ) dx dy
(2.130)