Anda di halaman 1dari 8

TUGAS REFRESHING

IMUNISASI

Disusun oleh:
Aneta Tria Sari, S.Ked.
2011730006

Dokter Pembimbing:
dr. Yulia Hernawati, Sp.A

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSIJ CEMPAKA PUTIH
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar membuat antibodi untuk mencegah penyakit
tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang
dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan seperti vakin BCG, DPT, Campak melalui mulut
seperti polio (Hidayat 2008).
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap
penyakit tertentu. Kekebalam tubuh juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
tinggi kadar antibodi pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikkan, waktu
antara

pemberian

imunisasi.

Keefektifan

imunisasi

tergantung

dari

faktor

yang

mempengaruhinya sehingga kekeblan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.


Efek samping vaksin bagi sebagian anak umumnya berupa reaksi ringan diarea
penyuntikan seperti nyeri, bengkak, dan kemerahan. Terkadang reaksi disertai demam ringan
1-2 hari setelah imunisasi, gejala tersebut umumnya tidak berbahaya dan akan hilang dengan
cepat (subdit imunisasi kementrian kesehatan RI, 2010).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Imunisasi
a. Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imunitas, memberikan
imunitas protektif dengan menginduksi respons memori. (Karnen., et.al. 2012).
b. Jadwal imunisasi
Vaksin yang diberikan ketika anak masih memiliki kadar antibodi dari ibunya
yang masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang efektif. Untuk waktu
pemberian yang efektif pada setiap imunisasi berbeda-beda dan dapat dilihat pada
jadwal imunisasi. (National Health and Medical Research Council, 2008).
Tabel 2.1. Jadwal Imunisasi
Umur pemberian vaksin
Jenis
vaksin

Bulan
lahi
r

1 2

Hepatitis B

Polio

Tahun
9 12

15

18

24

10

12

DTP

Hib

PCV

Rotavirus

1 kali
6 (Td)

4
4

Influenza
Campak
MMR
Tifoid

18

3
1

BCG

2
1

3
2
Ulangan tiap 3 tahun

7
(Td)

Hepatitis A

2 kali, interval 6-12 bulan

Varisela

1 kali

HPV

3 kali

Sumber :

Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 tahun Rekomendasi Ikatan

Dokter Anak Indonesia (IDAI), Tahun 2014.


c. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah mencegah penyakit pada seseorang dan kelompok
tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu
dari dunia, seperti imunisasi cacar bopeng (variola). (Sri,2011).
d. Halangan untuk vaksinasi
Seseorang tidak boleh divaksinasi jika terdapat risiko efek samping yang
berat. Adanya reaksi alergi yang berat (syok anafilaksis) terhadap suatu vaksin
maupun komponen vaksin merupakan halangan (kontraindikasi) absolute vaksinasi.
Sebaliknya, sakit berat dengan atau tanpa demam masih diperbolehkan untuk
divaksinasi bila memang oleh dokter dianggap diperlukan. (Sri, 2011).
e. Penyimpanan vaksin
Vaksin yang disimpam dan diangkut dalam suhu yang tidak sesuai akan
kehilangan potensinya. Secara umum suhu penyimpanan vaksin adalah 2-8 oC.
Vaksin DTP, DT, Hepatitis B, Hepatitis A, Hib, influenza, dan pneumokkokus
menjadi tidak aktif bila beku. Vaksin BCG, OPV dan campak dapat disimpan dalam
suhu -15oC s/d -25oC.
f.Pengenceran vaksin
Vaksin kering yang beku harus diencerkan dengan pelarut khusus dann
digunakan dalam periode waktu tertentu. Bila vaksin telah diencerkan harus
diperiksa tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan). Vaksin campak telah
dilarutkan, cepat mengalami peribahan pada suhu kamar, setelah 2-7 jam potensi
sudah menurun di bawah potensi yang diperbolehkan.
g. Pemberian suntikan
Standar jarum suntik adalah ukuran 23 dengan panjang 25 mm, kecuali :

Pada bayi kurang bulan dari 2 bulan dan bayi kecil lainya dapat dipakai jarum
26 panjang 16 mm.

Untuk suntikan subkutan pada lengan atas dpakai jarum 24 panjang 26 mm,
untuk bayi kecil dipakai jarum 27 panjang 12 mm.

Untuk suntikan intramuskular pada orang dewasa yang sangat gemuk (obes)
dipakai jarum ukuran 23 panjang 38 mm.

Untuk suntikan intradermal (BCG) dipakai jarum 25-27 dengan panjang 10


mm.

h. Posisi dan lokasi suntikan yang dianjurkan.


Untuk bayi kurang dari 1 tahun, bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi
adalah paha anterolateral yaitu vastus lateralis. Regio deltoid adalah alternatif
untuk vaksinasi pada anak yang lebih besar (telah dapat berjalan). Penyuntikan di
daerah gluteus tidak dianjurkan untuk vaksinasi pada anak oleh WHO, untuk
menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika.
Lokasi suntikan pada vastus lateralis adalah sebagai berikut :
a. Bila bayi berada ditempat tidur atau mejaj bayi ditidurkan terlentang.
b. Tungkai bawah sedikit ditekut dengan fleksi pada lutut.
c. Cari trokenter femur dan kondilus lateralis dengan palpasi
d. Tarik garis yang menghbungkan kedua tempat tersebut (bila tungkai bawah
sedikit menekuk, maka lekukan yang dibuat traktus iliotibalis menyebabkan
garis distal lebih jelas.
e. Supaya vaksin yang disuntikan masuk ke dalam otot paha batas antara
sepertiga atas dan tengah, jarum ditusukkan 1 jari di atas batas tersebut.
f. Jarum suntik harus diarahkan dengan sudut 45 o s/d 60o dalam otot vastus
lateralis ke arah lutut.
Lokasi suntikan pada deltoid sebagai berikut :
a. Posisi anak yang paling nyaman untuk suntikan di deltoid adalah duduk di
pngkuan ibu atau pengasuhnya.

b. Lengan yang akan disuntik dipegang menempel ada tubuh bayi, sementara
lengan lainnya di belakang tubuh orangtua atau pengasuh.
c. Lokasi deltoid yang paling baik adalah pada tengah otot yaitu separuh
d. Jarum suntik ditusukkan
i. Kontraindikasi dan perhatian khusus pasca imunisasi
Vaksin

Indikasi/kontra

Perhatian khusus

Umum (DTaP/DTP,OPV,Hepatitis B, Hib, MMR, Varisela, IPV)


Reaksi
anafilaksis
terhadap vaksin. Indikasi
kontra pemberian vaksin
tersebut berikutnya.
Reaksi
anafilaksis
terhadap
konstituen
vaksin, indikasi kontra
pemberian vaksin yang
menegandung
bahan
konstituen tsb
Sakit sedang atau berat
dengan atau tanpa demam.
DTaP/DTP

Ensefalopati dalam 7 hari Demam > 40,5oC, kolaps


pasca vaksinasi
dan episode hipotonikhiporesponsif dalam 48
jam pasca DTaP/DTP
sebelumnya yang tidak
berhubungan
dengan
penyebab lain.
Kejang dalam 3 hari
pasca
DTa/DTP
sebelumnya.
Sindroma Guillan Barre
dalam 6 minggu pasca
imunisasi

Vaksin polio oral (OPV)

Indikasi HIV atau kontak


HIV serumah
Imunodefisiensi
(keganasan
hematologi
atau
tumor
padat,
imunodefisiensi
kongenital,
terapi

imunosupresan
panjang)

jangka

Imunodefisiensi penghuni
seurmah.

Vaksin polio in-activated Reaksi


(OPV)
terhadap
strepmisisn
polimiksin B.

anafilaksis
neomisin,
atau

MMR

Reaksi
anafilaksis Baru mendapat transfusi
terhadap neomisin atau darah/ produk darah atau
gelatin. Kehamilan
imunoglobulin
(3-11
bulan).
Imunodefisiensi
(keganasan
hematologi Trombositopenia
atau
tumor
padat,
imunodefisiensi
jangka Riwayat trombositopenia
panjang, infeksi HIV
dengan imunosupresaan).

Hepatitis B

Reaksi
terhadap ragi

Hib

Tidak ada

Varisela

Reaksi
anafilaksis Baru
mendapat
terhadap neomisin, atau imunoglobulin (dalam 5
gelatin.
Kehamilan. bulan)
Infeksi HIV.
Riwayat imunodefisieinsi
Imunodefisiensi
dalam keluarga.
(keganasan
hematologi
atau
tumor
padat,
imunodefisiensi
kongenital,
terapi
imunosupresan
jangka
panjang)

anafilaksis

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada

Karnen., et.al. 2012. Imunologi Dasar Edisi Ke-10 Bab 19 hal 560. Jakarta : FKUI.
National Health and Medical Research Council. 2008. National Immunisation
Program The Australian Immunisation Handbook. Edisi ke-6. Commonwealth
of Australia.
Suyitno H. Tatalaksana pemberian imunisasi. Dalam Ranuh IGN, Soeyitno H.
Hadinegoro SRS, Kartasasmita C. Pedoman imunisasi di Indonesia Edisi ke-2
Satgas imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2005.

Anda mungkin juga menyukai