Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI RINGAN SEDANG

Disusun oleh:
Aneta Tria Sari, S.Ked.
2011730006

Dokter Pembimbing:
dr. Desiana Darmayani, Sp.A

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSIJ CEMPAKA PUTIH
2015

BAB I
STATUS PASIEN

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An.A

Jenis kelamin

: laki-laki

TTL

: Jakarta 20 Maret 2015

Umur

: 7 bulan

Agama

: Islam

Tanggal ke RSIJ

: 17 Oktober 2015

NO RM

: 00902856

ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS) DENGAN ORANGTUA PASIEN.


Keluhan utama:
BAB cair sejak 2 hari SMRS
Anamnesis khusus:
Orangtua An.A usia 7 bulan datang ke UGD RSIJ Cempaka Putih dengan mengeluhkan
anaknya BAB cair sejak 2 hari SMRS, BAB cair disertai ampas tidak ada lendir dan darah
sebanyak > 10 kali, berwarna kuning dan berbau. Keluhan disertai dengan batuk dan pilek
sejak 5 hari SMRS batuk berdahak berwarna kuning kehijauan tetapi sulit keluar, pilek
berwarna kekuningan, hari ini muntah 1 kali, muntah cair tidak ada lendir dan darah. Demam
sejak 5 hari SMRS sudah minum obat penurun panas tetapi panas saat ini belum turun.
Kemerahan dan gatal di daerah kemaluan. Nafsu makan menurun. An. Sering merasa haus
dan ingin minum serta badanya lemas. BAK sedikit sejak 3 hari SMRS. BAK terakhir jam
16.00 sore SMRS. An.rewel dan gelisah. Sebelum BAB cair, An.makan kue talem.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Belum pernah menderita seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga mengeluhkan hal yang sama seperti Os.
Riwayat Pengobatan :
Belum pernah berobat ke dokter atau bidan.
Minum obat paracetamol tetapi belum turun.
Untuk muntah dan BAB cair, Orangtua An.belum memberikan obat
Riwayat Alergi :
Tidak ada riwayat alergi obat, makanan dan suhu.
Riwayat Kehamilan :
ANC rutin ke bidan
Riwayat Persalinan :
Lahir normal di bidan dengan BBL : 4000 gram, PBL : 52 cm
Pola Makan :
Saat ini konsumsi ASI, dan nasi tim.
Terakhir sebelum ke RS An.makan kue talem
Riwayat Imunisasi :
Orang tua pasien tidak memberikan imunisasi apapun sejak lahir sampai saat ini, dan tidak
akan memberikan imunisasi kepada An.
Riwayat Tumbuh Kembang :
An. Sudah dapat duduk, berbicara mengucapkan 2 kata mi-bi

Riwayat Psikososial :
An. Kurang berinteraksi dengan lingkungan.
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: apatis

Tanda vital

Nadi

150x/menit

Respirasi

43 x/menit

Suhu

37,8 C

Antropometri
BB sebelum sakit

: 11 kg

BB saat ini

: 9 kg

Penurunan BB

: (11 kg 9 kg) x 100 % =


11 kg

TB

: 72 cm

Status Gizi
BB/U : 9/8,9 x 100%

= 101%

TB/U : 72/69 x 100%

= 104%

BB/TB : 9/9 x 100%

= 100%

Kesan gizi

: baik

Status generalis :
Wajah

Bentuk : simetris
Warna : sawo matang
Kondisi : edema (-), luka (-), pucat (+)

Rambut

Bentuk : lurus
Warna : hitam
Kondisi : distribusi merata

Kepala

Bentuk : normocephal
Ubun-ubun : tidak cekung
Nyeri (-)

Mata

Cekung (+/+)
Air mata kering (+/+)
Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterik (-/-)
Edema palpebra (-/-)
Refleks cahaya (+/+)

Hidung

Pernafasan cuping hidung (-)


Sekret (+)

Telinga

Bentuk : normal
Sekret (-)

Mulut

Stomatitis (-)
Perdarahan gusi dan gigi (-)

Tenggorokan

Faring hiperemis (+)


Tonsil T1/T2, permukaan tonsil tidak melebar

Bibir

Mukosa bibir kering

Lidah

Lidah kotor (+)


Lidah tremor (-)

Leher

Pembesaran KGB (-)

Pembesaran tiroid (-)


Paru

Inspeksi : simetris
Palpasi : teraba focal fremitus di kedua lapang paru
Perkusi : terdengar suara sonor
Auskultasi : terdengar suara vesikuler dikedua lapang paru,
whezing (-/-), ronkhi (+/+)

Jantung

Inspeksi : tidak terlihat ictus cordis


Palpasi : teraba ictus cordis di ICS V
Perkusi : terdengar suara pekak
Auskultasi : terdengar suara BJ I dan II reguler, gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : terlihat perut cembung


Palpasi : turgor kulit menurun
Perkusi : terdengar suara hipertimpani di 4 kuadran
Auskultasi : bising usus (+) kuat

Limpa

Splenomegali (-)

Hepar

Hepatomegali (-)

Ekstremitas atas

Akral : hangat
Edema : -/Sianosis : -/RCT : > 2 detik kembali lambat

Ekstremitas bawah

Akral : hangat
Edema : -/Sianosis : -/RCT : > 2 detik kembali lambat

Kelenjar limfe

Tidak ada pembesaran kelenjar limfe

Anus dan rektum

Tampak hiperemis

Kulit

Warna : sawo matang


Turgor : kembali lambat

Scar BCG : Rumple leede : tidak dilakukan


Petekie / ekimosis : Efloresensi : Pemeriksaan Penunjang (laboratorium) :
Jenis pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai rujukan

Hemoglobin

11,4

g/dL

10,8

Jumlah leukosit

13,60

103/mikroL

6,00-17,00

Hematokrit

34

35-43

Jumlah trombosit

682

103/mikroL

217-491

Eritrosit

4,94

106/mikroL

3,60-5,20

MCV/VER

69

fL

73-101

MCH/HER

23

pg

23-31

MCHC/KHER

33

g/dL

26-34

Natrium (Na) darah

132

mEq/L

135-147

Kalium (K) darah

3,0

mEq/L

3,5-5,0

Chloride (Cl) darah

94

mEq/L

94-111

Hematologi rutin

Elektrolit

Resume :
Orangtua An.A usia 7 bulan datang ke UGD RSIJ Cempaka Putih dengan
mengeluhkan anaknya BAB cair sejak 2 hari SMRS, BAB cair disertai ampas tidak ada lendir
dan darah sebanyak > 10 kali, berwarna kuning dan berbau. Keluhan disertai dengan batuk
dan pilek sejak 5 hari SMRS batuk berdahak berwarna kuning kehijauan tetapi sulit keluar,
pilek berwarna kekuningan, hari ini muntah 1 kali, muntah cair tidak ada lendir dan darah.
Demam sejak 5 hari SMRS tetapi saat ini sudah turun. Kemerahan dan gatal di daerah
kemaluan. Nafsu makan menurun. An. Sering merasa haus dan ingin minum serta badanya
lemas. BAK sedikit sejak 3 hari SMRS. Terakhir BAK jam 16.00 sore SMRS. An.rewel dan
gelisah. Sebelum BAB cair, An.makan kue talem.

Pemfis : wajah pucat, konjungtiva anemis (+/+), mata cekung (+/+), mukosa bibir kering,
ronkhi (+)
Pem.lab :
Hb 11,4 g/dL, Ht 34%, jumlah trombosit 682 x 103/mikroL, MCV/VER 69fL, Na 132 mEq/L,
K 3,0 mEq/L,.
Assesment :
Diare, ISPA, vomitus, febris, malaise, hipokalemia, hiponatremia, trombositosis.
Diagnosa Kerja
a.

Diagnosa klinis

: - Diare akut dengan dehidrasi ringan

sedang e.c. infeksi virus


- ISPA
b.

Diagnosa gizi

c.

Diagnosa imunisasi

: gizi baik
:

tidak

lengkap

(tidak

memberikan imunisasi apapun)


d.

Diagnosa Tum-Bang

: sesuai dengan usia

Terapi :
Untuk rehidrasi : Infus RL 200 mL/kgBB/hari
: 200 ml x 9 kg = 1800 mL = 25 tpm (makro).
Untuk maintenance : Infus KA-EN 3B + 10 mEq KCL (1 kali) = 14 tpm (makro)
selanjutnya infus KA-EN 3B polos
Injeksi Ondancetron (invomit) : 1 ampul = 4 mg/2 mL IV dengan dosis 0,1 mg/kgBB
: 3 x (0,1 x 9 kg)
: 3 x 0,9 mg 3 x1 mg ( ampul)
Zinc (Daryazink) syrup

: 20 mg/5 mL dengan dosis 10 mg

: 1 x 10 mg ( sendok obat)
1 galur Prebiotik dan 3 galur probiotik (Probiokid) sachet : 1,5 gram / sachet
: dosis 1x1 sachet
Paracetamol (Sanmol) syrup

: 125 mg/5mL dengan dosis 10 mg/kgBB/kali dibagi


4 dosis.
: 4 x 125 mg ( 1 sendok obat ).

Puyer batuk ( 3 x1 bungkus ) berisi :


-

CTM 1/3 tab

Dexamethason 1/3 tab

Ambroxol 1/3 tab

Follow up pasien :
Hari/tanggal
/jam
Minggu,
18-10-2015
05.00 WIB

13.30 WIB

S
OT
mengatakan
anaknya
BAB cair
batuk, dan
naik turun,
2 kali.

O
pasien KU : tampak sakit
sedang. Kesadaran
masih apatis, suhu :
7 kali, 37,6oC,
HR:
demam 135x.menit, RR:
muntah 35x/menit.

BAB cair 5 kali +


ampas. Demam (-),
muntah
2 kali,
makan sedikit, BAK
sedikit, ASI (+),
peradangan
di
daerah inguinal.

KU : sakit sedang,
kesadaran : apatis,
suhu : 37,5oC,
HR:130x/menit,
RR: 37x/menit

Diare
akut - Terapi
cairan
dengan
untuk rehidrasi.
dehidrasi
ringan sedang

Diare
akut Terapi dilanjutkan
dengan
dehidrasi
ringan sedang

Terapi dilanjutkan
19.00 WIB

KU : sakit sedang,
Demam naik turun, Kes.0 CM, suhu :
BAB cair 5 kali + 38,6 C, HR: 133
x/menit, RR :
ampas, batuk (+)
36x/menit.

Diare
akut
dengan
dehidrasi
ringan sedang

Senin,
19-10-2015
05.00 WIB

19.00 WIB

Selasa,
20-10-2015
05.00 WIB
Rabu,
21-10-2015
05.00 WIB

BAB cair 5 kali,


muntah (-), demam
(-), BAK sudah
sedikit
sering,
peradangan
di
inguinal
suduah
berkurang. Btuk (+)

KU : sakit ringan.
Kesadaran : CM,
suhu : 37,1oC, HR:
128x/menit,
RR:38x/menit.

Terapi lanjutkan

BAB cair 5 kali,


muntah (-), demam
(-), BAK sudah
sedikit
sering,
peradangan
di
inguinal
suduah
berkurang.
Batuk
sudah berukrang

KU : sakit ringan.
Kesadaran : CM,
suhu : 37,1oC, HR:
128x/menit,
RR:38x/menit.

Demam (-) batuk


sudah
berkurang.
BAB cair 3 kali
sehari sudah tidak
ada ampas da lendir.

KU : sakit ringan,
Kes : CM, suhu :
37,50C,
HR
:
125x/menit, RR :
35x/menit.

Obs.diare akut - Terapi lanjutkan


dengan
dehidasi ringan
sedang

BAB cair sudah


mulai berkurang 2
kali sehari. Demam
(-) batuk sudah
berkurang

KU : sakit ringan,
Kes : CM, suhu :
37,50C,
HR
:
125x/menit, RR :
35x/menit.

Obs.diare akut - Terapi lanjutkan


dengan
dehidrasi
ringan sedang

Diare
akut
dengan
dehidrasi
ringan sedang

Terapi lanjutkan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare


Diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi (buang air besar)
lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsistensi
tinja (menjadi cair).
Beberapa pendapat ahli lain mengatakan bahwa diare adalah buang air besar
(defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air
tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali.
Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak dikatakan diare bila
frekuensinya lebih dari 3 kali sehari dan dalam konsumsi susu formula bukan ASI. Bila
minum ASI dan BAB sampai 10 kali sehari tidak disebut dengan diare.
Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan merupakan penyakit yang
umum terjadi pada anak di berbagai negara, terutama negara berkembang, termasuk
Indonesia. Sebagian besar kasus kematian pada diare disebabkan oleh dehidrasi.
2.2. Klasifikasi Diare
Menurut Suraatmaja (2010) diare dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a.
Diare akut : Diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
b.

sebelumnya sehat.
Diare kronik : Diare yang berlanjut sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan
berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to thrive)
selama masa diare tersebut.
Diare diklasifikasikan sebagai akut atau persisten menurut lamanya. Suatu episode

yang berlangsung selama kurang dari 7 sampai 14 hari adalah diare akut, diare yang
berlangsung selama lebih dari 2 minggu adalah diare kronik (Horrison, 2000).
2.3. Cara Penularan dan Faktor Risiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui fekal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan

penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.
Selain itu, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik.
1.

Faktor umum
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI.

2.

Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen
terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

3.

Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah sub
tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus, terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah
tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

4.

Epidemi dan pandemi


Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia. Pada akhir tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang
menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.

2.4 Etiologi Diare


Etiologi diare dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a.
Faktor Infeksi
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak, infeksi enteral meliputi :
a) Infeksi bakteri antara lain vibrio, E Coli, Salmonella, Shigella, Campilobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus antara lain Enterovirus, (virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
adenovirus, rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
c) Infeksi parasit antara lain cacing (Askaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
Protozoa (Entamoeba histolitica, Giardialambia, Trichomonas hominis), jamur
( Candida albicans).
2) Infeksi parenteral, yaitu infeksi bagian tubuh lain yang diluar alat pencernaan,
seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis,
dan sebagainya. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak yang berumur dibawah
b.

2 tahun.
Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat antara lain disakarida (intoleransi laktosa, maltosa,dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Pada bayi
dan anak yang penting dan tersering ialah intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
Dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida, dengan bantuan
enzim lipase mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika
tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena

lemak tidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung lemak.
3) Malabsorbsi Protein
c.
Faktor makanan : Makanan basi, beracun, tidak hygienis, alergi terhadap makanan
d.
Faktor psikologis : Rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
2.5. Mekanisme Diare
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.

Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanisme diare:
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih besar
c. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus

bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis

dan menyebabkan

hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah
maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke
arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Na
akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini
akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sukrosa, laktosa,
maltosa di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga
terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang
2.

sama.
Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrome, celiac, protein, peptida, tepung, asam
amino, dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus.
Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan virus
atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat
rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obatan
tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan malabsorbsi usus halus
adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau,
giardiasis dan enteroadheren E. coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan
merubah faal membran brush border tanpa merusak susunan anatomi mukosa.
Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insufisiensi
eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan
diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan
kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti,

malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan


malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai panjang intraluminal,
tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga menyebabkan pacuan sekresi Cl
sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi karbohidrat oleh karena
kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa, dan defisiensi congenital
lactase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu
Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel.
Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan
diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare,
menyebabkan kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa
sehingga menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan
absorpsi nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
a. Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hyperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebakan
sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya, penyakit ini menyebabkan atrofi vili.
b. Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri
dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl - di kripta keluar. Di
sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen usus
bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase.
Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler, meningkatkan
permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa
obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan

penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan


peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
c. Blood-Borne Secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya disebabkan
enterotoksin E coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara
maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat
atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon
seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma
pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas, hormon
sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia achlorhydria (WDHA)).
Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus,
berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua
enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4.

Diare akibat gangguan peristaltik


Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan

transit

obat-obatan

atau

nutrisi

akan

meningkatkan

absorpsi.

Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat


inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorpsi. Diare akibat hiperperistaltik
pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada
kasus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab
diare pada thyrotoksikosis, malabsorpsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.

5.

Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus,
protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen.

Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare
osmotik dan diare sekretorik.
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III
dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen
makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi
tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties.
2.6

Manifestasi Klinis Diare


Diare dapat timbul bersamaan dengan gejala sistemik seperti demam, letargi,
dan nyeri abdomen. Diare karena virus mempunyai karakteristik diare cair (watery
stool), tanpa disertai darah atau lendir, dapat disertai gejala muntah dan dehidrasi
tampak jelas.
Pasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami nausea, muntah,
nyeri perut sampai kejang perut, serta demam. Terjadinya renjatan hipovolemik harus
dihindari. Kekurangan cairan menyebabkan pasien akan merasa haus, lidah kering,
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara menjadi serak. Gangguan
biokimiawi seperti asidosis metabolik akan mengakibatkan frekuensi pernapasan lebih
cepat dan dalam (pernapasan kusmaul). Bila terjadi renjatan hipovolemik berat maka
denyut nadi cepat, tekanan darah menurun sampai tak terukur, pasien gelisah, muka
pucat, ujung-ujung ektremitas dingin, dan kadang sianosis. Kekurangan kalium dapat
menimbulkan aritmia jantung. Perfusi ginjal dapat menurun sehingga timbul anuria,
sehingga bila kekurangan cairan tak segera diatasi dapat timbul penyulit berupa
nekrosis tubular akut (Mansjoer, 2000).
Pada mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan
berkurang, atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair, mungkin disertai lendir
dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
diabsorbsi oleh tubuh selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah dan dapat disebabkan
karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elekrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi
mulai tampak yaitu berat badan menurun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun
menjadi cekung (Pada bayi), selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan,
sedang, berat. Bila berdasarkan tonsillitis plasma di bagi menjadi dehidrasi hipotonik,
isotonik, dan hipertonik.
2.7. Diagnosis
A. Anamnesis
- Perjalanan penyakit harus ditanyakan secara jelas:
- Lamanya diare berlangsung
- Kapan diare muncul (saat neonates, bayi atau anak-anak) untuk mengetahui
apakah termasuk diare kongenital atau didapat.
- Frekuensi BAB, konsistensi dari feses, ada tidaknya darah dalam tinja.
- Mencari faktor-faktor risiko penyebab diare, antara lain:
- Tidak diberikan ASI, atau ASI tidak ekslusif dalam 6 bulan pertama
kehidupan.
- Riwayat makanan: adanya faktor-faktor modifikasi yang mempengaruhi
BABseperti diet (untuk memperkirakan termasuk diare osmotic atau
sekretorik) atau stress.
- Riwayat kecil masa kehamilan.
- Jenis kelamin laki-laki.
- Riwayat diare dalam 2 bulan terakhir (yang menunjukan ada masalah dengan
sistem imunologi anak).
- Tanda-tanda adanya penyakit sistemik, pneumonia, didaerah endemis HIV
jangan lupa mencari kemungkinan adanya HIV.
- Riwayat pemberian antimikroba atau antiparasit

yang tidak diperlukan

sebelumnya.
- Gejala penyerta: sakit perut, kembung, banyak gas, gagal tumbuh.
- Riwayat pembedahan usus dapat mengakibatkan striktur intestinal, adhesi atau
hilangnya valvula ileocecal. Semuanya ini dapat menyebabkan terjadinya
small bowel bacterial overgrowth yang merupakan factor risiko terjadinya
diare persisten.
- Riwayat berpergian, tinggal ditempat penitipan anak merupakan risiko untuk
diare infeksi.
B. Pemeriksan Fisik
1) Penilaian status dehidrasi, status gizi dan status perkembangan anak.
2) Edema mungkin menunjukan adanya protein losing enteropathy yang merupakan
akibat sekunder dari inflammatory bowel disease, lymphangiektasia atau colitis.
3) Perianal rash merupakan akibat dari diare yang memanjang atau merupakan
tanda dari malabsorpsi karbohidrat karena feses menjadi bersifat asam.
4) Tanda-tanda malnutrisi seperti cheilosis, rambut merah jarang dan mudah dicabut,
lidah yang halus, badan kurus, baggy pants.
C. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis leukosit, serum immunoglobulin untuk


mengevaluasi adanya defisiensi imun, HIV testing, KED (Kecepatan Endap
Darah), CRP, albumin, ureum darah, elektrolit, tes fungsi hati, vitamin B 12,
vitamin A, D, dan E, folat kalsium, ferritin, waktu prothrombin (petanda untuk
defisiensi vitamin K) untuk mengevaluasi gangguan nutrisi akibat diare yang
berkepanjangan.
2) Pemeriksaan tinja
- Kultus feses: patogen yang sering ditemukan pada diare persisten adalah E.
coli (EPEC), salmonella, enteroaggregative E. Coli (EAEC), Klebsiella,
Aeromonas,

Amebiasis,

Campylobacter,

Shigella,

Giardiasis

dan

Cryptosporidium (antigen testing), Rotavirus.


- Tes enzim pancreas seperti tes fecal elastase untuk kasus yang diduga sebagai
insufisiensi pancreas. PH tinja <5,5 atau adanya substansi yang mereduksi
(glukosa, fruktosa, laktosa) pada pemeriksaan tinja, membantu mengarahkan
kemungkinan intoleransi laktosa.
- Osmolalitas feses dan elektrolit feses untuk menghitung osmotic gap dapat
membantu membedakan antara diare osmotic dengan diare sekretorik.
Osmotic gap dihitung dengan rumus: 290-2 (Na+ + K+). Osmotic gap >50
mOsm menunjukan diare osmotik.
- Pemeriksaan radiologi sedikit digunakan pada kasus diare persisten, barium
meal dapat menunjukan nodularitas, striktur dengan dilatasi proksimal usus
yang bias merupakan tempat small bacterial overgrowth yang dapat
menyebabkan diare.
- Endoskopi dapat digunakan untuk mengevaluasi beberapa kasus diare
persisten. Endoskopi dan kolonoskopi dengan biopsy digunakan untuk
mengevaluasi pasien yang dicurigai mengalami inflammatory bowel disease.
- Breath hedrogen test atau pemberian susu bebas laktosa sementara waktu
dapat dikerjakan pada pasien yang dicurigai intoleransi laktosa.
2.9 Terapi
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua
kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat rumah maupun sedang dirawat di
rumah sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan
muntah.

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit
formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang
terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih
banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak
terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhirakhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena
virus. Diare karena virus tersebut tidak menyebabkan kekurangan elektrolit
seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru
oralit dengan tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru
lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko
terjadinya hipernatremia.
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit
ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih
baik daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga
menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.
Diare akut tanpa dehidrasi
o Cairan rehidrasi oralit (NEW ORALIT) : 5 10 ml/kgBB/diare cair.
Diare akut dehidrasi ringan-sedang
o Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar:
75 ml/kgBB dalam 3 jam.
o Rehidrasi parenteral (bila anak muntah) :
RL atau KA-EN 3B atau NaCl
BB 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari
BB 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari
BB >15 kg : 135 ml/kgBB/hari

Diare akut dehidrasi berat


o Rehidrasi parenteral: RL atau Asering: 100 ml/kgBB dengan cara
pemberian:
Usia

30 ml/kgBB

70 ml/kgBB

< 1 tahun

1 jam pertama

5 jam berikutnya

1 tahun

jam pertama

2,5 jam berikutnya

1. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut


Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat
mengembalkan nafsu makan anak. Pemberian zinc yang dilakukan di awal
masa diare selama 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas
dan mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada
pasien anak penderita kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan
yang dikeluarkan.
Zinc termasuk

mikronutrien

yang

mutlak

dibutuhkan

untuk

memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil,
dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti
oksidan,

perkembangan

seksual,

kekebalan

seluler,

adaptasi

gelap,

pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam sistem kekebalan
tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut
didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan
fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama
diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan
elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus,
meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun
yang mempercepat pembersihan patogen dari usus. Pengobatan dengan zinc
cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia yang
memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena
tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.
Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar
sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.
Dosis zinc untuk anak-anak:
Anak < 6 bulan
: 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak 6 bulan
: 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10 14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI atau
oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan
dalam air matang atau oralit.
2. ASI dan makanan tetap diteruskan (Nutrisi)

ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisi yang hilang.
Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering mungkin dan selama anak
mau. Bayi yang tidak minum ASI harus diberi susu yang biasa diminum paling
tidak setiap 3 jam. Pengenceran susu atau penggunaan susu rendah atau bebas
laktosa secara rutin tidak diperlukan. Pemberian susu rendah laktosa atau bebas
laktosa mungkin diperlukan untuk sementara bila pemberian susu menyebabkan
diare timbul kembali atau bertambah hebat sehingga terjadi dehidrasi lagi, atau
dibuktikan dengan pemeriksaan terdapat tinja yang asam (pH <6) dan terdapat
bahan yang mereduksi dalam tinja >0,5%. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula
biasanya diminum secara bertahap selama 2-3 hari.
Bila anak berumur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak
atau padat, makanan ini harus diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diit harus
berasal dari makanan dan diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau
lebih) dan anak dibujuk untuk makan. Kombinasi susu formula dengan makanan
tambahan seperti serealia pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik pada anak
yang telah disapih. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang
terdiri dari: makanan pokok setempat. Untuk meningkatkan kandungan energinya
ditambahkan 5-10 ml minyak nabati untuk setiap 100 ml makanan. Minyak
kelapa sawit sangat bagus dikarenakan kaya akan karoten.

Campur makanan

pokok tersebut dengan kacang-kacangan dan sayur-sayuran, serta ditambahkan


tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang baik untuk menambah
kalium. Makanan yang berlemak atau makanan yang mengandung banyak gula
seperti sari buah manis yang diperdagangkan, minuman ringan, sebaiknya
dihindari.
3. Antibiotik selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan
Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit
disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional akan
mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah biaya
pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah

terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti


ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim sulfametoksazole dalam 15
tahun ini.
Antibiotik pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10-20%) yang
disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.
coli, Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya.
Antibiotik pada diare:
Penyebab

Antibiotik pilihan

Alternatif

Kolera

Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari

Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari

Shigella dysentry

Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari

Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
1x sehari IM
selama 2-5 hari

Amoebiasis

Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus berat)

Giardiasis

Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

WHO 2006
Untuk antibiotik umum diberikan sesuai dengan data publikasi yang dipakai
saat ini, yaitu:
Lini pertama : Kotrimoksazol (Trimetoprim + sulfametoksazol)
Tablet: 6-12 mg/kgBB/hari : 2
Lini kedua
: Amoksisilin: 20-40 mg/kgBB/hari : 3
Lini ketiga
: Cefixime : 5-10 mg/kgBB/hari : 2
Untuk Disentri Basiler (Shigela)
Lini pertama : Kotrimoksazol
Lini kedua

: Asam nalidiksat: 55 mg/kgBB/hari : 4

Untuk Disentri Amoeba

Metronidazol : 15-30 mg/kgBB/hari : 3


Untuk Kolera
Lini pertama : Tetrasiklin: 30-50 mg/kgBB/hari : 4
Lini kedua
4.

: Kotrimoksazol

Nasihat kepada orang tua (Edukasi)


Nasihat kepada ibu atau pengasuh untuk kembali segera jika demam, tinja
berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering atau
belum membaik dalam 3 hari. Orangtua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan
oralit dengan benar.
Langkah promotif/preventif:
1. ASI tetap diberikan
2. Kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum-sesudah makan
3. Kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban
4. Imunisasi campak
5. Memberikan makanan penyapihan yang benar
6. Penyediaan air minum yang bersih
7. Selalu memasak makanan.

2.10

Komplikasi
Gangguan elektrolit

Hipernatremia (Na plasma > 155 mEq/L)


Koreksi dengan rehidrasi IV menggunakan cairan D5% salin selama 8 jam.
Penurunan kadar Na perlahan-lahan, tidak boleh > 10 mEq per hari, penurunan
kadar Na plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat
menimbulkan edema otak.

Hiponatremia (Na plasma <130 mEq/L)


Koreksi dengan Ringer Laktat atau Normal Saline.
Rumus = 125 kadar Na serum x 0,6 x BB diberikan dalam 24 jam, setengah
dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh > 2 mEq/L/jam.

Hiperkalemia (K plasma > 5 mEq/L)


Koreksi dengan Kalsium glukonas 10% = 0,5 1 ml/kgBB IV perlahan-lahan
dalam 5-10 menit; sambil dimonitor irama jantung dengan EKG

Hipokalemia (K plasma < 3,5 mEq/L)

K 2,5 3,5 mEq/L = KCL per oral dengan dosis 75 mEq/kgBB/hari dibagi 3
dosis.
K <2,5 mEq/L = KCL IV drip dengan dosis:

3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam dalam 4


jam pertama

3,5 kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB dalam 20


jam berikutnya

Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan


fungsi ginjal dan aritmia jantung.
2.11

Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral.
Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
Membuang tinja bayi yang benar.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh penjamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi risiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun.
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisasi campak.
Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik dan seng
dalam pencegahan diare.
Probiotik
Probiotik yaitu mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang
menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang

lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik dalam
waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI.
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui:
perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba
terhadap beberapa patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen
pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa
usus melalui penyediaan nutrien dan imunomodulasi.
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan.
Umumnya

kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang

pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan.


Oligosakarida yang ada di dalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik
oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria didalam
kolon bayi yang minum ASI.

BAB III
KESIMPULAN

Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama,
karena masih tingginya angka kesakitan dan kematian. Penyebab utama terbanyak
diare akut adalah infeksi Rotavirus yang bersifat self limiting sehingga tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotika. Pemakaian antibitika hanya untuk kasuskasus yang diindikasikan. Masalah utama diare akut pada anak berkaitan dengan
risiko terjadinya dehidrasi. Upaya rehidrasi menggunakan cairan rehidrasi oral
merupakan satu-satunya pendekatan terapi yang paling dianjurkan. Penggantian cairan
dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi diare akut. Pemakaian anti
sekretorik, probiotik, dan mikronutrien dapat memperbaiki frekuensi dan lamanya
diare. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemberian makanan atau nutrisi yang
cukup selama diare dan mengobati penyakit penyerta.

PEMBAHASAN ANALISA MASALAH KASUS

Pada kasus pasien An.A termasuk dalam diare akut karena diare sudah lebih dari 10
kali sejak 2 hari. Penyebab diare pada kasus ini diduga karena infeksi virus dan keracunan
makanan, ditegakan berdasarkan anamnesis terdapat BAB cair disertai ampas tidak ada lendir
berwarna kuning dan berbau sebelum BAB cair An.A makan kue talem, demam 5 hari terus

menerus diserati batuk pilek, nafsu makan menurun, pemeriksaan fisik didapatkan suhu tubuh
37,80C, faring hiperemis, pemeriksaan paru didapatkan suara ronkhi pada kedua lapang paru,
dan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit normal yaitu 13,60 x 10 3/mikroL.
Derajat diare pada kasus ini termasuk dalam derajat ringan sedang ditegakkan berdasarkan
anamnesis An.merasa sering haus dan ingin minum, BAK sedikit sejak 3 hari dan BAK
terakhir jam 16.00 sore SMRS, terdapat penurunan BB sebesar 14,3% (BB sebelum sakit
10,5 kg, BB saat sakit/saat ini 9 kg) dan nafsu makan menurun, pada pemeriksaan fisik
didapatkan wajah pucat, ubun-ubun cekung, pada kedua mata cekung, air mata kering,
konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, abdomen didapatkan perut cembung, turgor kulit
kembali lambat, inspeksi terdengar hipertimani di 4 kuadran abdomen, dan auskultasi
terdengar bising usus positif dan kuat, serta hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan MCV
69 fL (turun), Natrium darah 132 mEq/L (turun), dan Kalium darah 3,0 mEq/L (turun).
Mekanisme terjadinya diare pada pasien An.A kemungkinan campuran antara
gangguan osmotik dan gangguan sekretorik, ditegakkan berdasarkan gejala klinis, anamnesis,
pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium. Sebelum BAB cair An.A makan kue
talem, kue talem berasal dari beras ketan yang dicampur dengan sedikit santan, pada bayi usia
7 bulan sistem pencernaan belum berfungsi sempurna, sehingga penyerapan bahan makanan
belum terserap dengan lancar atau tidak terserap, hal ini menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah maka pada
segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejenum,
sehingga air akan banyak terkumpul dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam
lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na
yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan
tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa,
sukrosa, laktosa, maltosa di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga
terjadi diare.
Pengobatan pada pasien An.A kurang tepat karena pada dehidrasi ringan sedang dapat
diberikan secara oral dengan dosis 75 mL/kgBB dalam 3 jam, kemungkinan pemberian
rehidrasi secara parenteral karena pada An.A terdapat muntah sehingga tidak bisa diberikan
secara oral. Dosis rehidrasi yang diberikan sudah sesuai berdasarkan BB An.A 9 kg yaitu 200
mL/kgBB/hari dengan tetesan makro. Untuk cairan maintenance sudah sesuai berdasarkan
literatur yaitu menggunakan rumus holiday sugar berdasarkan BB anak, pada pasien ini

diberikan cairan KA-EN3B dengan ditambah KCL karena kadar kalium pada An.A termasuk
rendah (3,0 mEq/L) dengan tetesan makro selanjutnya maintenance diberikan KA-EN3B
polos tanpa tambahan KCL.
Pemberian obat simptomatik untuk gejala pada An.A sudah sesuai dengan literatur
yaitu diberikan antiemetik (ondancentron) injeksi dengan dosis 0,1 mL/kgBB, zink dosis 10
mg, prebiotik dan probiotik 1 kali 1 sachet, antipiretik (paracetmol) syrup dosis 10
mg/kgBB/kali dibagi 4 dosis, dan puyer batuk yang berisi CTM, kortikosteroid
(deksametason), dan ambroxol.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Kandun NI. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan

masyarakat;

dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI. juli 2013.


2.

Barkin RM. Fluid and Electrolyte Problems. Problem Oriented Pediatric Diagnosis.
Little Brown and Company. 2008.

3.

Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak diagnosa
dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2002 : Salemba
Medika hal 73.

4.

Robert, M, Nelson texbook of pediatrics. Elsevier. London. 2012.

5.

Departemen kesehatan RI Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta 2010

6.

Firmansyah A. Terapi probiotik dan prebiotik pada penyakit saluran cerna. dalam Sari
pediatri Vol 2, No. 4 maret 2010

7.

Subijanto MS,Ranuh R, Djupri Lm, Soeparto P. Managemen diare pada bayi dan
anak. Dikutip dari www.pediatric.com, diakses tgl 10 november 2014

8.

Rohim A, Soebijanto MS. Probiotik dan flora normal usus dalam Ilmu penyakit anak
diagnosa dan penatalaksanaan . Ed Soegijanto S. Edisi ke 1 Jakarta 2012
Selemba Medika.

9.

Suharyono.Terapi nutrisi diare kronik Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan ilmu


Kesehatan Anak ke XXXI, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2008

10.

Ditjen PPM&PLP Depkes RI.Tatalaksana Kasus Diare Bermaslah. Depkes RI 2005;


hal 58.

Anda mungkin juga menyukai