Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

ANESTESI INHALASI PADA APENDIKTOMI

Pembimbing:

dr. Agus Jaya Nugraha, SpAn.

Oleh:

Aneta Tria Sari

2011730006

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

STASE ANESTESI RSIJ CEMPAKA PUTIH

PERIODE 10 OKTOBER – 05 NOVEMBER 2016


BAB I

STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. D
TTL : Jakarta, 28 Maret 2005
Usia : 11 tahun
Alamat : Cempaka Putih Timur No.4 Rt 1/3, Cempaka Putih, Jak-Pus
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal masuk RS : 17 Oktober 2016

1.2 ANAMNESIS
Keluhan utama :
Nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2
hari sebelum masuk rumah sakit.
1 hari sebelumnya pasien mengeluh mual dan muntah sebelum dan setelah makan.
BAB dan BAK tidak ada keluhan. Pasien masih dapat buang angin.

Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat Hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit gangguan pembekuan darah
disangkal

Riwayat penyakit komorbid :


Pasien tidak sedang batuk ataupun pilek

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat Hipertensi, diabetes melitus, asma disangkal. Dikeluarga belum ada yang
pernah operasi
Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat-obatan, plester, makanan maupun
udara dingin.

Riwayat Operasi
Belum pernah melakukan operasi sebelumnya

Riwayat Kebiasaan
Pasien mengatakan makan teratur dan tidak merokok, tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol.

Riwayat hal-hal yang digunakan pasien :


Adanya gigi palsu, kawat gigi, atau gigi goyang disangkal.

1.3 KEADAAN FISIK PRABEDAH


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital
TD : 90/50 mmHg
Suhu : 36.0 oC
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 20 x/ menit
BB : 30 kg
TB : 135 cm
IMT : 16.4 (berat badan kurang)

Status generalis :
Kepala Bentuk : normocepal, simetris
Rambut : alopecia (-), tidak mudah dicabut
Mata : conjunctiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil isokor kanan dan
kiri, refleks cahaya (+/+).
Hidung : deformitas (-), nyeri tekan (-), sekret (-/-)
Mulut : hiperemis (-), mukosa buccal basah, erosi (-), lidah tidak kotor, mukosa
bibir lembab.
Gigi : karies (-), mikrolesi (-)
THT : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, mallapati 2
4

Leher Inspeksi : bentuk normal, deviasi trakea (-)


Palpasi : pembesaran kelenjar tiroid dan KGB (-)
JVP tidak meningkat
Thoraks Pulmo
Inspeksi : bentuk simetris kanan dan kiri
Palpasi : teraba focal fremitus pada kedua lapangan paru
Perkusi : terdengar suara sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : terdengar vesikuler pada kedua lapang paru, whezing (-), ronkhi (-)
Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : teraba ictus cordis di ICS V
Perkusi : Batas atas : sela iga III garis sternalis kiri
Batas kanan : sela iga IV garis parasternalis kanan
Batas kiri : sela iga V garis midklavikula kiri
Auskultasi : BJ I,II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Auskultasi : BU (+)
Inspeksi : supel, perut tampak datar, tidak ada jaringan parut.
Palpasi : nyeri tekan (+) perut kanan bawah, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : seluruh lapang abdomen timpani
Tanda khas - Psoas signs (+)
apendisitis - Obturator signs (+)
- Rovsigns signs (+)
- Blumberg (+)
Ekstremitas Superior : Deformitas (-), edem (-), RCT < 2 detik
Inferior : deormitas (-), edem (-), RCCT < 2 detik

1.4 LABORATORIUM
 Hemoglobin : 13,7 g/dl (11.8-15.0 g/dl)
 Hematokrit : 38% (35-47%)
 Jumlah leukosit : 10.14 x 103/mikroL (4.5-13.50 x 103/mikroL)

1.5 STATUS FISIK


American Society of Anesthesiologists (ASA) :
1. Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik & biokimia.
2. Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
3. Pasien dengan penyakit sistemik berat, aktivitas rutin terbatas.
4. Pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan aktivitas rutin
dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupan sehari-harinya.
5. Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya
tidak akan lebih dari 24 jam

1.6 ASSESMEN PRE ANESTESI


Diagnosis pra-bedah : Appendisitis
Jenis pembedahan : Appendiktomi
Keadaan Preoperatif : Pasien puasa selama 8 jam. Keadaan pasien tampak baik,
kooperatif, tekanan darah 90/70 mmHg, nadi 104 x/menit.
Jenis anestesi : Anestesi Umum
Teknik anestesi : LMA no.2,5 ½ lingkaran tertutup ventilator kendali
Medikasi prabedah : Pemasangan intravenous infus line (RL)
Premedikasi : Tidak ada

1.7. ASSESMEN PRA INDUKSI DAN PENATALAKSANAAN ANESTESI


 Dipuasakan selama 4-6 jam
 Saat di ruang rawat inap, pasien di infus dengan asering
 Dilakukan assesmen pra anestesi kepada pasien
 Dilakukan pemeriksaan kembali identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran
konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat-alat uang diperlukan
 Mengganti pakaian pasien dengan pakaian operasi
 Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang
 Peralatan monitor dipasangkan kepada pasien untuk memonitor tekanan darah,
nadi dan pulse oksimeter.
 Persiapan induksi anestesi sesuai dengan STATICS
 Persiapkan LMA no 2,5 kassa steril, sungkup oksigen, spoit 10 cc, jelly
 Pada pukul 15.00 dilakukan induksi inhalasi :
• Monitoring tanda-tanda vital
• Pasien berbaring dimeja operasi
• Dilakukan anamnesis terlebih dahulu kepada pasien
• Diberikan induksi intravena (ketamin 25 mg dan fentanyl 0,1 mg) durasi
selama 5 menit
• Diberikan neostigmin 10 mg sebagai pelumpuh otot agar menghindari
trauma mulut, faring-laring.
• Segera sesaat induksi intravena diberikan, sungkup oksigen yang telah
terhubung dengan tabung oksigen dipasangkan pada mulut pasien sampai
pasien relaks
• Setelah pasien rileks, dilakukan manuver tripel jalan nafas
• Segera dimasukkan LMA dan disambungkan ke selang oksigen ½ lingkaran
tertutup dan terhubung dengan monitor ventilasi kendali dengan campuran gas
pendorong O2 dan N2O dengan perbandingan O2 : N2O = 0,8 : , MAC 1,2
• Dihidupkan desfluran 6% sebagai maintenance
• Tekanan darah terukur 90/46 mmHg, nadi 98 x/menit, saturasi O 2 99%, dan
end tidal CO2 56
 Pada pukul 15.15 operasi dimulai

1.8. INTRAOPERATIF
A. Medikasi Selama Operasi :
- Premedikasi : -
- Anestesi inhalasi : Ketamin 25 mg (IV)
- Analgetik : Fentanyl 0,1 mg (IV)
Ketorolac 30 mg (IV)

- Antiemetik : Ondancentron 4 mg (IV)


- Lain-lain :
o Neostigmin 10 mg (IV)
o Ceftriaxone 1 gram (IV)

B. Diberikan O2 dan N2O dengan perbandingan 0,8 : 1 dan desfluran sebanyak 4-6%

C. Kebutuhan Cairan Selama Operasi


BB : 30 kg Hb awal 13,7 g/dl
Estimate Blood Volume : 70 cc x 30 kg = 2100 ml

Allowable Blood Loss :

: (38- 30) x 2100 = 442 ml


38
Perdarahan : 50 cc
Urin output : -
1. Kebutuhan cairan maintenance:
o BB : 30 Kg
• 10 Kg I : 10 x 4cc/KgBB/jam = 40 cc/jam
• 10 Kg II : 10 x 2 cc/KgBB/jam = 20 cc/jam
• Sisanya 10 x 1 cc/KgBB/jam = 10 cc/jam
• Total kebutuhan cairan maintenance : 70 cc /jam

2. Kebutuhan cairan puasa dan stress operasi


- Puasa : lama puasa x kebutuhan cairan maintenance
: 6 jam x 70 cc = 420 cc
- Stress operasi : operasi sedang
: 6cc/kgBB/jam
: 6 cc x 30 kg = 180 cc

3. Pemberian cairan berdasarkan durasi operasi


1 jam pertama : maintenance + ½ puasa + stress operasi
: 70 cc + ½ (420 cc) + 180 cc = 460 cc

1 jam kedua : maintenance + ¼ puasa + stress operasi


: 70 cc + ¼ (420 cc) + 180 cc = 355 cc
1 jam ketiga : maintenance + ¼ puasa + stress operasi
: 70 cc + ¼ (420 cc) + 180 cc = 355 cc
1 jam keempat : maintenance + stress operasi
: 70 cc + 180 cc = 250 cc
Lama operasi 60 menit
Total kebutuhan cairan : ½ x 1 jam pertama = ½ x 460cc = 230 cc

4. Total kebutuhan cairan


½ jam pertama + perdarahan + urin output
( ½ x 460 cc) + 50 cc + 0
Total kebutuhan cairan selama operasi = 280 cc

5. Jumlah cairan yang diberikan Ringer Laktat 300 cc

Post operatif
Monitoring tanda-tanda vital Aldrette Score
- Kesadaran : Compos Mentis - Aktivitas : Dapat menggerakan empat Ekstremitas
- BP : 100/70 mmHg
(2)
- HR : 98 x/menit
- Pernapasan: Dapat Bernapas Dalam dan Batuk (2)
- RR : 20 x/menit
- Sirkulasi : Tekanan Darah ± 20% dari Nilai Pra
- T : 36,2oC
- SpO2: 100 % Anetesi (2)
- Kesadaran : Sadar Penuh (2)
Kesan : Baik
- Saturasi O2 : ≥ 92 % dengan suhu kamar (2)

Skor : 10/10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Induksi Inhalasi

Induksi inhalasi hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran. Cara
induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau pada
dewasa yang takut disuntik.2

Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi
dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N2O : O2 = 3:1 aliran > 4
liter/menit atau campuran sampai konsentrasi yang dibutuhkan. Kalau pasien batuk,
konsentrasi diturunkan untuk kemudian jika sudah tenang dinaikkan lagi sampai
konsentrasi yang diperlukan.

Induksi dengan sevoflurasn lebih disenangi karena pasien jarang batuk, meskipun
langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti halotan
konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan. Induksi dengan esfluran (etran), isofluran
(floran,aeran) atau desfluran jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu
induksi menjadi lama.
Gambar : bagan anestesi inhalasi

2.2. Obat Anestesi Inhalasi

Obat anestesi inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk pembedahan
adalah N2O. Kemudia i anestn menyusul eter, kloroform, etil-klorida, etilen, divinil-eter,
siklo-propan, trikloro-etilen, iso-propenil-vinil-eter, propenil-metil-eter, fluoroksan, etil-
vinil-eter, halotan, metoksi-fluran, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran. Ambilan
alveolus gas atau uap anestesi inhalasi ditentukan oleh sifat fisiknya :

1. Ambilan oleh paru

2. Difusi gas dari paru ke darah

3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya

Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan


ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor utama
yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan
pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat pada yang larut.

Kadar alveolus minimal (KAM) atau MAC (minimum alveolar concentration) ialah
kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada tekanan satu atmosfer yang diperlukan
untuk mencegah gerakan pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar. Pada umumnya
immobilisasi tercapai 95% pasien, jika kadarnya dinaikkan di atas 30% nilai MAC.
Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestetik dalam alveoli sama dengan
tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.

Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh :

1. Konsentrasi inspirasi

2. Ventilator alveolar

3. Koefisien darah/gas

4. Curah jantung/aliran darah paru

5. Hubungan ventilasi-perfusi

Halotan

Halotan (fluotan) bukan turunan eter, emlainkan turunan etan. Baunya enak dan tidak
merangsang jalan nafas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesia kombinasi dengan
N2O. Selain untuk induksi dapat juga digunakan sebagai laringoskopi intubasi, asalkan
aenstesinya cukup dalam, stabil, dan sebelum tindakan diberikan anelgesia semprot lidokain
4% atau 10% sekitar faring laring.

Pada nafas spontan rumatan anestesia sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1
vol% yang tentunya disesuaikan dengan respons klinis pasien. halotan menyebabkan
vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit dikendalikan dengan teknik
anestesia hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk bedah otak.

Kelebihan dosis halotan dapat menyebabkan depresi nafas, menurunnya tonus simptis,
hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi
refleks baroreseptor.

Sekitar 20% halotan dimetabolisir terutama di ehpar secara oksidatif menjadi komponen
bromin, klorin, dan asam trikloro asetat. Secara reduktif menjadi komponen fluorida dan
produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin.

Desfluran
Desfluran (suprene) merupakan halogenasi erat yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip
isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dbandingkan dengan anestetik volatil lain,
sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu
ruangan (23,5 derajat celcius). Potensinya rendah (MAC 6,0%). Bersifat simpatomimetik,
emnyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran.
Desfluran merangsang jalan nafas atas, sehingga tidak digunakan sebagai induksi anestesi.

Enfluran

Enfluran (etran,aliran) merupakan halogenasi eter dan cepat populer setelah ada kecurigaan
gangguan fungsi hepar oleh halotan pada pengguna ulang. Enfluran dimetabolisme hanya 2-
8% oleh hepar menjadi produk nonvolatil yang dikeluarkan lewat urin. Sisanya dikeluarkan
lewat paru-paru dalma bentuk asli. Induksi pulih dan anestesi lebih cepat dibandingkan
dnegan halotan. Efek depresi nafas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif
dibanding halotan.

Isofluran

Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestesi atau subanestesi
menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak
dan tekanan intrakranial. Peninggian alirna darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat
dikurangi dnegan teknik nestesia hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan pada
bedah otak.

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk anestesia
teknik hipotensi dan banyak pada pasien dengan gangguan koroner. Isofluran dengan
konsentrasi >1% terhadap uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kirang ersponsif jika
diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan.
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.

Sevofluran

Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibanding dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas,
sehingga digemari untuk induksi anestesia inhalasi.
Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap
sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah
pemberian dihentikan, sevofluran cepat dikeluarkan oleh tubuh.
2.3. Farmakokinetik Obat Anestesi Inhalasi

Farkamokinetik pada anestesi inhlasi menggambarkan pengambilan (absorbsi) dari


alveolus dalam sistem sirkulasi, distribusi dalam tubuhm dan eliminasi oleh paru-paru
atau dimetabilisme dalam hepar.4

Eliminasi

Sebagian besar gas anestetik dikeluarkan lagi oleh badan lewat paru. Sebagian lagi
dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa metabolisme yang larut
dalam air dikeluarkan melalui ginjal.

N2O
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan
memanaskan amonium nitrat sampai 240 derajat celcius. N2O dalam ruangan berbentuk gas
tak berwarna, bau manis, tidak iritasi, tidak terbakar, dan bertnya 1,5 kali berat udara. Zat ini
dikemas dalam bentuk cair dalam silinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan
tekanan 750 psi atau 50 atm.

Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik
lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang
persalinan. Pada anestesi inhalsai jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan
salah satu cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestetsi N 2O
dihentikan, makan N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O 2
dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi, diberikan O2
100% selama 5-10 mneit.
DAFTAR PUSTAKA

1. James duke, etc. Anesthesia secrets 4th ed. Management airway Page 69 chapter 8

2. Said,A Latif, dkk. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Inhalasi Hal.48-
53. Jakarta ; Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FKUI.
3. Rachel. Basic Anesthesia 6th ed. Inhalated anesthesia Page 83 chapter 8

4. Eger EI II: Uptake of inhaled anesthetics: The alveolar to inspired anesthetic


difference. In Eger EI II, editor: Anesthetic Uptake and Action,
Baltimore, 1974, Williams & Wilkins, pp 77–96.

Anda mungkin juga menyukai