Pembimbing :
Disusun oleh :
1
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Pembimbing
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................5
2.2 Anamnesis...........................................................................................8
2.5 Diagnosis.............................................................................................14
2.6 Penatalaksanaan...................................................................................14
2.7 Follow-Up............................................................................................15
2.8 Prognosis.............................................................................................16
2.9 Resume................................................................................................16
3.2 Epidemiologi......................................................................................25
3.3 Klasifikasi...........................................................................................25
3.5 Patofisiologi........................................................................................27
3
3.7 Gejala dan Tanda..................................................................................33
3.9 Penatalaksanaan...................................................................................35
BAB V KESIMPULAN.............................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................62
4
BAB I
PENDAHULUAN
Tingginya angka kematian ibu yang disebabkan oleh preeklampsia dan banyaknya
komplikasi yang ditimbulkan baik pada ibu maupun pada bayi menyebabkan pentingnya
pencegahan dan diagnosis dini preeklampsia. Deteksi dini Preeklampsia akan memberikan
kesempatan untuk melakukan monitoring dan manajemen klinis yang tepat, diikuti dengan
identifikasi komplikasi lebih awal. Prediksi PE di awal kehamilan dapat menuntun ke strategi
profilaksis awal yang lebih efektif.11 Penundaan tatalaksana dari preeklamsia dapat berakhir
pada insufisiensi plasenta dan disfungsi organ ibu, dimana keadaan ini meningkatkan risiko
kematian maternal dan perinatal. 3
5
BAB I
STATUS PASIEN
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. F
Usia : 40 tahun
Agama : Islam
Status : menikah
No RM : 10-06-11
2. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Pasien datang ke UGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan mulas-mulas ingin
melahirkan
Pasien G3P2A0 H 38 minggu datang ke UGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan
mulas-mulas ingin melahirkan sejak sekitar 14 jam yang lalu. Rasa mulas dirasakan terus
menerus, semakin lama semakin meningkat ferekuensi dan kualitasnya. Pasien mengaku
belum ada keluar air-air, lendir maupun darah dari jalan lahir. Pasien mengaku mempunyai
tekanan darah tinggi sebelum dan selama hamil. Pasien mengaku ada nyeri kepala hebat
dan nyeri ulu hati. Pasien menyangkal adanya gangguan penglihatan dan muntah-muntah.
Riwayat Menstruasi
6
Usia menarche : 15 tahun
Riwayat Persalinan
Anak
Jenis BB Keadaan
No Tahun Tempat Penolong Usia Jenis Penyulit
kelamin (gram)
kehamilan persalinan
Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah satu kali pada tahun 1997 sampai saat ini.
Riwayat Kontrasepsi
7
Dilakukan sebanyak lima kali di bidan setempat dan tidak pernah USG di klinik
prakter dokter.
Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sebelum dan saat hamil.
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit ginjal, penyakit jantung, diabetes
mellitus, asma, dan alergi obat. Pasien menyatakan bahwa dia memiliki keluhan yang
sama pada kehamilan sebelumnya. Riwayat kejang sebelum dan saat hamil disangkal
pasien. Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit serta belum pernah menjalani
operasi.
Pasien memiliki keluarga dengan riwayat penyakit hipertensi, pasien tidak memiliki
keluarga dengan riwayat penyakit diabetes mellitus, penyakit ginjal dan penyakit
jantung. Pasien menyangkal terdapat keluarga dengan penyakit tekanan darah tinggi
pada kehamilan.
Riwayat Alergi
Riwayat Kebiasaan
Status Generalisata
8
d. Antropometri
BB sebelum hamil : 51 kg
BB saat hamil : 62 kg
TB : 159 cm
e. Tanda Vital
Pernapasan : 20 kali/menit
f. Kepala :
Paru : Suara nafas vesikuler dan sonor pada kedua lapang paru. Tidak
terdengar adanya wheezing maupun ronkhi.
9
k. Ekstremitas : terdapat pitting edema pada kedua ekstremitas bawah. Akral teraba
hangat., tidak terdapat deformitas pada ekstremitas bawah dan atas,
CRT < 2 detik.
Status Obstetrik
b. Mammae :
c. Pemeriksaan Luar
Inspeksi : Striae gravidarum (+) Linea nigra (+) bekas luka (-)
Palpasi :
Auskultasi
115 kali/menit
d. Pemeriksaan Dalam
Vagina Touche :
10
o Vulva : Tenang
o Uretra :Tenang
e. Pemeriksaan Panggul
DARAH RUTIN
Lekosit 13.200 /Ul 5.000-10.000
Eritrosit 4.56 juta/uL 4-5
Hemoglobin 12.6 g/Dl 12-16
Hematokrit 41 Vol % 37-43
Trombosit 303.000 mm/jam 150.000-450.000
KI KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 65 mg/dL <200
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
Tanggal 19 april 2018 pukul 08.00 WIB
DARAH RUTIN
Lekosit 17.000 /uL 5.000-10.000
Eritrosit 4,62 juta/uL 4-5
11
Hemoglobin 13,0 g/dL 12-16
Hematokrit 39 Vol % 37-43
Trombosit 292.000 mm/jam 150.000-450.000
HEMOSTASIS
Bleeding Time 1'20" Menit 1-3
Clotting Time 5'10" Menit 4-11
Tanggal 21 April 2018
KIMIA DARAH
Protein total 5,7 mg/dl 6,7 – 8,3
SGOT 30 u/L 5 – 40
SGPT 40 u/L 5 – 41
Albumin 2,9 mg/dl 3,5 – 5,5
Globulin 2,8 mg/dl 1,9 – 2,5
Kolesterol total 253 mg/dl 50-200
LDL kolesterol 68 mg/dl 45 – 65
HDL Kolesterol 169 mg/dl <100
(indirek)
Kreatinin darah 0,53 mg/dl 0,6 – 1,1
Ureum darah 21 mg/dl 15 – 39
URIN LENGKAP
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Agak keruh Jernih
Tes Kimia
Glukosa Negatif Negatif
Lekosit esterase - Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton - Negatif
Ph 6,5 4,5-8,5
Protein +2 Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negatif Negatif
Blood 1+ Negatif
Berat jenis 1.015 1.003 – 1.030
Sedimen
Leukosit 0 – 2/lpb 2–4
Eritrosit 1 – 3/lpb 0–1
Pemeriksaan EKG
12
2.5 DIAGNOSIS
Ibu
G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten dengan hipertensi kronik dengan
superimposed preeklampsia.
Janin
Janin tunggal hidup, letak memanjang (punggung kanan), presentasi kepala, kepala
sudah masuk PAP dengan suspek gawat janin
2.6 PENATALAKSANAAN
A. Planning Diagnosis
B. Planning Terapi
13
c. Tirah baring (miring ke sisi kiri)
d. Drip MgSO4 40% 6 gram (15 cc) dalam RL 500 cc gtt 28 makro
C. Planning Monitoring
d. Monitor DJJ
e. Monitor his
D. Planning Edukasi
14
2.7 FOLLOW-UP
Tanggal S O A P
19/04/2018 Keluhan mulas- KU : tampak sakit sedang G3P2A0 hamil 38 minggu IVFD RL + MgSO4 6 gr (15
mulas (+), nyeri inpartu kala I fase laten cc) drip gtt 28 makro
00.45 WIB Kesadaran : compos mentis
kepala hebat (+), dengan Hipertensi kronik
Bolus MgSO4 40% 4 gr IV
pusing (-), nyeri ulu TD : 190/120 mmHg dengan superimposed
bolus
hati (+), mual (-) dan preeklampsia + JTH
N : 88 kali/menit
muntah (-), Preskep dengan suspek Amlodipin 1x10 mg SL
pandangan kabur (-). S : 36oC gawat janin
Observasi keluhan pasien, KU,
R : 20 kali/menit TTV
15
pemasangan
Fungsi Hati
SGOT : 30 u/l
SGPT : 40 u/l
Protein Total : 5,7 mg/dl
Albumin : 2,9 mg/dl
Globulin : 2,8 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum : 21 mg/dl
Kreatinin : 0,53 mg/dl
Asam Urat : 3,9 mg/dl
TD 180/110 mmHg
16
TD 160/100 mmHg
TD 160/100 mmHg
TD 160/100 mmHg
TD 160/100 mmHg
17
02.30 WIB DJJ : 120 kali/menit
TD 160/100 mmHg
20/04/2018 Keluhan nyeri post KU : tampak sakit sedang P3A0 post SC hari I atas Drip MgSO4 40% 1 fl dalam
partum SC (+), indikasi hipertensi kronik RL 500 cc gtt XX / 24 jam
08.00 WIB Kesadaran : compos mentis
keluar ASI (+/+), dengan superimposed
Cefixime 2 x 100 mg
mual (-), muntah (-), TD : 110/60 mmHg preeklampsian dan gawat
pusing, (-), janin Asam Mefenamat 3 x 500 mg
N : 80 kali/menit
pandangan kabur (-),
Biosanbe 1 x 1 tab
BAK (+), menyusui S : 36,2oC
(+), perdarahan (+), Metronidazol 3x500 mg
R : 20 kali/menit
mobilisasi duduk (+).
Observasi keluhan pasien, KU,
Thorax : dbn
TTV
Abdomen : supel, nyeri tekan (-),
Ny.F melahirkan
18
tanggal 19/04/2018 bising usus (+), TFU 1 jari bawah Cek laboratorium
pukul 04.40 WIB di umbilikal, kontraksi baik
ruang OK RSUD
Ekstremitas : akral hangat, pitting
Depati Hamzah.
edema tungkai -/-
Bayi lahir spontan,
St.Ginekologi : lokia rubrum
langsung menangis,
jenis kelamin Urin output : 1500/24 jam (terpasang
perempuan, BB lahir pre dan post SC)
2900 gr, panjang 46
cm, AS 8/9, air
ketuban jernih,
plasenta lahir
lengkap (+), kelainan
kongenital (-), anus
(+).
21/04/2018 Keluhan nyeri post KU : tampak sakit sedang P3A0 post SC hari II atas Cefixime 2 x 100 mg
partum (+), keluar indikasi hipertensi kronik
07.00 WIB Kesadaran : compos mentis Asam Mefenamat 3 x 500 mg
ASI (+/+), mual (-), dengan superimposed
muntah (-), pusing, TD : 110/60 mmHg preeklampsia dan gawat Biosanbe 1 x 1 tab
(-), pandangan kabur janin
N : 80 kali/menit Metronidazol 3x500 mg
(-), BAK (+),
menyusui (+), S : 36,2oC Observasi keluhan pasien, KU,
perdarahan (+),
19
mobilisasi duduk (+). R : 20 kali/menit TTV
2.8 PROGNOSIS
Persalinan
1. Ibu : dubia
2. Janin : malam
2.9 RESUME
20
Seorang wanita hamil berusia 40 tahun, dengan G3P2A0 hamil 38 minggu, datang ke UGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan
mulas-mulas ingin melhirkan sejak sekitar 14 jam yang lalu yang dirasakan terus menerus. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien
memiliki riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan sebelumnya. Pasien mengaku ada nyeri kepala hebat dan nyeri ulu hati. Pasien
menyangkal adanya gangguan penglihatan dan muntah-muntah.
Pasien mengaku pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelum hamil. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah pasien
190/120 mmHg. Pada pemeriksaan Leopold I-IV, didapatkan tinggi fundus 29 cm, bagian fundus teraba bokong, punggung bayi terdapat di
sisi kanan ibu, dan kepala sudah memasuki pintu atas panggul. Denyut jantung janin 115 kali/menit, taksiran berat janin 2.790 gram. Dari
pemeriksaan laboratorium, didapatkan adanya proteinuria positif 2 (++). Diagnosis pada pasien ini adalah G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu
kala I fase laten dengan superimposed preeklampsia serta janin tunggal hidup, letak memanjang (punggung kanan), presentasi kepala, dan
kepala sudah masuk PAP dengan suspek gawat janin. Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini adalah tirah baring; bolus MgSO4 40% 4
gam IV, drip MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 c gtt 28 makro, amlodipin 1 x 10 mg peroral sub lingual; observasi keluhan pasien,
keadaan umum, his, pembukaan serviks, kemajuan serviks, tanda vital, dan denyut jantung janin serta terminasi kehamilan pervaginam.
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Preeklamsia didefinisikan sebagai adanya tekanan darah sistolik lebih besar dari
atau sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih besar dari atau sama
dengan 90 mmHg atau lebih. Atau tekanan darah sistolik lebih besar dari atau sama
dengan 160 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih besar dari atau sama dengan 110
mmHg atau lebih (dalam kondisi ini, hipertensi dapat diatasi dengan pemberian terapi
antihipertensi dalam waktu beberapa menit)12
Proteinuria yaitu bila terdapat protein dalam urin dengan kadar ≥ 300mg dalam 24
jam atau ≥ 1 gram/liter dalam dua kali pengambilan urine selang 6 jam secara acak atau
dengan pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urine secara acak.12
3.2. Epidemiologi4
22
semakin meningkat pada wanita hamil dengan umur muda (<20 tahun) dan wanita
hamil dengan umur > 35 tahun.
3.3. Klasifikasi23
1. Hipertensi Gestasional
Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg Untuk pertama kalinya setelah umur
kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali
normal < 12 minggu pasca persalinan.
2. Preeklampsia
- Ringan
-Berat
3. Eklampsia
Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami
hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.
Tanda-tanda hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah adanya
proteinuria, gejala neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan visus, edema
patologik yang menyeluruh (anasarka), oliguria, edema paru, kelainan laboratorium
berupa kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, kenaikan transminase serum
hepar.
23
5. Hipertensi Kronik
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila mempunyai faktor-
faktor predisposisi sebagai berikut 13
1. Nulipara
2. Kehamilan ganda
6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum
kehamilan
7. Obesitas
3.5. Patofisiologi
Sampai saat ini belum ada etiologi pasti dari preeklampsia dan eklampsia. Ada
beberapa teori yang menjelaskan perkiraan dari etiologi dari kelainan tersebut diatas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai Disease of Theory. Secara umum dasar dari
patofisiologi preeklampsia adalah vasokonstriksi dari pembuluh darah arteriole dan
peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap vasopressor. Teori-teori yang diajukan untuk
mengetahui etiologi dari preeklampsia adalah sebagai berikut :
24
produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi, kemungkinan
terjadi Immune-Maladaptaion pada preeklampsia.15
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis mengalami vasokonstriksi, dan
terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun dan terjadi hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.
Disfungsi Endotel
25
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam
kehamilan sudah terjadi pada trimester I (pertama).20
E. Teori Genetik
Genotip ibu lebih menemukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia, sedangkan
hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.21
Volume plasma
Pada hamil normal terjadi peningkatan volume plasma (hipervolemia) pada kehamilan
32-34 minggu, sebaliknya pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma
antara 30%-40% dibanding dengan hamil normal disebut hipovolemia. Hipovolemia
diimbangi dengan vasokonstriksi sehingga terjadi hipertensi.
Hipertensi
Fungsi Ginjal
26
- Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran
basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
Asam Urat
Kreatinin
Kadar kreatinin pada preeklampsia meningkat hal ini disebabkan oleh hipovolemia
yang mengakibatkan menurunya filtrasi glomerulus sehingga sekresi kreatinin
menururn disertai peningkatan kreatinin plasma.
Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema
yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan atau edema
generalisata dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.
Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada sel periportal lobus perifer akan terjadi nekrosis sel hepar dan
peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kaspula hepar
dan disebut subkapsular hematoma yang menimbulkan rasa nyeri di daerah
epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga perlu pembedahan.
Neurologik
27
Perubahan neurologik dapat berupa :
- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
Gangguan visus dapat berupa pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu
kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retina (retinal detachment).
- Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat tetapi bukan faktor prediksi
terjadinya eklampsia
Janin
Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan
kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.
- Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin secara tidak langsung akibat intrauterine
growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.
Pasien dengan preeklamsi berat mengalami gejala dan tanda sebagai berikut :
Nyeri kepala
28
Nyeri epigastrium atau perut kuadran kanan atas
Pemeriksaan Laboratorium
Pada beberapa studi untuk menilai kecurigaan adanya HELLP sindrome dilakukan
pemeriksaan :
- Billirubin indirek
Pemeriksaan Radiologi13
a. CT-Scan Kepala
untuk mendeteksi adanya perdarahan intracranial pada pasien yang memiliki gejala
sakit kepala hebat yang tiba-tiba, defisit neurologis atau kejang dengan status post-
ictal yang memanjang.
b. Ultrasonografi
29
untuk memeriksa status dari fetus yang sama baiknya ketika memeriksa restriksi
pertumbuhan, USG Doppler untuk menilai arteri umbilical dan aliran darah
c. Kardiotokografi
untuk mengetahui stress fetal dalam rahim dan dapat memonitor fetus secara
menetap.
3.9. Penatalaksanaan
30
kalsium intraseluler adalah inaktivasi dari aktivitas calmodulin dependent
myosin light chain kinase dan sehingga mengurangi kontraksi, menyebapkan
relaksasi arterial yang dapat menurunkan resisten vascular perifer dan
cerebral, menghilangkan vasospasme dan menurunkan tekanan arterial. Efek
vasodilator MgSO4 telah diinvestigasi pada berbagai variasi pembuluh.
Sebagai contoh pada in vivo dan in vitro studi binatang menunjukan
vasodilatasi arteri besar seperti aorta, termasuk juga pembuluh dengan
resistensi lebih kecil seperti arteri mesenterika, otot rangka, uterine, dan
arteri cerebral.
Penelitian menunjukan MgSO4 menyebabkan efek vasodilatasi di sirkulasi
otak dan arteri mesenterika. Namun, arteri mesenterika lebih sensitive pada
MgSO4 pada saat kehamilan. Penemuan efek vasodilatasi pada sirkulasi di
otak konsisten dengan penemuan lain dimana pengobatan MgSO4 tidak
menyebabkan perubahan yang berarti pada Cerebelar Blood Flow (CBF),
diameter arteri besar otak atau kecepatan arteri cereri media diukur
menggunakan MRI dan TCD. Berdasarkan hasil ini MgSO4 sebagai pencegah
kejang lebih mengarah pada efeknya terhadap resistensi vaskuler perifer dan
menurunkan tekanan darah sistemik dibandingkan dengan efek langsungnya
ke CBF.
31
Cellular
Mode of Action Possible Mechanism
Target
32
meningkatkan pergerakan magnesium ke otak. Penelitian pada manusia juga
menunjukan peningkatan sedikit namun signifikan konsentrasi MgSO4 pada
CSF setelah pemberian sistemik. Hipertensi akut yang menyebabkan konvulsi
dan gangguan sawar darah otak menyebabkan MgSO 4 dapat lewat masuk ke
parenkim otak dan bekerja sebagai antikonvulsan saat eklamsia.
33
Syarat pemberian MgSO4 :
- Tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi, yaitu kalsium glukonas
10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intramuskular selama 3 menit.
- Refleks patella + kuat
- Frekuensi pernafasan >16 kali/menit tidak ada tanda-tanda distress nafas.
MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi dan setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
2. Diazepam
Suatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan reticular activating
system dan basal ganglia tanpa menekan pusat meduler. Diazepam melewati
barier plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus,
hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah pemberiannya. Depresi neonatal
ini hanya terjadi bila dosisnya lebih dari 30 mg pada 15 jam sebelum kelahiran.
Dosis awal : 10-20 mg bolus intravena Dosis tambahan : 5-10 mg intravena jika
diperlukan atau tetesan 40 mg diazepam dalarn 500 ml larutan dekstrose 5%.
3. Fenitoin
Absorbsi dan Eksresi Fenitoin28
Sebagian fenitoin diekskresikan bersama empedu, kemudian
mengalami reabsorpsi dan biotransformasi lanjutan dan diekskresi melalui
ginjal. Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli,
sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi.
Mekanisme kerja
Fenitoin sebagai stabilisasi pada semua membran neuronal, termasuk
saraf perifer dan mungkin pada membran yang eksitabel (mudah terpacu)
maupun yang tidak eksitabel, menurunkan aliran ion natrium yang tersisa
maupun aliran ion yang mengalir selama aksi potensial atau depolarisasi
karena proses kimia. Dapat juga dengan pemasukan ion kalsium selama
depolarisasi berkurang, secara bebas atau sebagai akibat berkurangnya kadar
ion natrium intraseluler. Fenitoin juga dapat menunda aktifasi aliran ion
kalium keluar.Selama aksi potensial menyebabkan kenaikan periode refractory
dan menurunnya cetusan ulangan.Obat ini juga dapat mengubah konduktan
34
dan potensi membran dan konsentrasi asam amino dan neurotransmiter
norepinefrin, asetilkolin dan aminobutirat (GABA) (Wibowo, 2001).
Efek samping27
- Meningkatkan risiko terjadinya kejang pada ibu.
- Meningkatkan risiko terjadi kelainan kongenital pada janin 10% lebih
tinggi dibandingkan populasi normal.
- Kelainan kongenital yang dapat terjadi adalah bibir sumbing, defek pada
jantung, mikrosefali, hipoplasia jari, gangguan mental, dan neuroblastoma.
Studi pada kelinci menyatakan bahwa pemberian phenytoin >75 mg/kgBB
meningkatkan malformasi pada janin.27
- Menyebabkan perdarahan pada janin setelah dilahirkan. Perdarahan ini
disebabkan oleh penurunan kadar vitamin K dan dapat menyebabkan
kematian.
35
c. edema anasarka
Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid maupun furosemid dapat
menurunkan fungsi uteroplasenter.
5. Kardiotonika
Indikasi pemberiannya ialah bila ditemukan tanda-tanda payah jantung.
6. Antipiretika
Digunakan bila suhu rektal di atas 38,5°C ; dapat dibantu dengan pemberian kompres
dingin.
7. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
8. Anti nyeri
Bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi rahim dapat diberi petidin 50-75
mg sekali saja selambat-lambatnya 2 jam sebelum bayi lahir.
36
BAB IV
ANALISA KASUS
Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg
Proteinuria ≥ 5 gram/24 jam atau +3 dalam pemeriksaan kualitatif
Oligouria
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral
Nyeri epigastrium / kuadran kanan atas abdomen
Edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3
Gangguan fungsi hepar
Pertumbuhan janin intrauterin terhambat
Sindrom HELLP
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, pasien ini memenuhi kriteria hipertensi kronik
dengan gejala preeklamsia berat sehingga disebut hipertensi kronik dengan superimposed
37
preeklampsia dengan didapatkannya tekanan darah 190/120, protein urin +2, namun masih
perlu pengkajian lebih lanjut yaitu pemeriksaan fungsi hepar dan kadar kreatinin plasma serta
monitoring jumlah urin yang keluar.
Faktor resiko unuk terjadinya preeklampsia terdiri atas faktor resiko tinggi dan sedang.
Faktor resiko mayor terdiri dari riwayat preeklampsia, kehamilan multipel, hipertensi kronis,
Diabetes mellitus tipe 1 atau 2, penyakit ginjal, penyakit autoimun (contoh: systemic lupus
erythematous, antiphospholipid syndrome) sedangkan risiko sedang terdiri dari nulipara,
obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2), riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
perempuan, usia ≥ 35 tahun, riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun) 12 Faktor
risiko untuk terjadinya preeklamsia yang terdapat pada pasien ini adalah adanya usia diatas
35 tahun, interval kehamilan >10 tahun dan riwayat preeklampsia dan hipertensi kronik pada
kehamilan sebelumnya.
Pembahasan tentang penatalaksanaan kasus ini dibandingkan dengan Protap dari POGI
tentang Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan tahun 2010, adalah sebagai berikut13 :
Rawat inap atas indikasi hipertensi atau proteinuria yang menetap selama > 2 minggu,
hasil tes laboratorium abnormal, adanya gejala atau tanda dari preeklamsia berat.
Pada kasus ini, dilakukan hospitalisasi atas indikasi hipertensi menetap selama > 2
minggu, hasil tes laboratorium abnormal yaitu proteinuria +2, serta tanda
preeklampsia berat yaitu TD 190/120 mmHg.
Pemeriksaan yang dilakukan pada ibu meliputi monitor gejala klinis untuk gejala dan
tanda preeklamsia berat / impending eklamsia, monitor tekanan darah setiap 4 jam
kecuali saat pasien tidur, pengamatan cermat terhadap edema pada muka dan
abdomen, serta pengukuran produksi urin setiap 3 jam.
Pada kasus ini telah dilakukan monitoring tekanan darah setiap 30 menit, tetapi tidak
dilakukan pengukuran produksi urin setiap 3 jam.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi protein urin secara carik celup,
hematokrit dan trombosit, tes fungsi hepar, dan tes fungsi ginjal.
38
Pemeriksaan kesejahteraan janin, bisa dilakukan melalui pengamatan gerak janin,
non-stress test (NST), profil biofisik, evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, serta
USG Doppler arteri umbilikalis dan arteri uterina.
Pada kasus ini, pemeriksaan kesejahteraan janin yang dilakukan hanya pengukuran
denyut jantung janin dengan Doppler setiap 30 menit.
Terapi medikamentosa untuk pasien preeklamsia berat adalah segera masuk rumah
sakit, tirah baring miring ke kiri secara intermiten, infus Ringer Laktat atau Ringer
Dekstrose 5%, pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang,
pemberian anti hipertensi. Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin dan
untuk diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih.
Pada kasus ini, terapi medikamentosa yang diberikan sesuai dengan yang dianjurkan.
Pasien pada kasus ini, kehamilan pasien sudah aterm dan pasien sudah inpartu, maka
kehamilan dapat diakhiri.
Menurut NICE (National Institute for Health and Care Excellence) Clinical Guidelines
tentang manajemen penyakit hipertensi dalam kehamilan, perawatan post partum dari wanita
dengan preeklamsia meliputi14 :
Pengukuran tekanan darah minimal 4 kali sehari selama berada di rumah sakit.
Pemeriksaan jumlah trombosit, transaminase, dan kreatinin serum 48-72 jam post
partum.
Pemeriksaan carik celup urin untuk mendeteksi proteinuria. Apabila proteinuria masih
≥ +1, maka dianjurkan melakukan pemeriksaan ulang 3 bulan lagi untuk
mengevaluasi fungsi ginjal.
39
Apabila sebelumnya tidak menerima terapi antihipertensif, maka tidak perlu terapi
kecuali tekanan darah ≥ 150/100 mmHg.
Pada kasus ini, setelah dilakukan terminasi kehamilan secara perabdominal, didapatkan
tekanan darah pada pasien sudah mencapai batas normal (110/60 mmHg). Menurut NICE
Clinical Guidelines tentang manajemen penyakit hipertensi dalam kehamilan, pemakaian
untuk terapi antihipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah pasien ≥ 150/100 mmHg.
Dilakukan pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, eritrosit, trombosit, lekosit) 12 jam post partum,
namun pemeriksaan carik celup untuk deteksi proteinuria tidak dilakukan. Karena didapatkan
hasil pemeriksaan leukosit yaitu 17.000 post partum, pasien diberi antibiotik lanjutan.
40
41
42
BAB V
KESIMPULAN
Seorang wanita hamil berusia 40 tahun, dengan G3P2A0 hamil 38 minggu, datang ke
UGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan mulas-mulas sejak semalam SMRS.
Dari anamnesis pasien mengaku mengalami hipertensi setiap kali sedang hamil disertai
pembengkakan pada kakinya. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah pasien
190/120 mmHg. Pada pemeriksaan Leopold I-IV, didapatkan tinggi fundus 29 cm, bagian
fundus teraba kepala, punggung bayi terdapat di sisi kanan ibu, dan bokong sudah memasuki
pintu atas panggul. Denyut jantung janin 115 kali/menit, taksiran berat janin 2.170 gram.
Diagnosis pada pasien ini adalah G3P2A0 hamil 39 minggu inpartu kala I fase laten
dengan hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia serta janin tunggal hidup, letak
memanjang (punggung kanan), presentasi kepala, kepala sudah masuk PAP dengan suspek
gawat janin
Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini adalah tirah baring; bolus MgSO4 4 gr IV
dan IVFD RL + MgSO4 6 gr drip gtt 28 makro; amlodipin 1x 10 mg; observasi keluhan
pasien, keadaan umum, tanda vital, denyut jantung janin, his dan pembukaan serta kemajuan
serviks; serta terminasi kehamilan dengan perabdominal.
43
DAFTAR PUSTAKA
4. WHO. Trends in maternal mortality: 1990 – 2015. Switzerland : WHO Press, 2015.
5. Kementrian kesehatan RI, Pusat data dan informasi: Situasi kesehatan Ibu. Jakarta.
2014.
6. Dinas kesehatan Bangka Belitung. Profil kesehatan Babel 2016. Bangka belitung. 2016.
8. Berg CJ, Mackay AP, Qin C, and Callaghan WM. Overview of maternal morbidity
during hospitalization for laboran delivery in the United States. Obstet Gynecol.
2009; 1993-1997 and 2001-2005 . 113,1075 – 1081.doi: 10.1097/AOG.
0b013e3181a09fc0.
9. Moselhy E, Khalifa H, Amer S, Mohammad K, and El-Aal H. Risk Factors and Impacts
of PreEclampsia: An Epidemiological Study among Pregnant Mothers in Cairo,
Egypt. Journal of American Science. 2011;1;7(5).
10. Milne F, Redman C, Walker J, Baker P, Bradley J, Cooper C, et al. The pre-eclampsia
community guideline (PRECOG): how to screen for and detect onset of pre-
eclampsia in the community. BMJ. 2005;330:576-80.
44
11. Thilaganathan B, Wormald B, Zanardini C, Sheldon J, Ralph E, Papageorghiou AT.
Earlypregnancy multiple serum markers and second-trimester uterine artery
Doppler in predicting preeclampsia. Obstet Gynecol. 2010; 115, 1233–1238.
15. Yie Shang-mian, Liang-hong Li, Yue-mei Li, Librach C. HLA-G protein
concentration in maternal, serum and placental tissue are decressed in
preeclampsia, Am J Obstet Gynecol, 2004;191 : 525-9)
17. Cuningham FG, Gant N, et.al. Williams obstetric 22nd ed. McGraw-Hill, Medical
Publishing Division, 2005; 761-808)
19. Zeeman GG, Dekker GA. Pathogenesis of preeclampsia a hypotesis, 1992; Clin
Obstet Gynecol, 1992;35; 317-37)
20. Gant NF, Worley RJ. Hypertension in Pregnancy Concepts and Management,
Appleton-Century-Crofts, New York, 1980, 11-36)
21. Riedman C Walker I. Preeclampsia The Fact. Oxford University Press, New York,
1992; 130-3)
45
22. Redman Kaplan’s Clinical Hypertension, ed. Norman M. Kaplan, 8th ed, 2000, 404-
33)
24. Duley L, Gullmaezoglu AM, Hendorson-Smart DJ. Magnesium Sulphate and other
anticonvulsants for women with pre-eclampsia (Cochrane Review). In : The
Reproductive Health Library, Issue 10, 2007.
25. Sibai BM. Diagnosis, Prevention, and Management of Echlampsia, Obstetrics &
Gynecology, 2005; 105; 405-10
26. Idama To, Lindow SW. Magnesium sulfate : a review o clinical pharmacology applied
to obstetrics. Br J Obstet Gynecol 1998; 105: 260-8
28. Utama H., Gan VHS., Sunaryo. Anti Konvulsan. Dalam: Farmakologi dan Terapi
Edisi 4. Penerbit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1995: 163 – 74.
46
47