Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

HIPERTENSI KRONIK DENGAN SUPERIMPOSED


PREEKLAMPSIA DAN PEMBERIAN MGSO4
PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Pembimbing :

dr. H. M. Brizein, Sp.OG.

Disusun oleh :

dr. Aneta Tria Sari

RS UMUM DAERAH DEPATI HAMZAH

INTERNSHIP PERIODE 2017-2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS OBSTETRI

HIPERTENSI KRONIK DENGAN SUPERIMPSOED PREEKLAMPSIA


DAN PEMBERIAN MGSO4 DALAM KEHAMILAN

Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan Internship

di Rumah Sakit Umum Daerah Depati Hamzah

Disusun oleh:

dr. Aneta Tria Sari

Pangkalpinang, Juli 2018

Pembimbing

dr.H. M. Brizein, Sp.OG

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................5

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identita Pasien.....................................................................................7

2.2 Anamnesis...........................................................................................8

2.3 Pemeriksaan Fisik..............................................................................10

2.4 Pemeriksaan Penunjang Laboratorium..............................................12

2.5 Diagnosis.............................................................................................14

2.6 Penatalaksanaan...................................................................................14

2.7 Follow-Up............................................................................................15

2.8 Prognosis.............................................................................................16

2.9 Resume................................................................................................16

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi ..............................................................................................24

3.2 Epidemiologi......................................................................................25

3.3 Klasifikasi...........................................................................................25

3.4 Faktor Predisposisi ...................................................................... ......26

3.5 Patofisiologi........................................................................................27

3.6 Perubahan sistem dan organ pada preeklampsia.................................27

3
3.7 Gejala dan Tanda..................................................................................33

3.8 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................34

3.9 Penatalaksanaan...................................................................................35

BAB IV ANALISA KASUS......................................................................................54

BAB V KESIMPULAN.............................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................62

4
BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu merupakan cerminan kualitas pelayanan kesehatan selama


kehamilan dan nifas. Menurut WHO setiap harinya ada 830 wanita meninggal dikarenakan
komplikasi kehamilan. Penyebab utama terjadinya kematian ibu diantaranya adalah
perdarahan, hipertensi, dan sepsis.1 angka kematian ibu didunia pada tahun 2015 berkisar
303.000 dan diperkirakan sekitar 50.000 – 60.000 kematian ibu hamil setiap tahunnya
didunia disebabkan oleh hipertensi dalam kehamilan. 2 Kelompok penyakit ini terdiri dari
preeklamsia, eklamsia, hipertensi gestasional, dan hipertensi kronik.3 Diantara penyakit
hipertensi pada kehamilan diatas, pereeklamsia dan eklamsia merupakan penyebab utama
kematian pada ibu hamil dengan angka case fatality rate mencapai 2,1%. Di Asia Tenggara,
angka kematian ibu hamil sekitar 13.000 dan angka kematian ibu di Indonesia masih
merupakan salah satu yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu sekitar 305 per kelahiran hidup
dan preeklampsia merupakan penyebab kedua terbanyak kematian ibu yaitu sekitar 27%. 4,5 Di
provinsi kepulauan Bangka Belitung sendiri angka kematian ibu hamil pada tahun 2016
berjumlah 24 orang dan sebanyak 45,83% meninggal karna hipertensi dalam kehamilan. 6
Data dari medical record RSUD Depati Hamzah 2017 menunjukkan bahwa preeklampsia
merupakan kasus tersering dengan presentase sekitar 42% dari seluruh kasus ibu hamil.7

Tingginya angka kematian ibu yang disebabkan oleh preeklampsia dan banyaknya
komplikasi yang ditimbulkan baik pada ibu maupun pada bayi menyebabkan pentingnya
pencegahan dan diagnosis dini preeklampsia. Deteksi dini Preeklampsia akan memberikan
kesempatan untuk melakukan monitoring dan manajemen klinis yang tepat, diikuti dengan
identifikasi komplikasi lebih awal. Prediksi PE di awal kehamilan dapat menuntun ke strategi
profilaksis awal yang lebih efektif.11 Penundaan tatalaksana dari preeklamsia dapat berakhir
pada insufisiensi plasenta dan disfungsi organ ibu, dimana keadaan ini meningkatkan risiko
kematian maternal dan perinatal. 3

5
BAB I

STATUS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. F

Usia : 40 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Status : menikah

Alamat : Jl. KH. Abdurahman sidik no.229 rt.003/002

Tanggal masuk RS : 19 April 2018

No RM : 10-06-11

2. ANAMNESIS

Keluhan Utama:

Pasien datang ke UGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan mulas-mulas ingin
melahirkan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien G3P2A0 H 38 minggu datang ke UGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan
mulas-mulas ingin melahirkan sejak sekitar 14 jam yang lalu. Rasa mulas dirasakan terus
menerus, semakin lama semakin meningkat ferekuensi dan kualitasnya. Pasien mengaku
belum ada keluar air-air, lendir maupun darah dari jalan lahir. Pasien mengaku mempunyai
tekanan darah tinggi sebelum dan selama hamil. Pasien mengaku ada nyeri kepala hebat
dan nyeri ulu hati. Pasien menyangkal adanya gangguan penglihatan dan muntah-muntah.

Riwayat Menstruasi

6
Usia menarche : 15 tahun

Siklus haid : 28 hari, teratur

Lama haid : 5 hari

Banyaknya : 3 kali ganti pembalut sehari

Nyeri haid : Tidak ada

HPHT : 5 juli 2017

Taksiran Partus : 12 april 2018

Riwayat Persalinan

Anak

Jenis BB Keadaan
No Tahun Tempat Penolong Usia Jenis Penyulit
kelamin (gram)
kehamilan persalinan

1 15 Klinik Bidan Aterm Spontan Hipertensi Laki- 2900 Sehat,


Maret bersalin laki hidup
1998

2 16 Klinik Bidan 38 minggu Spontan Hipertensi Peremp 3.000 Sehat,


Juli bersalin uan hidup
2000

3 Hamil saat ini

 Riwayat Pernikahan

Pasien sudah menikah satu kali pada tahun 1997 sampai saat ini.

 Riwayat Kontrasepsi

Pasien menggunakan pil kontrasepsi selama 10 tahun.

 Riwayat Antenatal Care

7
Dilakukan sebanyak lima kali di bidan setempat dan tidak pernah USG di klinik
prakter dokter.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengaku memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sebelum dan saat hamil.
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit ginjal, penyakit jantung, diabetes
mellitus, asma, dan alergi obat. Pasien menyatakan bahwa dia memiliki keluhan yang
sama pada kehamilan sebelumnya. Riwayat kejang sebelum dan saat hamil disangkal
pasien. Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit serta belum pernah menjalani
operasi.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien memiliki keluarga dengan riwayat penyakit hipertensi, pasien tidak memiliki
keluarga dengan riwayat penyakit diabetes mellitus, penyakit ginjal dan penyakit
jantung. Pasien menyangkal terdapat keluarga dengan penyakit tekanan darah tinggi
pada kehamilan.

 Riwayat Alergi

Pasien menyangkal adanya alergi obat, makanan, ataupun suhu lingkungan.

 Riwayat Kebiasaan

Pasien menyangkal kebiasaan merokok, minum alkohol, serta mengkonsumsi


narkoba.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien Nyonya F, umur 40 tahun, bertempat di


UGD RSUD Depati Hamzah, pada hari kamis tanggal 19 april 2018 pukul 00.36 WIB.

Status Generalisata

a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

b. Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)

c. Status Gizi : Kesan gizi cukup

8
d. Antropometri

 BB sebelum hamil : 51 kg

 BB saat hamil : 62 kg

 TB : 159 cm

e. Tanda Vital

 Tekanan Darah : 190/120 mmHg

 Nadi : 88 kali/menit, reguler, isi cukup

 Pernapasan : 20 kali/menit

 Suhu : 36,7oC (di axilla)

f. Kepala :

- Rambut: alopecia (-)

- Mata: conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

- Hidung: sekret (-)

- Mulut: hiperemis (-), mukosa buccal basah, erosi (-)

- THT: tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

g. Leher : KGB tidak teraba membesar, masa (-)

h. Thorax : bentuk dangerak simetris

 Jantung : Bunyi jantung 1 dan 2 reguler. Tidak terdengar


murmur maupun gallop.

 Paru : Suara nafas vesikuler dan sonor pada kedua lapang paru. Tidak
terdengar adanya wheezing maupun ronkhi.

i. Abdomen : (lihat status obstetrik) BU (+), Nyeri ulu hati (+)

j. Genitalia : Perdarahan (-), fluor albus (-), tanda-tanda peradangan (-).

9
k. Ekstremitas : terdapat pitting edema pada kedua ekstremitas bawah. Akral teraba
hangat., tidak terdapat deformitas pada ekstremitas bawah dan atas,
CRT < 2 detik.

Status Obstetrik

a. Leher : Cloasma gravidarum (-)

b. Mammae :

 Areola hiperpigmentasi (+)/(+)

 Puting susu menonjol (+)/(+)

c. Pemeriksaan Luar

 Inspeksi : Striae gravidarum (+) Linea nigra (+) bekas luka (-)

 Palpasi :

o Leopold I : TFU 29 cm, bagian fundus teraba bokong.

o Leopold II : Punggung bayi terdapat di sisi kanan ibu.

o Leopold III : Bagian terendah janin adalah kepala.

o Leopold IV: kepala sudah masuk pintu atas panggul.

 Auskultasi

o Denyut Jantung Janin :

115 kali/menit

 Taksiran Berat Janin : (TFU – 11) x 155 = 2.790 gram

 His (+) 2 x 10 menit, durasi 25 detik

d. Pemeriksaan Dalam

 Inspekulo : Tidak dilakukan

 Vagina Touche :

10
o Vulva : Tenang

o Uretra :Tenang

o Vagina : Fluksus (+)

o Mukosa Vagina : Licin, nyeri tekan (-)

o Serviks : Portio lunak, licin, anterior, pembukaan ± 3 cm, ketuban (+),


presentasi kepala, hodge II

o Pada jari yang dipakai pemeriksa untuk VT didapatkan lendir dan


darah pada jari pemeriksa.

e. Pemeriksaan Panggul

 Pintu atas panggul (Pevic Inlet) : Tidak dilakukan

 Pintu tengah panggul (Mid Pelvic) : Tidak dilakukan

 Pintu bawah panggul (Pelvic Outlet) : Tidak dilakukan

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal 19 April 2018 pukul 01.00 WIB

DARAH RUTIN
Lekosit 13.200 /Ul 5.000-10.000
Eritrosit 4.56 juta/uL 4-5
Hemoglobin 12.6 g/Dl 12-16
Hematokrit 41 Vol % 37-43
Trombosit 303.000 mm/jam 150.000-450.000

KI KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 65 mg/dL <200
IMUNOSEROLOGI
Anti HIV Non Reaktif Non Reaktif
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
Tanggal 19 april 2018 pukul 08.00 WIB

DARAH RUTIN
Lekosit 17.000 /uL 5.000-10.000
Eritrosit 4,62 juta/uL 4-5

11
Hemoglobin 13,0 g/dL 12-16
Hematokrit 39 Vol % 37-43
Trombosit 292.000 mm/jam 150.000-450.000

HEMOSTASIS
Bleeding Time 1'20" Menit 1-3
Clotting Time 5'10" Menit 4-11
Tanggal 21 April 2018

KIMIA DARAH
Protein total 5,7 mg/dl 6,7 – 8,3
SGOT 30 u/L 5 – 40
SGPT 40 u/L 5 – 41
Albumin 2,9 mg/dl 3,5 – 5,5
Globulin 2,8 mg/dl 1,9 – 2,5
Kolesterol total 253 mg/dl 50-200
LDL kolesterol 68 mg/dl 45 – 65
HDL Kolesterol 169 mg/dl <100
(indirek)
Kreatinin darah 0,53 mg/dl 0,6 – 1,1
Ureum darah 21 mg/dl 15 – 39

URIN LENGKAP
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Agak keruh Jernih
Tes Kimia
Glukosa Negatif Negatif
Lekosit esterase - Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Keton - Negatif
Ph 6,5 4,5-8,5
Protein +2 Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Negatif Negatif
Blood 1+ Negatif
Berat jenis 1.015 1.003 – 1.030
Sedimen
Leukosit 0 – 2/lpb 2–4
Eritrosit 1 – 3/lpb 0–1

Pemeriksaan EKG

12
2.5 DIAGNOSIS

Ibu

G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase laten dengan hipertensi kronik dengan
superimposed preeklampsia.

Janin

Janin tunggal hidup, letak memanjang (punggung kanan), presentasi kepala, kepala
sudah masuk PAP dengan suspek gawat janin

2.6 PENATALAKSANAAN

A. Planning Diagnosis

a. Pemeriksaan darah rutin

b. Pemeriksaan urin lengkap

c. Pemeriksaan kimia darah (GDS, ureum, kreatinin, SGOT, SGPT)

B. Planning Terapi

a. Konsul dokter Sp.OG

b. Konsul dokter Sp.PD

13
c. Tirah baring (miring ke sisi kiri)

d. Drip MgSO4 40% 6 gram (15 cc) dalam RL 500 cc gtt 28 makro

e. Bolus MgSO4 40% 4 gram IV bolus

f. PO Amlodipin 1x 10 mg Sub Lingual

C. Planning Monitoring

a. Observasi keluhan pasien

b. Observasi keadaan umum

c. Monitor tekanan darah

d. Monitor DJJ

e. Monitor his

f. Monitor pembukaan serta kemajuan serviks

D. Planning Edukasi

a. Edukasi tentang penyakit hipertensi dalam kehamilan.

b. Menganjurkan penggunaan KB untuk membatasi jumlah anak atau mencapai


jarak antar kehamilan yang baik.

14
2.7 FOLLOW-UP

Tanggal S O A P

19/04/2018 Keluhan mulas- KU : tampak sakit sedang G3P2A0 hamil 38 minggu IVFD RL + MgSO4 6 gr (15
mulas (+), nyeri inpartu kala I fase laten cc) drip gtt 28 makro
00.45 WIB Kesadaran : compos mentis
kepala hebat (+), dengan Hipertensi kronik
Bolus MgSO4 40% 4 gr IV
pusing (-), nyeri ulu TD : 190/120 mmHg dengan superimposed
bolus
hati (+), mual (-) dan preeklampsia + JTH
N : 88 kali/menit
muntah (-), Preskep dengan suspek Amlodipin 1x10 mg SL
pandangan kabur (-). S : 36oC gawat janin
Observasi keluhan pasien, KU,
R : 20 kali/menit TTV

Thorax : dbn Observasi DJJ dan His, serta


pembukaan dan kemajuan
Abdomen : TFU 29 cm, letak
serviks
memanjang, puka, presentasi kepala,
kepala sudah masuk PAP

DJJ : 115 kali/menit

His : 2 x 10 menit, lamanya 25 detik

VT : Pembukaan 3 cm, lunak, licin,


ketuban (+), presentasi kepala

Urin output : 100 cc pada saat

15
pemasangan

Hasil pemeriksaan laboratorium kimia


darah :

Fungsi Hati
SGOT : 30 u/l
SGPT : 40 u/l
Protein Total : 5,7 mg/dl
Albumin : 2,9 mg/dl
Globulin : 2,8 mg/dl

Fungsi Ginjal
Ureum : 21 mg/dl
Kreatinin : 0,53 mg/dl
Asam Urat : 3,9 mg/dl

TD 180/110 mmHg

01.00 WIB DJJ : 115 kali/menit

His : 2 x 10 menit, lamanya 25 detik

Urin output : 150 cc/jam

16
TD 160/100 mmHg

01.15 WIB DJJ : 115 kali/menit

His : 2 x 10 menit, lamanya 25 detik

TD 160/100 mmHg

01.30 WIB DJJ : 120 kali/menit

His : 2 x 10 menit, lamanya 25 detik

TD 160/100 mmHg

02.00 WIB DJJ : 115 kali/menit

His : 2 x 10 menit, lamanya 25 detik

Urin ouput : 200 cc/jam

TD 160/100 mmHg

17
02.30 WIB DJJ : 120 kali/menit

His : 2 x 10 menit, lamanya 25 detik

TD 160/100 mmHg

03.00 WIB DJJ : 120 kali/menit

His : 2 x 10 menit, lamanya 25 detik

Urin output : 250 cc/jam

20/04/2018 Keluhan nyeri post KU : tampak sakit sedang P3A0 post SC hari I atas Drip MgSO4 40% 1 fl dalam
partum SC (+), indikasi hipertensi kronik RL 500 cc gtt XX / 24 jam
08.00 WIB Kesadaran : compos mentis
keluar ASI (+/+), dengan superimposed
Cefixime 2 x 100 mg
mual (-), muntah (-), TD : 110/60 mmHg preeklampsian dan gawat
pusing, (-), janin Asam Mefenamat 3 x 500 mg
N : 80 kali/menit
pandangan kabur (-),
Biosanbe 1 x 1 tab
BAK (+), menyusui S : 36,2oC
(+), perdarahan (+), Metronidazol 3x500 mg
R : 20 kali/menit
mobilisasi duduk (+).
Observasi keluhan pasien, KU,
Thorax : dbn
TTV
Abdomen : supel, nyeri tekan (-),
Ny.F melahirkan

18
tanggal 19/04/2018 bising usus (+), TFU 1 jari bawah Cek laboratorium
pukul 04.40 WIB di umbilikal, kontraksi baik
ruang OK RSUD
Ekstremitas : akral hangat, pitting
Depati Hamzah.
edema tungkai -/-
Bayi lahir spontan,
St.Ginekologi : lokia rubrum
langsung menangis,
jenis kelamin Urin output : 1500/24 jam (terpasang
perempuan, BB lahir pre dan post SC)
2900 gr, panjang 46
cm, AS 8/9, air
ketuban jernih,
plasenta lahir
lengkap (+), kelainan
kongenital (-), anus
(+).

21/04/2018 Keluhan nyeri post KU : tampak sakit sedang P3A0 post SC hari II atas Cefixime 2 x 100 mg
partum (+), keluar indikasi hipertensi kronik
07.00 WIB Kesadaran : compos mentis Asam Mefenamat 3 x 500 mg
ASI (+/+), mual (-), dengan superimposed
muntah (-), pusing, TD : 110/60 mmHg preeklampsia dan gawat Biosanbe 1 x 1 tab
(-), pandangan kabur janin
N : 80 kali/menit Metronidazol 3x500 mg
(-), BAK (+),
menyusui (+), S : 36,2oC Observasi keluhan pasien, KU,
perdarahan (+),

19
mobilisasi duduk (+). R : 20 kali/menit TTV

Thorax : dbn Cek laboratorium

Abdomen : supel, nyeri tekan (-),


bising usus (+), TFU 1 jari bawah
pusat, kontraksi baik

Ekstremitas : akral hangat, pitting


edema tungkai -/-

St.Ginekologi : lokia rubrum

2.8 PROGNOSIS

Persalinan

1. Ibu : dubia

2. Janin : malam

2.9 RESUME

20
Seorang wanita hamil berusia 40 tahun, dengan G3P2A0 hamil 38 minggu, datang ke UGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan
mulas-mulas ingin melhirkan sejak sekitar 14 jam yang lalu yang dirasakan terus menerus. Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien
memiliki riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan sebelumnya. Pasien mengaku ada nyeri kepala hebat dan nyeri ulu hati. Pasien
menyangkal adanya gangguan penglihatan dan muntah-muntah.

Pasien mengaku pernah mengalami tekanan darah tinggi sebelum hamil. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah pasien
190/120 mmHg. Pada pemeriksaan Leopold I-IV, didapatkan tinggi fundus 29 cm, bagian fundus teraba bokong, punggung bayi terdapat di
sisi kanan ibu, dan kepala sudah memasuki pintu atas panggul. Denyut jantung janin 115 kali/menit, taksiran berat janin 2.790 gram. Dari
pemeriksaan laboratorium, didapatkan adanya proteinuria positif 2 (++). Diagnosis pada pasien ini adalah G3P2A0 hamil 38 minggu inpartu
kala I fase laten dengan superimposed preeklampsia serta janin tunggal hidup, letak memanjang (punggung kanan), presentasi kepala, dan
kepala sudah masuk PAP dengan suspek gawat janin. Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini adalah tirah baring; bolus MgSO4 40% 4
gam IV, drip MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 c gtt 28 makro, amlodipin 1 x 10 mg peroral sub lingual; observasi keluhan pasien,
keadaan umum, his, pembukaan serviks, kemajuan serviks, tanda vital, dan denyut jantung janin serta terminasi kehamilan pervaginam.

21
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Preeklampsia

Preeklampsia adalah gangguan menyeluruh mengenai malfungsi endotel vaskular


dan vasospasme yang terjadi pada minggu ke 20 kehamilan dan dapat terjadi sampai
minggu ke 4-6 postpartum. Secara klinis didefinisikan sebagai hipertensi dan proteinuria
dengan maupun tidak disertai edema patologis. Preeklampsia merupakan bagian dari
hipertensi yang merupakan penyulit dari kehamilan. Ini meliputi hipertensi kronis,
preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik, hipertensi gestasional,
preeklampsia dan eklampsia.12

Preeklamsia didefinisikan sebagai adanya tekanan darah sistolik lebih besar dari
atau sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih besar dari atau sama
dengan 90 mmHg atau lebih. Atau tekanan darah sistolik lebih besar dari atau sama
dengan 160 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih besar dari atau sama dengan 110
mmHg atau lebih (dalam kondisi ini, hipertensi dapat diatasi dengan pemberian terapi
antihipertensi dalam waktu beberapa menit)12

Proteinuria yaitu bila terdapat protein dalam urin dengan kadar ≥ 300mg dalam 24
jam atau ≥ 1 gram/liter dalam dua kali pengambilan urine selang 6 jam secara acak atau
dengan pemeriksaan kualitatif 2+ pada pengambilan urine secara acak.12

3.2. Epidemiologi4

► Mortalitas dan Morbiditas

Preeklampsia merupakan penyebab ketiga terbanyak yang menyebabkan


kematian selama kehamilan setelah perdarahan dan emboli. Preeklampsia merupakan
penyebab pada 790 kematian ibu/100.000 kelahiran hidup.

Morbiditas dan mortalitas terkait dengan disfungsi dari endothelial sistemik,


vasospasme, dan thrombosis pembuluh darah kecil yang akan mengakibatkan iskemi
jaringan dan organ. Wanita ras Afrika-Amerika memiliki mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita ras kulit putih. Secara umur mortalitas dan morbiditas

22
semakin meningkat pada wanita hamil dengan umur muda (<20 tahun) dan wanita
hamil dengan umur > 35 tahun.

3.3. Klasifikasi23

Berdasarkan National High Blood Pressure Education Program in Pregnancy (2000):


(2000)

1. Hipertensi Gestasional

Didapatkan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg Untuk pertama kalinya setelah umur
kehamilan 20 minggu, tidak disertai dengan proteinuria dan tekanan darah kembali
normal < 12 minggu pasca persalinan.

2. Preeklampsia

- Ringan

Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu disertai


dengan proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+

-Berat

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg Setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai


dengan proteinuria > 2gr/24 jam atau dipstick ≥ 2+ sampai 4+

3. Eklampsia

Kejang-kejang pada preeklampsia disertai koma

4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia

Timbulnya proteinuria ≥ 300mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami
hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.
Tanda-tanda hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah adanya
proteinuria, gejala neurologik, nyeri kepala hebat, gangguan visus, edema
patologik yang menyeluruh (anasarka), oliguria, edema paru, kelainan laboratorium
berupa kenaikan serum kreatinin, trombositopenia, kenaikan transminase serum
hepar.

23
5. Hipertensi Kronik

Ditemukannya tekanan darah ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum


kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang 12 minggu pasca persalinan.

3.4. Faktor Predisposisi

Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami preeklampsia bila mempunyai faktor-
faktor predisposisi sebagai berikut 13

1. Nulipara

2. Kehamilan ganda

3. Usia <20 atau >35 tahun

4. Riwayat preeklampsia-eklampsia pada kehamilan sebelumnya

5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia-eklampsia

6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada sebelum
kehamilan

7. Obesitas

3.5. Patofisiologi

Sampai saat ini belum ada etiologi pasti dari preeklampsia dan eklampsia. Ada
beberapa teori yang menjelaskan perkiraan dari etiologi dari kelainan tersebut diatas,
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai Disease of Theory. Secara umum dasar dari
patofisiologi preeklampsia adalah vasokonstriksi dari pembuluh darah arteriole dan
peningkatan sensitivitas vaskuler terhadap vasopressor. Teori-teori yang diajukan untuk
mengetahui etiologi dari preeklampsia adalah sebagai berikut :

A. Teori Intoleransi Immunologik

Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G.


Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi tofoblas ke
dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak
dan gembur sehingga memudahkan dilatasi aretri spiralis. HLA-G juga merangsang

24
produksi sitokin, sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi, kemungkinan
terjadi Immune-Maladaptaion pada preeklampsia.15

B. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta16,17

Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan
otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi
tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis mengalami vasokonstriksi, dan
terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta
menurun dan terjadi hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan
menimbulkan perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis HDK selanjutnya.

C. Teori Iskemik Plasenta, Radikal Bebas dan Disfungsi Endotel

 Iskemik plasenta dan pembentukan radikal bebas

Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis”


dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan radikal bebas. Salah satu radikal bebas penting yang
dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya
terhadapa membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak
membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Peroksida lemak juga dapat merusak nukleus dan protein sel endotel.18

 Disfungsi Endotel

Kerusakan endotel vaskuler pada preeklampsia menyebabkan penurunan produksi


PGI2, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis yang kemudian akan diganti thrombin
dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga terjadi deposit
fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan TXA2 dan serotonin sehingga akan
terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.19

D. Teori adaptasi kardiovaskular

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan


vasokonstriktor dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang

25
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam
kehamilan sudah terjadi pada trimester I (pertama).20

E. Teori Genetik

Genotip ibu lebih menemukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial
jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia, sedangkan
hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.21

F. Teori Stimulus Inflamasi

Pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif sehingga produksi debris


apoptosis dan nekrotik trofoblas meningkat sehingga reaksi stress oksidatif
meningkat, keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi
lebih besar diabndingkan reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respons inflamasi
ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit yang menimbulkan
gejala preeklampsia pada ibu.21

3.6. Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia

 Volume plasma

Pada hamil normal terjadi peningkatan volume plasma (hipervolemia) pada kehamilan
32-34 minggu, sebaliknya pada preeklampsia terjadi penurunan volume plasma
antara 30%-40% dibanding dengan hamil normal disebut hipovolemia. Hipovolemia
diimbangi dengan vasokonstriksi sehingga terjadi hipertensi.

 Hipertensi

Timbulnya hipertensi adalah akibat vasospasme menyeluruh dengan ukruan tekanan


darah ≥ 140/90 mmHg selang 6 jam.

 Fungsi Ginjal

Perubahan fungsi ginjal diakibatkan oleh hal-hal berikut :

- Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi oliguria


bahkan anuria.

26
- Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran
basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.

- Terjadi Glomerular Capillary Endhoteliosis akibat sel endotel glomerular


membengkak disertai deposit fibril

- Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal.

- Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh


darah.

 Asam Urat

Umumnya meningkat ≥ 5 mg/cc, hal ini disebabkan oleh hipovolemia yang


menimbulkan menurunya aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus sehingga
menunurnnya sekresi asam urat. Peningkatan asam urat dapat terjadi akibat iskemia
jaringan.

 Kreatinin

Kadar kreatinin pada preeklampsia meningkat hal ini disebabkan oleh hipovolemia
yang mengakibatkan menurunya filtrasi glomerulus sehingga sekresi kreatinin
menururn disertai peningkatan kreatinin plasma.

 Edema

Edema terjadi karena hipoalbuminemia atau kerusakan sel endotel kapiler. Edema
yang patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan atau edema
generalisata dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.

 Hepar

Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada sel periportal lobus perifer akan terjadi nekrosis sel hepar dan
peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah kaspula hepar
dan disebut subkapsular hematoma yang menimbulkan rasa nyeri di daerah
epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga perlu pembedahan.

 Neurologik

27
Perubahan neurologik dapat berupa :

- Nyeri kepala disebabkan hipoperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik


edema

- Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
Gangguan visus dapat berupa pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu
kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retina (retinal detachment).

- Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklampsia berat tetapi bukan faktor prediksi
terjadinya eklampsia

- Dapat timbulkan kejang eklamptik. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang


eklamptik ialah edema serebri, vasopsasme serebri dan iskemia serebri.

- Perdarahan intrakranial dapat terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.

 Janin

Preeklampsia dan eklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan
kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta.

Dampak preeklampsia dan eklampsia pada janin adalah :

- Intrauterine growth restriction (IUGR) dan oligohidramnion

- Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin secara tidak langsung akibat intrauterine
growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.

3.7. Gejala dan Tanda3

Pasien dengan preeklamsi berat mengalami gejala dan tanda sebagai berikut :

 Nyeri kepala

 Gangguan penglihatan : gelap, scotomata scintialling, kebutaan (kemungkinan


menyerang kortikal atau retina)

 Gangguan status mental

 Bengkak yang meningkat tiba-tiba atau bengkak pada wajah

28
 Nyeri epigastrium atau perut kuadran kanan atas

 Lemas atau malaise, hal ini membuktikan adanya anemia hemolitik

 Klonus, diindikasikan pada peningkatan risiko konvulsif

3.8. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

 CBC dan Apusan darah tepi :


- Anemia Hemolitik Mikroangiopatik
- Trombositopenia <100.000
- Hemokonsentrasi sering terdapat pada preeklampsia berat
- Sistiosit pada Apusan darah tepi
 Tes Fungsi liver : Kadar enzim Transaminase yang meningkat
 Kadar serum kreatinin : kadarnya meningkat yang disebabkan penurunan volume
intravaskuler dan penurunan dari GFR
 Faktor Koagulasi yang abnormal : Peningkatan PT dan aPTT
 Asam urat :
- Hiperurisemia merupakan gambaran laboratorium awal pada preeklampsia berat.
Tes ini memiliki sensitivitas yang rendah yaitu sekitar 0-55%, namum mempunyai
spesifikasi yang tinggi yaitu sekitar 77-95%

 Pada beberapa studi untuk menilai kecurigaan adanya HELLP sindrome dilakukan
pemeriksaan :

- Samar darah tepi (SDT)

- Jumlah serum lactate dehydrogenase (LDH)

- Billirubin indirek

Pemeriksaan Radiologi13

a. CT-Scan Kepala

untuk mendeteksi adanya perdarahan intracranial pada pasien yang memiliki gejala
sakit kepala hebat yang tiba-tiba, defisit neurologis atau kejang dengan status post-
ictal yang memanjang.

b. Ultrasonografi

29
untuk memeriksa status dari fetus yang sama baiknya ketika memeriksa restriksi
pertumbuhan, USG Doppler untuk menilai arteri umbilical dan aliran darah

c. Kardiotokografi

untuk mengetahui stress fetal dalam rahim dan dapat memonitor fetus secara
menetap.

3.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan umum pada preeklampsia dibagi menjadi dua unsur :


1. sikap terhadap penyakitnya yaitu pemberian obat-obatan atau terapi medisinalis
2. siakp terhadap kehamilannya adalah manajemen agresif, kehamilan diakhiri
(terminasi) setiap saat bila hemodinamik sudah stabil.
1. Terapi medisinalis :
a. Pemasangan infus25
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
memiliki risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria yang terjadi karena
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel.
Cairan infus yang diberikan adalah :
- dekstrose 5% setiap 1000 ml diselingi cairan ringer laktat 500 ml (60-125 cc/jam)
- ringer-dekstrose 5% atau cairan garam faal jumlah tetesan <125 cc/jam

b. Obat-obat anti kejang


1. MgSO4 (Magnesium Sulfat)24
 Absorbsi dan eksresi MgSO4
Sekitar 50% magnesium akan diekskresikan melalui ginjal pada 4 jam pertama
setelah pemberian bolus intravena, 75% setelah 20 jam dan 90% setelah 24
jam pemberian. Pitchard mendemontrasikan bahwa 99% magnesium akan
diekskresikan melalui ginjal setelah 24 jam pemberian intavena.26

 Mekanisme kerja MgSO426


Magnesium merupakan antagonis kalsium, karena magnesium sulafat
bekerja pada sebagian besar calcium channel di otot polos vaksuler dan
mengurangi kalsium intraseluler. Salah satu efek penting dari berkurangnny

30
kalsium intraseluler adalah inaktivasi dari aktivitas calmodulin dependent
myosin light chain kinase dan sehingga mengurangi kontraksi, menyebapkan
relaksasi arterial yang dapat menurunkan resisten vascular perifer dan
cerebral, menghilangkan vasospasme dan menurunkan tekanan arterial. Efek
vasodilator MgSO4 telah diinvestigasi pada berbagai variasi pembuluh.
Sebagai contoh pada in vivo dan in vitro studi binatang menunjukan
vasodilatasi arteri besar seperti aorta, termasuk juga pembuluh dengan
resistensi lebih kecil seperti arteri mesenterika, otot rangka, uterine, dan
arteri cerebral.
Penelitian menunjukan MgSO4 menyebabkan efek vasodilatasi di sirkulasi
otak dan arteri mesenterika. Namun, arteri mesenterika lebih sensitive pada
MgSO4 pada saat kehamilan. Penemuan efek vasodilatasi pada sirkulasi di
otak konsisten dengan penemuan lain dimana pengobatan MgSO4 tidak
menyebabkan perubahan yang berarti pada Cerebelar Blood Flow (CBF),
diameter arteri besar otak atau kecepatan arteri cereri media diukur
menggunakan MRI dan TCD. Berdasarkan hasil ini MgSO4 sebagai pencegah
kejang lebih mengarah pada efeknya terhadap resistensi vaskuler perifer dan
menurunkan tekanan darah sistemik dibandingkan dengan efek langsungnya
ke CBF.

Gambar 1 : Mekanisme MgSO4 pada pembuluh darah

 MgSO4 sebagai antikonvulsi pada kehamilan

31
Cellular
Mode of Action Possible Mechanism
Target

N-Methyl-D -Aspartate (NMDA)


Receptor Antagonism
Increased Seizure ↓
Neurons
Threshold Decreased Effect of Glutamate,
Limiting Massive Neuronal
Depolarization

Gambar 2 dan Tabel 1: Mekanisme MgSO4 sebagai antikonvulsi.

Aktivitas dari antikonvulsan yang mungkin pada magnesium


berhubungan dengan perannya sebagai reseptor antagonis N-metil-D-aspartat
(NDMA). Kejang dipikirkan akibat dari stimulasi reseptor glutamate seperti
NDMA reseptor. Percobaan pada tikus, pengobatan dengan magnesium
menunjukan hasil berupa resisten terhadap kejang yang diakibatkan stimulasi
dengan listrik atau kejang hipokampus yang diinduksi NDMA. Terapi sistemik
dengan MgSO4 menyebabkan pengurangan yang banyak dari kapasitas
reseptor NDMA di otak.

Ion magnesium harus menembus sawar darah otak untuk menimbulkan


efek antikonvulsan. Telah di lakukan percobaan pada binatang menunjukan
MgSO4 dapat menembus sawar darah otak yang intak dan masuk ke SSP
dengan kolerasi dengan level hipermagnesemia serum. Menariknya, kejang

32
meningkatkan pergerakan magnesium ke otak. Penelitian pada manusia juga
menunjukan peningkatan sedikit namun signifikan konsentrasi MgSO4 pada
CSF setelah pemberian sistemik. Hipertensi akut yang menyebabkan konvulsi
dan gangguan sawar darah otak menyebabkan MgSO 4 dapat lewat masuk ke
parenkim otak dan bekerja sebagai antikonvulsan saat eklamsia.

 Interaksi obat dan efek samping MgSO4


Pemberian MgSO4 pada penderita yang sedang mendapat pengobatan
digitalis harus dengan hati-hati karena bila terjadi hipergmagnesia, pengobatan
kalsium yang diberikan dapat menyebabkan henti jantung. Pemberian dengan
prometazine dapat menyebabkan hipotensi yang hebat karena kedua obat
tersebut menyebabkan vasoldilatasi. Gabungan MgSO4 dengan oksitosin yang
sering terdapat pada penderita preeklamsia berat tidak mempengaruhi
farmakokinetik, distribusi dan kadar magnesium.

Pada penyuntikan intravena didapatkan gejala yang kurang baik berupa


panas di daerah penyuntikan, muka merah, mual-mual dan muntah. Reaksi ini
segera timbul karena kadar magnesium segera meningkat dan akan
menghilang dengan menurunnya kadar magnesium. Reaksai tidak didapatkan
pada penyuntikan secara intramuscular walaupun dengan dosis tinggi, karena
peningkatan kadar magnesium secara perlahan-lahan. Rasa panas di wajah dan
muka merah akibat dari vasodilatasi yang terjadi setelah pemberian
magnesium sulfat.2

 Cara pemberian MgSO4 :


Diberikan secara intramuskuler pada preeklampsia berat, sedang pada
eklampsia diberikan secara intravena.
- Loading dose: 4 gram MgSO4 40% dalam larutan 10 ml intravena selama
15 menit dilanjutkan 6 gram MgSO4 dalam larutan ringer/6 jam atau
diberikan 4 atau 5 gram intramuskular
- Maintenance dose:, 4 gram intramuskular tiap 4-6 jam.

33
 Syarat pemberian MgSO4 :
- Tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi, yaitu kalsium glukonas
10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan intramuskular selama 3 menit.
- Refleks patella + kuat
- Frekuensi pernafasan >16 kali/menit tidak ada tanda-tanda distress nafas.
MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi dan setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.

2. Diazepam
Suatu antikonvulsan yang efektif dengan jalan menekan reticular activating
system dan basal ganglia tanpa menekan pusat meduler. Diazepam melewati
barier plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada neonatus,
hipotensi dan hipotermi hingga 36 jam setelah pemberiannya. Depresi neonatal
ini hanya terjadi bila dosisnya lebih dari 30 mg pada 15 jam sebelum kelahiran.
Dosis awal : 10-20 mg bolus intravena Dosis tambahan : 5-10 mg intravena jika
diperlukan atau tetesan 40 mg diazepam dalarn 500 ml larutan dekstrose 5%.

3. Fenitoin
 Absorbsi dan Eksresi Fenitoin28
Sebagian fenitoin diekskresikan bersama empedu, kemudian
mengalami reabsorpsi dan biotransformasi lanjutan dan diekskresi melalui
ginjal. Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli,
sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi.
 Mekanisme kerja
Fenitoin sebagai stabilisasi pada semua membran neuronal, termasuk
saraf perifer dan mungkin pada membran yang eksitabel (mudah terpacu)
maupun yang tidak eksitabel, menurunkan aliran ion natrium yang tersisa
maupun aliran ion yang mengalir selama aksi potensial atau depolarisasi
karena proses kimia. Dapat juga dengan pemasukan ion kalsium selama
depolarisasi berkurang, secara bebas atau sebagai akibat berkurangnya kadar
ion natrium intraseluler. Fenitoin juga dapat menunda aktifasi aliran ion
kalium keluar.Selama aksi potensial menyebabkan kenaikan periode refractory
dan menurunnya cetusan ulangan.Obat ini juga dapat mengubah konduktan

34
dan potensi membran dan konsentrasi asam amino dan neurotransmiter
norepinefrin, asetilkolin dan aminobutirat (GABA) (Wibowo, 2001).
 Efek samping27
- Meningkatkan risiko terjadinya kejang pada ibu.
- Meningkatkan risiko terjadi kelainan kongenital pada janin 10% lebih
tinggi dibandingkan populasi normal.
- Kelainan kongenital yang dapat terjadi adalah bibir sumbing, defek pada
jantung, mikrosefali, hipoplasia jari, gangguan mental, dan neuroblastoma.
Studi pada kelinci menyatakan bahwa pemberian phenytoin >75 mg/kgBB
meningkatkan malformasi pada janin.27
- Menyebabkan perdarahan pada janin setelah dilahirkan. Perdarahan ini
disebabkan oleh penurunan kadar vitamin K dan dapat menyebabkan
kematian.

3. Obat-obat anti hipertensi

Nama Obat Dosis Kategori dalam FDA


Nifedipin 10-20 mg per oral C (keamanannya pada
Dosis awal 10 mg diulangi wanita hamil belum
setelah 30 menit ditetapkan)
Hidralazin 5mg IV atau 10 mg IM C (keamanannya pada
wanita hamil belum
ditetapkan)
Labetalol 20 mg IV C (keamanannya pada
wanita hamil belum
ditetapkan)
Metildopa 700-1000 mg/hari digunakan B (aman digunakan
dalam 3-4 dosis terbagi walaupun tidak ada
studi control pada
wanita hamil)
Source : Saseen dan Carter, 2005
4. Diuretika
Diuretika tidak digunakan kecuali jika didapatkan:
a. edema paru
b. payah jantung kongestif

35
c. edema anasarka
Yang dipakai adalah golongan furosemid. Baik tiazid maupun furosemid dapat
menurunkan fungsi uteroplasenter.
5. Kardiotonika
Indikasi pemberiannya ialah bila ditemukan tanda-tanda payah jantung.

6. Antipiretika
Digunakan bila suhu rektal di atas 38,5°C ; dapat dibantu dengan pemberian kompres
dingin.
7. Antibiotika
Diberikan atas indikasi
8. Anti nyeri
Bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi rahim dapat diberi petidin 50-75
mg sekali saja selambat-lambatnya 2 jam sebelum bayi lahir.

36
BAB IV

ANALISA KASUS

Menurut National Institute of Health Working Group on High Blood Pressure on


Pregnancy, preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai dengan proteinuria dengan umur
kehamilan lebih dari 20 minggu atau segera setelah persalinan. Hipertensi yang dimaksud
adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik dan diastolik ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali selang 4 jam. Adapun proteinuria ialah
adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan ≥ +1 dipstick. Edema,
dahulu edema tungkai, dipakai sebagai tanda-tanda preeklamsia, tetapi sekarang edema
tungkai tidak dipakai lagi kecuali edema generalisata. Pada pasien ini, pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 190/120 mmHg dan menurut keterangan pasien, tekanan darah
tinggi selalu dialaminya setiap kali sedang hamil dan sebelum hamil, dan dari hasil
pemeriksaan urin didaptkan protein +2, Maka dari itu, diagnosis hipertensi kronik dengan
superimposed preeklamsia dapat ditegakkan.

Preeklamsia dapat diklasifikasikan menurut beratnya penyakit menjadi dua yaitu


preeklampsia dan preeklampsia berat. Preeklamsia dikatakan berat apabila disertai dengan
keadaan sebagai berikut :


Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg

Proteinuria ≥ 5 gram/24 jam atau +3 dalam pemeriksaan kualitatif

Oligouria

Kenaikan kadar kreatinin plasma

Gangguan visus dan serebral

Nyeri epigastrium / kuadran kanan atas abdomen

Edema paru dan sianosis

Hemolisis mikroangiopatik

Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3

Gangguan fungsi hepar

Pertumbuhan janin intrauterin terhambat

Sindrom HELLP
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, pasien ini memenuhi kriteria hipertensi kronik
dengan gejala preeklamsia berat sehingga disebut hipertensi kronik dengan superimposed

37
preeklampsia dengan didapatkannya tekanan darah 190/120, protein urin +2, namun masih
perlu pengkajian lebih lanjut yaitu pemeriksaan fungsi hepar dan kadar kreatinin plasma serta
monitoring jumlah urin yang keluar.

Faktor resiko unuk terjadinya preeklampsia terdiri atas faktor resiko tinggi dan sedang.
Faktor resiko mayor terdiri dari riwayat preeklampsia, kehamilan multipel, hipertensi kronis,
Diabetes mellitus tipe 1 atau 2, penyakit ginjal, penyakit autoimun (contoh: systemic lupus
erythematous, antiphospholipid syndrome) sedangkan risiko sedang terdiri dari nulipara,
obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2), riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara
perempuan, usia ≥ 35 tahun, riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun) 12 Faktor
risiko untuk terjadinya preeklamsia yang terdapat pada pasien ini adalah adanya usia diatas
35 tahun, interval kehamilan >10 tahun dan riwayat preeklampsia dan hipertensi kronik pada
kehamilan sebelumnya.
Pembahasan tentang penatalaksanaan kasus ini dibandingkan dengan Protap dari POGI
tentang Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan tahun 2010, adalah sebagai berikut13 :

 Rawat inap atas indikasi hipertensi atau proteinuria yang menetap selama > 2 minggu,
hasil tes laboratorium abnormal, adanya gejala atau tanda dari preeklamsia berat.

Pada kasus ini, dilakukan hospitalisasi atas indikasi hipertensi menetap selama > 2
minggu, hasil tes laboratorium abnormal yaitu proteinuria +2, serta tanda
preeklampsia berat yaitu TD 190/120 mmHg.

 Pemeriksaan yang dilakukan pada ibu meliputi monitor gejala klinis untuk gejala dan
tanda preeklamsia berat / impending eklamsia, monitor tekanan darah setiap 4 jam
kecuali saat pasien tidur, pengamatan cermat terhadap edema pada muka dan
abdomen, serta pengukuran produksi urin setiap 3 jam.

Pada kasus ini telah dilakukan monitoring tekanan darah setiap 30 menit, tetapi tidak
dilakukan pengukuran produksi urin setiap 3 jam.

 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi protein urin secara carik celup,
hematokrit dan trombosit, tes fungsi hepar, dan tes fungsi ginjal.

Pada kasus ini, semua pemeriksaan yang disebutkan sudah dilakukan.

38
 Pemeriksaan kesejahteraan janin, bisa dilakukan melalui pengamatan gerak janin,
non-stress test (NST), profil biofisik, evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, serta
USG Doppler arteri umbilikalis dan arteri uterina.

Pada kasus ini, pemeriksaan kesejahteraan janin yang dilakukan hanya pengukuran
denyut jantung janin dengan Doppler setiap 30 menit.

 Terapi medikamentosa untuk pasien preeklamsia berat adalah segera masuk rumah
sakit, tirah baring miring ke kiri secara intermiten, infus Ringer Laktat atau Ringer
Dekstrose 5%, pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang,
pemberian anti hipertensi. Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin dan
untuk diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih.

Pada kasus ini, terapi medikamentosa yang diberikan sesuai dengan yang dianjurkan.

 Pengelolaan obstetrik terhadap pasien preeklamsia berat tergantung dari usia


kehamilan. Bila pasien tidak inpartu dan usia kehamilan < 37 minggu maka kehamilan
dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa. Jika usia
kehamilan ≥ 37 minggu maka kehamilan diakhiri setelah mendapat terapi
medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Pasien pada kasus ini, kehamilan pasien sudah aterm dan pasien sudah inpartu, maka
kehamilan dapat diakhiri.

Menurut NICE (National Institute for Health and Care Excellence) Clinical Guidelines
tentang manajemen penyakit hipertensi dalam kehamilan, perawatan post partum dari wanita
dengan preeklamsia meliputi14 :

 Pengukuran tekanan darah minimal 4 kali sehari selama berada di rumah sakit.

 Observasi keluhan pasien setiap kali mengukur tekanan darah.

 Pemeriksaan jumlah trombosit, transaminase, dan kreatinin serum 48-72 jam post
partum.

 Pemeriksaan carik celup urin untuk mendeteksi proteinuria. Apabila proteinuria masih
≥ +1, maka dianjurkan melakukan pemeriksaan ulang 3 bulan lagi untuk
mengevaluasi fungsi ginjal.

39
 Apabila sebelumnya tidak menerima terapi antihipertensif, maka tidak perlu terapi
kecuali tekanan darah ≥ 150/100 mmHg.

Pada kasus ini, setelah dilakukan terminasi kehamilan secara perabdominal, didapatkan
tekanan darah pada pasien sudah mencapai batas normal (110/60 mmHg). Menurut NICE
Clinical Guidelines tentang manajemen penyakit hipertensi dalam kehamilan, pemakaian
untuk terapi antihipertensi tidak diperlukan kecuali tekanan darah pasien ≥ 150/100 mmHg.
Dilakukan pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, eritrosit, trombosit, lekosit) 12 jam post partum,
namun pemeriksaan carik celup untuk deteksi proteinuria tidak dilakukan. Karena didapatkan
hasil pemeriksaan leukosit yaitu 17.000 post partum, pasien diberi antibiotik lanjutan.

40
41
42
BAB V

KESIMPULAN

Seorang wanita hamil berusia 40 tahun, dengan G3P2A0 hamil 38 minggu, datang ke
UGD RSUD Depati Hamzah dengan keluhan mulas-mulas sejak semalam SMRS.

Dari anamnesis pasien mengaku mengalami hipertensi setiap kali sedang hamil disertai
pembengkakan pada kakinya. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah pasien
190/120 mmHg. Pada pemeriksaan Leopold I-IV, didapatkan tinggi fundus 29 cm, bagian
fundus teraba kepala, punggung bayi terdapat di sisi kanan ibu, dan bokong sudah memasuki
pintu atas panggul. Denyut jantung janin 115 kali/menit, taksiran berat janin 2.170 gram.

Diagnosis pada pasien ini adalah G3P2A0 hamil 39 minggu inpartu kala I fase laten
dengan hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia serta janin tunggal hidup, letak
memanjang (punggung kanan), presentasi kepala, kepala sudah masuk PAP dengan suspek
gawat janin

Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini adalah tirah baring; bolus MgSO4 4 gr IV
dan IVFD RL + MgSO4 6 gr drip gtt 28 makro; amlodipin 1x 10 mg; observasi keluhan
pasien, keadaan umum, tanda vital, denyut jantung janin, his dan pembukaan serta kemajuan
serviks; serta terminasi kehamilan dengan perabdominal.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. WHO Global Health Observatory . Switzerland : WHO


Press, 2015. Available at http://www.who.int/gho/maternal_health/en/ Accessed on
february 25, 2018.

2. Muto H et al. Risk assessment of hypertensive disorders in pregnancy with maternal


characteristics in early gestation: A single-center cohort study. Taiwanese journal
of obstetric and gynaecology. 2016; 55: 341 – 345.

3. World Health Organization. WHO reccomendations for prevention and treatment of


pre-eclampia and eclampsia. Switzerland : WHO Press, 2011. Available at
http://www.who.int. Accessed on february 25, 2018.

4. WHO. Trends in maternal mortality: 1990 – 2015. Switzerland : WHO Press, 2015.

5. Kementrian kesehatan RI, Pusat data dan informasi: Situasi kesehatan Ibu. Jakarta.
2014.
6. Dinas kesehatan Bangka Belitung. Profil kesehatan Babel 2016. Bangka belitung. 2016.

7. Medical Record RSUD Depati Hamzah. 2017.

8. Berg CJ, Mackay AP, Qin C, and Callaghan WM. Overview of maternal morbidity
during hospitalization for laboran delivery in the United States. Obstet Gynecol.
2009; 1993-1997 and 2001-2005 . 113,1075 – 1081.doi: 10.1097/AOG.
0b013e3181a09fc0.

9. Moselhy E, Khalifa H, Amer S, Mohammad K, and El-Aal H. Risk Factors and Impacts
of PreEclampsia: An Epidemiological Study among Pregnant Mothers in Cairo,
Egypt. Journal of American Science. 2011;1;7(5).

10. Milne F, Redman C, Walker J, Baker P, Bradley J, Cooper C, et al. The pre-eclampsia
community guideline (PRECOG): how to screen for and detect onset of pre-
eclampsia in the community. BMJ. 2005;330:576-80.

44
11. Thilaganathan B, Wormald B, Zanardini C, Sheldon J, Ralph E, Papageorghiou AT.
Earlypregnancy multiple serum markers and second-trimester uterine artery
Doppler in predicting preeclampsia. Obstet Gynecol. 2010; 115, 1233–1238.

12. American College of Obstetricians and Gynecologists, Task Force on Hypertension in


Pregnancy. Hypertension in pregnancy. Report of the American College of
Obstetricians and Gynecologists’ Task Force on Hypertension in
Pregnancy. Obstet Gynecol. 2013 Nov. 122 (5):1122-31.

13. American College of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension in pregnancy.


ACOG Technical Bulletin No. 219. Washington DC: 1996.

14. Boutiller PL, Maller V. HLA-G in pregnancy, review of reproduction, 1997;2;7-13)

15. Yie Shang-mian, Liang-hong Li, Yue-mei Li, Librach C. HLA-G protein
concentration in maternal, serum and placental tissue are decressed in
preeclampsia, Am J Obstet Gynecol, 2004;191 : 525-9)

16. Walker JJ. Preeclampsia. Lancet 2000;356 : 1260-5

17. Cuningham FG, Gant N, et.al. Williams obstetric 22nd ed. McGraw-Hill, Medical
Publishing Division, 2005; 761-808)

18. Hubel CA. Lipid peroxidation in pregnancy; New perspective on preeclampsia, Am J


Obstet Gynecol, 1989 ; 161: 1025-34)

19. Zeeman GG, Dekker GA. Pathogenesis of preeclampsia a hypotesis, 1992; Clin
Obstet Gynecol, 1992;35; 317-37)

20. Gant NF, Worley RJ. Hypertension in Pregnancy Concepts and Management,
Appleton-Century-Crofts, New York, 1980, 11-36)

21. Riedman C Walker I. Preeclampsia The Fact. Oxford University Press, New York,
1992; 130-3)

45
22. Redman Kaplan’s Clinical Hypertension, ed. Norman M. Kaplan, 8th ed, 2000, 404-
33)

23. National High Blood Pressure Education Program in Pregnancy (2000):


(2000)

24. Duley L, Gullmaezoglu AM, Hendorson-Smart DJ. Magnesium Sulphate and other
anticonvulsants for women with pre-eclampsia (Cochrane Review). In : The
Reproductive Health Library, Issue 10, 2007.

25. Sibai BM. Diagnosis, Prevention, and Management of Echlampsia, Obstetrics &
Gynecology, 2005; 105; 405-10

26. Idama To, Lindow SW. Magnesium sulfate : a review o clinical pharmacology applied
to obstetrics. Br J Obstet Gynecol 1998; 105: 260-8

27. 1. R. J. Porter, B. S. Meldrum, in Basic & Clinical Pharmacology, ed B. G. Katzung,


A. J. Trevor, McGraw-Hill, New York, 2015, pp. 396-402.

28. Utama H., Gan VHS., Sunaryo. Anti Konvulsan. Dalam: Farmakologi dan Terapi
Edisi 4. Penerbit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta. 1995: 163 – 74.

46
47

Anda mungkin juga menyukai