Anda di halaman 1dari 20

PAPER

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Mata merupakan suatu organ vital yang kompleks dan sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Kornea merupakan suatu jendela yang
berbentuk seperti kubah di bagian depan mata dan merupakan suatu selaput
bening yang tembus cahaya. Kornea memiliki daya kelengkungan yang
lebih besar dibandingkan dengan sklera. Kornea juga memiliki sifat yang
protektif yang melindungi mata dari benda asing, debu ataupun bahan-bahan
yang berbahaya bersama-sama dengan bulu mata, kelopak mata, air mata,
sklera dan bagian mata lain.1
Kornea mampu mengatasi dengan baik pada kerusakan yang kecil
maupun abrasi. Ketika kornea rusak maka sel yang sehat akan dengan cepat
menggantikan kerusakan tersebut sebelum terjadi infeksi dan mengganggu
penglihatan.1
Kelainan kornea yang paling sering ditemukan adalah keratitis.
Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat bersifat
akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
bakteri, jamur, virus atau karena alergi.1
Virus herpes zoster dapat memberikan

infeksi pada ganglion

Gaseri saraf trigeminus. Bila yang terkena cabang pertama dari nervus
trigeminus yaitu ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala gejala
herpes zoster pada mata. Gejala ini tidak akan melampaui garis median
kepala. Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia lanjut.2,3
Pada herpes zoster sering terjadi manifestasi pada mata. Herpes
zoster oftalmik yang banyak dijumpai biasanya disertai dengan keratouveitis
yang bervariasi beratnya tergantung status kekebalan pasien. Meskipun
keratouveitis zoster pada anak umumnya tergolong penyakit jinak, penyakit
ini tergolong berat pada dewasa bahkan dapat menimbulkan kebutaan.2

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

1.2. Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan dan mengetahui konsep dasar medis tentang herpes zoster keratitis.
B. Tujuan Khusus
Tujuan penulisan makalah ini secara khusus adalah sebagai berikut :

Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi kornea


Untuk mengetahui klasifikasi keratitis
Untuk mengetahui definisi herpes zoster keratitis
Untuk mengetahui epidemiologi keratitis bakteri
Untuk mengetahui mengenai etiologi herpes zoster keratitis
Untuk mengetahui patofisiologi herpes zoster keratitis
Untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa
Untuk menegetahui penatalaksaan, komplikasi, maupun prognosis
dari herpes zoster keratitis.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi dan Fisiologi Kornea

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

Gambar 1. Anatomi Mata


Kornea ( gambar 1 ) merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya,
bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal
0,6-1 mm. Sifat cahaya yang dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur
kornea yang uniform, avaskuler dan ditugesens atau pada keadaan dehidrasi
jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting dalam mencegah dehidrasi
dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan hilangnya sifat transparansi kornea dan edema kornea yang
berdampak terhadap penurunan fungsi penglihatan.4,5
Kornea bersifat avaskuler, maka sumber nutrisi dari kornea berasal dari
pembuluh-pembuluh darah limbus, aquaeus humor, dan air mata. Kornea
superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea
dipersarafi oleh banyak serat sensorik yang didapat dari percabangan pertama
(optalmika) dari nervus kranialis V.4,5
Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata depan dan
terdiri dari 5 lapisan dari anterior ke posterior, yaitu : epitel, membran bowman,
stroma, membran descement, dan endotel.6,7
1. Epitel

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

Epitel kornea merupakan epitel berlapis gepeng tak bertanduk dan terdiri
atas 5 atau 6 lapisan sel. Dibagian basal epitel terlihat banyak gambaran
mitosis yang menunjukkan kapasitas regenerasi kornea yang luar biasa.
Masa pergantian sel-sel ini lebih kurang 7 hari. Sel-sel permukaan kornea
memperlihatkan mikrovili yang terjulur ke dalam ruang berisikan lapisan
tipis air mata pra-kornea. Jaringan epitel ini ditutupi oleh lapisan lipid dan
glikoprotein pelindung , setebal lebih kurang 7 m. Kornea memiliki slaah
satu suplai saraf sensori terbanyak di jaringan mata.
2. Membran Bowman
Lapisan ini memiliki ketebalan 7-12 m. Terdiri atas serat-serat kolagen
yang tersusun menyilang secara acak, suatu substansi antarsel yang padat,
dan tak mengandung sel (gambar 2.2). membran bowman membantu
stabilitas dan kekuatan kornea.
3. Stroma
Dibentuk oleh banyak lapisan kolagen paralel yang saling menyilang secara
tegak lurus. Serabut kolagen didalam setiap lamel berjalan sejajar satu
sama lain dan membentangi seluruh lebar kornea. Sel-sel dan serat stroma
terbenam didalam substansi yang kaya akan glikoprotein dan kondroitin
sulfat. Meskipun stroma tersebut avaskular, sel-sel limfoid biasanya
terdapat di stroma.
4. Membran Descement
Merupakan struktur homogen tebal (5-10 m) yang terdiri atas susunan
filamen kolagen halus yang membentuk jalinan 3 dimensi.
5. Endotel
Endotel kornea meruupakan epitel selapis gepeng. Sel-sel ini memiliki
organel untuk sekresi yang khas untuk sel yang terlibat dalam transpor aktif
dan sintesis protein, dan memiliki organel yang mungkin berhubungan
dengan sintesis dan ketahanan membran descement. Endotel dan epitel
kornea bertanggung jawab dalam mempertahankan kejernihan kornea.
Kedua lapisan tersebut sanggup mentranspor ion natrium ke permukaan
apikalnya. Ion klorida dan air ikut secara pasif, dan mempertahankan

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

stroma kornea pada keadaan yang relatif terhidrasi. Keadaan ini, bersama
susunan serabut kolagen yang teratur dan sangat halus di stroma,
menyebabkan kornea menjadi transparan. 7

Gambar 2. Lapisan Kornea


2.2. Herpes Zoster Keratitis
2.2.1. Definisi
Keratitis Herpes Zoster adalah peradangan pada kornea yang disebabkan
oleh infeksi virus varisela zoster.8
2.2.2. Epidemiologi
Herpes zoster memiliki insiden paling tinggi dari seluruh penyakit
neurologi. Sekitar 95% orang dewasa di Amerika Serikat memiliki antibodi
terhadap virus varicella-zoster dan rentan terhadap munculnya reaktivasi.
Seseorang dengan usia berapapun dapat menderita herpes zoster, namun
insidensnya meningkat seiring dengan usia akibat menurunnya imunitas. Sekitar
4% pasien dengan zoster akan mengalami episode berulang atau kekambuhan di
kemudian hari.9
Diantara kasus penyakit okular eksternal, insiden herpes zoster oftalmikus
adalah 2,4% sedangkan insiden kelainan mata pada herpes zoster, yaitu kelainan

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

pada daerah yang diinervasi oleh cabang pertama nervus trigeminus berkisar
antara 8,2 % - 56 %. Meskipun herpes zoster adalah suatu penyakit yang lebih
jarang dijumpai dibandingkan dengan varisela, tapi lebih sering mengenai mata8,9.
2.2.3. Etiologi
Virus Varisela-Zoster termasuk famili herpes virus dan merupakan salah
satu dari delapan virus yang diketahui virus herpes yang menginfeksi manusia.
Diameter virus ini kurang lebih adalah 150-200 nm dan memiliki berat molekul
sekitar 80 juta. Ciri khas pada strukturnya adalah memiliki nukleokapsid
isosahedral dengan dikelilingi lipid envelop. DNA double stranded terletak
ditengah-tengah struktur virus tersebut. Genome VZV mengkode kurang lebih 70
gen yang unik, kebanyakan memiliki susunan DNA dan fungsi yang homolog
dengan virus herpes lainnya. Early gene products meregulasi replikasi DNA,
misalnya polymerase DNA virus dan virus-specific tymidine kinase. Late genes
mengkode protein structural yang menjadi target oleh antibody dan respon imun
selular. 9,10

Gambar 3. Struktur Virus Varicella - Zoster


2.2.4.

Patofisiologi
Varicella Zoster Virus (VZV) terdapat dimana-mana dan sangat menular,

dengan paparan pertama secara khas terjadi pada masa anak-anak. Pada paparan
pertama (infeksi varisella), virus masuk ke host melalui system respiratori bagian

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

atas, kemudian bereplikasi diperkirakan pada nasofaring. Paparan pertama ini


dapat juga menyebabkan keratitis zoster, walaupun sangat jarang terjadi. Virus
menginfiltrasi

sistem

retikuloendotelial,

dan

akhirnya

menuju

ke

sistemik (viremia). Selama serangkaian terjadinya varisela, VZV melewati lesi


pada permukaan kulit dan mukosa menuju saraf ending sensoris yang berdekatan
dan pindah secara sentripetal ke atas serabut sensoris pada ganglion sensoris
(ganglion dorsalis). Pada ganglia, virus menjadi infeksi laten yang tetap ada
selama kehidupan. 2,9
Virus ini dapat reaktivasi menjadi infeksius oleh karena adanya gangguan
pada host-parasit dalam waktu beberapa tahun sampai puluhan tahun setelah
infeksi primer dan biasanya terjadi pada orang tua atau dewasa. Infeksi primer
merupakan penyakit yang self-limiting. 9,11
Pada reaktivasi herpes zoster laten, sering timbul ganglionitis nekrotik dan
virus infeksius akan bergerak kembali menuju akson dan menimbulkan dermatitis
vesikularis yang infeksius pada dermatom yang terkena. Infeksi virus varisela
zoster pada mata dapat terjadi melalui satu atau dua mekanisme, yaitu : 9,11
1. Reaktivasi virus laten pada ganglion sensoris trigeminal
2. Masuknya virus eksogen melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan
penderita herpes zoster atau varisella, walaupun infektivitasnya rendah.
Dermatom yang paling sering terkena adalah yang diinervasi oleh
n.trigeminus, dimana cabang pertama (oftalmik) terkena 20 kali lebih sering dari
pada cabang kedua atau ketiga. Herpes zoster yang timbul pada daerah yang
diinervasi oleh cabang oftalmik n.trigeminus disebut sebagai herpes zoster
oftalmikus tanpa mempertimbangkan apakah mata tersebut mengalami inflamasi
atau tidak. 11,12
Infeksi virus varisela zoster dapat menyebabkan kerusakan okular, invasi
virus secara langsung dapat menyebabkan keratitis dan konjungtivitis. Komplikasi
yang paling umum dari herpes zoster ke okula adalah inflamasi kornea, beberapa
vesikel kecil yang tumbuh di epitel kornea dan hal tersebut diikuti dengan
bengkaknya stroma kornea. Selain itu, suplai saraf yang terganggu di kornea
sebagaimana yang sering muncul pada herpes zoster dapat menyebabkan kornea

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

berkembang menjadi keratitis dengan erosi epitelial yang berbentuk punctate


(Neuroparalitik keratitis). 11,12

Gambar 4. Distribusi sensorik dari n.oftalmika cabang dari n.trigeminal


Pada cabang oftalmik yang juga paling sering terkena adalah n.frontalis
yang menginervasi palpebral superior, dahi, dan konjungtiva superior melalui
cabang supratroklear dan supraorbital. Cabang nasosiliaris dan lakrimal dari
n.oftalmikus juga bisa terserang bersama-sama maupun sesudahnya, dan bisa
disertai dengan kelainan cabang maksilaris n.trigeminus. bila cabang nasosiliaris
terkena, disebut Hutchinson sign, ini menunjukkan bahwa mata terinfeksi virus
varisela zoster melalui cabang dari nasosiliaris. Hutchinson sign merupakan
indikasi untuk risiko lebih tinggi terkena gangguan penglihatan. Dalam suatu
studi, 76% pasien dengan tanda ini mempunyai gangguan penglihatan. 11,12

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

Gambar 5. Hutchinson sign


2.2.5. Manifestasi Klinis
Infeksi virus varicella zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk : 9
1. Primer (varicella)
2. Rekurens (herpes zoster)
Pada varicella jarang terjadi manifestasi di mata, pada herpes zoster
oftalmik sering terjadi manifestasi pada mata. Pada varicella (cacar air), lesi mata
umumnya berupa lesi cacar di palpebral dan tepian palpebral. Jarang timbul
keratitis (khasnya, lesi stroma perifer dengan vaskularisasi) dan lebih jarang lagi
keratitis epithelial dengan atau tanpa pseudodendrit. 13
Adapun gejala pada herpes zoster oftalmika antara lain adalah : 13,14
a. Stadium prodromal : nyeri lateral sampai mengenai mata, demam, malaise,
b.
c.
d.
e.
f.

dan sakit kepala


Dermatitis
Nyeri pada mata
Lakrimasi
Penurunan visus
Mata merah unilateral
Bagian - bagian pada mata yang terkena dan dapat menimbulkan gejala

pada infeksi VZV adalah : 12,15


1. Kelopak mata : blefaritis
2. Konjungtiva : konjungtivitis yang ditandai dengan injeksi konjungtiva dan
edema
3. Sklera : Skelritis atau episkleritis mungkin berupa nodul yang biasa menetap
selama beberapa bulan
4. Kornea : keratitis
5. Traktus uvea : uveitis
6. Retina : retinitis
Komplikasi pada kornea terjadi 65 % dari kasus herpes zoster oftalmik.
Keratitis Herpes Zoster menimbulkan gejala yang umum terjadi pada keratitis

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

seperti nyeri, mata merah, dan dapat menyebabkan penurunan visus. Pada kelopak
akan terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan
dermatom yang dipersarafi saraf trigeminus yang dapat progresif dengan
terbentuknya jaringan parut. Daerah yang terkena tidak melewati garis media.
Herpes Zoster keratitis bermanifestasi dalam bentuk klinis yaitu : 12,13,15

Keratitis epithelial akut


Gejala awal mulai muncul dua hari setelah onset kemerahan di kulit dan

sembuh secara spontan beberapa hari kemudian. Ditandai dengan adanya lesi
dendritik kecil dan halus (pseudodendrit) yang positif jika di tes fluoresen.

Gambar 6. A.Lesi Dendritik pada Keratitis Herpes Zoster, B. dengan tes


Fluoresen

Keratitis nummular
Keratitis nummular mungkin mengikuti keratitis epitelial akut, biasanya

sepuluh hari setelah onset kemerahan di kulit. Ditandai dengan adanya multiple
granular infiltrat pada stroma anterior dikelilingi oleh halo of stromal haze
pada daerah yang sebelumnya terkena punctate epitel dan pseudodendrit.
Biasanya lesi ini hanya bersifat sementara, tetapi dapat pula meninggalkan
jaringan parut yang samar-samar. Lesi memberi respon pada pemberian steroid
tapi dapat recurrence jika pemberian dihentikan terlalu cepat.

10

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

Gambar 7. Keratitis Nummularis

Keratitis Disciform
Keratitis Disciform adalah infiltrasi stroma yang mendalam biasanya

berkembang 3-4 bulan setelah fase akut awal, dan biasanya didahului olehkeratitis
stroma akut epitel atau anterior keratitis stroma. Pada pemeriksaanakan tampak
disc shaped, well defined, disertai edema stromal difus tanpadisertai vaskularisasi.
Pada tahap ini akan tampak jelas edema pada kornea dan inflamasi pada bilik
mata depan. Edema disciformic ini dapat mengakibatkan jaringan parut,
neovaskularisai atau kadang ditemukan adanya deposisi lemak.

Gambar 8. Keratitis Disciform

Keratitis Neurotropik
Neurotropik keratitis ditandai dengan kehilangan sensasi kornea bisa

disertaidengan adanya perforasi pada kornea, dimana jika sudah terjadi perforasi,

11

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

maka proses epitelisasi akan sulit. Hal ini akan menyebabkan mudahnya terjadi
infeksi sekunder pada mata.

Gambar 9. Tipe tipe Keratitis Herpes Zoster : A. Punctate Ephitelial


Keratitis, B. Microdendritic Epithelialulcer, C.Nummular Keratitis, D.
Disciform Keratitis
2.2.6. Diagnosis
Anamnesis9,10,14
-

Fase prodormal pada herpes zoster oftalmikus biasanya terdapat


influenza like illness seperti lemah, malaise, demam derajat rendah
yang mungkin berakhir sehingga 1 minggu sebelum perkembangan
rash unilateral menyelubungi daerah kepala, atas kening dan hidung
(divisi dermatome pertama daripada nervus trigeminus).

Kira kira 60% pasien mempunyai variasi derajat gejala nyeri


dermatom sebelum erupsi kemerahan. Akibatnya, makula eritematosus
muncul keliatan yang lama kelamaan akan membentuk kluster yang
terdiri daripada papula dan vesikel. Lesi ini akan membentuk pustula
dan seterusnya lisis dan membentuk krusta dalam masa 5 7 hari.

Pemeriksaan Fisik 9,10,13,14


-

Menilai struktur eksternal/superfisial secara sistematik mengikuti


urutan daripada bulu mata, kunjungtiva dan pembengkakan sklera.

12

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

Menilai keadaan integritas motorik ekstraokular dan defisiensi


lapangan pandang.

Pemeriksaan funduskopi dan coba untuk mengeradikasi fotofobia


untuk menetapkan kemungkinan terdapatnya iritis. Pengurangan
sensitivitas kornea dapat dilihat dengan apabila dicoba dengan kapas.

Lesi epitel kornea dapat dilihat setelah diberikan fluoresent Defek


epitel dan ulkus kornea akan jelas terlihat dengan pemeriksaan ini.

Pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk melihat sel dalam segmen


anterior dan infiltrat stroma

Setelah diberi anestesi mata, ukur tekanan intraokular (nilai normal


dibawah 12 15 mmHg).

Pemeriksaan laboratorium9,13,14
Diagnosis laboratorium terdiri dari beberapa pemeriksaan, yaitu:
a. Pemeriksaaan langsung secara mikroskopik
-

Kerokan palpebra diwarnai dengan Giemsa, untuk melihat adanya


sel-sel raksasa berinti banyak (Tzanck) yang khas dengan badan
inklusi intranukleus asidofil.

b. Pemeriksaaan serologi.
-

Herpes Zoster dapat terjadi pada individu yang terinfeksi dengan


HIV yang kadangkala asimtomatik, pemeriksaan serologik untuk
mendeteksi retrovirus sesuai untuk pasien dengan faktor resiko
untuk Herpes Zoster.

c. Isolasi dan identifikasi virus dengan teknik Polymerase Chain Reaction.

13

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

2.2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan biasanya tidak spesifik dan hanya simtomatis. Pengobatan
dengan memberikan asiklovir dan pada usia lanjut dapat diberi steroid.13,14
Terapi sistemik
1. Obat antivirus oral
Obat ini secara signifikan dapat mengurangi rasa sakit, mengurangi
timbulnya vesikel, menghentikan perkembangan virus, dan mengurangi kejadian
serta komplikasi lebih lanjut. Agar efektif, pengobatan harus dimulai segera
setelah timbulnya ruam, namun hal ini tidak berpengaruh pada post herpetik
neuralgia. Pengobatan dapat diberikan acyclovir dengan dosis 800 mg, 5 kali
sehari selama 10 hari atau Valasiklovir dengan dosis 1 g tiga kali sehari selama 10
hari, famciclovir, 500 mg/ 8 jam selama 7-10 hari. Terapi dimulainya 72 jam
sejak timbulnya kemerahan. 13,14

2. Analgetik
Rasa nyeri terasa sangat parah pada 2 minggu pertama dari serangan.
Sehingga harus diberikan pengobatan dengan analgesik seperti kombinasi dari
mefenamic acid dengan paracetamol atau pentazocin atau petidin ( ketika sangat
berat). 13,14
3. Steroid sistemik
Digunakan dengan dosis tinggi untuk menghambat perkembangan
penyakit pada post herpetic neuralgia. Namun resiko steroid dosis tinggi pada
lansia harus dipertimbangkan. Steroid pada umumnya digunakan untuk
menangani komplikasi dari kasus neurologis seperti kelumpuhan nervus
okulomotorius dan neuritis optik. Pemakaian steroid sistemik masih kontroversial.
13,14

Terapi lokal untuk mata 11,13,14


1. Untuk keratitis zoster :.

14

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

a. Tetes mata steroid 4 kali sehari.


b. Obat tetes mata yang mengandung Cyclopegics seperti Cyclopentolate
atau salep mata atropin.
c. Salep mata acyclovir 3% diberikan 5 kali sehari selama 2 minggu.
2. Untuk mencegah adanya infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal.
3. Apabila terdapat glaukoma sekunder
a. Obat tetes mata Timolol 0,5 % atau Betaxolol 0,5%
b. Acetazolamide oral 250mg diberikan 4 kali sehari.
4. Untuk ulkus kornea neuroparalisis yang disebabkan oleh herpes zoster,
dilakukan Tarsorrhaphy lateral.
5. Kerusakan epitel yang menetap digunakan :
a. Tetes air mata buatan
b. Soft contact lens bandage
6. Keratoplasti
Tindakan ini diperlukan untuk rehabilitasi pengelihatan pasien herpes zoster
dengan jaringan parut yang tebal. Namun hal ini beresiko tinggi.
2.2.8. Komplikasi 9,11,16
Komplikasi yang dapar terjadi pada keratitis herpes zoster antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Hipopion
Sebagai proses perluasan pada kasus yang tidak diobati, jaringan uveal
anterior yang di infiltrasi oleh limfosit, sel-sel plasma, dan PMN
bermigragsi melalui iris ke kamera anterior.

2. Ulkus kornea
Ulkus kornea merupakan hilangnya ebaguan permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea. Penyebabnya mungkin banyak ditemukan
oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel
radang.

15

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

3. Descemetocele
Membran descement yang tahan terhadap kolagenolisis dan mengalami
perbaikan dengan pertumbuhan epitel ke arah anterior membran
kornea.

4. Perforasi
Perforasi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang
dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea ataupun tanpa
cedera pada membran basal.

16

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

2.2.9. Prognosis 11,15,16


Prognosis penyakit pada umumnya baik tergantung pada tindakan
perawatan. Tingkat kesembuhan herpes zoster keratitis umumnya tinggi
pada dewasa dan anak anak dengan perawatan secara dini. Prognosa
penyakit menjadi baik kerena pemberian asiklovir yang dapat mencegah
komplikasi ke mata sampai ke arah penurunan visus dan pencegahan
terjadinya paralisis motorik. Selain itu, bengkak dan merah pada mata
dapat

hilang.

Namun

pada

kulit

dapat

menimbulkan

macula

hiperpigmentasi atau sikatrik.


Pengobatan antiviral intravena seharusnya di administrasi seperti
yang telah disebutkan dalam pengobatan di atas. Prognosis juga ditentukan
dari waktu pemberian antiviral yang sebaiknya diberikan 72 jam pertama
setelah onset. Pasien yang dirawat jalan seharusnya mempunyai tindak
lanjut yang adekuat untuk penanganan pada keratitis herpes zoster.
Pemeriksaan ulang setelah maksimum 1 minggu haruslah dijadwalkan
pada stadium awal. Begitu juga dengan pengobatan menggunakan antiviral
haruslah dipraktikkan dan diteruskan seperti di atas.

17

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

BAB 3
KESIMPULAN
Keratitis Herpes Zoster adalah peradangan pada kornea yang disebabkan
oleh infeksi virus varisela zoster yang ditandai oleh gejala pada mata yaitu rasa
sakit pada daerah yang terkena, penglihatan berkurang, pada palpebra akan
terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan
dermatom yang dipersarafi saraf trigeminus yang dapat progresif dengan
terbentuknya jaringan parut. Daerah yang terkena tidak melewati garis media.
Infeksi virus varisela zoster dapat menyebabkan kerusakan okular, invasi
virus secara langsung dapat menyebabkan keratitis dan konjungtivitis. Komplikasi
yang paling umum dari herpes zoster ke okular adalah inflamasi kornea, beberapa
vesikel kecil yang tumbuh di epitel kornea dan hal tersebut diikuti dengan
bengkaknya stroma kornea. Selain itu, suplai saraf yang terganggu di kornea
sebagaimana yang sering muncul pada herpes zoster dapat menyebabkan kornea
berkembang menjadi keratitis dengan erosi epithelial.
Keratitis herpes zoster bisa bermanifestasi dalam bentuk keratitis
epithelial, keratitis nummularis, keratitis disciform, dan keratitis neurotropic.
Prognosis penyakit pada umumnya baik tergantung pada tindakan
perawatan. Tingkat kesembuhan penyakit ini umumnya tinggi pada dewasa dan
anak anak dengan penatalaksanaan secara dini.

18

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

DAFTAR PUSTAKA
1. Janumala, H., Sehgal, P., Mandal, A. Bacterial Keratitis In : Keratitis. Croatia
: Central Leather Research Institute.2012;(2):15-27.
2. Kent N., Joseph G., Dorothy H., Herpes Zoster Ophthalmicus: A Teaching
Case Report. Opthalmology Department of Veterans Affairs. Optometric
Education. 2014. 65-73
3. Ilyas,S., 2009. Ilmu Penyakit Mata FKUI. Jakarta. 2009 ; 147-156
4. Vaughan, D . Oftalmologi Umum. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.2010; 47-51.
5. Tortora, G.J.,2009. Principles of Anatomy and Physiology 12th ed. USA: John
Wiley & Sons, Inc.2009;604-619.
6. Sherwood, L. Human Physiology from Cells to Systems 7th ed. Canada:
Brooks/Coles, Cangage Learning.2010; 160-176.
7. Janqueira, L.Indra Penglihtaan dalam : Histologi Dasar. Jakarta
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2007; 451-4.

8. Akio, M., Masaya, T., Kimiyasu, S. Varicella-Zoster Virus Keratitis with


Asymptomatic Viral Shedding in the Contralateral Eye. Toyama : Departement
of Ophthalmology and Virology, University of Toyama. 2012 October 6; 343348.
9. CDC, Varicella : Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable
Disease. Center for Disease Control and Prevention. 2015. Available in :
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/varicella.html
10. College of Optometrists. Clinical Management Guidelines Herper Zoster
Ophthalmicus (HZO) . The College of Optometrists. 2015 February 2. 1-3
11. Lorren W.J., Robert M.K., Herpes Zoster Ophthalmicus : A Case of
Reactivated Varicella. Arizona : Hospital Physician. 2000 September. 45-49
12. Saad S., Christopher N., Evaluation and Maagement of Herpes Zoster
Ophthalmicus. Standford University Medical Center . California : American
Family Physician. 2002 November 1. 1723-1730.
13. American Academy of Ophthalmology. Herpes Zoster Ophthalmicus In
:External Disease and Cornea. San Francisco : American Academy of
Ophthalmology. 2014;107-111.
14. Camilla K. Herpes Zoster . Medline : Medscape. 2015. Available In :
http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview#a4
15. Rim K., Sonia A., Bechir J., Ocular Involvement and Visual outcome of herpes
zoster ophthalmicus: review of 45 patients from Tunisia, North Africa.
Department of Ophthalmology, University of Monastir. Tunisia : Journal of
Ophthalmic Inflamation and Infection. 2014 April. 1-6

19

PAPER
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

NAMA : BILLI
NIM
: 100100008

16. Mustafa B.S, Eylem S., Ismail H.N., Herpes Zoster Ophthalmicus. Turkey :
Journal of Academic Emergency Medicine. 2012 March. 74-76

20

Anda mungkin juga menyukai