Anda di halaman 1dari 16

PROBLEM BASED LEARNING

LUKA TAK KUNJUNG SEMBUH

KELOMPOK

: B-1

KETUA

: JUAN CIPTA

1102007158

SEKRETARIS

: JESI ANGGRAINI

1102007156

ANGOOTA

: JIVITA C. BASARAH

1102007157

RIZNA

1102007242

ROMI SLAMAT W.

1102007244

SHINDY OCTAVIANA

1102007258

SISKA SAFIRA NADIA

1102007261

SISWANI

1102007262

SOVY SULTANAH

1102007266

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2010-2011

Luka Tidak Kunjung Sembuh


Seorang ibu, 65 tahun, datang diantar anaknya ke klinik dokter keluarga dengan
keluhan ada luka kering di ujung jari kaki kelingking kanan yang tidak kunjung sembuh
selama hampir 3 minggu. Dokter di Klinik Kedokteran Keluarga melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan bahwa ibu tinggal bersama anak perempuan
pertama yang mempunyai 2 balita. Selama ini kedua balita tersebut diasuh oleh pasien. Sudah
lama dianjurkan untuk berobat tetapi ibu tidak mau karena tidak mau membebani anaknya.
Setelah dipaksa baru hari ini ibu mau berobat. Menurut anaknya, ibu sering merasa cepat
lapar dan makan berlebihan.
Pada pemeriksaa fisik ditemukan berat badan kurang. Dalam riwayat penyakit
keluarga ditemukan nenek dan paman pasien meninggal karena sakit kencing manis.
Apabila Saudara sebagai dokter lulusan YARSI, bagaimana rencana pengelolaan
kasus tersebut dengan menggunakan pendekatan kedokteran keluarga?

STEP I
1. Memahami persepsi tentang sakit, sakit dan perilaku sakit, dan faktor-faktor yang
mempengaruhi keyakinan dan tindakan kesehatan

1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.

Definisi persepsi
Definisi sakit
Perilaku sakit
Dampak sakit
Faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan dan tindakan kesehatan

2. Memahamin peran Dokter Keluarga pada pelayanan strata primer terhadap individu,
keluarga, dan komunitas kehidupannya
2.1. Definisi Dokter Keluarga
2.2. Ruang lingkup pelayanan Dokter Keluarga
2.3. Tugas Dokter Keluarga
2.4. Wewenang Dokter Keluarga
2.5. Prinsip Dokter Keluarga
2.6. Standard pelayanan Dokter Keluarga
2.7. Kompetensi Dokter Keluarga
2.8. Sistem pelayanan Dokter Keluarga
2.9. Konseling agama
3. Memahami perihal merawat orang tua

STEP II
Tugas Mandiri

STEP III
1. Memahami persepsi tentang sakit, sakit dan perilaku sakit, dan faktor-faktor
yang mempengaruhi keyakinan dan tindakan kesehatan
1.1. Definisi persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu
merupakan suatu proses yang diterima stimulus individu melalui alat reseptor
yaitu alat indra. Proses penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi. Alat
indra merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya karena
individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan indera.
Menurut Walgito (1997) persepsi merupakan stimulus yang diindera oleh
individu, diorganisasikan, kemudian diinterpretasikan sehingga individu
menyadari dan mengerti tentang apa yang diindera. Dengan kata lain persepsi
adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak

manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated dari individu terhadap stimulus


yang diterimanya. Apa yang ada dalam diri individu, pikiran, perasaan,
pengalaman-pengalaman individu, akan ikut aktif berpengaruh dalam proses
persepsi.
Gibson, dkk. (1989) menyatakan persepsi adalah proses kognitif yang
dipergunakan oleh individu untuk menafsir dan memahami dunia sekitarnya
(terhadap obyek), tanda-tanda dari sudut pengalaman yang bersangkutan. Dengan
kata lain, persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian, dan
penerjemahan atau penafsiran stimulus yang diorganisasikan dengan cara yang
dapat membpengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.
Persepsi bersifat individual, meskipun stimulus yang diterimanya sama,
tetapi karena setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda, kemampuan
berfikir berbeda, maka hal tersebut sangat memungkinkan terjadinya perbedaan
persepsi pada setiap individu. Taraf terakhir dari proses persepsi adalah individu
menyadari apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor.
1.2. Definisi sakit
Pemons (1972), sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai
tatalitas termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian
sosialnya.
Bauman (1965), seseorang menggunakan tiga kriteria untuk menentukan
apakah mereka sakit :
1) Adanya gejala
2) Persepsi tentang bagaimana mereka merasakan
3) Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Sakit adalah keadaan di mana fisik, emosional, intelektual, sosial,
perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan
terjadinya proses penyakit. Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit.
1.3. Model sehat sakit
1) Model rentang sehat-sakit Neuman
Sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada
waktu tertentu, yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang
optimal, dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian
yang menandakan habisnya energi total.
Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah
secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai
perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan
keadaan fisik, emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang
sehat.

Sedangkan sakit merupakan proses di mana fungsi individu dalam satu


atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila
dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.

2) Model kesejahteraan tingkat tinggi (Dunn)


Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara
memaksimalkan potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku.
3) Model agen-pejamu-lingkungan (Leavell at all.)
Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau
kelompok ditentukan oleh hubungan dinamis antara agen, pejamu, dan
lingkungan.

Model ini menyatakan


bahwa sehat dan sakit
ditentukan oleh interaksi
yang dinamis dari ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et all. (1990)
respon dapat meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan
berasal dari interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan
lingkungannya.
4) Model keyakinan kesehatan
Menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975)
menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang
ditampilkan. Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berperilaku
sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi
terapi kesehatan yang diberikan. Terdapat tiga komponen dari model
keyakinan kesehatan antara lain :
a. Persepsi individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.

b. Persepsi individu terhadap keseriusan penyakit tertentu. Dipengaruhi oleh


variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit,
anjuran untuk bertindak.
c. Persepsi individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang
diambil. Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan
mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis,
atau mencari pengobatan medis.

5) Model peningkatan kesehatan (Pender)


Fokus dari model ini adalah menjelaskan alasan keterlibatan klien
dalam aktivitas kesehatan (kognitif, persepsi dan faktor pengubah).

Berdasarkan gambar di atas, model ini dapat :

a. Menidentifikasi berbagai faktor (demografik dan sosial) yang dapat


meningkatkan atau menurunkan partisipasi untuk meningkatkan
kesehatan.
b. Mengatur berbagai tanda ke dalam sebuah pola untuk menjelaskan
kemungkinan munculnya partsisipasi klien dalam perilaku peningkatan
kesehatan.
Mandala of Health. Menurut konsep Mandala of Health, manusia sebagai
individu yang terdiri dari fisik, mental dan spiritual merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari keluarga dan lingkungan.

1.4. Perilaku sakit


Merupakan perilaku orang sakit yang meliputi : cara seseorang memantau
tubuhnya, mendefinisikan dan meninterpretasikan gejala yang dialami,
melakukan upaya penyembuhan, dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku sakit :
1) Faktor internal
a. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
b. Asal atau jenis penyakit
2) Faktor eksternal
a. Gejala yang dapat dilihat
b. Kelompok sosial
c. Latar belakang budaya
d. Ekonomi
e. Kemudahan akses terhadap sistem pelayanan
f. Dukungan sosial
Tahap-tahap perilaku sakit :
1) Tahap I (mengalami gejala). Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ada
sesuatu yang salah. Persepsi individu terhadap suatu gejala : (a)
kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll), (b) evaluasi
terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut
merupakan suatu gejala penyakit, (c) respon emosional.
2) Tahap II ( asumsi tentang peran sakit)
3) Tahap III (kontak dengan pelayanan kesehatan). Klien mencari kepastian
penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai
gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit
terhadap kesehatan di masa yang akan datang.
4) Tahap IV (peran klien dependen). Klien menerima keadaan sakitnya,
sehingga klien bergantung pada pemberi pelayanan kesehatan untuk
menghilangkan gejala yang ada.
5) Tahap V (pemulihan dan rehabilitasi)
1.5. Dampak sakit
1) Terhadap perilaku dan emosi klien.
Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami
penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam
kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih
memilih menyendiri. Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam
kehidupannya dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih
luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarik diri.
2) Terhadap peran keluarga.

Individu atau keluarga lebih mudah beradaptasi dengan perubahan yang


berlangsung singkat dan tidak terlihat. Perubahan jangka pendek klien tidak
mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi pada
perubahan jangka penjang klien memerlukan proses penyesuaian yang sama
dengan tahap berduka.
3) Terhadap citra tubuh.
Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan
fisiknya, dan klien atau keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbedabeda terhadap perubahan tersebut. Reaksi klien atau keluarga terhadap
perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada : jenis perubahan, kapasitas
adaptasi, kecepatan perubahan, dan dukungan yang tersedia.
4) Terhadap konsep diri.
Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang
bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran. Klien yang mengalami
perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi
harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik.
Akibatnya anggota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.
Misalnya, klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan
dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada
anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya klien akan
merasa kehilangan fungsi sosialnya.
5) Terhadap dinamika keluarga.
Dinamika keluarga meruapakan proses di mana keluarga melakukan fungsi,
mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan
melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.
1.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan dan tindakan kesehatan
1) Faktor internal
a. Tahap perkembangan. Artinya satus kesehatan dapat ditentukan oleh
faktor usia, dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan.
b. Pendidikan atau tingkat pengetahuan
c. Persepsi tentang fungsi
d. Faktor emosi
e. Spiritual
2) Faktor eksternal
a. Praktik di keluarga
b. Faktor sosioekonomi
c. Latar belakang budaya
2. Memahami peran Dokter Keluarga pada pelayanan strata primer terhadap
individu, keluarga, dan komunitas kehidupannya
2.1. Definisi Dokter Keluarga
Adalah dokter yang berprofesi khusus sebagai Dokter Praktik Umum yang
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Strata Pertama (pelayanan kesehatan
primer yang utama : tercakup 98% masalah kesehatan yang ada baik pre
hospitalisasi dan post hospitalisasi) dengan menerapkan prinsip-prinsip

Kedokteran Keluarga, terkadang merekapun dapat berfungsi di rumah sakit


sebagai koordinator, pembela hak pasien dan teman (advokasi) dari tindakan
tindakan medis yang mungkin tidak optimal.
1) Berprofesi khusus : dididik secara khusus untuk mencapai standar profesi
sebagai penyelenggara layanan primer dengan pendekatan kedokteran
keluarga, di Indonesia dibagi dua bagian, kedokteran umum dasar
(kompetensi dokter), dilanjutkan dengan kedokteran umum lanjut
(spesialisasi) : post graduate training in family medicine : Diploma
Dokter Keluarga (DK) dan untuk mendatang, Sp.FM (spesialis family
medicine). Di bawah naungan kolegium PDKI (Persatuan Dokter
Keluarga Indonesia).
2) Dokter praktik umum (Dokter, Dokter Keluarga, Sp.FM, kewenangan
klinis sesuai dengan kompetensinya) : dokter yang dalam praktiknya
menampung semua masalah yang dimiliki pasien tanpa memandang jenis
kelamin, status sosial, jenis penyakit ataupun sistem organ, golongan
usia, meliputi pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi (preventive,
curative, paliative, & rehabilitative care).
3) Layanan kesehatan tingkat primer yang utama : pelayanan kesehatan
tempat kontak pertama dan kelanjutannya (continuing care) dengan
pasien guna menyelesaikan secara komprehensif semua masalah sedini
dan sedapat mungkin dengan mengutamakan pencegahan baik
pencegahan primer, dan sekunder (optimalisasi pengobatan dan
pemantauan berkala pada penyakit kronis). Selanjutnya, jika diperlukan,
mengkoordinasikan tindak lanjut misalnya dengan melakukan
pemeriksaan penunjang atau merujuk (mengkonsultasikan) ke pelayanan
spesialis yang diperlukan pasien, di mana sejawat spesialis memberi
jawaban tertulis dan selanjutnya Dokter Keluarga mengambil keputusan
(decision maker), menyesuaikan terapi sesuai dengan kondisi pasien
(pasien center), dan melakukan pembinaan berkelanjutan (continuing
care).
PB IDI 1993 : ilmu kedokteran yang mencakup seluruh spektrum ilmu
kedokteran yang orientasinya untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada kesatuan individu,
keluarga dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan,
ekonomi dan sosial budaya.
IKK UI 1996 : setiap dokter yang mengabdikan dirinya dalam bidang profesi
dokter maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan melalui
pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga yang mempunyai wewenang
untuk menjalankan praktek Dokter Keluarga.
2.2. Ruang lingkup pelayanan Dokter Keluarga
Pelayanan Dokter Keluarga melibatkan Dokter Keluarga (DK) sebagai
penyaring di tingkat primer, dokter Spesialis (DSp) di tingkat pelayanan
sekunder, rumah sakit rujukan, dan pihak pendana yang kesemuanya bekerja

sama di bawah naungan peraturan dan perundangan. Pelayanan diselenggarakan


secara komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif, dengan
mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta
pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis
kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.
2.3. Tugas Dokter Keluarga
1)
Menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna, menyeluruh,
dan bermutu guna penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan.
2 ) Mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat.
3 ) Memberikan pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat
dan sakit.
4 ) Memberikan pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya.
5 ) Membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi.
6 ) Menangani penyakit akut dan kronik.
7 ) Melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke RS.
8 ) Tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukan ke Dokter Spesialis atau
dirawat di RS.
9 ) Memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan.
1 0 Bertindak
)
sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya.
1 1 Mengkordinasikan
)
pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien.
1 2 Menyelenggarakan
)
rekam medis yang memenuhi standar.
1 3 Melakukan
)
penelitian untuk mengembang ilmu kedokteran secara umum dan
ilmu kedokteran keluarga secara khusus.
2.4. Wewenang Dokter Keluarga
6) Menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar.
7) Melaksanakan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.
8) Melaksanakan tindak pencegahan penyakit.
9) Mengobati penyakit akut dan kronik di tingkat primer.
10) Mengatasi keadaan gawat darurat pada tingkat awal.
11) Melakukan tindak prabedah, bedah minor, rawat pasca beda di unit pelayanan
primer.
12) Melakukan perawatan sementara.
13) Menerbitkan surat keterangan medis.
14) Memberikan masukan untuk keperluan pasien rawat inap.
15) Memberikan perawatan di rumah untuk keadaan khusus.
2.5. Prinsip Dokter Keluarga
1) Dokter sebagai kontak pertama (first contact). Dokter keluarga adalah
pemberi layanan kesehatan (provider) yang pertama kali ditemui pasien atau
klien dalam masalah kesehatannya
2) Layanan bersifat pribadi (personal care). Dokter keluarga memberikan
layanan yang bersifat pribadi dengan mempertimbangkan pasien sebagai
bagian dari keluarga.
3) Pelayanan paripurna (comprehensive). Dokter keluarga memberikan
pelayanan menyeluruh yang memadukan promosi kesehatan, pencegahan

4)

5)
6)
7)

8)

9)

penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi dengan aspek fisik, psikologis, dan


sosial budaya.
Pelayanan berkesinambungan (continuous care). Pelayanan dokter keluarga
berpusat pada orangnya (patient centered), bukan pada penyakitnya (disease
centered).
Mengutamakan pencegahan (prevention first). Karena berasal dari paradigma
sehat, maka upaya pencegahan Dokter Keluarga dilakukan sedini mungkin.
Koordinasi. Dalam upaya mengatasi masalah pasien, dokter keluarga perlu
berkonsultasi dengan disiplin ilmu lainnya.
Kolaborasi. Bila pasien membutuhkan pelayanan yang berada di luar
kompetensinya, dokter keluarga bekerja sama dan mendelegasikan
pengelolaan pasiennya pada pihak lain yang berkompeten.
Family oriented. Dalam mengatasi masalah, dokter keluarga
mempertimbangkan konteks keluarga dampak kondisi pasien terhadap
keluarga dan sebaliknya.
Community oriented. Dokter keluarga dalam mengatasi masalah pasien
haruslah tetap memperhatikan dampak kondisi pasien terhadap komunitas
dan sebaliknya.

2.6. Standard pelayanan Dokter Keluarga


1) Pelayanan yang holistik dan komprehensif.
2) Pelayanan yang kontinu.
3) Pelayanan yang mengutamakan pencegahan.
4) Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif.
5) Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya.
2.7. Kompetensi Dokter Keluarga
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus inilah
yang perlu dilatihkan melalui program pelatihan.
1) Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran
keluarga.
2) Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik
dalam pelayanan kedokteran keluarga.
3) Menguasai ketrampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan
profesional dokter pasien untuk : (a) secara efektif berkomunikasi dengan
pasien dan semua anggota keluarga dengan perhatian khusus terhadap
peran dan risiko kesehatan keluarga, (b) secara efektif memanfaatkan
kemampuan keluarga untuk berkerjasana menyelesaikan masalah
kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan
penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga,
(c) dapat bekerja sama secara profesional secara harmonis dalam satu tim
pada penyelenggaraan pelayanan kedokteran atau kesehatan.
4) Memiliki keterampilan manajemen pelayanan kliniks : (a) dapat
memanfaatkan sumber pelayanan primer dengan memperhitungkan

potensi yang dimiliki pengguna jasa pelayanan untuk menyelesaikan.


masalahnya, (b) menyelenggarakan pelayanan kedokteran keluarga yang
bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan.
5) Memberikan pelayanan kedokteran berdasarkan etika moral dan spritual.
6) Memiliki pengetahuan dan ketrampilan di bidang pengelolaan pelayanan
kesehatan termasuk sistem pembiayaan (Asuransi Kesehatan atau JPKM).
2.8. Sistem pelayanan Dokter Keluarga
Pelayanan komprehensif (paripurna). Pelayanan yang disediakan Dokter
Keluarga adalah pelayanan medis strata pertama untuk semua orang yang bersifat
paripurna (komprehensif) yaitu termasuk :
1) Health Promotion. Merupakan tingkat tingkat pertama dalam memberikan
pelayanan melalui peningkatan kesehatan. Pelaksanaan ini bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan agar masyarakat atau sasarannya tidak terjadi
gangguan kesehatan.
2) Specific Protection. Perlindungan khusus ini dilakukan dalam melindungi
masyarakat dari bahaya yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan,
atau bentuk perlindungan terhadap penyakit-penyakit tertentu, ancaman
kesehatan, yang masuk dalam tingkat perlindungan pada penyakit tertentu
seperti imunisasi BCG, DPT (Difteri Pertusis Tetanus), Hepatitis, Campak,
dan lain-lain.
3) Early Diagnosis and Prompt Treatment. Tingkat pelayanan kesehatan ini
sudah masuk kedalam tingkat dimulainya atau timbulnya gejala dari suatu
penyakit.
4) Disability Limitation. Pembatasan kecacatan ini dilakukan untuk mencegah
agar pasien atau masyarakat tidak mengalami dampak kecacatan akibat
penyakit yang ditimbulkan.
5) Rehabilitation. Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis
sembuh.
Dalam pelayanan kesehatan terdapat tiga bentuk yaitu primary health care,
secondary health care, dan tertiary health services. Ketiga bentuk pelayanan
kesehatan terbagi dalam pelayanan dasar yang dilakukan di puskesmas dan
pelayanan rujukan yang dilakukan di rumah sakit.
1) Primary Health Care. Pelayanan kesehatan ini dibutuhkan atau dilaksanakan
pada masyarakat yang memilki masalah kesehatan yang ringan atau
masyarakat sehat, tetapi ingin mendapatkan peningkatan kesehatan agar
menjadi optimal dan sejahtera sehingga sifat pelayanan kesehatan adalah
kesehatan dasar.
2) Secondary Health Care. Bentuk pelayanan kesehatan ini diperlukan baik
masyarakat atau klien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit atau
rawat inap dan tidak dilaksanakan di pelayanan kesehatan utama.
3) Tertiary health Service. Pelayanan kesehatan ini merupakan tingkat pelayanan
yang tertinggi dimana tingkat pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan
pelayanan pada tingkat pertama dan kedua.

Pendekatan holistik (menyeluruh). Holistik merupakan salah satu konsep


yang mendasari tindakan keperawatan yang meliputi dimensi fisiologis,
psikologis, sosiokultural, dan spiritual. Dimensi tersebut merupakan suatu
kesatuan yang utuh. Apabila satu dimensi terganggu akan mempengaruhi dimensi
lainnya.
Holistik memandang pasien sebagai manusia seutuhnya sebagai : individu,
bagian dari keluarga, bagian dari masyarakatnya, bagian dari lingkungannya, dan
selalu mempertimbangkan siapa yang sakit melebihi penyakitnya.
2.9. Konseling agama
Konseling agama adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain, yang mengalami kesulitan
rohaniiyah dalam lingkungan hidupnya agar orang tersebut mampu mengatasi
masalahnya sendiri.
Ajaran Islam sebagai sandaran utama bimbingan. Adanya kewajiban mencari
jalan menuju perbaikan dan perubahan, dengan cara :
1) Kesungguhan dan perjuangan (QS. Al-maidah 5:35)
2) Bertanya kepada ahlinya (QS. An-nahl 16:43)
3) Kewajiban tolong menolong dalam perbaikan dan ketakwaan (QS. Almaidah 5:2)
4) Manusia akan bermasalah akibat meninggalkan ketentuan hukum Allah
(QS. Al-maidah 44, 45, dan 47)
Metode konseling :
1) Interview atau wawancara untuk mengumpulkan data psikologis klien.
2) Bimbingan kelompok untuk mengembangkan sikap sosial, sikap
memahami antar kelompok, dan sikap kebersamaan.
3) Metode yang dipusatkan pada klien (Client Centered Method). Konselor
dapat memahami penderitaan klien dan perasaan berdosanya, sehingga ia
cemas, konflik kejiwaan atau gangguan yang lain.
4) Metode edukatif atau metode pencerahan. Mengaktifkan kejiwaan klien
dan memberi pengertian akan realitas situasi yang dialami.
Langkah-langkah konseling :
1) Menciptakan hubungan psikologis yang ramah, hangat, penuh
penerimaan, keakraban, dan keterbukaan.
2) Meyakinkan klien akan terjadinya rahasia sepanjang tidak
dikehendakinya.
3) Wawancara awal berupa pengumpulan data sebagai proses pengenalan
terhadap diri klien, masalahnya sekaligus mengenalinya siapa dirinya.
4) Mengeksplorasi masalah dengan perspektif Islam.
5) Mendorong klien melakukan muhasabah.
6) Mengeksplorasi tujuan dan hakikat hidup menurut klien yang selanjutnya
merumuskan tujuan jangka pendek dan jangka panjangnya.
7) Mendorong klien menggunakan qalbu atau hatinya dalam melihat
masalah, sekaligus akalnya dan bertanya pada nuraninya.

8) Mendorong klien untuk menyadari dan menerima kehidupan yang


diberikan oleh Allah dengan ridlo dan ikhlas.
9) Mendorong untuk selalu berdoa dan mohon diberikan jalan keluar oleh
Allah.
3. Memahami perihal merawat orang tua
Allah berfirman dalam QS. Al-isra ayat 23 : ... bila salah satu dari keduanya atau
kedua-duanya mencapai usia lanjut di sisimu, maka janganlah kamu katakan uhf!
dan jangan pula menghardik, dan katakan pada mereka perkataan yang mulia.
Merupakan kewajiban bagi anak untuk merawat orang tuanya yang telah lanjut
usia. Apabila seseorang mendapati orang tua dalam perawatannya, janganlah bersikap
buruk baik dengan ucapan maupun tindakan. Hendaklah dia bersikap lembut, penuh
kasih sayang, dan mengucapkan kalimat-kalimat yang menenangkan.
Dalam hadits riwayat Ahmad dan Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda : Kehinaan, kemudian kehinaan, kemudian kehinaan.
Kemudian ada yang bertanya, Siapa itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Siapa
saja yang mendapati orang tuanya ketika telah lanjut usia, salaj satunya atau
keduanya, namun hal itu tidak membuatnya masuk surga.
Merawat orang tua adalah jihad. Dari Abdillah bin Amr bercerita, Datang
seorang lelaki pada Rasulullah SAW, ia minta izin kepada Nabi untuk ikut berperang.
Nabi bertanya, Apakah masih hidup kedua orang tuamu? Lelaki tersebut menjawab,
Ya. Nabi bersabda, Rawatlah keduanya, maka engkau telah berjihad.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar A. 1995. Pengantar administrasi Kesehatan edisi ketiga. PT. Binarupa Aksara, Jakarta.
Azwar A, Justam J. dan Bustami ZS. 1983. Bunga Rampai Dokter Keluarga. Kelompok Studi
Dokter Keluarga, Jakarta.
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI 2007. Diagnosis Holistik pada Pelayanan
Strata Pertama. Multi Aspek Diagnosis Penyakit edisi pertama. Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas, Jakarta.
Olesen F, Dickinson J dan Hjortdahl P. General Practice Time for a New Definition,
BMJ; 320:354-7.
Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia 20006. Standard Pelayanan Dokter Keluarga. PDKI,
Jakarta.
Sauri S. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Grasindo, Jakarta.
Sulastomo. 1984. Bunga Rampai Pelayanan Kesehatan, Jakarta.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3535/1/fk-arlinda%20sari, diakses tanggal :
31-12-1010

Anda mungkin juga menyukai