Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN

PERENCANAAN PROGRAM GIZI (PPG)

Studi Beberapa Faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Anak


Balita (6 54 bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Ujan Mas
Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2015

Disusun Oleh :
Mahasiswa/i Jurusan Gizi Palembang

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN JURUSAN GIZI PALEMBANG
2015

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena
berkat rahmat dan karunia-nya jualah kami dapat menyelesaikan Proposal
Praktek Belajar Lapangan Perencanaan Program Gizi ini. Praktek Belajar
Lapangan Perencanaan Program Gizi akan dilaksanakan dari tanggal .....
November - ..... Desember 2015 di 8 Desa (Desa Guci, Muara Gula Baru,
Muara Gula Lama, Pinang Belarik, Tanjung Raman, Ujan Mas Baru, Ujan
Mas Lama, Ulak Bandung) dalam wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas
Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Muara Enim .
Dalam proses pembuatan proposal ini kami banyak mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu drg. Hj. Nur Adiba Hanum, M.Kes selaku Penanggung Jawab
Direktur Politeknik Kesehatan Palembang.
2. Ibu Hana Yuniarti, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi
Palembang
3. Kepala Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Muara

Enim

beserta

jajarannya.
4. Kepala Desa Guci, Muara Gula Baru, Muara Gula Lama, Pinang
Belarik, Tanjung Raman, Ujan Mas Baru, Ujan Mas Lama, Ulak
Bandung
5. Pimpinan Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Kabupaten
Muara Enim beserta jajaran.
6. Bidan Desa dan tenaga kesehatan lain serta kader Posyandu Guci,
Muara Gula Baru, Muara Gula Lama, Pinang Belarik, Tanjung
Raman, Ujan Mas Baru, Ujan Mas Lama, Ulak Bandung
7. Masyarakat Guci, Muara Gula Baru, Muara Gula Lama, Pinang
Belarik, Tanjung Raman, Ujan Mas Baru, Ujan Mas Lama, Ulak
Bandung yang telah berpartisipasi dan bekerjasama.
8. Teman-teman seperjuangan
Kami menyadari bahwa Proposal Praktek Belajar Lapangan
Perencanaan Program Gizi ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari semua pihak. Kami berharap semoga


proposal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, ..... November 2015

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari Nutriture, dalam bentuk
variabel tertentu. Penilaian status gizi dapat dinilai secara langsung dan
tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat

penilaian

yaitu

antropometri,

klinis,

biokimia

dan

biofisik.

Sedangkan penilaian status gii secara tidak langsung dapat dibagi


menjadi tiga yaitu dengan cara survey konsumsi makanan, statistik vital
dan ekologi. Status Gizi dapat diukur pada semua golongan umur yaitu
mulai dari bayi, balita, anak sekolah, remaja, dewasa, ibu hamil, ibu
menyusui dan lansia (Supariasa. 2002).
Status gizi khususnya status gizi anak balita merupakan salah satu
indikator kualitas sumber daya manusia yang menentukan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Status gizi yang diharapkan pada balita adalah
status gizi baik. Namun terdapat masalah gizi yang mempengaruhi status
gizi baik pada balita tersebut. Masalah gizi tersebut adalah masalah
malnutrisi

yaitu

kejadian

gizi

yang

salah,

bisa

kekurangan

gizi

(Undernutrition) maupun kelebihan gizi (Over nutrition). Kekurangan gizi


bisa disebut gizi buruk dan kelebihan gizi disebut Obesitas.
Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling
terkait. Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi
individu, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi, keduanya saling
mempengaruhi. Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi
makanan yang tidak memenuhi prinsip gizi seimbang, tidak memenuhi
jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu
beragam, sesuai kebutuhan, bersih dan aman, misalnya bayi tidak

memperoleh ASI eksklusif. Faktor penyebab langsung kedua adalah


penyakit infeksi yang terkait dengan tingginya kejadian penyakit menular
dan buruknya kesehatan lingkungan, terutama diare dan penyakit
pernapasan akut (ISPA). Faktor ini banyak terkait mutu pelayanan
kesehatan dasar khususnya imunisasi, kualitas lingkungan hidup dan
perilaku hidup sehat (Kemenkes,2012). Sedangkan faktor tak langsung
yang mempengaruhi status gizi individu adalah karena faktor kemiskinan,
pendidikan rendah, ketersediaan pangan yang kurang, kesempatan
pekerjaan yang tidak pasti serta pelayanan kesehatan yang kurang
memadai (Irianto, 2014).
Hasil

Riset

Kesehatan

Dasar

(Riskesdas)

secara

nasional

prevalensi berat-kurang dengan indikator BB/U pada tahun 2013 adalah


19,6 %, yang terdiri dari 5,7 % gizi buruk dan 13,9 % gizi kurang. Angka
tersebut Jika dibandingkan dengan angka prevalensi berat-kurang dengan
indikator yang sama pada tahun 2007 (18,4 %) dan pada tahun 2010
(17,9 %) maka dapat disimpulkan terjadi peningkatan. Perubahan
terutama terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari tahun 2007 (5,4 %),
menurun pada tahun 2010 (4,9 %), dan meningkat pada tahun 2013 (5,7
%). Sedangkan prevalensi gizi kurang pada tahun 2013 naik sebesar 0,9
% dari tahun 2007 (Kemenkes RI, 2013).
Menurut profil kesehatan Sumatera Selatan tahun 2012, angka
prevalensi status gizi buruk di Kabupaten Ogan Ilir adalah 0,11 % dan
status gizi kurang yaitu 3,53 % dan meningkat pada tahun 2013 menjadi
0.13% untuk gizi buruk. Berdasarkan data yang diperoleh, di Wilayah
Kerja Puskesmas Tebing Bulang Kecamatan Sungai Keruh tahun 2011,
status gizi buruk anak balita dalam rumah tangga dengan indikator BB/U
adalah 2,85% dan gizi kurang sebanyak 10,89%. Sedangkan pada tahun
2013, terjadi kasus gizi buruk-kurang sebanyak 1,75% ( Dinas Kesahatan
Muba, 2013).
Kekurangan gizi yang terjadi didalam kandungan dan awal
kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi penyesuaian. Secara

paralel penyesuaian tersebut meliputi perlambatan pertumbuhan dnegan


pengurangan jumlah dan pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak
dan organ tubuh lainnya.hasil reaksi penyesuaian akibat kekurangan gizi
diekspresikan pada usia dewasa dalam bentuk tubuh yang pendek,
rendahnya kemampuan kognitif atau kecerdasan atau sebagai akibat tidak
optimalnya pertumbuhan dan perkembangan otak. Reaksi penyesuaian
akibat kekurangan gizi juga meningkatkan resiko terjadinya berbagai
penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, penyakit jantung koroner
dan diabetes dengan berbagai risiko ikutannya pada usia dewasa. Hal ini
juga berdampak dalam bentuk kurang optimalnya kualitas manusia, baik
diukur dari kemampuan mencapai tingkat pendidikan yang tinggi,
rendahnya daya saing, rentannya terhadap PTM, yang semuanya
bermuara pada menurunnya tingkat pendapatan dan kesejahteraan
keluarga dan masyarakat (Kemenkes,2012).
Melihat dampak negatif yang diakibatkan oleh gizi buruk terhadap
derajat kesehatan anak balita, diantaranya mengakibatkan terjadinya
penyakit infeksi, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak
balita, kecacatan fisik, keterbelakangan mental, hingga berujung pada
kematian bila tidak ditangani lebih lanjut. Ditambah lagi belum tersedianya
data yang memberikan informasi mengenai hubungan faktor-faktor
penyebab terjadinya masalah tersebut, maka diperlukan adanya penelitian
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di
wilayah kerja Puskesmas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh, angka prevalensi gizi kurang
pada anak balita di Kecamatan Ujan Mas tahun 2014 adalah sebesar
1,75 %. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
terhadap beberapa faktor yang berhubungan dengan status gizi anak
balita di wilayah Puskesmas Ujan Mas Kabupaten Muara Enim Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2015.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor - faktor yang berhubungan dengan status gizi
balita di Ujan Mas Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan
tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang diharapkan dalam praktek belajar
lapangan perencanaan program gizi ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui distribusi frekuensi status gizi anak balita di wilayah
kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2015.
b. Mengetahui distribusi frekuensi jenis kelamin anak balita di wilayah
kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2015.
c. Mengetahui distribusi frekuensi usia anak balita di wilayah kerja
Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Provinsi Sumatera
Selatan tahun 2015.
d. Mengetahui distribusi frekuensi status gizi kesehatan anak balita di
wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2015.
e. Mengetahui distribusi frekuensi asupan zat gizi (energi, protein,
lemak, dan karbohidrat) anak balita di wilayah kerja Puskesmas
Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Provinsi Sumatera Selatan tahun
2015.
f.Mengetahui distribusi frekuensi status sosial ekonomi keluarga anak
balita di wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015.
g. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pendidikan ibu dari anak
balita di wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas
Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015.
h. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pendidikan kepala keluarga
anak balita di wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan
Mas Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015.

i.Mengetahui

distribusi

frekuensi

tingkat

pengetahuan

gizi

dan

kesehatan ibu dari anak balita di wilayah kerja Puskesmas Ujan


Mas Kecamatan Ujan Mas Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015.
j.Mengetahui distribusi frekuensi status pekerjaan ibu dari anak balita di
wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2015.
k. Mengetahui distribusi frekuensi jenis pekerjaan kepala keluarga
anak balita di wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan
Mas Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015.
l.Mengetahui distribusi frekuensi jumlah anggota keluarga anak balita di
wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Provinsi
Sumatera Selatan tahun 2015.
m. Mengetahui hubungan karakteristik anak balita (jenis kelamin, usia,
status kesehatan dan asupan zat gizi (energi, protein, lemak dan
karbohidrat)), dan karakteristik keluarga (status sosial ekonomi,
pendidikan ibu, pendidikan kepala keluarga, pengetahuan gizi dan
kesehatan ibu, status pekerjaan ibu, jenis pekerjaan kepala
keluarga, dan jumlah anggota keluarga) dengan status gizi anak
balita.

D. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita
2. Ada hubungan antara usia dengan status gizi anak balita.
3. Ada hubungan antara status kesehatan dengan status gizi anak
balita.
4. Ada hubungan antara asupan zat gizi (energi, protein, lemak dan
karbohidrat) dengan status gizi anak balita.
5. Ada hubungan antara sosial ekonomi keluarga balita dengan
status gizi anak Balita.
6. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi
anak balita.
7. Ada hubungan antara tingkat pendidikan kepala keluarga dengan
status gizi anak balita.

8. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dan kesehtan ibu dengan


status gizi anak balita.
9. Ada hubungan antara status pekerjaan ibu dengan status gizi
anak balita.
10. Ada hubungan antara jenis pekerjaan kepala keluarga dengan
status gizi anak balita.
11. Ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi
anak balita
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan dan pengalaman penelitian dibidang
Gizi Masyarakat, sekaligus sebagai media untuk menerapkan ilmu
yang telah didapatkan di bangku perkuliahan.
2. Bagi Akademi
Sebagai

pengembangan

mahasiswa

dalam

kegiatan

penelitian serta menambah wawasan pengetahuan penelitian dan


keterampilan, guna peningkatan mutu penelitian.
3. Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan bagi orang tua yang mempunyai
balita khususnya bagi ibu dalam upaya memperbaiki, meningkatkan
status gizi dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam
kegiatan pelayanan kesehatan.
4. Bagi Pemerintah Daerah
Sebagai bahan informasi dalam perencanaan penetapan
program gizi masyarakat di daerah yang diteliti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengertian Gizi
Istilah gizi berasal dari bahasa Arab ghidza yang berarti zat
makanan, dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah nutrition yang
berarti bahan makanan atau zat gizi atau sering diartikan sebagai ilmu
gizi. Pengertian lebih luas bahwa gizi diartikan sebagai proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan,
metabolisme, dan pengeluaran zat gizi untuk mempertahankan
kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal organ tubuh serta untuk
menghasilkan tenaga (Irianto, 2006).
Supariasa dkk (2002) menjelaskan bahwa gizi adalah suatu
proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara
normal melalui proses degesti, absorpsi, transportasi. Penyimpanan,
metabolisme dan pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari
organ-organ serta menghasilkan energi.
Menurut Almatsier (2009) zat-zat gizi yang dapat memberikan
energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein, oksidasi zatzat gizi ini
menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan
atau aktivitas. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa gizi
adalah

bahan

makanan

yang

dikonsumsi

oleh

tubuh

untuk

menghasilkan tenaga, membangun dan memelihara jaringan dalam


tubuh.

2. Permasalahan Gizi Di Indonesia


Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang
atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun
konsumsi keseluruhan yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak
balita (0-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering
menderita akibat kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok
masyarakat yang rentan gizi (Djaeni, 2000).
Di negara berkembang anak-anak umur 0 5 tahun merupakan
golongan yang paling rawan terhadap gizi. Anak-anak biasanya
menderita bermacam-macam infeksi serta berada dalam status gizi
rendah (Suhardjo, 2003). Begitu pula diIndonesia, keadaan gizi balita
sampai saat ini belum seluruhnya memenuhi kriteria baik.
3. Permasalahan Gizi Kurang Energi Protein
Kurang energi - protein terutama dikalangan bayi dan anakanak

kecil

selalu

dijumpai

di

negara-negara

yang

sedang

berkembang. Manifestasinya berselang dari kelambatan pertumbuhan


sampai dengan adanya sindrom defisiensi gizi seperti kurus, edema,
dermatits, apatis dan lesu. (Suhardjo, 2003)
Istilah Kurang Energi Protein sekarang dipandang sebagai
suatu permasalahan ekologis dimana tidak saja disebabkan oleh
ketidakcukupan ketersedian pangan atau zat-zat gizi tertentu tetapi
juga dipengaruhi oleh kemiskinan, sanitasi lingkungan yang kurang
baik dan ketidaktahuan terhadap gizi. (Suhardjo, 2003)
Menurut Jellife (1996) Keadaan gizi kurang tingkat berat pada
masa bayi dan kanak-kanak ditandai dengan dua macam sindrom
yang jelas yaitu kwashiorkor karena kurang konsumsi protein dan
marasmus karena kurang konsumsi energi dan protein. Kwashiorkor
umumnya terjadi pada anak-anak umur 1-3 tahun, biasanya setelah
anak lepas dari susu ibu (disapih). Anak yang mengalami keadaan ini
menunjukkan pertumbuhan yang terhambat, kurus, dan edema.

Disamping itu, biasanya mengalami diare secara berlebihan, anemia,


perut buncit, rambut mudah lepas, dan kulit berwarna pucat serta
kering dan kasar (Suhardjo, 2003).
Menurut Galler (1984)Marasmus biasanya dijumpai pada anak
umur dibawah satu tahun. Secara klinis anak ini beratnya kurang dari
60% berat anak normal menurut umurnya, kurus, kehilangan lemak
dibawah kulit, perut buncit, muka bentuk bulan dan umumnya
mengalami diare dan anemia (Suhardjo, 2003).
4. Pengertian Status Gizi
Pengertian Status Gizi menurut Irianto (2006) dalam Krisna
Fitriyantono adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi
merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari.
Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat
kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan bagi anak, serta
menunjang prestasi olahraga. Sedangkan menurut Almatsier (2009)
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi, yang dibedakan antara status gizi buruk,
kurang, baik, dan lebih.
Dalam pengertian yang lain, Supariasa dkk (2002) menjelaskan
bahwa status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk
variabel tertentu. Berdasarkan beberapa pendapat tentang status gizi
di atas bahwa status gizi adalah status kesehatan tubuh yang
dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan
nutrient, sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat
gizi, dibedakan antara status gizi , kurus, normal, resiko untuk gemuk,
dan gemuk agar berfungsi secara baik bagi organ tubuh.

5. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita

Karakteristik Balita
1) Usia
Semakin bertambah usia bayi, semakin banyak makanan
pendamping yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi
bayi. Anak yang sehat dengan bertambahnya umur berat
badannya

juga

akan

bertambah,

sehingga

umur

mempertahankan indeks yang penting terhadap penentuan status


gizi. Status gizi seseorang dapat dihitung dengan menggunakan
indeks BB/U, BB/TB, dan TB/U, dimana BB/U lebih merupakan
gambaran status gizi sekarang sedangkan TB/U menggambarkan
status gizi di masa lalu (Arisman, 2007).
2) Jenis Kelamin
Menurut Almatsier (2005) dalam scribd, tingkat kebutuhan
pada anak laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan
perempuan. Begitu juga dengan kebutuhan energi, sehingga lakilaki mempunyai peluang untuk menderita KEP ysng lebih tinggi
daripada perempuan apabila kebutuhan akan protein dan
energinya tidak terpenuhi dengan baik. Kebutuhan yang tinggi ini
disebabkan aktivitas anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan
dengan anak perempuan sehingga membutuhkan gizi yang
tinggi.
3) Infeksi atau Status Kesehatan
Ada hubungan timbal balik yang sangat erat antara keadaan
gizi anak dengan

kejadian penyakit infeksi. Penyelidikan

menunjukkan bahwa berbagai jenis infeksi sangat mudah diderita


oleh anak-anak yang gizinya tidak baik dan angka kematian
akibat penyakit infeksi ini sangat tinggi pada golongan anak yang
keadaan gizinya buruk (Moehji, 1982). Infeksi dapat menimbulkan
gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Infeksi yang akut
mengakibatkan kurangnya nafsu makan dan toleransi terhadap
penyakit menjadi menurun, sehingga mudah terkena infeksi
(Suhardjo, 1986).

4) Asupan Zat Gizi


Status gizi dipengaruhi berbagai faktor, seperti asupan zat
gizi, karena asupan zat gizi mempengaruhi metabolisme jika zat
gizi yang masuk ke dalam tubuh kurang, maka metabolisme yang
ada tidak akan mendapat masukan zat gizi sesuai kebutuhan.
Makanan yang kita makan harus sesuai dengan kebutuhan
yang kita perlukan, sehingga tidak terjadi gangguan gizi, oleh
karena itu perlu adanya keseimbangan antara zat gizi yang
masuk dengan zat gizi yang keluar.
Seperti yang kita ketahui, balita masih rentan terhadap
berbagai macam penyakit, seperti penyakit infeksi dan penyakit
akibat daya tahan tubuh yang kurang baik. Maka dari itu proses di
mana penggunaan bahan makanan melalui proses pencernaan,
penyerapan,

transportasi,

penyimpanan

metabolisme

dan

pembuangan, untuk pemeliharaan tubuh pertumbuhan, fungsi


organ tubuh dan produksi energi lebih dikenal dengan sebutan
Nutrition.
Apabila konsumen makan makanan seharihari kurang
beranekaragam maka akan timbul ketidakseimbangan antara
asupan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat
dan produktif.
Pada umumnya

masyarakat

pedesaan

belum

begitu

mengerti dan memperhatikan variasi dalam makanan seharihari,


padahal hasil pertanian mereka mencukupi untuk memvariasikan
makanan yang akan dikonsumsi. Jadi untuk mencapai asupan zat
gizi yang seimbang tidak mungkin dipenuhi hanya oleh satu jenis
makanan.
Bagi bayi dan anak, penggunaan energi diluar BMR, selain
untuk pertumbuhan diperlukan pula untuk bermain, makan dan
sebagainya. Untuk semua itu, diperlikan energi sehari-hari yang
dinyatakan dalam AKG (Angka Kecukupan zat Gizi), sebagai
berikut :

TABEL 6
ANGKA KECUKUPAN ZAT GIZI DIANJURKAN
PADA BALITA DI INDONESIA
Umur
(bulan)

BB
(kg)

TB
(cm)

Energi
(kkal)

Protein
(g)

06
07 11
12 36
37 72

6
9
13,0
19,0

61
71
91
112

550
725
1125
1600

12
18
26
35

Lemak
(g)

Karbohidrat
(g)

34

58

36
44
62

82
155
220

Vit.A
(SI)

Thiamin
(mg)

Vit.C
(mg)

375
400
400
400

0,3
0,4
0,6
0,6

40
50
40
40

Sumber : Kemenkes, 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 75 Tahun 2013
Dari tabel di atas maka, dapat diketahui bahwa keckupan
setiap anak balita ( 0 59 bulan) berbeda. Umur bayi 0 6 bulan
dengan BB 6 kg, memerlukan energi sebesar 550 kkal dan bayi
yang berumur 7 11 bulan dengan BB 9 kg, memerlukan energi
sebesar 725 kkal, anak yang berumur 12 36 bulan dengan BB
13 kg, memerlukan energi sebesar 1125 kkal, anak yang
berumur 32 72 bulan dengan BB 19 kg, memerlukan energi
sebesar 1600 kkal.

b. Karakteristik Keluarga
1. Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi keluarga mempengaruhi keadaan status
gizi balita, karena pada umumnya keluarga yang berpendapatan
rendah mengakibatkan rendahnya pemenuhan akan konsumsi
makanan.
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi
pertama pada kondisi yang umum. Golongan miskin menggunakan
bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan

Zat
Besi
(mg)
7
8
9

makanan, dimana untuk kelurga-keluarga di negara berkembang


sekitar dua pertiganya. (Suhardjo,1996).
2. Pendidikan Ibu
Faktor yang tidak kalah pentingnya yang dapat mempengaruhi
status gizi Balita adalah tingkat pendidikan formal kepala keluarga
terutama tingkat pendidikan formal ibu, karena tingkat pendidikan
formal ibu sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi Balitanya.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Roedjito
(1987),ia menyatakan bahwa adanya hubungan nyata antara
pendidikan formal ibu dengan kedaan gizi Balita. Hal ini menunjukan
bahwa pendidikan yang tinggi membuat seorang ibu dapat
memberikan perhatian yang banyak pada Balitanya.
Sedangkan rendahnya tingkat pendidikan formal ibu dapat
menyababkan kesukaran ibu dalam menerima perkembangan gizi.
Selain itu Arneli (1990) dan Djoko Susanto (1996), mengemukakan
bahwa pendidikan gizi dan kesehatan merupakan kegiatan yang
dapat dilakukan dalam program gizi masyarakat.
Hasil Penelitian Kartono (1993), menunjukkan bahwa pendidikan
ayah dan pendidikan ibu terlihat berpengaruh terhadap keadaan gizi
anak, semakin tinggi tingkat pendidikan ayah maupun ibu cenderung
mempunyai anak dengan kedaan gizi baik.
Selanjutnya Jusat (1992), menyatakan bahwa tingkat pendidikan
ibu sangat berperan pada pola asuh anak, alokasi masukan sumber
daya gizi serta informasi lainnya dan sekaligus menggambarkan
tingkat ekonomi keluarga.
Baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi
keluarga hubungannya sangat erat dengan tingkat pendidikan orang
tua Balita. Lingkungan keluarga adalah tempat yang paling tepat bagi
berlangsungnya proses sosialisasi makanan yang baik atau bergizi.
3. Pengetahuan Kepala keluarga
Menurut Notoadmodjo (2007) Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbetuknya

perilaku sesesorang

(overbehavior), karena prilaku yang didasari oleh pengetahuan akan


lebih langgeng dari perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan
(Hidayatul Hasni, dkk ).
Perilaku seseorang
ditentukan

oleh

atau

masyarakat

pengetahuan.

Faktor

tentang
yang

kesehatan

mempengaruhi

pengetahuan salah satunya adalah pendidikan. Pendidikan berarti


bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap
sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri
bahwa makin tinggi pendidikan seseorang , semakin mudah pula
mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula
pengetahuan yang dimilikinya.

Pengetahuan yang dimiliki oleh

seorang yang berpendidikan mempengaruhi keputusan seseorang


untuk berperilaku sehat (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2010).
4. Gizi dan Kesehatan Ibu
Untuk meningkatkan gizi keluarga, perlu dukungan seluruh
anggota

keluarga.

Namun

demikian,

di

dalam

masyarakat

penanganan makanan masih didominasi oleh ibu. Oleh karena itu ibu
dituntut untuk memahami seluk beluk makanan yang berkaitan
dengan gizi (Lisdiana,1998).
Praktek ibu dalam menyediakan makanan sangat dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan gizi, pengetahuan gizi ibu yang cukup
diharapkan dapat memilih dan menyediakan makanan yang bergizi,
serta menyusun menu seimbang dengan baik yang secara tidak
langsung akan meningkatkan status gizi balita (Ngadiati, 1990).
Suatu hal yang menyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi
didasarkan pada 3 kenyataan :
Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan

kesejahteraan.
Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakan
mampu

menyediakan

zat

gizi

yang

diperlukan

untuk

pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi.

Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk


dapat

belajar

menggunakan

pangan

dengan

baik

bagi

kesejahteraan (Suhardjo, 1986).


Pemilihan pengolahan dan penyajian makanan dipengaruhi oleh
pengetahuan gizi. Semakin tinggi pengetahuan gizi semakin
diperhitungkan jumlah dan jenis makanan yang dipilih untuk
dikonsumsinya. Ibu yang tidak cukup pengetahuan gizi akan memilih
makanan yang paling menarik panca indra dan tidak mengadakan
pemilihan berdasarkan penilaian gizi makanan. Sebaliknya ibu yang
memiliki pengetahuan gizi lebih banyak menggunakan pertimbangan
rasional dan pengetahuan gizinya tentang nilai gizi makanan tersebut
(Sediaoetama, 1991).

5. Status Pekerjaan Ibu


Peran ibu dalam keluarga khususnya dalam rangka pemenuhan
asupan nutrisi pada anak balita berhubungan dengan tingkat
pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu dan tingkat pengetahuan ibu
tentang gizi.
Menurut Siswono dalam scribd, kehidupan ekonomi keluarga
akan lebih baik pada keluarga dengan ibu bekerja jika dibandingkan
dengan kelurga yang hanya menggantungkan kehidupan ekonomi
pada kepala keluarga atau ayah. Kehidupan ekonomi keluarga yang
lebih baik akan memungkinkan keluarga mampu memberikan
perhatian yang layak bagi asupan gizi balita.
Irawan dalam scribd, seorang ibu bekerja adalah ibu yang tiga
hari atau lebih dalam seminggu meninggalkan bayinya 4 jam/hari
atau lebih dalam satu waktu. Padahal disisi lain menurut Handayani
dalam scribd, seorang anak usia 0-5 tahun masih sangat tergantung
dengan ibunya. Balita masih perlu bantuan dari orang tua untuk
melakukan tugas pribadinya dan mereka akan belajar dari hal-hal

yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Ibu yang bekerja akan


mengurangi kuantitas untuk menemani anaknya dirumah.
Terkait dengan pekerjaan ibu, dalam penelitian Suryono dan
Supardi

(2004)

dalam

blog

nutrisionist

(http://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktor-penyebab-giziburuk-pada-balita.html) disebutkan bahwa pekerjaan ibu secara


statistik tidak berhubungan dengan status gizi anak batita, namun
pekerjaan memiliki OR 5.26 yang berarti jika ibu bekerja maka
kemungkinan

5.26

kali

lebih

banyak

pengaruhnya

terhadap

terjadinya gizi buruk dibandingkan ibu yang tidak bekerja.

6. Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga


Tingkat pendapatan keluarga

dapat

dilihat

dari

besar

pendapatan yang berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan


termasuk zat gizi (Berg, 1986). Pendapatan keluarga akan
menentukan daya beli makanan, tersedia atau tidaknya makanan
dalam

keluarga

akan

mempengaruhi

asupan

zat

gizi

(Prawirohartono, 1996).
7. Jumlah Anggota Keluarga
Pembatasan jumlah keluarga bisa membantu memperbaiki gizi.
Jika besar keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak
akan berkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa
anak yang kecil memerlukan makanan relatif lebih banyak dari anak
yang lebih besar (Suhardjo, 1986).

A. Kerangka Teori
Kerangka teori ini merupakan hasil modifikasi dari teori beberapa
penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti. :

Sumber : Supariasa, 2001.

B. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibawah ini merupakan hasil dari kerangka
yang dikemukakan, maka dibuat kerangka konsep penelitian seperti
yang tertera dibawah ini :

C. Definisi Operasional
1. Status Gizi Balita
Keadaan fisik anak balita usia 6 - 54 bulan yang diukur
secara antropometri dengan parameter berat badan, tinggi badan

atau panjang badan dibandingkan dengan usia anak balita sesuai


dengan standar baku WHO-2005.
a. Menurut Indeks BB/U
Cara Ukur
Alat ukur

: Antropometri dengan BB/U


: Dacin dengan kapasitas 25 kg dengan ketelitian

Hasil ukur

0,1 kg, dan timbangan injak.


: (1) Gizi Buruk, jika < -3 SD

(2) Gizi Kurang, jika -3 SD sampai dengan <


-2 SD
(3) Gizi Baik, jika -2 SD sampai dengan 2 SD
(4) Gizi Lebih, jika > 2 SD
Sumber : Kemenkes, 2011
Skala ukur : Ordinal

Menurut Indeks TB/U atau PB/U


Cara Ukur
Alat ukur

: Antropometri dengan indeks TB/U atau PB/U


: Microtoise dengan kapasitas 2 m dengan ketelitian

Hasil ukur

0,1 cm dan Infantometer dengan kapasitas 110 cm


: (1) Sangat Pendek, jika < -3 SD

(2) Pendek, jika -3 SD sampai dengan < -2


SD
(3) Normal, jika -2 SD sampai dengan 2 SD
(4) Tinggi, jika > 2 SD
Sumber : Kemenkes, 2011
Skala ukur : Ordinal

Menurut BB/TB
Cara Ukur
Alat ukur

: Antropometri dengan indeks BB/TB atau BB/PB


: Microtoise dengan kapasitas 2 m dengan ketelitian
0,1 cm, Infantometer dengan kapasitas 110 cm,
dan dacin dengan kapasitas 25 kg serta timbangn

Hasil ukur

injak
: (1) Sangat Kurus, jika < -3 SD

(2) Kurus, jika -3 SD sampai dengan < -2 SD


(3) Normal, jika -2 SD sampai dengan 2 SD
(4) Gemuk, jika > 2 SD

Sumber

: Kemenkes, 2011

Skala ukur

: Ordinal

Menurut IMT/U
Cara Ukur
Alat ukur

: Antropometri dengan indeks BB/TB atau BB/PB


: Microtoise dengan kapasitas 2 m dengan ketelitian
0,1 cm, Infantometer dengan kapasitas 110 cm,
dan dacin dengan kapasitas 25 kg serta timbangn

Hasil ukur

injak
: (1) Sangat Kurus, jika < -3 SD

(2) Kurus, jika -3 SD sampai dengan < -2 SD


(3) Normal, jika -2 SD sampai dengan 2 SD
(4) Gemuk, jika > 2 SD
Sumber

: Kemenkes, 2011

Skala ukur

: Ordinal

2. Jenis Kelamin
Alat kelamin primer yang dimiliki anak balita sebagai
pembeda antara laki-laki dan perempuan, diperoleh melalui
wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner.
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur

: Wawancara
: Kuesioner
: (1) Laki- laki

Skala ukur

(2) Perempuan
: Nominal.

3. Usia
Selisih tanggal survey dengan tanggal lahir anak balita yang
dinyatakan dalam genap bulan, didapat melalui wawancara
langsung dengan menggunakan kuesioner.
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur

: Wawancara
: Kuesioner
: (1) 7 11 bulan

(2) 12 36 bulan
(3) 37 54 bulan
Sumber

: AKG 2013

Skala ukur

: Interval

4. Status Kesehatan Balita


Keadaan anak balita mengenai kesehatan yang dialaminya
dalam 1 minggu terakhir, diperoleh melalui wawancara langsung
dengan menggunakan kuesioner.
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur

: Wawancara
: Kuesioner
: (1) Sakit, bila tidak ada gangguan kesehatan

(2) Sehat, bila ada gangguan kesehatan


Skala ukur : Ordinal.

5. Asupan Zat Gizi (Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat)


Semua asupan zat gizi yang dikonsumsi oleh anak balita di
rumah maupun di luar rumah, termasuk jajanan selama 3 hari
sebelumnya, dengan metode recall 24 jam melalui wawancara
dengan menggunakan kuesioner yang dianalisa dengan DKBM dan
dibandingkan dengan AKG tahun 2013.
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur

: Wawancara
: Kuesioner
: (1) Konsumsi baik, bila 80 % AKG

(2) Konsumsi kurang, bila < 80 % AKG


Skala ukur : Ordinal.
6. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Jumlah biaya yang digunakan untuk pangan dan non
pangan per kapita per tahun dihitung dalam jumlah rupiah dan
dinyatakan dengan nilai konsumsi beras dalam kg.
Cara Ukur

Menghitung jumlah rupiah pangan dan non


pangan/ kapita/ tahun dengan nilai konsumsi

Alat ukur
Hasil ukur

beras
:
Kuesioner
: (1) Miskin, bila <360 kg/kapita/tahun

(2) Tidak miskin, bila 360 kg/kapita/tahun

Skala ukur

: Ordinal.

7. Pendidikan Ibu
Jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah atau telah
diselesaikan oleh Ibu dari anak Balita, diperoleh melalui wawancara
langsung dengan menggunaka kuesioner.
Cara Ukur
Alat ukur

: wawancara langsung
: Kuesioner

Hasil ukur

:
(1) SD

Lulus SD/ pernah duduk di

(2) SLTP

sekolah dasar atau sederajat.


lulus SLTP/ pernah duduk di
sekolah

(3) SMA

menengah

pertama

atau sederajat
lulus SLTA/ pernah duduk di
sekolah menengah atas atau
sederajat dan atau lulus di
perguruan tinggi/pernah duduk

Sumber

di perguruan tinggi
: UU No. 23, 2003

Skala ukur

: Ordinal.

8. Pendidikan Kepala Keluarga


Jenjang pendidikan formal tertinggi yang diselesaikan oleh
Kepala Keluarga diperoleh melalui wawancara langsung dengan
menggunakan kuesioner.
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur

: wawancara langsung
: Kuesioner
:
(1) SD

Lulus SD/ pernah duduk di

(2) SLTP

sekolah dasar atau sederajat.


lulus SLTP/ pernah duduk di
sekolah

menengah

pertama

(3) SMA

atau sederajat
lulus SLTA/ pernah duduk di
sekolah menengah atas atau
sederajat dan atau lulus di
perguruan tinggi/pernah duduk

Sumber

di perguruan tinggi
: UU No. 23, 2003

Skala ukur

: Ordinal.

9. Pengetahuan Gizi & Kesehatan Ibu


Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan secara umum yang
dimiliki oleh ibu Balita menurut kemampuan berfikir tentang
makanan sehat dan bahan makanan yang baik untuk kesehatan,
didapat melalui wawancara langsung dengan menggunakan
kuesioner.
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur

: wawancara langsung
: Kuesioner
: (1) Baik , bila hasilnya nilai rata-rata

(2) Kurang, bila hasilnya < nilai rata-rata


Skala ukur : Ordinal.
10. Status Pekerjaan Ibu
Pekerjaan utama sehari-hari Ibu dari anak Balita dalam
menunjang penghasilan keluarga, didapat melalui wawancara
lagsung dengan menggunakan kuesioner.
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur

: wawancara langsung
: Kuesioner
: (1) Bekerja , bila berusaha sendiri, berusaha

dibantu

anggota

sebagai

buruh

keluarga,
pegawai

berusaha
pemerintah

maupun swasta
(2) Tidak bekerja, bila ibu rumah tangga
Skala ukur : Ordinal.

11. Jenis Pekerjaan Kepala Keluarga.


Pekerjaan utama sehari-hari Kepala Keluarga dalam
menunjang penghasilan keluarga, didapat melalui wawancara
langsung dengan menggunakan kuesioner.
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur

: wawancara langsung
: Kuesioner
:

(1) Pegawai

anggota

ABRI,

Pemerintah
(2) Wiraswasta
(3) Petani

Pensiunan.
pedagang.
petani pemilik dan petani

(4) Buruh

penggarap
Sopir, bekerja di pabrik atau
usaha orang lain

Skala ukur : Ordinal.


12. Jumlah Anggota Keluarga
Banyaknya jumlah jiwa yang tinggal di dalam rumah, yang
menjadi tanggungan Kepala Keluarga dan tinggal dalam satu atap,
didapat melalui wawancara langsung dengan menggunakan
kuesioner.
Cara Ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Skala

: wawancara langsung
: Kuesioner
: (1) Keluarga besar, bila > 4 orang
(2) Keluarga kecil, bila 4 orang
: Ordinal

PNS,

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas
Kecamatan Ujan Mas Provinsi Sumatera Selatan tahun 2015.
Pelaksanaan Penelitian telah dilakukan selama 10 hari,

mulai dari

tanggal ..... November 2015 sampai dengan ...... Desember 2015.


B. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian

survey analitik

dengan

rancangan penelitian secara Cross Sectional (potong lintang), dimana


penelitian ini mempelajari dinamika korelasi antara variabel dependen
dan variabel independen.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah keluarga
yang mempunyai anak usia di bawah lima tahun (06 54 bulan) di
wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas Kecamatan Ujan Mas Provinsi
Sumatera Selatan.
2. Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah keluarga
yang mempunyai anak usia dibawah lima tahun (06 54 bulan) dan
menetap minimal 3 bulan di wilayah kerja Puskesmas Ujan Mas
Kecamatan Ujan Mas Provinsi Sumatera Selatan. Bila dalam satu
keluarga terdapat lebih dari seorang balita, maka yang dijadikan
sampel adalah balita yang usianya paling muda.
3. Cara Pengambilan Besar Sampel
Penarikan sampel menggunakan cara Systematic Random
Sampling, adapun tahapannya adalah sebagai berikut :

a. Melakukan pendaftaran (pengelompokan) pada keluarga yang


mempunyai Balita dengan kriteria yang ditetapkan sesuai
dengan tujuan penelitian.
b. Beri nomor pada populasi secara merata.
c. Kemudian tentukan proporsi sampel yang

diambil

dan

selanjutnya dilakukan pemilihan pertama secara random satu


diantara nomor proporsi yang telah ditentukan untuk dijadikan
sampel, rumus yang digunakan :

N
n

Keterangan :
K = selang pengambilan sampel
N = Jumlah populasi
n = Jumlah sampel
4. Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan teknik
Quota Random Sampling.

D. Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data


1) Jenis Data
a. Data Primer, terdiri dari :
1) Antropometri balita (berat badan dan tinggi badan)
2) Karakteristik Balita (Jenis kelamin, Usia, Status kesehatan,
Asupan zat gizi (E, P, L dan KH)).
3) Karakteristik Keluarga (Status sosial ekonomi, Pendidikan
ibu, Pendidikan kepala keluarga, Pengetahuan gizi &
kesehatan ibu, Status Pekarjaan ibu, Jenis Pekerjaan kepala
keluarga dan Jumlah anggota keluarga).
Data Sekunder, terdiri dari :

1) Data Monografi Desa (keadaan geografi desa, keadaan


demografi

desa,

agama,

pekerjaan

penduduk

serta

pelayanan kesehatan dan sosial).


2) Data dan kepustakaan serta sumber lain yang menunjang
dalam penelitian ini.
2) Cara Pengumpulan Data
Data Primer
Pengambilan data dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Gizi
semester V sebanyak 43 orang. Saat pengambilan data
mahasiswa dibantu oleh bidan desa dan kader posyandu dengan
wawancara dan pengukuran.
1) Menemui bidan desa dan kader posyandu untuk meminta
data anak balita yang didapat sebanyak ...... anak balita.
2) Jumlah populasi balita yang didapat kemudian dibuat listing
sampel secara urut dari dusun 1 dst, lalu menentukan start
number secara undian kemudian dengan menggunakan
sistematik random sampling menentukan interval, setelah itu
diambil 80 responden yang sesuai dengan kriteria.
3) Melakukan diskusi dengan kades serta perangkat desa
untuk meminta izin mengadakan Pertemuan Tingkat Desa
(PTD) sehingga diputuskan PTD dilakukan pada tanggal ......
November 2014 di Rumah Kepala Desa.
4) Melakukan survey lokasi, yaitu mencari rumah-rumah yang
menjadi responden sekaligus membagikan undangan PTD.
5) Melakukan estimasi bahan makanan lokal untuk perhitungan
asupan zat gizi anak balita.
6) Pengambilan data status gizi diambil pada tanggal ......
November 2014 dengan mengumpulkan semua sampel di
Balai Desa dan dilakukan pengukuran tinggi/panjang badan
serta penimbangan berat badan anak balita dengan dibantu
oleh kader posyandu sebanyak ...... orang.

7) Untuk anak balita yang tidak datang pada saat pengkuran


maka peneliti melakukan pengukuran di rumah anak balita
(home visit).
8) Pengambilan data asupan zat gizi anak balita diperoleh
dengan

cara

melakukan

kunjungan

ke

rumah

yang

sebelumnya sudah dijanjikan dengan ibu dari anak balita,


data konsumsi dilakukan dengan cara wawancara langsung
menggunakan form recall konsumsi zat gizi diambil selama 3
hari berturut - turut, dari 80 anak balita yang menjadi
sampel diambil 50%. Saat kunjungan ke rumah juga
dilakukan wawancara mengenai data karakteristik keluarga.

Data Sekunder
1. Pengambilan data populasi balita diperoleh dari arsip desa
yang berjumlah 80 anak balita, ditambah cadangan
2.
3.
4.
5.
6.

sebanyak 10 anak balita.


Data geografi desa.
Data demografi desa.
Data jumlah penduduk.
Data sarana dan prasarana kesehatan.
Data jumlah tenaga kesehatan.

3. Alat Pengumpulan data


Adapun

instrumen

yang

akan

digunakan

dalam

pengumpulan data adalah :


a.

Kuesioner.

b.

Alat ukur tinggi badan (Microtoise)


kapasitas 200 cm dengan tingkat ketelitian 0,1 cm.

c.

Alat

ukur

panjang

badan

(Infantometer) kapasitas 110 cm dengan tingkat ketelitian 0,1


cm.
d.

Timbangan injak kapasitas 125 kg


dengan tingkat ketelitian 0,1 kg.

e.

Dacin dengan kapasitas 25 kg.

f.

Timbangan makanan.

g.

Buku estimasi makanan.

h.

Program komputerisasi.

i.

Angka

Kecukupan

Gizi

yang

dianjurkan tahun 2013.


4. Pengolahan dan Analisa data
a. Pengolahan Data
Data-data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan
menggunakan beberapa langkah pengolahan data sebagai
berikut :
1) Data status gizi didapat dari hasil pengukuran berat badan
(BB), tinggi badan (TB), panjang badan (PB) dan usia balita
kemudian

dihitung

dengan

menggunakan

aplikasi

komputerisasi dan tabel grafik pertumbuhan WHO 2005.


2) Data asupan energi, protein, karbohidrat dan lemak yang
didapat dibandingkan dengan AKG 2013 kemudian diteliti
kembali apakah persentase tersebut telah sesuai dengan
kategorinya yaitu :

Konsumsi baik

: 80 % AKG

Konsumsi kurang

: < 80 % AKG

3) Kemudian data dikumpulkan sesuai dengan kode sampelnya


sejumlah 80 sampel lalu dianalisa dengan komputer melalui
program komputerisasi.
4) Data status kesehatan balita, usia balita, jenis kelamin balita,
pendidikan kepala keluarga, pendidikan ibu, status pekerjaan
ibu, jenis pekerjaan kepala keluarga dan jumlah anggota
keluarga dikumpulkan sesuai dengan variabelnya dan
dikumpulkan sesuai dengan kode sampel sejumlah 80
sampel lalu dianalisa dengan komputer melalui program
komputerisasi.

5) Data sosial ekonomi didapat dari hasil perhitungan total


pengeluaran pangan dan non pangan keluarga per bulan
dikalikan jumlah bulan (12 bulan) dan dibagi jumlah anggota
keluarga yang ada di dalam keluarga tersebut, kemudian
hasilnya dibagi dengan harga beras 1 kg di wilayah itu
sehingga didapatlah status sosial ekonomi keluarga tersebut
yang dikategorikan sebagai berikut:
Tidak miskin : konsumsi beras 360 kg/kapita/tahun
Miskin
: konsumsi beras < 360 kg/kapita/tahun
6) Data pengetahuan gizi dan kesehatan ibu dari 80 sampel
dihitung total nilai pengetahuan gizi dan kesehatan ibu
kemudian diambil nilai rata-rata, lalu nilai pengetahuan ibu
dibandingkan dengan nilai rata-rata sehingga didapatkan
pengetahun

gizi

dan

kesehatan

ibu

tersebut

yang

dikategorikan sebagai berikut :


pengetahuan baik rata rata nilai pengetahuan gizi
dan kesehatan ibu
pengetahuan kurang < rata rata nilai pengetahuan
gizi dan kesehatan ibu.
7) Lalu data dikumpulkan sesuai dengan kode sampelnya
sejumlah 80 sampel dan dianalisa dengan komputer melalui
program komputerisasi.
2. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan
variasi seluruh variabel penelitian dengan cara membuat
tabel distribusi frekuensi, meliputi karakteristik balita: jenis
kelamin, usia, status kesehatan, asupan zat gizi (E, P, L, KH)
dan karakteristik keluarga (status sosial ekonomi, pendidikan
ibu, pendidikan kepala keluarga, pengetahuan gizi dan
kesehatan ibu, status pekerjaan ibu, jenis pekerjaan kepala
keluarga dan jumlah anggota keluarga.

b. Analisis Bivariat
Analisis dilakukan dengan membuat tabel silang
antara masing-masing variabel bebas {jenis kelamin, usia,
status kesehatan, asupan zat gizi (E, P, L, KH), status sosial
ekonomi, pendidikan ibu, pendidikan kepala keluarga,
pengetahuan gizi dan kesehatan, status pekerjaan ibu, jenis
pekerjaan

kepala

keluarga,

jumlah

angota

keluarga)

terhadap variabel terikat (status gizi anak balita)}, untuk


memperoleh gambaran variabel bebas yang diduga ada
hubungannya dengan kondisi status gizi balita. Uji statistik
yang digunakan dalam analisa bivariat ini adalah uji Chi
Square dengan menggunakan sistem komputerisasi, yaitu
menguji kemaknaan hubungan atau perbedaan dengan
tingkat kepercayaan 95%.

Keputusan statistik diambil

dengan melihat nilai p pada tingkat kepercayaan 95%


sebagai berikut (Kuzma 1994) :
p > 0,05 ( ) dinyatakan hasilnya tidak bermakna.
p 0,05 ( ) dinyatakan hasilnya bermakana.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka:


Jakarta.
Depkes RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Balitbangkes-Depkes RI.
________. 2013. Data Sekunder Dinas Kesehatan Musi Banyuasin
November 2013
________. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Selatan Tahun 2012.
_______. 2003.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun.
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Availabe on :
https://endang965.wordpress.com/ peraturan-diknas/uu-sisdiknas/.
Diakses tanggal 10 November 2014.
_______.Hubungan Kepatuhan Konsumsi Biskuit yang Diperkaya Protein
Tepung Ikan Lele Dumbo.http://mfile.narotama.ac.id/files/Umum/JURNAL
%20IPB/Hubungan%20Kepatuhan%20Konsumsi%20Biskuit%20yang
%20Diperkaya%20Protein%20Tepung%20Ikan%20Lele%20Dumbo
%20%28Clarias%20gariepinus%29.pdf. Jurnal Penelitian. Diakses tanggal
10 November 2014.
Fitiyantono, Krisna. 2012. BAB II Kajian Pustaka. Status Gizi. Availabel
on :http://krisnafitriyanto.blogspot.com/2012/02/bab-2.html. Diakses
tanggal 22 Februari 2012
Kemenkes

RI.

2011.

Keputusan

1995/MENKES/SK/XII/2010

Menteri
Tentang

Kesehatan
Standar

RI

Nomor:

Antropometri

Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta : Kemenkes RI. Available :


http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/11/buku-skantropometri-2010.pdf (Diakses : 2 Januari 2014).
Kemenkes RI. 2013. Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 75 Tahun
2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan
Bangsa

Indonesia.

Jakarta

Kemenkes

RI.

Bagi

Available

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_permenkes/PMK%20No.
%2075%20ttg%20Angka%20Kecukupan%20Gizi%20Bangsa
%20Indonesia.pdf (Diakses : 06 November 2014)
Krisnansari, Diah. Nutrisi dan Gizi Buruk. 2010 diakses tanggal 6 Oktober
2012.
Lita Dwilistyowati. 2012. Faktor Penyebab Gizi Buruk Pada Balita.
availabel on : http://alwaysnutritionist.blogspot.com/2012/02/faktorpenyebab-gizi-buruk-pada-balita.html. Diakses Februari 2012.
Moehji, Sjahmien. 1982. Ilmu Gizi Jilid 1. Bhratara Karya Aksara: Jakarta.
Soekidjo N. 2011. Kesehatan Masyarakat. Ilmu dan Seni. Jakarta : PT
Rineka Cipta.
Suhardjo, 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara: Jakarta
Supariasa I.D.M, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Supariasa, I Dewa Nyoman dkk, 2002, Penilaian Status Gizi, Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Suhardjo, 2003. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Kanisius,
Yogyakarta
The United Nations Development Programme (UNDP). 2013. Human
Development Report 2013.The Rise of the South: Human Progress

in a Diverse World. Communications Development Incorporated,


Washington DC. (http://hdr.undp.org)
Yudhp.

2014.

Faktor

Penyebab

Gizi

Buruk.Availabel

on

http://www.scribd.com/doc/211470821/Faktor-Penyebab-GiziBuruk. Diakses tanggal 9 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai