Anda di halaman 1dari 8

PERENCANAAN PRECAST CONCRETE I GIRDER PADA JEMBATAN

PRESTRESSED POST-TENSION DENGAN BANTUAN


PROGRAM MICROSOFT OFFICE EXCEL
Dini Fitria Annur1 dan Johannes Tarigan2
1

Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara. Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
Email: dini_fitria_annur@yahoo.co.id
2
Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan
Email : johannes.tarigan@usu.ac.id

ABSTRAK
Pada jembatan beton pratekan, kekuatan dan kehandalan sebuah jembatan sangat dipengaruhi oleh jenis
dan mutu balok girder. Pada tugas akhir ini, penulis merencanakan sebuah jembatan beton pratekan
dengan metode post tension yang menggunakan I girder sebagai struktur utamanya. Dasar-dasar
perencanaan PCI girder ini mengacu pada Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SNI T-12-2004),
Pembebanan untuk Jembatan (SNI T-02-2005), Bridge Management System (BMS), AASHTO 1992 dan
ACI. Kabel prestress pada desain PCI Girder ini menggunakan kawat jenis Uncoated Stress Relieve
Seven Wires Strand, ASTM A 416 Grade 270 Low Relaxation. Analisa beban yang terjadi yaitu analisa
beban mati, beban mati tambahan, beban hidup, beban angin dan analisa pengaruh waktu seperti rangkak
dan susut serta kehilangan prategang. Kemudian hasil dari analisa tersebut dilakukan kontrol tegangan
yang terjadi pada struktur. Untuk mempermudah perhitungan, penulis menggunakan bantuan Program
Microsoft Office Excel. Hasil akhir dari perencanaan ini adalah didapat bentuk dan dimensi penampang I
girder yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada jembatan sehingga didapat suatu struktur
jembatan yang aman.
Kata kunci : jembatan, beton pratekan, PCI girder, posttension, microsoft office excel
ABSTRACT
Strength and reliability on a prestressed concrete bridge is strongly influenced by the type and strength of
its girder beam. In this thesis, the author design a prestressed concrete bridge post tension method that
uses I girder as the main structural beam. The basic design calculation refers to Perencanaan Struktur
Beton untuk Jembatan (SNI T-12-2004), Pembebanan untuk Jembatan (RSNI T-02-2005), Bridge
Management System (BMS), AASHTO 1992 and ACI. Prestress cable on the PCI girder design used of
Uncoated Stress Relieve Seven Wires Strand, ASTM A 416 Grade 270 Low Relaxation. Analysis of
loading that occur are the analysis of dead load, an additional dead load, live load, wind load, and
analyzes the influence of the time such as creep and shrinkage and loss of prestressed others. The results
of the analysis carried out control of stress that occur in the structure. To simplify the calculation, the
author uses the aid program of Microsoft Office Excel. The end result of the design is to get the shape and
dimension of the cross section of I girder which is capable of withstanding the loads on the bridge in
order to get a safe bridge structure.
Keywords : bridge, prestressed concrete, PCI girder, posttension, microsoft office excel
1. PENDAHULUAN
Kemampuan sebuah jembatan beton prategang sangat dipengaruhi oleh kekuatan girdernya. Oleh karena itu dalam
tugas akhir ini penulis akan merencanakan struktur I girder prestressed segmental pada jembatan beton prategang
dengan metode post-tensioning. Struktur beton prategang lebih ekonomis karena pada beban dan bentang yang sama
dapat digunakan profil girder yang lebih kecil. Penggunan profil I girder dipilih karena dianggap mudah dalam
proses pembuatan, lebih efisien dan mudah pelaksanaannya di lapangan. Proses perhitungan dilakukan dengan
bantuan program microsoft office excel, hal ini dikarenakan program tersebut mudah didapat, mudah digunakan dan
mudah dipahami. Adapun tulisan ini merupakan suatu perencanaan dari sebuah tugas akhir (Dini Fitria Annur,
2013).

2. TINJAUAN PUSTAKA
Jembatan adalah bagian jalan yang berfungsi untuk menghubungkan antara dua jalan yang terpisah karena suatu
rintangan seperti sungai, lembah, laut, jalan raya dan rel kereta api. Jembatan sangat vital fungsinya terhadap
kehidupan manusia, dan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat kepentingannya tidak sama
bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan studi yang menarik (Bambang Supriyadi, 2007).
Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah dalam kondisi tarik. Kuat tariknya bervariasi dari
8-14 persen dari kuat tekannya. Beton tidak selamanya bekerja secara efektif di dalam penampang-penampang
struktur beton bertulang, hanya bagian tertekan saja yang efektif bekerja, sedangkan bagian beton yang retak di
bagian tertarik tidak bekerja efektif dan hanya merupakan beban mati yang tidak bermanfaat. Selain itu, retak-retak
di sekitar baja tulangan berbahaya bagi struktur karena merupakan tempat meresapnya air dan udara luar ke dalam
baja tulangan sehingga terjadi karatan. Putusnya baja tulangan akibat karatan akan berakibat fatal bagi struktur. Hal
inilah yang menyebabkan tidak dapatnya diciptakan struktur-struktur beton bertulang dengan bentang yang panjang
secara ekonomis, karena terlalu banyak beban mati yang tidak efektif. Akibat kekurangan-kekurangan tersebut maka
timbullah gagasan untuk menggunakan kombinasi bahan beton, yaitu dengan memberikan pratekanan pada beton
melalui kabel baja (rendon) yang ditarik atau biasa disebut beton pratekan. Beton pratekan pertama kali ditemukan
oleh Eugene Freyssinet, seorang insinyur Perancis. Ia mengemukakan bahwa untuk mengatasi rangkak, relaksasi
dan slip pada jangkar kawat atau pada kabel maka digunakan beton dan baja bermutu tinggi.
Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar (akibat stressing) dan distribusi
sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal
(T.Y.Lin, 2000). Pada beton prategang, baja sebelumnya ditarik terlebih dahulu untuk mencegah terjadinya
pemanjangan yang berlebihan pada saat pembebanan, sementara beton ditekan terlebih dahulu untuk mencegah
retak-retak akibat tegangan tarik. Dengan memanfaatkan momen sekunder akibat stressing untuk mengimbangi
momen akibat beban luar tinggi komponen beton prategang berkisar antara 65% sampai 80% tinggi komponen
beton bertulang pada bentang dan beban yang sama, dengan demikian beton prategang membutuhkan lebih sedikit
beton dan sekitar 20% sampai 30% banyaknya tulangan (Edward G. Nawy, 2001).
3.

METODE ANALISA

MULAI
Pemilihan Sistem Beton Prategang
Tafsiran Dimensi I Girder
Perhitungan Lintang dan Momen
Menentukan Gaya Prategang
Tata Letak Kabel (Tendon)
Kehilangan Gaya Prategang

NOT OK

Kontrol tegangan setelah kehilangan prategang


Kontrol lendutan
OK
SELESAI

3.1. Pemilihan sistem beton prategang


Menurut Ir. Winarni Hadipratomo, 1994., terdapat dua prinsip yang berbeda dalam sistem penegangan pada
beton prategang, yaitu :
a. Konstruksi dimana tendon ditegangkan dengan pertolongan alat pembantu sebelum beton dicor atau
sebelum beton mengeras dan gaya prategang dipertahankan sampai beton cukup keras. Untuk ini dipakai
istilah Pre-tensioned Prestress Concrete.
b. Konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya yang tidak melekat pada tendon diberi
tegangan. Konstruksi ini disebut Post-tensioned Prestress Concrete.
3.2. Tafsiran dimensi I girder
Perencanaan dimensi girder berdasarkan tabel WIKA dimana girder yang digunakan adalah I girder H-170
3.3. Perhitungan lintang dan momen
Dalam hal ini digunakan persamaan untuk mengetahui lintang dan momen tengah bentang balok diatas dua
perletakan.
3.4. Menentukan gaya prategang
Perhitungan tegangan ijin beton mengacu pada Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan SNI T-12-2004.
Gaya dongkrak awal
- Saat transfer di tengah bentang
.
Tegangan atas
:
=
+
(1)
-

Tegangan bawah :
Saat servis di tengah bentang
Tegangan atas
Tegangan bawah :

(2)

(3)
(4)

3.5. Tata letak kabel


Kabel didesain sesuai gaya konsentris atau eksentris, hal ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya retak,
yaitu dengan cara mengurangi tegangan tarik di tumpuan dan daerah kritis pada saat kondisi beban kerja,
sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur, geser dan torsional penampang struktur. Penampang dapat
berprilaku elastis dan hampir semua kapasitas beton yang memikul tekan dapat secara efektif dimanfaatkan di
seluruh tinggi penampang beton pada saat semua beban bekerja di struktur.
3.6. Kehilangan gaya prategang
Pada perencanaan beton pratekan, analisis gaya-gaya efektif dari tendon penting sekali untuk diketahui. Edward
G. Nawy dalam buku karangannya menyebutkan bahwa kehilangan gaya prategang dapat dikelompokkan ke
dalam dua kategori :
1. Kehilangan elastis segera yang terjadi pada saat proses fabrikasi atau konstruksi, termasuk perpendekan
beton secara elastis, kehilangan karena pengangkeran dan kehilangan karena gesekan.
2. Kehilangan yang bergantung pada waktu, seperti rangkak, susut dan kehilangan yang diakibatkan karena
efek temperatur dan relaksasi baja, yang kesemuanya dapat ditentukan pada kondisi limit tegangan akibat
beban kerja di dalam elemen beton prategang.
3.7. Pembebanan
Pembebanan pada balok prategang digunakan untuk mengetahui apakah penampang balok prategang tersebut
bisa menahan beban-beban yang bekerja pada penampang. Beban-beban yang bekerja pada desain struktur
girder dalam tugas akhir ini adalah beban mati tetap, beban mati tambahan dan beban hidup yang mengacu pada
RSNI T-02-2005.
Beban-beban yang bekerja adalah :
a.
Beban mati adalah beban semua bagian dari suatu jembatan yang bersifat tetap, termasuk segala beban
tambahan yang tidak terpisahkan dari suatu struktur jembatan. Beban mati tetap dan beban mati tambahan
merupakan berat sendiri beton girder, slab lantai, aspal dan diaphragma.
b. Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penggunaan jembatan berupa beban lalu lintas
kendaraan sesuai dengan peraturan pembebanan untuk jembatan jalan raya yang berlaku.

Beban D
Beban Lajur D terdiri atas beban tersebar merata, Uniform Distributed Load (UDL) yang
digabung dengan beban garis, Knife Edge Load (KEL)

Beban Tersebar Merata (UDL), mempunyai intensitas q t/m2 dimana besarnya q tergantung pada
panjang total wilayah yang dibebani, L (span), seperti berikut :
q = 0.9 t/m2
span 30 m
q = 0.9 x (0.5 + 15/L) t/m2
> 30 m
Beban Garis atau Knife Edge Load (KEL) dengan intensitas p ton/m harus ditempatkan tegak
lurus terhadap lalu lintas jembatan. Besarnya intensitas p adalah 4.90 ton/m
Gaya angin
Apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal harus
diterapkan pada permukaan lantai seperti diberikan pada rumus dibawah ini :
= 0.0012

(kN)
(5)
dengan Cw = 1.2, dan Ab = Luas bagian samping kendaraan (m2).

c.

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisa pembebanan mengacu pada Peraturan RSNI T-02-2005 dan untuk perhitungan tegangan ijin beton
mengacu pada Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan SNI T-12-2004. Dalam perencanaan ini panjang
girder yang direncanakan adalah sebesar 35.8 m, dengan jarak balok melintang sebesar 1.85 m dan mutu beton
balok yang digunakan adalah K-600. Perencanaan dimensi girder disesuaikan dengan tabel WIKA dimana
girder yang digunakan adalah H-170.
H
= 170 cm
tfl-1
= 20 cm
A
= 80 cm
tfl-2
= 12 cm
B
= 70 cm
tfl-3
= 25 cm
tweb
= 20 cm
tfl-4
= 25 cm

Gambar 4.1
4.1. Analisa Penampang
Analisa penampang dibutuhkan untuk mengetahui titik berat, momen inersia dan modulus section pada
balok, baik balok precast maupun balok komposit.

Keterangan
Balok
Precast
Balok
Komposit

[komposit]

Luas
(cm2)

Tabel 4.1. Analisa Penampang


Ya
Yb
Ix (cm4)
(cm)
(cm)

Wa (cm3)

Wb (cm3)

6723,000

87,987

82,013

23841902,775

270969,339

290710,440

10160,200

78,993

116,007

46987135,066

594830,282

405035,345

[precast]
53,993
870252,890
Dari hasil analisa penampang didapat jarak titik berat balok terhadap alas balok girder yaitu sebesar 82.013
cm. Pada balok komposit digunakan plat dengan ketebalan 25 cm sehingga untuk balok komposit jarak titik
berat balok terhadap alas balok girder didapat sebesar 116.007 cm.

4.2. Analisa Pembebanan


Balok girder merupakan komponen struktur yang menerima beban kombinasi, baik itu beban mati dan
beban hidup. Dalam hal ini digunakan acuan pembebanan pada balok tengah, ini dikarenakan pada balok
girder bagian tengah menerima beban lebih besar dibandingkan beban yang diterima oleh bagian tepi.
Tabel 4.2. Analisa Pembebanan
Jenis beban
Beban mati
- balok precast
- plat
- plat deck
- aspal
- diafragma

Nilai beban
1.681 t/m
1.156 t/m
0.210 t/m
0.204 t/m
0.020 t/m

Beban hidup
- Distribution Load, qudl
- Line Load, PKEL
Beban angin

1.546 t/m
12.692 t
0.741 t/m

4.3. Analisa momen


Adanya beban-beban akan menimbulkan momen. Besarnya momen di tengah bentang dapat dihitung
menggunakan rumus : =
(6)
Perhitungan momen dilakukan pada tengah bentang karena pada perencanaan sederhana diatas dua buah
perletakan momen maksimum terjadi di tengah bentang.
Tabel 4.3. Analisa Momen
Type

Description

DL

Precast beam

Tengah bentang
(tm)
257,365

Subtotal

257,365

DL

Slab

177,051

ADL

Asphaltic Layer

31,161

DL

Diaphragm+deck slab

Subtotal
LL

35,267
243,479

Distribution load

236,742

KEL

111,046

Windload

113,466

Subtotal

347,788

Total (DL + LL)

848,632

Ultimate total

1405,825

Dari tabel 4.3. diatas didapat besarnya momen ultimate yang terjadi di tengah bentang adalah 1405.825 tm
dimana perhitungan momen ultimate dalam hal ini mengacu pada BMS atau Bridge Managament System
(Anonim, 1992).
4.4. Profil kabel
Jenis kabel yang digunakan Uncoated stress relieve seven wires strand, ASTM A 416 Grade 270 Low
Relaxation dengan spesifikasi diameter strand 1.27 cm, modulus elastisitas 1960000 kg/cm2 dan effective
section area (Ast) sebesar 0.987 cm2.

Tendon

Jumlah
Strand

Tabel 4.4. Profil Kabel


Profile
Asp
Fu
Tepi
Tengah
cm2
kg/cm2
(cm)
(cm)
150,00
30,00
0,987
19000

19

95,00

15,00

0,987

19000

75%

267230,25

19

65,00

10,00

0,987

19000

75%

267230,25

19

35,00

10,00

0,987

19000

75%

267230,25

Total

57

65,00

11,667

75%

801690,75

Po

Jacking Force
(kg)

75%

0,00

Gaya prategang yang diberikan pada kabel strand merupakan gaya prategang initial (jacking force) yang
besarnya belum dikurangi oleh besar kehilangan gaya prategang akibat kehilangan jangka pendek dan
jangka panjang. Jumlah tendon yang digunakan sebanyak tiga buah tendon dimana terdapat 19 buah strand
untuk setiap tendon. Total strand yang digunakan adalah 57 strand. Besarnya jacking force yang terjadi
untuk setiap tendon adalah 267230.25 kg. Sehingga nilai total jacking force yang didapat adalah sebesar
801690.75 kg.

4.5. Analisa Tegangan


a. Tegangan izin pada saat initial
Merupakan tahap dimana gaya prategang dipindahkan pada beton dan belum memiliki beban luar yang
bekerja selain berat sendiri. Besarnya nilai tegangan izin pada saat initial adalah sebagai berikut :
- Tegangan tekan = 0.6 fci = 0.6 (449.010) kgcm = 269.406 kgcm
- Tegangan tarik = 0.8 fci = 0.8 449.010 kgcm = 16.914 kgcm
Sedangkan besarnya tegangan yang terjadi pada pada saat initial dapat dilihat pada Tabel 4.5.a berikut ini.
Tabel 4.5.a. Analisa Tegangan saat Initial
Keterangan
Tengah
Moment DL
Pi
e (eksentrisitas)

Bentang

[ton.m]

257,365

[ton]

752,188

[m]

0,703

Pi.e

[ton.m]

-529,133

Moment Net.

[ton.m]

-271,769

Pi / A

[kg/cm ]

111,883

M / Wa

[kg/cm2]

-100,295

M / Wb
Tegangan initial
2

[kg/cm ]
b.

x - [m]

[kg/cm ]

93,484

top ( sT )

11,588

bottom ( sB )

205,367

Tegangan izin pada saat servis


Merupakan tahap beban kerja setelah memperhitungkan kehilangan gaya prategang. Besarnya nilai
tegangan izin pada saat servis adalah sebagai berikut :
- Tegangan tekan = 0.45 fc = 0.45 (528.2) kgcm = 237.711 kgcm
- Tegangan tarik = 1.59 fc = 1.59 528.2 kgcm = 36.691 kgcm
Nilai tegangan yang terjadi pada saat servis dapat dilihat pada Tabel 4.5.b berikut ini
Tabel 4.5.b. Analisa Tegangan saat Servis
Keterangan
Tengah
x - [m]

Bentang

[t-m]

469,683

[t]

648,264

P.e

[t-m]

-456,027

Moment --- M1

[t-m]

13,656

Moment --- M2

[t-m]

Moment DL
P

P/A

378,949
2

96,425

[kg/cm ]

M 1 / Wa

[kg/cm ]

5,040

M 1 / Wb

[kg/cm2]

-4,697

M 2 / Wa'

[kg/cm ]

43,545

M 2 / Wb'

[kg/cm2]

-93,560

Tegangan service

slab ( sS )

63,707

[kg/cm2]

top ( sT )

145,009

bottom ( sB )

-1,832

4.6. Kontrol tegangan


Kontrol tegangan berfungsi untuk mengetahui seberapa besar tegangan yang terjadi pada jembatan akibat
pembebanan yang terjadi sehingga kita dapat mengetahui apakah tegangan tersebut akan berefek yang
signifikan pada struktur jembatan atau tidak. Pada tahap ini berlaku tegangan izin yang berbeda-beda sesuai
kondisi beton dan tendon. Kontrol tegangan dilakukan dua tahap
1. Kontrol tegangan saat initial (tinjauan tengah bentang)
Teg. Top (T) = 11.588 kg/cm2 Teg. Ijin = -16.914 kg/cm2
Teg. Bott (B) = 205.367 kg/cm2 Teg. Ijin = 269.406 kg/cm2
2. Kontrol tegangan pada saat service (tinjauan tengan bentang)
Teg. Top (T) = 145.009 kg/cm2 Teg. Ijin = 237.711 kg/cm2
Teg. Bott (B) = -1.832 kg/cm2 Teg. Ijin = -36.691 kg/cm2
4.7. Kehilangan gaya prategang
Kehilangan tegangan pada balok prategang adalah proses menurunnya tegangan prategang yang dapat
diakibatkan oleh beton maupun tendonnya. Kehilangan gaya prategang terbagi dalam dua tahapan yaitu saat
gaya prategang diberikan pada beton (saat transfer) yang disebut kehilangan seketika dan kehilangan yang
dipengaruhi oleh waktu (kehilangan jangka panjang). Rumus kehilangan prategang akibat pemendekan elastic
(ES), gesekan kabel (Px), slip angker (P), Rangkak (CR), susut (SH) dan relaksasi (RE) yang berdasarkan pada
ACI dapat dilihat pada (Edward. G. Nawy. 2001). Dalam tulisan ini besar kehilangan prategang dapat dilihat
pada Tabel 4.7 berikut ini.
Tabel 4.7. Kehilangan Gaya Prategang
Keterangan
Besar kehilangan (kg)
1. Pemendekan elastis (ES)
471.07
2. Gesekan kabel (Px)
12327.816
3. Slip angker (P)
13198.224
4. Rangkak (CR)
943.501
5. Susut (SH)
208.101
6. Relaksasi (RE)
200.617
Dari Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa kehilangan prategang yang terbesar terjadi pada slip angker yaitu sebesar
13198.224 kg. Total kehilangan prategang yang terjadi terdapat di tengah bentang dimana persentase
perhitungan kehilangan prategang dapat dilihat dibawah ini.
-

Kehilangan prategang akibat Jacking force atau gaya dongkrak awal yaitu :
Jumlah strand x Po
57 x 14064.750 kg
=
801690.750 kg (75%)

Kehilangan prategang yang terjadi pada saat intial yaitu :


Jumlah strand Px +
57 x 13196.283 kg

752188.140 kg

(70.369%)

Kehilangan prategang yang terjadi pada saat servis yaitu :


Jumlah strand x (z ES CR SH RE)
57 x 11373.047 kg
=
648263.684 kg (60.647%)
Maka, total persentase kehilangan prategang pada jangka panjang adalah:
100

x100% =

4.8. Perhitungan lendutan


Lendutan yang terjadi pada kombinasi jembatan tidak boleh lebih dari =
dimana L adalah panjang
jembatan yang ditinjau. Kontrol lendutan dilakukan pada saat transfer dimana beban luar belum bekerja dan
juga pada saat servis setelah beban luar bekerja. Dalam kasus ini lendutan yang terjadi sebesar 2.163 cm,
dimana lendutan yang diizinkan adalah sebesar 4.375 cm. Hal ini membuktikan bahwa struktur aman terhadap
lendutan yang terjadi.
5.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan dari hasil perancangan pada bab-bab sebelumnya adalah sebagai
berikut :
a. Dari hasil perhitungan, tegangan yang diperoleh lebih kecil dari tegangan yang diijinkan, baik dalam
kondisi transfer (initial) maupun pada saat beban kerja (servis), maka perencanaan jembatan memenuhi
syarat dan aman.
b. Total kehilangan prategang yang terjadi sebesar 19.138%.
Dari hasil perhitungan terdapat perbedaan hasil antara perhitungan secara manual dan perhitungan dengan
menggunakan alat bantu software, oleh karena itu disarankan agar para pendesain berikutnya menggunakan
software dengan ketelitian yang jauh lebih baik sehingga tingkat keamanan struktur lebih terjamin.

DAFTAR PUSTAKA
Annur, Dini Fitria. 2013. Perencanaan Precast Concrete I Girder pada Jembatan Prestressed Post-tension dengan
Bantuan Program Microsoft Office Excel. Tugas Akhir Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Anonim1. 1992. Bridge Management System (BMS). Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan. Departemen
Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Direktorat Bina Program Jalan.
Anonim2. 2005. Standar Nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan
Umum.
Anonim3. 2004. Standar nasional Indonesia. Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan. Departemen Pekerjaan
Umum.
Anonim4. ACI-ASCE Joint Committee 423. 1957.
Hadipratomo, Winarni. 1994. Struktur Beton Prategang Teori dan Prinsip Desain. Bandung : Nova.
Lin, T. Y dan Burns, Ned. H. 2000. Desain Struktur Beton Prategang Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta : Binarupa
Aksara.
Nawy, Edward. G. 2001. Beton Prategang Suatu Pendekatan Mendasar. Jilid I Edisi III. Terjemahan Bambang
Suryoatmono. Jakarta : Erlangga.
Supriyadi, Bambang dan Seto Muntohar, Agus. 2007. Jembatan. Diktat Kuliah Institut Teknologi Sepuluh
November, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai