STUDI PUSTAKA
A. Tinjauan Umum
Girder jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat berupa PC U Girder
Prategang dengan panjang bentang 37,80m dan 32,80m yang dibagi dalam 3 (tiga)
segmen, sehingga sebelum proses pemberian tegangan (selanjutnya disebut
stressing) segmental concrete terlebih dahulu disatukan/dilem dan lalu dilakukan
stressing.
Jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat merupakan bangunan jembatan
yang perencanaannya diatur dalam standart perencanaan jembatan SNI jembatan.
Dalam perencanaannya menurut SNI T-12-2004 umur rencana jembatan pada
umumnya disyaratkan 50 tahun. Namun untuk jembatan penting dan/atau
berbentang panjang, atau yang bersifat khusus, disyaratkan umur rencana 100
tahun. Perencanaan harus berdasarkan pada suatu prosedur yang memberikan
jaminan keamanan pada tingkat yang wajar, berupa kemungkinan yang dapat
diterima untuk mencapai suatu keadaan batas selama umur rencana jembatan.
Perencanaan kekuatan balok, pelat. Kolom beton bertulang sebagai
komponen struktur jembatan yang diperhitungkan terhadap lentur, geser, lentur dan
aksial, geser dan puntir, harus didasarkan pada cara Perencanaan berdasarkan
Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT). Untuk perencanaan komponen struktur
jembatan yang mengutamakan suatu pembatasan tegangan kerja, seperti untuk
perencanaan terhadap lentur dari komponen struktur beton prategang penuh, atau
komponen struktur lain sesuai kebutuhan perilaku deformasinya, atau sebagai cara
perhitungan alternatif, dapat digunakan cara Perencanaan berdasarkan Batas Layan
(PBL).
Disamping itu, perencanaan harus memperhatikan faktor integrity
komponen-komponen struktur maupun keseluruhan jembatan, dengan memper-
timbangan faktor-faktor :
Semua komponen struktur jembatan harus mempunyai ketahanan yang
terjamin terhadap kerusakan dan instabilitas sesuai umur jembatan yang
direncanakan.
Aspek perlindungan eksternal terhadap kemungkinan adanya beban yang
3. Tahapan Pembebanan
Salah satu pertimbangan istimewa pada beton prategang adalah banyaknya
tahapan pembebanan saat komponen struktur dibebani. Tahapan pembebanan pada
beton prategang precast yang pada tulisan ini dihususkan pada PC U girder
jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat, sedikitnya ada 3 (tiga) yaitu :
a. Tahap awal saat pemberian gaya prategang.
b. Tahap pengangkatan dan pengangkutan.
c. Tahap akhir saat beton menerima beban eksternal.
a. Tahap awal
Pembebanan tahap awal merupakan pemberian gaya prategang terhadap PC
U girder tetapi belum dibebani oleh beban eksternal. Tahap ini dapat dibagi dalam
beberapa tahap :
1. Sebelum diberi gaya prategang. Pada masa sebelum diberi gaya prategang,
beton PC U girder masih lemah dalam memikul beban, oleh karena itu
harus dicegah agar tidak terjadi kehancuran pada ujung girder. Harus
diperhitungkan susut beton, dan retakan yang timbul akibat susut tersebut.
Curing beton harus diperhatikan sebelum peralihan gaya prategang.
2. Pada saat diberi gaya prategang. Besarnya gaya prategang yang berkerja
pada tedon saat proses stressing dapat membuat kabel strand putus jika
pemberian gaya melebihi tegangan maksimum strand atau jika strand
dalam kondisi rusak. Beton bermutu rendah atau belum cukup umur juga
dapat hancur pada tahapan ini.
2. PC I girder
Precas Concrete I girder merupakan bentuk yang paling banyak digunakan
untuk pekerjaan balok flyover. Profil PC I girder berbentuk penampang I
dengan penampang bagian tengah lebih langsing dari bagian pinggirnya.
Penampang I memiliki bentuk ber-inersia besar, sehingga biasanya (dari
hasil analisa) merupakan penampang yang ekonomis. PC I girder juga
memiliki berat sendiri yang relatif lebih ringan per unitnya. Dapat dilihat
secara visual bahwa bentuk penampanya jauh lebih kecil dibanding dengan
PC U girder. Berat per unit girder berpengaruh besar pada metode
pekerjaan perlakuan terhadap girder. Mungkin untuk pekerjaan stressing
PC I girder juga memerlukan sistem post-tension, tetapi untuk pekerjaan
erection dapat mobile
3. PC T girder
PC T girder adalah modifikasi bentuk PC I girder, cuma slab jembatan
langsung di cor bersama girder.
a. Kuat tekan
Kuat tekan beton tergantung dari jenis campuran, besaran agregat, waktu
dan kualitas perawatan. Beton dengan kekuatan tinggi jelas jauh lebih
menguntungkan. Kuat tekan beton f`c didasarkan pada pengujian benda uji slinder
standart 6in. x 12in. yang diolah pada kondisi laboratorium standart dan diuji pada
laju pembebanan tertentu selama 28 hari. Spesifikasi standart yang digunakan di
Indonesia adalah dari SNI.
Penggunaan bentuk benda uji beton untuk pengetesan kuat tekan memiliki
perbedaan. Benda uji berupa kubus dengan rusuk 150 mm digunakan di Eropa, dan
selinder dengan diameter 150mm, tinggi 300mm digunakan di Amerika dan
Australia. Kuat tekan yang diperoleh dari benda uji kubus akan lebih besar dari
dengan :
Nilai f`c desain tidak sama dengan kuat tekan silinder rata-rata, namun kuat
tekan silinder yang dipandang minimum.
Dengan:
f’c(t) = kekuatan beton umur t hari
f’c(28) = kekuatan beton usia 28 hari
Dan nilai α & β pada tabel berikut :
Kondisi α β
Normal Portland cement
Beton moist cured 4.0 0.85
Beton steam cured 1.0 0.95
High early cement
Beton moist cured 2.3 0.92
Beton steam cured 0.7 0.98
Tabel 2.2. Nilai α & β [Gilbert,1990]
b. Kuat tarik
Kuat tarik beton relative sangat kecil. Pendekatan yang baik untuk kuat
tarik beton fct adalah 0.10f`c<fct<0.20f`c. Kuat tarik lebih sulit diukur daripada
kuat tekan karena adanya masalah pada penhepitan pada mesin tarik.
Untuk komponen struktur yang mengalami lentur, nilai modulus reptur fr
(bukan kuat belah tarik f`t) digunakan dalam desain. Modulus reptur diukur dengan
cara menguji balok beton polos berpenampang bujursangkar 6 in. hingga gagal
dengan bentang 18 in. dan dibebani dititik-titik sepertiga bentang (ASTM C-78).
Besarnya modulus reptur lebih besar disbanding kuat tarik belah beton. Dari
Pedoman Beton 1988, Chapter 3 besar modulus reptur adalah :
Fr = 0.6 √f ' c
Kekuatan tarik langsung (direct tensile strength) pada beton menurut peraturan
ACI 318-83 adalah :
c. Kuat geser
Kuat geser lebih sulit ditentukan dengan cara eksperimental dibandingkan
dengan pengujian-pengujian lainnya dikarenakan sulitnya untuk mengisolasi
tegangan geser dari tegangan lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan hasil
besarnya kuat geser beton yang dilaporkan diberbagai studi literature, mulai dari
20% hingga 85% dari kuat tekan pada kasus-kasus dimana geser langsung terjadi
bersamaan dengan tekan. Kontrol desain structural jarang didasarkan pada kuat
geser karena besarnya kuat geser itu sendiri dibatasi secara kontiniu pada nilai
yang lebih kecil untuk mencegah beton mengalami tarik diagonal.
Untuk keperluan analisa, Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 merupakan grafik
tegangan-regangan beton berbagai variasi kuat tekan beton. Dari grafik dapat
disimpulkan:
1. Semakin rendah kekuatan beton, semakin tinggi regangan gagalnya
2. Panjang bagian yang semula linier akan bertambah untuk kuat tekan beton
yang semakin besar.
3. Ada reduksi yang sangat nyata pada daktalitas untuk kekuatan yang
meningkat.
Gambar 2.10. Modulus tangent dan modulus sekan pada beton [Nawy,2001]
e. Rangkak
Rangkak atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap waktu
akibat beban yang terus menerus berkerja. Deformasi awal akibat beban adalah
regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban yang sama yang terus
berkerja adalah regangan rangkak.. Asumsi ini karena deformasi awal yang tercatat
hanya berupa sedikit efek yang bergantung pada waktu. Pada Gambar. terlihat
bahwa laju rangkak berkurang seiring bertambah waktu. Rangkak tidak dapat
diamati secara langsung, namun dapat ditentukan dengan mengurangkan regangan
elastis dengan regangan susut dari deformasi total. Meskipun rangkak dan susut
merupakan fenomena yang tidak independent, dapat diasumsikan bahwa
superposisi tegangan berlaku, sehingga
Regangan total ¿t) = Regangan elastis (∈e ) + rangkak (∈c ) + susut (∈sh)
f. Susut
Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan.
1. Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran
beton segar dicetakan. Permukaan yang diekspose seperti plat lantai akan
lebih dipengeruhi oleh udara kering karena besarnya permukaan udara
kontak.
2. Susut pengeringan terjadi sesudah beton mengering dan sebagian besar
proses hidrasi kimiawi dipasta semen telah terjadi. Susut pengeringan
adalah berkurangnya volume elemen apabila terjadi kehilangan kandungan
air akibat penguapan .
Penyusutan merupakan fenomena yang sedikit berbeda dengan rangkak. Jika
pada rangkak beton dapat kembali seperti semula jika beban dilepas, susut pada
beton tidak akan membuat beton kembali ke volume awal jika beton tersebut
direndam. Pada Gambar 2.12 dapat terlihat laju susut terhadap waktu. Dapat
terlihat beton dengan umur yang lebih tua mengalami susut yang lebih kecil karena
beton dengan usia lebih tua akan lebih tahan terhadap tegangan dan ini berarti
beton mengalami lebih sedikit susut.
Gambar 2.14. Strand prategang 7 kawat (a). standart dan (b). yang dipadatkan
Tabel 2.5. Strand standart tujuh kawat untuk beton prategang [Nawy,2001]
c. Relaksasi baja
a. Luas
Luas bangun dapat dihitung dengan menggunakan rumus luas trapezium:
Luas (Area) = ½ (sisi atas + sisi bawah) x tinggi
c. Inersia IX
Inersia bangun arah x, IX untuk bangun seperti tampang haruslah dijumlahkan
dengan inersia tambahan. Inersia awal dapat dihitung sesuai persamaan inersia
untuk bangun trapezium, lalu dijumlahkan dengan inersia tambahannya.
2. Penampang Komposit
Untuk nilai-nilai pada analisa penampang komposit besarnya dapat
dihitung dengan menjumlahkan komponen precast dengan slab-nya.
3. Desain Pembebanan
Beban-beban yang berkerja pada desain struktur girder pada proyek
Flyover Tarum Barat adalah :
Deck slab :
Berat deck slab :
qds = Luas x Kerapatan massa
Live Load
Distribution load (q’)
q’ = DF * DF * q * s
Line Load (p`)
p` = DF * DLA * KEL * s
Keterangan :
Jenis Aksi (φ )
(a) Flexure (dengan atau tanpa tegangan aksial) dan tegangan aksial 0.90
(b) Kompresi aksial dan kompresi aksial dengan flexure
- Tulangan spiral 0.75
- Tulangan biasa 0.70
Untuk kompresi aksial kecil, (φ ) dapat membesar secara linier dari nilai (b),
dan untuk kompresi aksial mendekati 0 digunakan (a)
(c) Geser dan torsi 0.85
(d) Bearing pada beton 0.70
Tabel 2.8. Faktor reduksi kekuatanφ(ACI 318-83) [Gilbert,1990]
4. Tegangan Izin Maksimum di Beton
5. Sistem Prategang
Presentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% jacking force) < 80%
Po = Pt/(0,85 x ns x Pbs)
Keterangan :
ns = jumlah strands cable yang dipakai
Pt = Gaya prategang awal
Pbs = Beban putus minimal satu strand
Tabel 2.9. Nilai-nilai Koefisien Wobble (K) dan Koefisien Kelengkungan (μ)
(Lin, 2000)
2) Slip angkur
Slip atau draw-in pada tendon terjadi setelah proses stressing dilakukan dan
tendon akan diangkur-kan ke beton. Besar-nya slip tergantung pada jenis angkur,
untuk jenis angkur wedge yang biasa digunakan pada baja strand, besar
slip(ΔA)sekitar 6 mm.
Keterangan :
ΔA = 6 mm
L = Panjang balok beton prategang
Es = Modulus elastisitas dari baja strand.
Dimana :
Keterangan :
Kes = Rasio kehilangan pasca-tarik dengan pratarik
Untuk pasca-tarik Kes = 0,5
Ast = Luas tampang nominal satu strand
ns = Jumlah total strands
At = ns x Ast
Ac = Luas tampang beton prategang
Ic = Momen inersia beton prategang
e = Eksentrisitas
CR = Δ f pcr
besarnya regangan susut baja (εc ) . Regangan susut pada beton dibagian tendon
dipengaruhi oleh tegangan pada beton pada daerah itu. Tegangan beton bervariasi
terhadap waktu, maka akan sulit ditentukan besarnya. Nilai kehilangan gaya
prategang yang hilang akibat susut pada beton dapat dihitung melalui persamaan
berikut (ACI 318-95) :
SH = 8.2E – 06 x KSH x Es x (1 - 0.06 V /S) x (100 - RH)
Tabel 2.10. Nilai KSH untuk komponen struktur pasca tarik (Lin, 2000)
CC = Ts
Momen Nominal :
Mn = fps x Aps (d - a/2)