Anda di halaman 1dari 45

BAB II

STUDI PUSTAKA

A. Tinjauan Umum
Girder jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat berupa PC U Girder
Prategang dengan panjang bentang 37,80m dan 32,80m yang dibagi dalam 3 (tiga)
segmen, sehingga sebelum proses pemberian tegangan (selanjutnya disebut
stressing) segmental concrete terlebih dahulu disatukan/dilem dan lalu dilakukan
stressing.
Jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat merupakan bangunan jembatan
yang perencanaannya diatur dalam standart perencanaan jembatan SNI jembatan.
Dalam perencanaannya menurut SNI T-12-2004 umur rencana jembatan pada
umumnya disyaratkan 50 tahun. Namun untuk jembatan penting dan/atau
berbentang panjang, atau yang bersifat khusus, disyaratkan umur rencana 100
tahun. Perencanaan harus berdasarkan pada suatu prosedur yang memberikan
jaminan keamanan pada tingkat yang wajar, berupa kemungkinan yang dapat
diterima untuk mencapai suatu keadaan batas selama umur rencana jembatan.
Perencanaan kekuatan balok, pelat. Kolom beton bertulang sebagai
komponen struktur jembatan yang diperhitungkan terhadap lentur, geser, lentur dan
aksial, geser dan puntir, harus didasarkan pada cara Perencanaan berdasarkan
Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT). Untuk perencanaan komponen struktur
jembatan yang mengutamakan suatu pembatasan tegangan kerja, seperti untuk
perencanaan terhadap lentur dari komponen struktur beton prategang penuh, atau
komponen struktur lain sesuai kebutuhan perilaku deformasinya, atau sebagai cara
perhitungan alternatif, dapat digunakan cara Perencanaan berdasarkan Batas Layan
(PBL).
Disamping itu, perencanaan harus memperhatikan faktor integrity
komponen-komponen struktur maupun keseluruhan jembatan, dengan memper-
timbangan faktor-faktor :
 Semua komponen struktur jembatan harus mempunyai ketahanan yang
terjamin terhadap kerusakan dan instabilitas sesuai umur jembatan yang
direncanakan.
 Aspek perlindungan eksternal terhadap kemungkinan adanya beban yang

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 6


tidak direncanakan atau beban berlebih.
 Jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat termasuk dalam golongan
jembatan dengan gelagar PC U girder segmental pracetak. Gelagar
jembatan terbuat dari bahan beton dengan mutu 625 kg/cm² , pada gelagar
ini diatasnya terdapat lantai (Slab) menggunakan beton bertulang
konvesional dengan mutu 350 kg/cm².

Gambar 2.1. Gelagar (PC U girder) dan pelat jembatan


Sumber : PT. Saeti Concretindo Wahana (JHS System group)

Gelagar girder dengan bentang dan lebar menuntut perencanaan teknologi


tinggi. Penggunaan beton bertulang biasa akan menjadikan perencanaan sangat
boros dan tidak ekonomis, dimensi balok girder akan sangat besar. Penggunaan
beton prategang dengan balok precast dianggap mampu memenuhi syarat setelah
dilakukan perhitungan terlebih dahulu.
Ada dua metode dan cara pelaksanaan stressing, yaitu metode satu arah dan
dua arah, cara pre-tension dan post-tension. Pada proyek jembatan layang Tarum
Barat digunakan metode perhitungan dan pelaksanaan PT. Dinamika Struktural
Sistem (DSS) dengan alat yang telah dipatenkan.
Girder beton prategang haruslah menggunakan bahan bermutu tinggi agar
mampu menerima gaya prategang dan gaya eksternal yang besar yang akan
berkerja pada girder. Pada girder jembatan layang Tarum Barat tahapan pekerjaan
yang harus diselesaikan hingga mencapai pekerjaan pengangkatan PC U girder

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 7


(erection) adalah sebagai berikut:
1. Perhitungan prategang girder.
2. Pelaksanaan stressing PC U girder dan grouting
3. Erection PC U girder
Untuk tahapan pekerjaan (1) dan (2) dilaksanakan dengan metode DSS, sedangkan
pada tahapan (3) menggunkanan 2 mobile crane.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 8


B. Jembatan
1. Klasifikasi Jembatan
Ditinjau dari sistem strukturnya maka jembatan dapat dibedakan menjadi :
a. Jembatan Lengkung (Arch bridge)
b. Jembatan Gelagar (Beam bridge)
c. Jembatan Kantilever
d. Jembatan Gantung (Suspension Bridge)
e. Jembatan Rangka (Truss Bridge)
f. Jembatan Beton Bertulang (konvesional)
g. Jembatan Cable-Stayed
h. Jembatan Beton Prategang (Prestressed Concrete Bridges)
i. Jembatan Box Girder

Dalam tugas akhir ini saya menggunakan klasifikasi jembatan nomor 8.


Jembatan Beton Prategang (Prestressed Concrete Bridges) Jembatan beton
prategang merupakan suatu perkembangan dari beton pracetak (Precast). Pada
jembatan beton prategang diberikan gaya prategang awal yang dimaksudkan untuk
mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban. Jembatan beton prategang dapat
dilaksanakan dengan dua sistem, Post Tensioning dan Pre Tensioning. Pada sistem
post-tensioning, tendon prategang ditempatkan di dalam duct setelah beton
mengeras, dan transfer gaya prategang dari tendon pada beton dilakukan dengan
penjangkaran diujung gelagar. Pada pre-tensioning beton dituang mengelilingi
tendon prategang yang sudah ditegangkan terlebih dahulu, dan transfer gaya
prategang terlaksana karena adanya ikatan antara beton dengan tendon. Jembatan
beton prategang sangat efisien, karena analisa penampang berdasarkan penampang
utuh. Salah satu faktor rawan jembatan jenis ini adalah karat pada tendon.
Kelebihan dari jembatan beton prategang antara lain bahwa setelah pembuatan
tidak membutuhkan perawatan dan berat sendirinya yang tinggi, sehingga
jembatan menjadi sangat stabil.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 9


2. Fungsi Jembatan
Ditinjau dari fungsinya, maka jembatan dapat dibedakan menjadi :
a. Jembatan Jalan Raya (Highway Bridge)
b. Jembatan Penyeberangan (Foot Bridge)
c. Jembatan Kereta Api (Railway Bridge)
d. Jembatan Darurat

3. Tahapan Pembebanan
Salah satu pertimbangan istimewa pada beton prategang adalah banyaknya
tahapan pembebanan saat komponen struktur dibebani. Tahapan pembebanan pada
beton prategang precast yang pada tulisan ini dihususkan pada PC U girder
jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat, sedikitnya ada 3 (tiga) yaitu :
a. Tahap awal saat pemberian gaya prategang.
b. Tahap pengangkatan dan pengangkutan.
c. Tahap akhir saat beton menerima beban eksternal.

a. Tahap awal
Pembebanan tahap awal merupakan pemberian gaya prategang terhadap PC
U girder tetapi belum dibebani oleh beban eksternal. Tahap ini dapat dibagi dalam
beberapa tahap :
1. Sebelum diberi gaya prategang. Pada masa sebelum diberi gaya prategang,
beton PC U girder masih lemah dalam memikul beban, oleh karena itu
harus dicegah agar tidak terjadi kehancuran pada ujung girder. Harus
diperhitungkan susut beton, dan retakan yang timbul akibat susut tersebut.
Curing beton harus diperhatikan sebelum peralihan gaya prategang.
2. Pada saat diberi gaya prategang. Besarnya gaya prategang yang berkerja
pada tedon saat proses stressing dapat membuat kabel strand putus jika
pemberian gaya melebihi tegangan maksimum strand atau jika strand
dalam kondisi rusak. Beton bermutu rendah atau belum cukup umur juga
dapat hancur pada tahapan ini.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 10


Tegangan Tahapan beban Tegangan Izin
1. Akibat jacking force 0.80 fpu atau 0.94 fpy
Baja 2. Segera setelah pengangkuran
tendon 0.70 fpu
Tekan - 0. 60 f'ci
1. Segera setelah peralihan, Tarik - 0.25 √ f ' ci (kecuali pada
sebelum kehilangan ujung balok diatas dua tumpuan
Beton
0.5 √ f ' ci diizinkan)
Tekan - 0.45 f'ci
2. Setelah terjadi kehilangan
Tarik - 0.50 √ f ' ci
Tabel 2.1. Tegangan izin untuk batang lentur (Peraturan ACI) [Ned,1993]

3. Pada saat peralihan gaya prategang. Untuk komponen struktur post-tension


peralihan beban berlangsung secara bertahap, gaya prategang pada tendon
dialihkan ke beton satu-per satu tendon. Pada keadaan ini gaya eksternal
belum berkerja kecuali berat sendirinya. Gaya prategang awal setelah
terjadi kehilangan prategang juga ikut menentukan desain PC U girder. PC
U Girder dengan panjang bentang tersebut diatas yang terletak diatas dua
tumpuan, akibat berat sendirinya akan menimbulkan momen positif
ditengah bentang. Oleh karena itu maka gaya yang diberikan pada PC U
girder harus dapat mengimbangi kondisi seperti ini.

b. Tahap pengangkatan dan pengangkutan


Pembebanan tahap ini ada karena girder proyek jembatan layang (Fly Over)
Tarum Barat merupakan beton precast yang mengalami proses perpindahan dari
pabrik ke lokasi proyek. Tahapan antara merupakan tahapan pembebanan selama
PC U girder dalam masa pengangkutan dan pengangkatan, termasuk masa saat PC
U girder dalam proses erection.
Cara pengangkatan dan pengangkutan balok PC U girder harus
diperhitungkan dengan baik. Pengangkatan dengan cara yang salah dapat
mengakibatkan PC U girder retak atau bahkan mungkin patah.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 11


c. Tahap akhir
Pembebanan tahap akhir merupakan tahapan dimana beban rencana telah
berkerja pada struktur. Pada beton prategang, ada tiga jenis beban kerja yang
dialami :
1. Beban kerja tetap
Lendutan ke atas atau kebawah PC U girder akibat beban kerja tetap
konstruksi tersebut merupakan salah satu factor penentu dalam desain,
karena pengaruh dari rangkaian akibat lentur akan memperbesar
nilainya. Sehingga diberikan batasan tertentu besarnya lendutan akibat
beban tetap.
2. Beban kerja
PC U girder juga didesain berdasarkan beban kerja yang akan
dideritanya. Beban kerja yang berlebihan harus ikut dipertimbangkan.
3. Beban retak
Retak pada komponen beton prategang berarti perubahan mendadak
pada tegangan rekat dan geser yang sering menjadi parameter bagi
kekuatan lelah.
4. Beban batas
Beban batas struktur merupakan beban maksimum yang dapat dipikul
struktur tersebut sebelum hancur, atau disebut juga ultimate strength.
Beban batas diperhitungkan melalui factor beban yang dikalikan pada
beban kerja.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 12


C. Precast Concrete (PC)
Pada umumnya produk-produk Precast Concrete untuk jembatan di
indonesia antara lain :
1. PC Voided Slab
Precast Concrete Voided slab merupakan girder yang menggabungkan
fungsi girder sekaligus slab. Girder jenis ini biasanya digunakan pada
jembatan berbentang pendek. Dalam spesifikasi produksi diterangkan
bahwa bentang terpanjang untuk girder jenis ini adalah tidak lebih dari
20m. Girder jenis ini tidak mungkin digunakan pada proyek jembatan
layang (Fly Over) Tarum Barat, bentang terkecil girder yang dibutuhkan
pada proyek ini adalah 32,80 m.

Gambar 2.2. Voided Slab


Sumber : PT. Saeti Concretindo Wahana (JHS System group)

2. PC I girder
Precas Concrete I girder merupakan bentuk yang paling banyak digunakan
untuk pekerjaan balok flyover. Profil PC I girder berbentuk penampang I
dengan penampang bagian tengah lebih langsing dari bagian pinggirnya.
Penampang I memiliki bentuk ber-inersia besar, sehingga biasanya (dari
hasil analisa) merupakan penampang yang ekonomis. PC I girder juga
memiliki berat sendiri yang relatif lebih ringan per unitnya. Dapat dilihat
secara visual bahwa bentuk penampanya jauh lebih kecil dibanding dengan
PC U girder. Berat per unit girder berpengaruh besar pada metode
pekerjaan perlakuan terhadap girder. Mungkin untuk pekerjaan stressing
PC I girder juga memerlukan sistem post-tension, tetapi untuk pekerjaan
erection dapat mobile

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 13


crane dapat digunakan sebagai alat erection. Berat sendiri PC I girder untuk
tinggi penampang sama tidak lebih dari 80 ton, mobile crane kapasitas 50
ton cukup untuk digunakan dalam proses erection girder. Harga per-unit PC
I girder lebih murah dari harga per-unit PC U girder. Hal ini dikarenakan
proses produksi yang dilakukan untuk PC I girder memiliki tingkat
kesukaran rendah, dan volume beton yang tidak terlalu banyak (dibanding
dengan bentuk lain dengan lebar bentang yang sama). Namun karena
jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat mempunyai lebarnya 18m jadi
memerluka 8 batang PC I girder untuk satu span, karena maksimal jarak
antara PC I girder ke PC I girder 2m) sedangkan PC U girder cukup 6
batang untuk satu span.

Gambar 2.3. PC I girder


Sumber : PT. Saeti Concretindo Wahana (JHS System group)

3. PC T girder
PC T girder adalah modifikasi bentuk PC I girder, cuma slab jembatan
langsung di cor bersama girder.

Gambar 2.4. PC T girder


Sumber : PT. Saeti Concretindo Wahana (JHS System group)

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 14


4. PC U girder
Bentuk PC U girder adalah bentuk/konsep baru yang mulai dipopulerkan
belakangan ini. Precast Concrete U Girder belum banyak digunakan
sebagai beam girder flyover. Di jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat
yang menggunakan PC U sebagai girdernya, PC U merupakan modifikasi
bentuk PC box girder dalam bentuk dan ukuran yang lebih kecil. Tidak
seperti PC I girder yang langsing, PC U memiliki bentuk badan yang lebih
lebar namun pada bagian tengah bentang penampangnya juga cukup
langsing (untuk tinggi yang sama dengan I girder). Menurut spesifikasi
produksi girder bahwa PC U masih ideal diproduksi hingga bentang 42 m.
Bentang pier ke pier pada proyek jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat
minimum 32.8 m, masih ideal untuk diproduksi. Proses pekerjaan produksi
yang jauh lebih rumit dan jumlah volume beton yang banyak menjadikan
harga PC U girder lebih mahal dibandingakan PC I girder per-unit-nya.
Tetapi dengan perbandingan 8 batang PC I girder dengan 6 batang PC U
girder jatuh nya harga nya sama untuk satu span. Bentuk PC U yang mirip
dengan box girder cukup memenuhi nilai estetika jembatan jika
dibandingkan dengan PC I yang kaku dan terlalu tegas, sehingga dengan
penggunaan PC U sebagai beam pada di jembatan layang (Fly Over) Tarum
Barat diharap dapat meningkatkan keindahan kota Cikarang.

Gambar 2.5. PC U girder


Sumber : PT. Saeti Concretindo Wahana (JHS System group)

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 15


5. PC Box girder
PC Box girder merupakan bentuk girder yang paling baik untuk pekerjaan
flyover, karena box girder memiliki keuntungan unik tersendiri dari bentuk
girder lainnya. PC Box girder dalam spesifikasi produksi tidak memiliki
batasan panjang bentang. Dalam proses tahapan pekerjaan, PC box girder
terlebih dahulu mengalami proses erection, dan diangkat per-segmental.
Proses stressing dilakukan setelah tahapan erection. Stressing dibagi dalam
tiga tahapan:
a. Tahapan pertama adalah stressing pengikatan, tujuannya agar girder
tidak terlepas dari pier head setelah proses erection.
b. Tahapan kedua adalah stressing pemberian beban kerja pada beban
prategang. Pada tahapan ini proses stressing berfungsi juga sebagai
pengikat antar segmen box girder, dan beban kerja yang diberikan
merupakan beban kerja sebagian.
c. Tahapan ketiga adalah stressing pemberian beban kerja penuh. Pada
tahap inilah beban kerja penuh diperhitungkan sekaligus mengikat
seluruh segmen box girder per delatasi rencana.
Proses pekerjaan produksi PC box girder yang jauh lebih rumit dan
jumlah volume beton yang banyak dari PC I girder maupun PC U girder
dan untuk cetakan (formwork) PC box girder masih impor dari luar
negri.

Gambar 2.6. Box girder


Sumber : PT. Saeti Concretindo Wahana (JHS System group)

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 16


D. Precast Concrete (PC) U Girder
Pada proyek pembangunan jembatan layang (Fly Over) Tarum Barat
digunakan girder dengan bentuk U. Bentuk ini setelah melalui tahap perencanaan
dianggap mampu menerima beban struktur dan dianggap lebih ekonomis.
Balok precast Concrete U girder adalah balok beton prategang sistem post-
tensioning. Balok beton dicetak di plan PT. Saeti Concretindo Wahana dengan
mengikuti spesifikasi beton pracetak sesuai spesifikasi umum proyek.
PT. Saeti Concretindo Wahana mendapat perhitungan dasar yang dibuat oleh
PT. Dinamika Struktural Sistem (DSS) untuk pembuatan balok girder.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 17


E. Desain Material PC U Girder
1. Beton
Beton yang digunakan untuk konstruksi beton prategang memiliki
komposisi standart yaitu semen, air, agregat dan jika perlu ditambahkan admixture.
Besar perbandingan antar ketiga bahan tersebut tergantung mutu beton yang akan
dicapai. Beton untuk beton prategang biasanya merupakan beton bermutu tinggi.
Menurut ACI, beton yang boleh mengalami prategang adalah beton yang telah
mencapai kuat tekan 30 sampai 40 MPa. Dalam segala hal, beton dengan kuat
tekan (benda uji silinder) yang kurang dari 20 MPa tidak dibenarkan untuk
digunakan dalam pekerjaan struktur beton untuk jembatan, kecuali untuk
pembetonan yang tidak dituntut persyaratan kekuatan. Dalam hal komponen
struktur beton prategang, sehubungan dengan pengaruh gaya prategang pada
tegangan dan regangan beton, baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka
panjang, maka kuat tekan beton disyaratkan untuk tidak lebih rendah dari 30 MPa.
Besaran mekanis beton yang telah mengeras dapat dibedakan dalam dua
kategori, besaran sesaat atau jangka pendek dan besaran jangka panjang. Besaran
jangka pendek yaitu kuat tekan, tarik, geser, dan kuat yang diukur dengan modulus
elastisitas. Sedang besaran jangka panjang yaitu rangkak dan susut beton.

a. Kuat tekan
Kuat tekan beton tergantung dari jenis campuran, besaran agregat, waktu
dan kualitas perawatan. Beton dengan kekuatan tinggi jelas jauh lebih
menguntungkan. Kuat tekan beton f`c didasarkan pada pengujian benda uji slinder
standart 6in. x 12in. yang diolah pada kondisi laboratorium standart dan diuji pada
laju pembebanan tertentu selama 28 hari. Spesifikasi standart yang digunakan di
Indonesia adalah dari SNI.
Penggunaan bentuk benda uji beton untuk pengetesan kuat tekan memiliki
perbedaan. Benda uji berupa kubus dengan rusuk 150 mm digunakan di Eropa, dan
selinder dengan diameter 150mm, tinggi 300mm digunakan di Amerika dan
Australia. Kuat tekan yang diperoleh dari benda uji kubus akan lebih besar dari

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 18


benda uji selinder, dan rasio antara keduanya (R) diberikan pada persamaan berikut
(Bridge Management System):

dengan :

σbk = Tegangan pada benda uji kubus


c = 150
Maka besarnya f`c

Nilai f`c desain tidak sama dengan kuat tekan silinder rata-rata, namun kuat
tekan silinder yang dipandang minimum.

Gambar 2.7. Penegangan post-tension [Gilbert,1990]


Ketentuan beton untuk post-tension terlihat pada (Gambar 2.7). Sebagian
besar komponen struktur beton prategang dibebani oleh tegangan yang tinggi. Jika
kita tinjau beton prategang diatas dua perletakan (seperti pada gambar) maka
terlihat serat-serat atas tertekan kuat akibat beban eksternal yang besar, serat

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 19


bawah tertekan pula saat peralihan gaya prategang. Selain itu sementara bagian
tengah bentang menahan momen lentur yang terbesar, bagian tepi/ujung menahan
dan mendistribusikan gaya prategang. Sehingga pada komponen beton prategang
lebih diutamakan keseragaman kekuatan beton.
Untuk menentukan kekuatan beton pada t waktu pada umur beton 28 hari
dengan menggunakan persamaan :

Dengan:
f’c(t) = kekuatan beton umur t hari
f’c(28) = kekuatan beton usia 28 hari
Dan nilai α & β pada tabel berikut :
Kondisi α β
Normal Portland cement
Beton moist cured 4.0 0.85
Beton steam cured 1.0 0.95
High early cement
Beton moist cured 2.3 0.92
Beton steam cured 0.7 0.98
Tabel 2.2. Nilai α & β [Gilbert,1990]

b. Kuat tarik
Kuat tarik beton relative sangat kecil. Pendekatan yang baik untuk kuat
tarik beton fct adalah 0.10f`c<fct<0.20f`c. Kuat tarik lebih sulit diukur daripada
kuat tekan karena adanya masalah pada penhepitan pada mesin tarik.
Untuk komponen struktur yang mengalami lentur, nilai modulus reptur fr
(bukan kuat belah tarik f`t) digunakan dalam desain. Modulus reptur diukur dengan
cara menguji balok beton polos berpenampang bujursangkar 6 in. hingga gagal
dengan bentang 18 in. dan dibebani dititik-titik sepertiga bentang (ASTM C-78).
Besarnya modulus reptur lebih besar disbanding kuat tarik belah beton. Dari
Pedoman Beton 1988, Chapter 3 besar modulus reptur adalah :
Fr = 0.6 √f ' c
Kekuatan tarik langsung (direct tensile strength) pada beton menurut peraturan
ACI 318-83 adalah :

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 20


f`df = 0.4 √ f ' c
Dengan :
f’td = kekuatan tarik langsung
Dan dapat menjadi nol jika terjadi retak pada beton. Modulus keruntuhan (modulus
of rupture) beton lebih tinggi dari kekuatan tarik beton yang menurut peraturan
ACI 318-83 (pada berat beton normal) adalah :
f`tf = 0.62 √ f ' c
dengan :
f`tf = modulus keruntuhan (kekuatan tarik flexural)

c. Kuat geser
Kuat geser lebih sulit ditentukan dengan cara eksperimental dibandingkan
dengan pengujian-pengujian lainnya dikarenakan sulitnya untuk mengisolasi
tegangan geser dari tegangan lainnya. Hal ini mengakibatkan perbedaan hasil
besarnya kuat geser beton yang dilaporkan diberbagai studi literature, mulai dari
20% hingga 85% dari kuat tekan pada kasus-kasus dimana geser langsung terjadi
bersamaan dengan tekan. Kontrol desain structural jarang didasarkan pada kuat
geser karena besarnya kuat geser itu sendiri dibatasi secara kontiniu pada nilai
yang lebih kecil untuk mencegah beton mengalami tarik diagonal.
Untuk keperluan analisa, Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 merupakan grafik
tegangan-regangan beton berbagai variasi kuat tekan beton. Dari grafik dapat
disimpulkan:
1. Semakin rendah kekuatan beton, semakin tinggi regangan gagalnya
2. Panjang bagian yang semula linier akan bertambah untuk kuat tekan beton
yang semakin besar.
3. Ada reduksi yang sangat nyata pada daktalitas untuk kekuatan yang
meningkat.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 21


Gambar 2.8. Kurva tegangan-regangan tipikal untuk beton [Nawy,2001]

Gambar 2.9. Kurva tegangan-regangan berbagai variasi kekuatan tekan beton


[Nawy,2001]

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 22


d. Modulus elastisitas beton (Ec)
Kurva tegangan-regangan pada Gambar 2.13 berbentuk linier pada tahapan
pembebanan awal, maka modulus elastis young hanya dapat diterapkan pada
tangent kurva dititik asal.
Kemiringan awal dari tangent dikurva didefenisikan sebagai modulus
tangent awal. Kemiringan garis lurus yang menghubungkan titik asal dengan
tegangan tertentu (sekitar 0.4 f`c) merupakan modulus elastis sekan beton, yang
nilainya merupakan nilai modulus elastisitas yang digunakan dalam disain.
Memenuhi asumsi praktis bahwa regangan yang terjadi selama pembebanan pada
dasarnya dapat dianggap elastis, dan bahwa regangan selanjutnya akibat beban
disebut rangkak.

Gambar 2.10. Modulus tangent dan modulus sekan pada beton [Nawy,2001]

Modulus elastisitas beton, Ec , nilainya tergantung pada mutu beton, yang


terutama dipengaruhi oleh material dan proporsi campuran beton. Namun untuk
analisis perencanaan struktur beton yang menggunakan beton normal dengan kuat
tekan yang tidak melampaui 60 MPa, atau beton ringan dengan berat jenis yang
tidak kurang dari 2000 kg/m3 dan kuat tekan
Yang tidak melampaui 40 MPa, nilai Ec bisa diambil sebagai :
Ec = w1.5*0.043* √ σbk
Dalam kenyataan nilainya dapat bervariasi ± 20%. wc menyatakan berat
jenis beton dalam satuan kg/m3, fc’ menyatakan kuat tekan beton dalam satuan
MPa, dan Ec dinyatakan dalam satuan MPa. Untuk beton normal dengan massa

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 23


jenis sekitar 2400 kg/m3, Ec boleh diambil sebesar 4700√ fc ’ , dinyatakan dalam
MPa .

e. Rangkak
Rangkak atau aliran material lateral adalah peningkatan regangan terhadap waktu
akibat beban yang terus menerus berkerja. Deformasi awal akibat beban adalah
regangan elastis, sementara regangan tambahan akibat beban yang sama yang terus
berkerja adalah regangan rangkak.. Asumsi ini karena deformasi awal yang tercatat
hanya berupa sedikit efek yang bergantung pada waktu. Pada Gambar. terlihat
bahwa laju rangkak berkurang seiring bertambah waktu. Rangkak tidak dapat
diamati secara langsung, namun dapat ditentukan dengan mengurangkan regangan
elastis dengan regangan susut dari deformasi total. Meskipun rangkak dan susut
merupakan fenomena yang tidak independent, dapat diasumsikan bahwa
superposisi tegangan berlaku, sehingga
Regangan total ¿t) = Regangan elastis (∈e ) + rangkak (∈c ) + susut (∈sh)

Gambar 2.11. Kurva regangan-waktu [Nawy,2001]


Rangkak sangat berkaitan dengan susut, dan sebagai aturan umum bahwa
beton yang menahan susut juga cenderung sedikit mengalami rangkak, karena
keduanya berkaitan dengan pasta semen yang terhidrasi. Dengan demikian rangkak
dipengaruhi oleh komposisi beton, kondisi lingkungan dan benda uji, namun secara
prinsip rangkak bergantung pada pembebanan sebagai fungsi waktu. Rangkak
mengakibatkan meningkatnya defleksi balok dan slab, dan mengakibatkan
hilangnya gaya prategang. Untuk jangka waktu yang lebih lama lagi rangkak dapat

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 24


mengakibatkan meningkatnya tegangan pada beton yang mengakibatkan kegagalan
pada beton.

f. Susut
Pada dasarnya ada dua jenis susut, susut plastis dan susut pengeringan.
1. Susut plastis terjadi selama beberapa jam pertama sesudah pengecoran
beton segar dicetakan. Permukaan yang diekspose seperti plat lantai akan
lebih dipengeruhi oleh udara kering karena besarnya permukaan udara
kontak.
2. Susut pengeringan terjadi sesudah beton mengering dan sebagian besar
proses hidrasi kimiawi dipasta semen telah terjadi. Susut pengeringan
adalah berkurangnya volume elemen apabila terjadi kehilangan kandungan
air akibat penguapan .
Penyusutan merupakan fenomena yang sedikit berbeda dengan rangkak. Jika
pada rangkak beton dapat kembali seperti semula jika beban dilepas, susut pada
beton tidak akan membuat beton kembali ke volume awal jika beton tersebut
direndam. Pada Gambar 2.12 dapat terlihat laju susut terhadap waktu. Dapat
terlihat beton dengan umur yang lebih tua mengalami susut yang lebih kecil karena
beton dengan usia lebih tua akan lebih tahan terhadap tegangan dan ini berarti
beton mengalami lebih sedikit susut.

Gambar 2.12. Kurva susut-waktu [Nawy,2001]


Faktor-faktor yang mempengaruhi susut pengeringan:
 Agregat. Agregat beraksi menahan susut pada semen. Jadi beton dengan
kandungan agregat lebih banyak akan lebih tahan terhadap susut.
 Rasio air/semen. Semakin tinggi rasio air/semen, semakin besar pula efek
susut.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 25


 Ukuran elemen beton. Semakin besar elemen beton, maka semakin kecil
susutnya
 Kondisi kelembaban disekitar. Pada daerah dengan kelembaban yang tinggi
laju susut akan lebih kecil.
 Banyaknya penulangan. Beton bertulang akan lebih sedikit mengalami
susut dibanding dengan beton polos.
 Bahan additive. Penambahan bahan yang bersifat untuk mempercepat
pengerasan beton akan mengakibatkan beton banyak mengalami susut.
 Jenis semen. Semen jenis cepat kering akan mengakibatkan beton banyak
mengalami susut.
 Karbonansi. Susut karbonansi diakibatkan oleh reaksi antara
karbondioksida (CO2) yang ada di atmosfer dan yang ada di pasta semen.
Banyaknya susut gabungan bergantung pada urutan proses karbonasi dan
pengeringan. Jika keduanya terjadi secara simultan, maka susut yang terjadi
akan lebih sedikit.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 26


2. Baja
Didalam beton prategang terdapat 2 macam baja yang digunakan yaitu baja
Pasif dan Aktif.
a. Baja Tulangan (Pasif)
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa
mengalami keretakan. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam
sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan
yang berfungsi menahan gaya tarik. Penulangan beton menggunakan bahan baja
pasif yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik.
Jenis baja tulangan : polos dan ulir

Gambar 2.13. Baja Tulangan Beton (Dipohusodo:1999)

Mengacu SNI 0136-80, Dipohusodo menyebutkan pengelompokan baja


tulangan untuk beton bertulang(1) sebagaimana ditunjukan pada tabel berikut :
Batas Ulur Kuat Tarik
Jenis Kelas Simbol Maksimum Minimum
(MPa) (MPa)
Polos 1 BJTP-24 235 382
  2 BJTP-30 294 480
Ulir 1 BJTP-24 235 382
  2 BJTP-30 294 480
  3 BJTP-35 343 490
  4 BJTP-40 392 559
  5 BJTP-50 490 610
Tabel 2.3. Mutu Tulangan untuk beton bertulang (Dipohusodo:1999)

b. Baja prategang (Aktif)

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 27


Baja pada konstruksi beton prategang merupakan penyebab terjadinya
pemendekan pada beton dikarenakan pengaruh rangkak dan susut. Kehilangan
gaya prategang pada baja sesaat setelah penegangan pada baja akibat gesekan
disepanjang tendon atau saat pengangkuran ujung (draw-in) akan mempengaruhi
gaya prategang pada beton dengan angka yang cukup signifikan.
Untuk tujuan ke-efektif-an desain, total kehilangan gaya prategang harus
relative kecil dibandingkan gaya prategang yang berkerja. Kondisi ini dipengaruhi
oleh jenis baja prategang yang digunakan dalam konstruksi. Pada proyek jembatan
layang (Fly Over) Tarum Barat, baja yang digunakan adalah baja strand sebagai
tulangan prategang dan baja tulangan biasa sebagai tulangan geser.
Baja yang digunakan sebagai tulangan prategang merupakan jenis
uncoated stress relieve seven wire strand low relaxation. Baja strand merupakan
jenis yang paling banyak digunakan untuk penegangan post-tension. Strand yang
digunakan pada proyek ini sesuai spesifikasi ASTM A416. Baja strand difabrikasi
dengan memuntir beberapa kawat secara bersamaan. Seven wire strand terdiri dari
7 (tujuh) untaian kawat, dengan posisi kawat 1 (satu) untai ditengah dan 6 (enam)
sisanya mengelilingi satu kawat pusat. Strand low relaxation digunakan untuk
mencapai konstruksi yang efisien.

Gambar 2.14. Strand prategang 7 kawat (a). standart dan (b). yang dipadatkan

Kawat-kawat stress-relived adalah kawat tunggal yang ditarik dingin yang


sesuai dengan standart ASTM A421; strss-relived strand mengikuti standart
ASTM A416. Strand terbuat dari tuju buah kawat dengan memuntir enam
diantaranya pada pitch sebesar 12 sampai 16 kali diameter disekeliling kawat lurus
yang sedikit lebih besar. Pelepasan tegangan dilakukan setelah kawat-kawat dijalin
menjadi strand. Besar geometris kawat dan strand sebagaimana disyaratkan
ASTM masing-masing tercantum dalam Tabel 2.2 dan Tabel 2.3

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 28


Tabel 2.4. Kawat-kawat untuk beton prategang [Nawy,2001]

Tabel 2.5. Strand standart tujuh kawat untuk beton prategang [Nawy,2001]

Gambar 2.15. Strand ASTM A416/A416M-90a


Sumber : PT. Saeti Concretindo Wahana (JHS System group)

c. Relaksasi baja

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 29


Jika baja prategang ditarik hingga mencapai perpanjangan yang constant
dan dijaga tetap pada selang waktu tertentu maka akan terlihat gaya prategang pada
baja tersebut akan berkurang secara perlahan, besarnya kehilangan tergantung
waktu dan suhu. Kehilangan gaya prategang seperti ini disebut dengan relaksasi
baja (R).
Menurut besar nilai relaksasinya, baja prategang terbagi dua jenis yaitu baja
prategang relaksasi normal dan baja prategang relaksasi rendah. Untuk pemakaian
jangka panjang, baja prategang relaksasi rendah lebih sering dipergunakan karena
lebih menguntungkan. Percobaan untuk mengetahui besarnya nilai relaksasi baja
dilakukan dalam waktu 1000 jam pada tegangan konstan pada suhu 20 derajat
Celcius. Tegangan awal bervariasi antara 60-80% dari tegangan tarik ultimate dan
dengan σpi = 0.7 fP. Maka hasil percobaan dinyatakan sebagai R1000. Untuk baja
Australia nilai R1000 diberikan pada tabel berikut :
R1000 R1000
Type of Steel (%) Low Relaxation (%) Normal Relaxation
Stress-relieved wire 2.0 6.5
Stress-relieved strand 2.5 7.0
Alloy steel bars 2.5 7.0
Tabel 2.6. Relaksasi dasar R1000 untuk Australian steel (AS 3600-1988)
[Gilbert,1990]
Maka besarnya relaksasi baja (%) setelah waktu t dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
R = k1 k2 R1000[log(5.38t0.176)]
Keterangan :
k1 = Tergantung tegangan awal pada tendon (Gambar 2.15)
k2 = Tergantung temperature rata-rata, dapat digunakan T/20 nilainya tidak
lebih dari 1.0.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 30


Gambar 2.16. Koefisien relaksasi k1 (AS 3600-1988) [Gilbert,1990]

Relaksasi jangka panjang pada baja prategang diajukan oleh CEB-FIP


(1987) adalah pada (Tabel 2.6)

σpi/fp 0.6 0.7 0.8


Normal relaxation steel 6 12 25
Low relaxation steel 3 6 10

Tabel 2.7. Relaksasi jangka panjang R~ (%) [Gilbert,1990]

F. Parameter Perencanaan PC U Girder


1. Analisa Penampang

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 31


Untuk pendimensian penampang mengacu pada standar produk PT. Saeti
Concretindo Wahana dengan luasan penampang dan dimensi yang telah di
tentukan.

Gambar 2.17 Penampang PC U Girder


Sumber : PT. Saeti Concretindo Wahana (JHS System group)

Penampang PC U girder terdiri dari 2 bangun sederhana trapezium dan


persegi panjang. Sehingga dalam penentuan rumus untuk analisa tampang dapat
digunakan rumus-rumus yang sederhana.

a. Luas
Luas bangun dapat dihitung dengan menggunakan rumus luas trapezium:
Luas (Area) = ½ (sisi atas + sisi bawah) x tinggi

b. Jarak titik berat


Jarak titik berat yang dihitung dari arah Y dari bagian bawah tampang menurut
bentuk trapezium dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Jarak titik berat arah Y (Yb) =

c. Inersia IX
Inersia bangun arah x, IX untuk bangun seperti tampang haruslah dijumlahkan
dengan inersia tambahan. Inersia awal dapat dihitung sesuai persamaan inersia
untuk bangun trapezium, lalu dijumlahkan dengan inersia tambahannya.

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 32


Inersia (I0) =

Inersia arah x (IX) = I0 + (Luas x d2)

d. Modulus section (W)


Besarnya modulus penampang dapat dihitung dengan membagikan Inersia arah
x (Ix) dengan jarak titik berat keseluruhan, atau secara matematis dapat dituliskan:
Wa = Ix / Ya
Wb = Ix /Yb

2. Penampang Komposit
Untuk nilai-nilai pada analisa penampang komposit besarnya dapat
dihitung dengan menjumlahkan komponen precast dengan slab-nya.

3. Desain Pembebanan
Beban-beban yang berkerja pada desain struktur girder pada proyek
Flyover Tarum Barat adalah :

a. Beban mati tetap (Dead load)


b. Beban mati tambahan
c. Beban hidup (Live load)

a. Beban mati tetap (Dead load)


Kerapatan massa beban mati Bridge Management System (BMS 1992) dan
Standar Nasional Indonesia (RSNI T-02-2005) adalah :
 Kerapatan massa PC U girder ( pc ) = 2,6 ton /m3

 Kerapatan massa pelat lantai ( s ) = 2,5 ton /m3

 Kerapatan massa deck slab ( ds ) = 2,5 ton /m3

 Kerapatan massa diaphragma ( Diaf ) = 2,5 ton /m3


PC U girder :
 Berat balok PC U girder :

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 33


qPC = Luas x Kerapatan massa

 Gaya geser di tengah bentang PC U girder :


RPC = 1/2 x q x L
Keterangan :
L = Panjang balok PC U girder

 Momen di tengah bentang PC U girder :


MPC = 1/8 x q x L2

Pelat lantai (slab) :


 Berat pelat lantai :
qS = Luas x Kerapatan massa

 Gaya geser di tengah bentang pelat :


RS = 1/2 x q x L
Keterangan :
L = Panjang balok PC U girder

 Momen di tengah bentang pelat :


MS = 1/8 x q x L2

Deck slab :
 Berat deck slab :
qds = Luas x Kerapatan massa

 Gaya geser di tengah bentang deck slab :


Rds = 1/2 x q x L
Keterangan :
L = Panjang balok PC U girder
 Momen di tengah bentang deck slab :
Mds = 1/8 x q x L2

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 34


Diafragma :
 Berat diafragma :
qdiaf = Volume x Kerapatan massa

 Gaya geser di tengah bentang diafragma:


Rdiaf = 1,5 x q

 Momen di tengah bentang diafragma:


Mdiaf = 1/2 x q x L

b. Beban mati tambahan


Yang termasuk dalam beban mati tambahan adalah :
1. Kerapatan massa aspal ( asp) = 2,2 ton /m3
 Berat aspal :
qasp = Luas x Kerapatan massa

 Gaya geser di tengah bentang aspal :


Rasp = 1/2 x q x L
Keterangan :
L = Panjang balok PC U girder

 Momen di tengah bentang aspal :


Masp = 1/8 x q x L2

c. Beban hidup (Live load)


Yang termasuk dalam beban hidup (Live load) adalah :

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 35


1. Bridge Management System (BMS 1992) Volume 1
 Knife Edge Load (KEL)
Dari peraturan ini ditetapkan nilainya 4,40 ton/m’
 Distribution Factor (DF)
Dari peraturan ini ditetapkan nilainya = 1
 Distribution load (q)
Untuk bentang ≤ 30 m, q = 0,8 kPa
15
Untuk bentang ¿ 30 m, q = 0,8 ( 0,5 + ) kPa
bentang
 Live Load
Distribution Load
q’ = DF * DF * q * s
Line Load
p` = DF * DLA * KEL * s
Keterangan :
s = lebar pelat (slab) komposit

2. Standar Nasional Indonesia (RSNI T-02-2005)


 Knife Edge Load (KEL)
Dari peraturan ini ditetapkan nilainya 4,90 ton/m’
 Distribution Factor (DF)
Dari peraturan ini ditetapkan nilainya = 1
 Distribution load (q)
Untuk bentang ≤ 30 m, q = 0,9 kPa
15
Untuk bentang ¿ 30 m, q = 0,9 ( 0,5 + ) kPa
bentang

 Live Load
Distribution load (q’)
q’ = DF * DF * q * s
Line Load (p`)
p` = DF * DLA * KEL * s
Keterangan :

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 36


s = lebar pelat (slab) komposit

d. Perhitungan momen ultimate


 Bridge Management System (BMS1992) Volume 1. Momen ultimate total
dapat dihitung dengan persamaan :
1.2*(PC U girder + diafragma + deck slab) + 1.3*slab + 2*asphalt +2*live load
 Standar Nasional Indonesia (RSNI T-02-2005) . Momen ultimate total
dapat dihitung dengan persamaan :
1.2* (PC U girder + diafragma + deck slab) + 1.3*slab + 2*asphalt +1,8*live load

Perhitungan menurut ACI 318-83 (1983), pendesainan beban menggunakan


kekuatan batas. Perencanaan kekuatan pada potongan melintang yang menjadi
hasil dari kekuatan batas (kekuatan ultimate Ru ), dan factor reduksi kekuatan (φ).
Faktor reduksi kekuatan merupakan faktor keamanan sebagai variable pengontrol
kekuatan bahan, posisi baja, dimensi beton, kesalahan pada prosedur perencanaan
tersebut.
φRu ≥ R
Keterangan :
Ru = Beban ultimate
R = Beban terfaktor rencana

Jenis Aksi (φ )
(a) Flexure (dengan atau tanpa tegangan aksial) dan tegangan aksial 0.90
(b) Kompresi aksial dan kompresi aksial dengan flexure  
- Tulangan spiral 0.75
- Tulangan biasa 0.70
Untuk kompresi aksial kecil, (φ ) dapat membesar secara linier dari nilai (b),
dan untuk kompresi aksial mendekati 0 digunakan (a)
(c) Geser dan torsi 0.85
(d) Bearing pada beton 0.70
Tabel 2.8. Faktor reduksi kekuatanφ(ACI 318-83) [Gilbert,1990]
4. Tegangan Izin Maksimum di Beton

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 37


Menurut AASHTO 1992, Chapter 9.15.2.1-Design, besarnya tegangan-
tegangan izin maksimum di beton adalah mengikuti :
 Tegangan beton sebelum kehilangan rangkak dan susut
a. Tekan
- Komponen struktur pra-tarik = 0,6 f`ci
- Komponen struktur pasca-tarik = 0,55 f`ci
b. Tarik
- Daerah tarik yang semula tertekan = tidak ada tegangan sementara
- Daerah tanpa penulangan lekatan = 0,8* √ f ci
 Tegangan beton pada kondisi beban kerja
Tekan = 0,40 f`c
Tarik pada daerah yang semula tertekan
- Komponen struktur dengan penulangan lekatan = 1,59*√ f c
- Komponen struktur tanpa penulangan lekatan = 0
 Tegangan tekan beton saat transfer
f`ci = 80%*f`c

5. Sistem Prategang

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 38


Sistem prategang yang digunakan pada girder fly over Tarum Barat adalah
system perimbangan beban (balancing). Konsep ini terutama menggunakan
prategang sebagai usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah gelagar.
Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh beton prategang
dipandang sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga balok girder yang
mengalami lenturan tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi terbebani.
Girder didesain dengan sistem prategang penuh yang berarti komponen
struktur didesain pada beban kerja tidak terjadi tegangan tarik. Namun dalam
pelaksanaannya tergantung besar beban yang akan berkerja.

6. Lintasan Tendon (Ducting )


Lintasan tendon yang digunakan dalam perencanaan ini adalah tendon
melengkung (parabola) dan end block-nya terletak di bagian/sisi atas balok
prategang.

Gambar 2.18. Lintasan inti tendon (Ilham, M. Noer. 2008)


Persamaan lintasan inti tendon(2) :
Y = 4 × f × X × (L − X)/L2
Keterangan :
Y = Koordinat tendon yang ditinjau
X = Jarak tendon yang ditinjau
L = Panjang bentang
es = Eksentrisitas
es =f
f = Tinggi puncak parabola maksimum

Sudut lintasan inti tendon :

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 39


es+ eo
αAB = 2 x arctg ( )
L/2+ X 0
es+ eo
αBC = 2 x arctg ( )
L/2+ X 0
α = αAB + αBC

7. Sistem Penegangan Tendon


Sistem penegangan tendon pada proyek fly over Tarum Barat ini adalah
sistem post-tension (pasca tarik) mekanik dengan bantuan dongkrak. Sistem pasca
tarik adalah suatu sistem prategang kabel tendon dimana kabel ditarik setelah beton
mengeras. Jadi sistem prategang hampir selalu dikerjakan pada beton yang telah
mengeras, dan tendon-tendon diangkurkan pada beton tersebut segera setelah gaya
prategang dilakukan.
Pada sistem post-tension mekanis, dongrak digunakan untuk mearik baja
strand dengan reaksi yang berkerja melawan beton yang telah mengeras.
Penggunaan dongkrak hidrolik bertujuan untuk kemudahan pengoperasian alat dan
dengan kapasitas alat yang besar. Pada proyek fly over Tarum Barat sistem ini
diberikan pada girder beton precast segmental.
Pada sistem post-tension di proyek ini, untuk mengalihkan gaya prategang
ke beton diperlukan bantuan alat mekanis yaitu angkur ujung (struktur dengan
pengangkuran ujung). Komponen stuktur post-tension menyelubungi tendon-nya
dengan cara peng-grouting-an selongsong. Grouting adalah proses peng-injeksi-an
air semen dan pasir halus yang dilakukan setelah selesai proses stressing. Rekatan
pada tendon sistem penegangan post-tension dicapai dengan pelaksanaan grouting.

8. Besar Gaya Prategang

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 40


a. Jacking force
Gaya prategang yang diberikan pada kabel strand merupakan gaya
prategang initial (jacking force). Dalam perhitungan, besarnya gaya prategang
initial (jacking force) adalah :
Pj = Po x ns x Pbs

Presentase tegangan leleh yang timbul pada baja (% jacking force) < 80%
Po = Pt/(0,85 x ns x Pbs)
Keterangan :
ns = jumlah strands cable yang dipakai
Pt = Gaya prategang awal
Pbs = Beban putus minimal satu strand

b. Saat awal ditengah bentang


Tegangan dibagian atas :

σtop = Pi/Acp – Pi.e/Wa + Mbs/Wa


Tegangan dibagian bawah :
σbottom = Pi/Acp – Pi.e/Wb + Mbs/Wb

c. Saat servis ditengah bentang


Tegangan dibagian atas :

σtop = Pe/Acp – (Pe.e-Mbp)/Wap + Mbp/Wac


Tegangan dibagian bawah :

σbottom = Pe/Acp – (Pe.e-Mbp)/Wbp + Mbh/Wbc


Keterangan :
Pi = Initial prestress force
Wa = Modulus section bagian atas balok precast
Mbs = Momen akibat berat sendiri
e = eksentrisitas
Wb = Modulus section bagian bawah balok precast
Pe = Gaya pratengang efektif

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 41


Wac = Modulus section bagian atas balok komposit
Mbp = Momen akibat berat beton (Precast beam + slab + Diaph)
Mbc = Modulus section bagian bawah balok komposit
Wap = Modulus section bagian atas balok precast
Wbp = Modulus section bagian bawah balok precast
Mbh = Momen akibat beban tambahan (aspal + Live load)

9. Kehilangan Gaya Prategang


Kehilangan gaya prategang adalah hal yang pasti terjadi pada konstruksi
beton prategang. Kehilangan yang terjadi terbagi dalam 2 (dua) tahapan yaitu saat
gaya prategang diberikan pada beton (saat transfer) yang disebut dengan
kehilangan seketika (Pj), dan kehilangan yang dipengaruhi oleh waktu (kehilangan
jangka panjang).
Kehilangan seketika = Pj – Pi
Keterangan :
Pi = kehilangan gaya prategang sesaat setelah transfer.

Kehilangan jangka panjang = Pj – Pe


Keterangan :
Pe = Total kehilangan gaya prategang pada tendon.

a. Kehilangan gaya prategang seketika dikarenakan hal :


1) Gesekan pada selongsong tendon
2) Slip angkur
3) Pemendekan elastis pada beton sesaat setelah transfer

b. Sedang kehilangan jangka panjang dapat dikarenakan oleh :


1) Pengaruh rangkak pada baja
2) Pengaruh susut pada beton
3) Relaksasi pada baja
a. Kehilangan jangka pendek antara lain :
1) Gesekan di sepanjang tendon

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 42


Kehilangan prategang terjadi pada komponen struktur pascatarik akibat
adanya gesekan antara tendon dan beton di sekelilingnya. Besarnya kehilangan ini
merupakan fungsi dari alinyemen tendon, yang disebut efek kelengkungan, dan
deviasi lokal di dalam alinyemen tendon , yang disebut efek wobble. Besarnya
koefisien kehilangan sering dihitung dengan teliti dengan menyiapakan gambar
kerja dengan memvariasikan tipe tendon dan ketepatan alinyemen saluran. Efek
kelengkungan dapat ditetapkan terlebih dahulu, sedangkan efek wobble merupakan
hasil penyimpangan alinyemen yang tak sengaja atau yang tak dapat dihindari,
karena salauran tidak dapat secara sempurna diletakkan.
Pada sistem penarikan post-tension, gesekan antara tendon dengan
selongsongnya tentu tidak dapat dihindarkan. Gesekan yang terjadi akan
mengurangi besar gaya prategang yang diterima tendon. Besar kehilangan gaya
prategang akibat hal ini menurut AASHTO 1992 Chapt. 9.16.1 dapat dihitung
dengan mengunakan persamaan:
Px = Po . e –( μ . α + k . L)
Keterangan :
Px = Kehilangan tegangan akibat gesekan cable
Po = Gaya pada tendon di ujung dongkrak (jacking force)
μ = Koefisien gesekan
e = Bilangan natural (2,7183)
α = Pengubah dari sudut kabel dari gaya ke jarak x
k = Koefisien wobble
–( μ . α + k . L))
Dihitung Px = Po . e untuk di tengah bentang dan di ujung, kemudian
diambil yang terbesar Px.

Kehilangan gaya prategang akibat gesekan kabel :


Δpf = Po – Px

Koefisien Woble Koefisien


Tipe Tendon
K per meter Kelengkungan μ

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 43


Tendon in flexible metal sheating    
Wire Tendons 0,0033 – 0,0049 0,15 – 0,25
7-wire strand 0,0016 – 0,0066 0,15 – 0,25
High-strength bar 0,0003 – 0,0020 0,08 – 0,30
Tendon in rigid metal ducting    
7-wire strand 0,0007 0,15 – 0,25
Matic-coated tendons    
Wire tendons and 7-wire strands 0,0010 – 0,0066 0,15 – 0,25
Pregresed tendons    
Wire tendons and 7-wire strands 0,0033 – 0,0066 0,15 – 0,25

Tabel 2.9. Nilai-nilai Koefisien Wobble (K) dan Koefisien Kelengkungan (μ)
(Lin, 2000)
2) Slip angkur
Slip atau draw-in pada tendon terjadi setelah proses stressing dilakukan dan
tendon akan diangkur-kan ke beton. Besar-nya slip tergantung pada jenis angkur,
untuk jenis angkur wedge yang biasa digunakan pada baja strand, besar

slip(ΔA)sekitar 6 mm.

Keterangan :
ΔA = 6 mm
L = Panjang balok beton prategang
Es = Modulus elastisitas dari baja strand.

Luas penampang tendon (Ducting) prategang (At):


At = ns x Ast
Keterangan :
Ast = Luas penampang satu strand
ns = Jumlah total strand

Kehilangan tegangan akibat pengangkuran :


Δpa = At x Δ f pa

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 44


3) Pemendekan elastis pada beton
Beton memendek pada saat gaya prategang bekerja padanya. Karena
tendon yang melekat pada beton di sekitarnya secara simultan juga memendek,
maka tendon tersebut juga akan kehilangan sebagian gaya prategang yang
dipikulnya. Pada balok pratarik, kehilangan akibat perpendekan elastis bervariasi
dari nol jika semua tendon didongkrak secara simultan , sehingga setengah dari
nilai yang dihitung pada kasus pratarik dengan beberapa pendongkrak sekuensial
digunakan, seperti pendongkrakan dua tendon sekaligus.
Pada sistem penarikan post-tension dengan jumlah kabel banyak,
pemendekan elastis beton terjadi pada saat proses tendon diangkurkan.
Pemendekan elastis dengan nilai maximum pada tendon yang pertama kali
stressing, dan nilai minimum pada tendon yang terakhir kali stressing. Besarnya
pemendekan elastis pada beton dapat dihitung dengan menggunakan persasamaan
dari ACI 318-96, Chapt 18.6 berikut:

Dimana :

Keterangan :
Kes = Rasio kehilangan pasca-tarik dengan pratarik
Untuk pasca-tarik Kes = 0,5
Ast = Luas tampang nominal satu strand
ns = Jumlah total strands
At = ns x Ast
Ac = Luas tampang beton prategang
Ic = Momen inersia beton prategang
e = Eksentrisitas

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 45


L = Panjang balok beton prategang
Wc = Berat jenis balok beton prategang
Wbs = Ac x Wc
Pi = Gaya Prategang awal

Kehilangan tegangan akibat pemendekan elastis beton :


Δpre = At x Δ f pes

b. Kehilangan jangka panjang antara lain :


1) Rangkak pada baja
Penelitian yang telah dilakukan dan diinformasikan melalui banyak
literature mengindikasikan bahwa aliran pada material terjadi disepanjang waktu
apabila ada beban atau tegangan. Deformasi atau aliran lateral akibat tegangan
longitudinal disebut rangkak. Kehilangan rangkak terjadi hanya pada struktur yang
dibebani secara terus menerus. Besarnya nilai kehilangan gaya prategang yang
terjadi akibat rangkak dapat dihitung melalui persamaan (ACI 318-95)
CR = Kcr * (Es/Ec) * (fcir-fcds)
Keterangan :
Kcr = 2.0 untuk komponen struktur pratarik
= 1.6 untuk komponen struktur pasca tarik
fcir = Tegangan dibeton pada level pusat berat baja segera setelah transfer
fcds = Tegangan dibeton pada level pusat berat baja akibat semua beban mati
tambahan yang berkerja setelah prategang diberikan

CR = Δ f pcr

Kehilangan tegangan akibat rangkak :


Δpcr = At x Δ f pcr

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 46


2) Susut pada beton
Kehilangan gaya prategang akibat susut pada baja dipengaruhi oleh

besarnya regangan susut baja (εc ) . Regangan susut pada beton dibagian tendon
dipengaruhi oleh tegangan pada beton pada daerah itu. Tegangan beton bervariasi
terhadap waktu, maka akan sulit ditentukan besarnya. Nilai kehilangan gaya
prategang yang hilang akibat susut pada beton dapat dihitung melalui persamaan
berikut (ACI 318-95) :
SH = 8.2E – 06 x KSH x Es x (1 - 0.06 V /S) x (100 - RH)

Tabel 2.10. Nilai KSH untuk komponen struktur pasca tarik (Lin, 2000)

Kehilangan prategang akibat susut beton :


Δp f sh = At x Δf p f sh

3) Relaksasi pada baja


Kehilangan gaya pada tendon akibat relaksasi dipengaruhi oleh tegangan
izin baja strand. Seperti halnya dengan rangkak dan susut, tegangan pada baja
menurun sejalan dengan waktu. Penurunan-nya akan menjadi semakin cepat jika
ditambah lagi dengan pengaruh relaksasi. Untuk mengetahui besarnya kehilangan
gaya prategang akibat relaksasi baja yang dipengaruhi oleh rangkak dan susut,
dapat digunakan persamaan berikut (ACI 318-95)
Δf pr = (KRE – J x (f pes + f pcr + f psh)) x C

Dengan Kre, J, dan C diberikan pada tabel (2.11), dan (2.12)

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 47


Tabel 2.11. Nilai C (Lin, 2000)

Tabel 2.13. Nilai KRE dan J (Lin, 2000)

Kehilangan tegangan akibat relaxation of tendon :


Δpr = At x Δ f pr

10. Tinjauan Ultimit Balok PC U Girder


Es = Modulus elastisitas baja prategang
ns = Jumlah total strands

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 48


Ast = Luas tampang nominal satu strands
fpy = Tegangan leleh baja prategang
Aps = Luas penampang baja prategang
Aps = ns x Ast
K = Mutu beton
f'c = Kuat tekan beton
L = Panjang bentang girder
s = Jarak antara girder
Ac = Luas penampang balok komposit

Tinggi total balok prategang :


H = h + ho
Tinggi efektif balok :
dp = h + ho - Zo
Keterangan :
h = Tinggi PC U girder
ho = Tinggi pelat
Zo = Letak titik berat tendon baja prategang terhadap alas balok

Rasio baja prestress :


Rho-p = Aps / (s x dp)

Kuat leleh baja prestress (f ps) pada keadaan ultimit :


f ps = f pu + (1 - 0,5 x Rho-p x fpu / f'c )

Gaya tarik pada baja prestress :


Ts = Aps x f ps

Gaya tekan beton :

CC = Ts

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 49


Jarak garis netral terhadap sisi atas :
a = Ts /(0,85 x f'c x s)

Momen Nominal :
Mn = fps x Aps (d - a/2)

Kapasitas momen ultimit balok prestress :


Mu = Φ x Mn
Keterangan :
Φ = Faktor reduksi kekuatan lentur

Analisis Prestress (Post-Tensioning) 50

Anda mungkin juga menyukai