Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Penyakit

infeksi

masih

merupakan

masalah

kesehatan

masyarakat yang utama di negara yang sedang berkembang termasuk


Indonesia. Infeksi susunan saraf pusat merupakan masalah yang
serius. Diagnosis dan keterlambatan penatalaksanaan yang tidak
sesuai akan berakhir dengan kematian atau disabilitas yang serius.
Diagnosis yang ditegakkan sedini mungkin serta terapi yang cepat dan
tepat dapat membantu mengurangi angka kematian.

Angka kematian untuk penyakit infeksi susunan saraf pusat


masih tinggi, misalnya pada ensefalitis berkisar antara 35-50%.
Penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa
yang melibatkan sistem saraf pusat yang dapat mengenai kecerdasan,
motorik, psikiatrik, epilepsi, pengelihatan atau pendengaran bahkan
sampai sistem kardiovaskuler.1,2
Ensefalitis adalah suatu peradangan parenkim otak, muncul
sebagai disfungsi neuropsikologi difus atau fokal. Meskipun terutama
melibatkan otak, meningens juga sering ikut terlibat. Dari perspektif
epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis,
meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir, dengan tandatanda dan gejala peradangan meningeal seperti fotofobia, sakit kepala,
atau leher kaku. Meskipun gangguan bakteri, jamur dan autoimun
dapat menghasilkan ensefalitis, sebagian besar kasus disebabkan oleh
virus.3
Secara umum angka kematian ensefalitis masih cukup tinggi,
dengan demikian pula dengan gejala sisa yang terjadi. Salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap tingginya angka mortalitas dan
morbiditas ini adalah masalah diagnosis untuk mencari virus penyebab.
Insiden ensefalitis adalah 1 kasus per 200.000 populasi di Amerika
Serikat, virus herpes simpleks (HSV) menjadi penyebab paling umum.

1.2

Tujuan Penulis

Untuk memenuhi tugas kepanitraan klinik senior (KKS) dibagian


neurologi rumah sakit umum daerah solok

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipokalemia periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan kadar
potassium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saatserangan, disertai
riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.
2.2 Epidmiologi
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari
wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20
tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia.
2.3 Etiologi
Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia periodic
paralise adalah tirotoksikosis.
Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat
menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang
aspirin, dan antibiotik tertentu.
3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena
suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan
3

mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA


termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
4. Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau
berkeringat.
5. Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat) aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit
tertentu dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom
Cushing, dapat menyebabkan kehilangan kalium.
6. Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu,
misalnya asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan melalui ginjal
atau

gastrointestinal,

obat-obatan,

dan

perpindahan

transelular

(perpindahan kalium dari serum ke intraselular) selain itu makanan dengan


kadar karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh.
Kadar insulin juga dapat mempengaruhi kelainan ini pada banyak
penderita, karena insulin akan meningkatkan aliran kalium ke dalam sel.
Pada saat serangan akan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstra
selular masuk ke dalam sel, sehingga pada pemeriksaan kalium darah
terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam batas normal diluar
serangan. Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak ada korelasi
antara besarnya penurunan kadar kadar kalium serum dengan beratnya
paralisis (kelemahan) otot skeletal.
7. Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia periodic
paralise adalah tirotoksikosis. Mekanisme terjadinya memang belum jelas,
namun pada penderita dengan tirotoksikosis itu didapatkan periodic
paralysis.

2.4 Patofisiologi
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari simpanan
tubuh (3000-4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutama
dalam pada kompetemen ECF. Kadar kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan
sangat berlawanan dengan kadar di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium
merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalam
menahan cairan di dalam sel dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun
hanya merupakan bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi
4

neuromuskular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan
oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial
membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot rangka.
Potensial membran istirahat mempersiapkan pembentukan potensial aksi yang penting
untuk fungsi saraf dan otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah
dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF
akan mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF
dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu akibat
dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya
dengan meingnduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain berperan penting
dalam mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu kofaktor
yang penting dalam sejumlah proses metabolik.
Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan ICF,
juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor hormonal dan
nonhormonal juga

berperan penting dalam pengaturan ini, termasuk aldostreon,

katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.


Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100 mEq.
Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam beberapa menit,
setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui ginjal akan berlangsung
beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari
saat perpindahan kalium kedalam sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium
melalui ginjal merupakan rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegah
hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh
aldosteron, natrium tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron
dirangsang oleh jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium
serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium yang di
filtrasikan oleh gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal.
Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang terekskresi
kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang
terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga
bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan yang terbentuk
pada tubulus distal (poliuria) juga akan meningkatkan sekresi kalium.

Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium


antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel,
sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini
akan meingkat jika terjadi gangguan metabolisme asam-basa, dan lebih berat pada
alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa hormon juga berpengaruh terhadap
pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan
kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik menghambat masuknya kalium
kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis
diabetik.
Sodium channel

Hiperkalemi PP
Paramyotonia kongenital
Potassium-aggravated
myotonia

Calcium channel

Hipokalemik PP

Chloride channel

Becker

myotonia

kongenital

Thomson

myotonia kongenital
Tabel 1. Periodik Paralisis Primer
Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas
membranotot (yakni,sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama pada
PP primer perubahan metabolismse kaliuim adalah akibat PP. Pada primer dan
tirotoksikosis PP,paralisis flaksid terjadi dengan relatif sedikit perubahan dalam kadar
kalium serum,sementara pada PP sekunder, ditandai kadar kalium serum tidak normal.
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada
kelompok penyakit ini.Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot-otot
kranial dan pernapasan biasanya tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau berkurang
selama serangan. Serat otot secara elektrik tidak ada hantaran selama serangan. Kekuatan
otot normal diantara serangan, tetapi setelah beberapa tahun, tingkat kelemahan yang
menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP (khususnya PP primer). Semua
bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga terkait autosomal
dominan atau sporadik (paling sering muncul dari paint mutation).
6

Ion channel yang sensitif tegangan secara tertutup meregulasi pergantian


potensialaksi (perubahan singkat dan reversibel tegangan mebran sel). Disana terdapat
permeabelitasion channel yang selektif dan bervariasi. Energi tergantung voltase ion
channel terutama gradien konsentrasi. Selama berlangsungnya potensial aksi ion natrium
bergerak melintasi membran melalui voltage-gated ion channel.
Masa istirahat membran serat otot dipolarisasi terutama oleh pergerakan klorida
melalui channel klorida dan dipolarisasi kembali oleh gerakan kalium, natrium, klorida
dan kalsium channelopati sebagai sebuah grup , dihubungkan dengan myotonia dan PP.
Subunit fungsional channel natrium, kalsium dan kalium adalah homolog. Natrium
channelopati lebih dipahami daripada kalsium atau klorida channelopati.
2.5 Gejala Klinis
Semua PP dicirikan oleh Kelemahan periodik. Kekuatan noramal diantara
serangan. Kelemahan yang menetap bisa berkembang kemudian dalam beberapa bentuk.
Paling banyak pasien dengan PP primer berkembang gejala sebelum dekade ketiga.
Hipokalemik periodik paralisis
Kasus yang berat muncul pada awal masa kanak-kanak dan kasus yang
ringan mungkin muncul selambat-lambatnya dekade ketiga. Sebagian
besar kasus muncul sebelum umur 16 tahun. Kelemahan bisa bertingkat
mulai dari kelemahan sepintas pada sekelompok otot yang terisolasi
sampai kelemahan umum yang berat. Serangan berat dimulai pada pagi
hari, sering dengan latihan yang berat atau makan tinggi karbohidrat pada
hari sebelumnya. Pasien bangun dengan kelemahan simetris berat, sering
dengan keterlibatan batang tubuh. Serangan ringan bisa sering dan hanya
melibatkan suatu kelompok otot pentig, dan bisa unilateral, parsial, atau
monomelic. Hal ini bisa mempengaruhi kaki secara predominan; kadang
kadang, otot ektensor dipengaruhi lebih dari fleksor. Dursi bervariasi dari
beberapa jam sampai hampir 8 hari tetapi jarang lebih dari 72 jam.
Serangannya intermiten dan infrekuen pada awalnya tetapi bisa meningkat
frekuensinya sampai serangan terjadi hampir setiap hari. Frekuensi mulai
berkurang oleh usia 30 tahun;hal ini jarang terjadi setelah umur 50 tahun.
Pengeluaran urin menurun selama serangan karena akumulasi air intrasel
meningkat. Myotonia interictal tidak sesering hiperkalemik PP. lid lag
7

myotonia diobservasi diantara serangan. Kelemahan otot permanen


mungkin terlihat kemudian dalam perjalanan penyakit dan bisa menjadi
tajam. Hipertropi betis pernah diobservasi. Otot proksimal wasting
daripada hipertropi, bisa terlihat pada pasien dengan kelemahan permanen.

Hipokalemia periodik Paralise


1. Kelemahan pada otot
2. Perasaan lelah
3. Nyeri otot
4. Restless legs syndrome
5. Tekanan darah dapat meningkat
6. Kelumpuhan atau rabdomiolisis (jika penurunan K amat berat)
7. Gangguan toleransi glukosa
8. Gangguan metabolisme protein
9. Poliuria dan polidipsia
10. Alkalosismetabolik
Gejala klinis nomor 1, 2, 3, 4 di atas merupakan gejala pada otot yang
timbul jika kadar kalium kurang dari 3 mEq/ltr.
2.6 Diagnosa
Diagnosis didapatkan dari anamnesis seperti adanya riwayat pada keluarga karena
erat kaitannya dengan genetik serta gejala klinis seperti yang tersebut di atas,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Gejala

Umur onset

Lama serangan

Faktor Pencetus

Hiperkalemik

Dekade

Beberapa menit -Rendah

periodik

pertama

sampai

paralisis

kehidupan

dari 2 jam
(Paling

kurang pemasukan
karbohidrat

diikuti
latihan
-Alkohol
8

Serangan
-Jarang parah

berhubungan
-Perioral
dan
-myotonia

sering (puasa)
-Istirahat

Gambaran yang

tungkai paratesia
frequent

kurang dari 1 - Dingin


Jam)

Keparahan

-pseudohipertropi
yang
dengan

otot tiba-tiba

-Infeksi
-Stres Emosional
-Trauma
-Periode
menstruasi
Hipokalemi

-Bervariasi,
-Beberapa jam
anak sampai hampir
k
periodik anak
sampai dekade
seminggu.
paralisis
ketiga
-Khas
tidak
-Sebagian
lebih dari 72
kasus sebelum
jam
16 tahun.

-serangan

awal -Severe

-Myotonik

pagi setelah hari -Paralisis

lag tiba-tiba

yang

-Myotonia

lalu Komplit

lid

beraktivitas fisik

dianatara

-Makanan tinggi

serangan jarang

kerbohidrat

-parsial

-Dingin

unilateral
monomelik
-kelemahan otot
menetap

Potasiumassoci Dekade

Tidak

ated myotona

kelemahan

pertama

Paramyotonia

Dekade

congenital

pertama

ada Dingin
Istirahat

2 24 jam

Serangan

pada

akhir penyakit
Hipertrofi otot

setelah kekakuan dan

latihan

dari

ringan

dingin

sampai berat
Jarang parah

-Pseudohipertrofi
otot
-Paradoksal
myotonia
-Jarang
kelemahan

Tirotoksikosis

Dekade ketiga Beberapa

periodik

dan keempat

paralisis

jam -Sama

sampai 7 hari

seperti Sama

menetap
seperti -Bisa berkembang

hipokalemik PP

hipokalemik

menjadi

-hiperinsulinemia

PP

kelemahan

otot

menetap
-Hipokalemia
selama serangan
Tabel 2. Perbedaan gambaran diantara bentuk umum periodik paralisis
9

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar K dalam serum.
2. Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam.
3. Kadar Mg dalam serum.
4. Analisis gas darah.
5. Elektrokardiografi.
Penurunan kadar serum , tetapi tidak selalu dibawah normal, selama serangan. Pasien
punya pengalaman retensi urin dengan penigkatan kadar sodium, kalium dan klorida urin.
Penurunan kadar fosfor serum secara bertahap juga terjadi. Kadar fosfokinase (CPK)
meningakat selama serangan. ECG bisa menunnjukkan sinus bradikardi dan bukti hipokalemi
(gelombang T datar, gelombang U di lead II, V2,V3 dan V4 dan depresi segment ST).

2.7 Penatalaksaan
Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV. Yang
terakhir diberikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium oral
pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan
improves. Kalium Klorida IV 0,05-0,1 mEq/kgBB dalam manitol 5% bolus adalah lebih
baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum berturut
dianjurkan.
.Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan keefektifan yang sama.
Potasium-sparing diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan spironolakton (25-100
mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan pasien yang mempunyai kelemahan
buruk (worsens weakness) atau mereka yang tidak respon dengan penghambat karbonik
anhidrase. Karena diuretik ini potassium sparing, suplemen kalium bisa tidak dibutuhkan.

Pemberian K melalui oral atau iv untuk penderita berat.


Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah.
Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5
mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar

kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L.


Bila ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum Bila kadar
kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup per oral.
10

Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia

terutama pada pemberian secara intravena.


Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena
yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau
kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100

mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.


Diet rendah karbohidrat dan rendah natrium bisa menurunkan frekuensi

serangan.
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Neuropati motor dan sensori herediter Anderson sindroma: sindroma ini,
dicirikan dengan kalium-sensitif PP dan aritmia jantung, adalah kelainan terkait
autosomal dominan. Kadar kalium bisa meningkat atau berkurang selama serangan.
Neuropati yang relap lainnya termasuk neuropati herediter dengan kecenderungan
menekan palsy., amyotrofik neurologi herediter, Refsum disease, porfiria.
1. Kehilangan K melalui ginjal.
a.
Kalium dalam urin > 15 mEq/24 jam.
b. Ekskresi kalium disertai poliuria (obat-obat diuretik, diuretic osmotik).
2. Kehilangan K yang tidak melalui ginjal.
a.
Kehilangan melalui saluran cerna (diare).
b.
Kehilangan melaluikeringat berlebihan.
c.
Diet rendah kalium.
d.
Muntah.
e. Perpindahan kalium ke dalam sel (alkalosis, insulin agonis beta,
paralisis periodik, leukemia).

2.9 PROGNOSA
Baik apabila penderita mengurangi faktor pencetus seperti mengurangi asupan
karbohidrat, hindari alcohol dll. Serta pengobatan yang teratur. Pasien yang tidak diobati
bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas.
Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi
pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Ny.N
Umur :38 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
11

Alamat : Simpang Rumbio


B. Anamnesa
Keluhan utama:
Lemah keempat anggota gerak sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang:
Lemah keempat anggota gerak sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Lemah terjadi secara tiba-tiba pada saat bangun tidur
pagi hari dan terasa berat bila digerakkan. Lemah terasa di kedua
tungkai dan menjalar ke bahu saat hendak berdiri. Badan juga
terasa letih. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dan demam
sejak

hari

sebelum

masuk

rumah

sakit.

Beberapa

sebelumnya juga pernah mengalami hal yang sama seperti ini.


Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat

Hipertensi disangkal
Diabetes Melitus disangkal
Penyakit Jantung disangkal
Stroke disangkal

Riwayat penyaki keluarga :

Adik pasien menderita keluhan yang sama


Riwayat Diabetes Melitus disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Jantung disangkal
Riwayat Stroke disangkal

Riwayat Pribadi dan Sosial:

Bekerja sebagai Ibu rumah tangga


Memiliki 2 orang anak dan 1 orang suami
Tidak ada riwayat minum kopi dan merokok

C. Pemeriksaa fisik
1. Umum
12

bulan

Keadaan umum :Baik


Kesadaran : compos mentis
Tekan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit (teratur)
Pernapasan: 18x/menit
Suhu: 37.50 c
Turgor kulit:Normal
Kulit dan kuku: Normal
BB: + 50kg

Kelenjar getah bening


Leher: Dalam batas normal
Aksila: Dalam batas normal
Inguinal: Dalam batas normal
Torak
Paru
Inspeksi: simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan

dinamis
Palpasi: fremitus taktil kiri dan kanan sama
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: vessikuler wh-/-,rh-/ Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: ictus cordis tidak terab
Perkusi: dalam batas normal
Auskultasi: dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi: sikatrik -,venektasi Palpasi: hepar dan lien tidak teraba
Perkusi: tympani
Auskultasi : bising usus + (Normal)
2. Status neurologikus
GCS: E4V5M6 (15)
a. Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk: -

Brudzinki I: -

Tanda kernig:-

Brudzinki II:-

b. Tanda peningkatan tekanan Intrakranial(-)


Pupil: Isokor diameter 3mm/3mm
c. Pemeriksaan nervus kranialis
13

Nervus I
Nervus II

Normal
Tajam pengelihat
Lapang pandang baik
Pupil bulat

Nervus III,IV,VI

Diameter 3mm
Gerakan bola mata kesegala
arah
Strabismus (-)
Nistagmus(-)
Reflek cahaya (+)
Nervus V

Membuka mulut(+)
Menggerakan rahang(+)
Mengigit(+)
Mengunyah (+)
Reflek kornea (+)
Reflek messeter (+)
Menggerakan dahi (+)

Nervus VII

Menggerakkan alis (+)

Nervus XI

Memperlihatkan gigi (+)


Fungsi pendengaran baik
Arcus faring simetris
Uvula ditengah
Reflek menelan (+)
Menoleh kekanan(+)

Nervus XII

Menoleh kekiri (+)


Lidah simetris

Nervus VIII
Nervus IX,X

d. Pemeriksaan Fungsi Motorik


a. Badan

Respira

Normal

b. Berdiri

si
Duduk
dan Geraka

Normal
+

berjalan

n
Spontan
Tremor
-

c. Ekstremitas
Geraka
14

Superior
Kanan Kiri
Ada
Ada

Inferior
Kanan Kiri
Ada
Ada

n
Kekuata

333

333

333

333

n
Trofi

Norm

Norm

Norm

Norm

Tonus

al
Norm

al
Norm

al
Norm

al
Norm

al

al

al

al

e. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas

+
+

rabaan
Sensibilitas 2 titik

f. Sistem Reflek
Fisiologi

kanan

Kiri

Cornea
Maseter
Biseps
Triseps
APR
KPR
Patologis
Babinski
Chadoks
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus Paha
Klonus Kaki

+
+
+
+
+
+
Kanan
-

+
+
+
+
+
+
Kiri
-

3. Fungsi otonom
Miksi
:Normal
Defekasi
:Normal
Sekresi keringat
:Normal

Pemeriksaan Laboratorium
15

Darah Rutin
Hb
Hematokrit
Leukosit
Trombosit

15,1 g/dl
37,8 %
16.930/ul
404.000/ul

Elektrolit
Faal Ginjal
21,6 mg/dl
0,96 mg/dl
Elektrolit
Asam urat
6,7mg/dl
Natrium
151,2 mEq/l
kalium
2,40 meq/l
Klorida
118,2 Meq/l
Metabolisme Karbohidrat
Ad random
102 mg%
Glukosa Puasa
64 mg%
2 Jam PP
90 mg%
Lipid Profil
Total Cholesterol
157 mg/dl
Trigliserida
160 mg/dl
HDL-Cholesterol
19 mg/dl
LDL-Cholesterol
106 mg/dl
Ureum
Creatinin

Rencana Pemeriksaan Tambahan


EKG
Diagnosa
Diagnosa
Diagnosa
Diagnosa
Diagnosa

klinik: Tetraparalitik Tipe LMN


topik : Membran Otot Rangka
etiologi: Hipokalemik
skunder:

Terapi umum
Tirah Baring
Drip KCL 34,8mg dalam RL 12Jam/Kolf sampai kadar Kalium 3,5

mEq/l
Diet rendah karbohidrat dan garam
Banyak minum yang banyak mengandung elektrolit
Banyak makan makanan yang tinggi kalium

Khusus
16

KSR 1X1
Pct 3 X 500mg
ATP Dankos 3X1
Darvon 3X6 mg

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Telah dilaporkan kasus pasien perempuan 38 tahun yang
datang ke IGD neurologi RSUD solok dengan diagnosa klinik Periodik
Paralisis Hipokalemia . Dari anamnesa didapatkan bahwa sering
mengalami lemah pada tungkai sewaktu bangun tidur dan menjalar
sampai kebahu pada saat hendak berdiri.
Gangguan BAB,BAK tidak ada,dan tidak ada gangguan secara
fisik. Dalam kasus diatas yang menjadi acuan sebagai penggolongan ke
arah Periodik Paralisis Hipokalemik adalah karena hasil laboratorium
yang menunjukkan kadar kalium rendah. Dan gejala yang dialami
pasien.
Penyakit Periodik Paralisi Hipokalemia dapat diatasi dengan terapi
umum pemberian Drip KCL 34,8mg dalam RL 12Jam/Kolf sampai kadar Kalium 3,5
mEq/l dan diberikan terapi khusus KSR,PCT,ATP Dankos dan Darvon.

17

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan
Seorang pasien dirawat dibangsal neurologi RSUD solok dengan

keluhan lemah pada keempat anggota gerak. Lemah dimulai dari


tungkai menjalar sampai kebahu saat hendak berdiri. Pasien sering
mengalami hal seperti ini tetapi tidak sampai di rawat dirumah sakit.
Badan juga terasa letih disertai dengan nyeri kepala dan demam sejak
1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien didiagnosa dengan diagnosa
klinis tetraparesis Tipe LMN.
Pasien dirawat dengan terapi umum Drip KCL 34,8mg dalam RL
12Jam/Kolf sampai kadar Kalium 3,5 mEq/l. Dan diberikan terapi khusus KSR,PCT,ATP
Dankos dan Darvon.

5.2

Saran
Pasien disarankan untuk banyak mengkonsumsi makanan yang tinggi kalium dan

mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi. Dan disarankan untuk banyak
minum minuman istonik dan mengurangi aktivitas yang berlebihan.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K. M, Setiadi S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Depertemen
Ilmu Penyakit Dalam Fkui, 2006
2. Price S A Wilson L M. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit.
Edisi Vi Jilid Ii Penerbit Buku Kedokteran Jakarta : EGC 2004
3. Ahlawat SK, Sachdev A. Classic diseases revisited: hipokalemic paralysis.
Postgrad Med J 1999;75 193-7
4. Tambunan T. Tubulopati dalam Alatas H. Tambunan T, Trihono P, Pardede
SO , penyunting , Buku Ajar Nefrologi Anak , Jakarta : balai penerbit FKUI
2002 : h.470
5. Lin SH Davids MR, Halperin ML . Hypokalemia and paralisis QJ Med 2003 ;
96 161
6. Steedwel RE, Allen KM, binder LS hypokalemic periodik paralises:a review
of the etiologies, pathophysiology. Presentation and therapy. Am j Emerg Med
1992: 10:143-8
7. Moxley RT, tawil R , thormton Ca chanelopaties myotonik disorders and
periodik paralisis. Dalam:swaiman KF, ashwal s, penyunting. Pediatric
neurology. Edisi ke 3. St lowis: mosby:1999:h 1299-1h390
8. Chang YC, huang CC, chiou YY, Yu CY. Renal tubular acidosis complicated
with hipokalemik periodik paralisis. Pediatr neural 1995:13:52-4

19

Anda mungkin juga menyukai