PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit
infeksi
masih
merupakan
masalah
kesehatan
1.2
Tujuan Penulis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hipokalemia periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan kadar
potassium (kalium) yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saatserangan, disertai
riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal.
2.2 Epidmiologi
Angka kejadian adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari
wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1-20
tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan kemudian menurun dengan
peningkatan usia.
2.3 Etiologi
Hipokalemia periodik paralise biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
otosomal dominan. Hal lain yang dapat menyebabakan terjadinya hipokalemia periodic
paralise adalah tirotoksikosis.
Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1. Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2. Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat
menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang
aspirin, dan antibiotik tertentu.
3. Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena
suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan
3
gastrointestinal,
obat-obatan,
dan
perpindahan
transelular
2.4 Patofisiologi
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari simpanan
tubuh (3000-4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira 70 mEq) terutama
dalam pada kompetemen ECF. Kadar kalium serum normal adalah 3,5-5,5 mEq/L dan
sangat berlawanan dengan kadar di dalam sel yang sekitar 160 mEq/L. Kalium
merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel, sehingga berperan penting dalam
menahan cairan di dalam sel dan mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun
hanya merupakan bagian kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi
4
neuromuskular. Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan
oleh suatu pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial
membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot rangka.
Potensial membran istirahat mempersiapkan pembentukan potensial aksi yang penting
untuk fungsi saraf dan otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh lebih rendah
dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF
akan mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium ICF
dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna. Salah satu akibat
dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya
dengan meingnduksi pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain berperan penting
dalam mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu kofaktor
yang penting dalam sejumlah proses metabolik.
Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF dan ICF,
juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor hormonal dan
nonhormonal juga
Hiperkalemi PP
Paramyotonia kongenital
Potassium-aggravated
myotonia
Calcium channel
Hipokalemik PP
Chloride channel
Becker
myotonia
kongenital
Thomson
myotonia kongenital
Tabel 1. Periodik Paralisis Primer
Dasar fisiologis kelemahan otot flaksid adalah tidak adanya eksitabilitas
membranotot (yakni,sarkolema). Perubahan kadar kalium serum bukan defek utama pada
PP primer perubahan metabolismse kaliuim adalah akibat PP. Pada primer dan
tirotoksikosis PP,paralisis flaksid terjadi dengan relatif sedikit perubahan dalam kadar
kalium serum,sementara pada PP sekunder, ditandai kadar kalium serum tidak normal.
Tidak ada mekanisme tunggal yang bertanggung jawab untuk kelainan pada
kelompok penyakit ini.Kelemahan biasanya secara umum tetapi bisa lokal. Otot-otot
kranial dan pernapasan biasanya tidak terkena. Reflek regang tidak ada atau berkurang
selama serangan. Serat otot secara elektrik tidak ada hantaran selama serangan. Kekuatan
otot normal diantara serangan, tetapi setelah beberapa tahun, tingkat kelemahan yang
menetap semakin berkembang pada beberapa tipe PP (khususnya PP primer). Semua
bentuk PP primer kecuali Becker myotonia kongenital (MC) juga terkait autosomal
dominan atau sporadik (paling sering muncul dari paint mutation).
6
Gejala
Umur onset
Lama serangan
Faktor Pencetus
Hiperkalemik
Dekade
periodik
pertama
sampai
paralisis
kehidupan
dari 2 jam
(Paling
kurang pemasukan
karbohidrat
diikuti
latihan
-Alkohol
8
Serangan
-Jarang parah
berhubungan
-Perioral
dan
-myotonia
sering (puasa)
-Istirahat
Gambaran yang
tungkai paratesia
frequent
Keparahan
-pseudohipertropi
yang
dengan
otot tiba-tiba
-Infeksi
-Stres Emosional
-Trauma
-Periode
menstruasi
Hipokalemi
-Bervariasi,
-Beberapa jam
anak sampai hampir
k
periodik anak
sampai dekade
seminggu.
paralisis
ketiga
-Khas
tidak
-Sebagian
lebih dari 72
kasus sebelum
jam
16 tahun.
-serangan
awal -Severe
-Myotonik
lag tiba-tiba
yang
-Myotonia
lalu Komplit
lid
beraktivitas fisik
dianatara
-Makanan tinggi
serangan jarang
kerbohidrat
-parsial
-Dingin
unilateral
monomelik
-kelemahan otot
menetap
Potasiumassoci Dekade
Tidak
ated myotona
kelemahan
pertama
Paramyotonia
Dekade
congenital
pertama
ada Dingin
Istirahat
2 24 jam
Serangan
pada
akhir penyakit
Hipertrofi otot
latihan
dari
ringan
dingin
sampai berat
Jarang parah
-Pseudohipertrofi
otot
-Paradoksal
myotonia
-Jarang
kelemahan
Tirotoksikosis
periodik
dan keempat
paralisis
jam -Sama
sampai 7 hari
seperti Sama
menetap
seperti -Bisa berkembang
hipokalemik PP
hipokalemik
menjadi
-hiperinsulinemia
PP
kelemahan
otot
menetap
-Hipokalemia
selama serangan
Tabel 2. Perbedaan gambaran diantara bentuk umum periodik paralisis
9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar K dalam serum.
2. Kadar K, Na, Cl dalam urin 24 jam.
3. Kadar Mg dalam serum.
4. Analisis gas darah.
5. Elektrokardiografi.
Penurunan kadar serum , tetapi tidak selalu dibawah normal, selama serangan. Pasien
punya pengalaman retensi urin dengan penigkatan kadar sodium, kalium dan klorida urin.
Penurunan kadar fosfor serum secara bertahap juga terjadi. Kadar fosfokinase (CPK)
meningakat selama serangan. ECG bisa menunnjukkan sinus bradikardi dan bukti hipokalemi
(gelombang T datar, gelombang U di lead II, V2,V3 dan V4 dan depresi segment ST).
2.7 Penatalaksaan
Selama serangan, suplemen oral kalsium lebih baik dari suplemen IV. Yang
terakhir diberikan untuk pasien yang mual atau tidak bisa menelan. Garam kalium oral
pada dosis 0,25 mEq/kg seharusnya diberikan setiap 30 menit sampai kelemahan
improves. Kalium Klorida IV 0,05-0,1 mEq/kgBB dalam manitol 5% bolus adalah lebih
baik sebagai lanjutan infus. Monitoring ECG dan pengukuran kalium serum berturut
dianjurkan.
.Dichlorphenamide 50-150 mg/hari telah menunjukkan keefektifan yang sama.
Potasium-sparing diuretik seperti triamterene (25-100 mg/hari) dan spironolakton (25-100
mg/hari) adalah obat lini kedua untuk digunakan pasien yang mempunyai kelemahan
buruk (worsens weakness) atau mereka yang tidak respon dengan penghambat karbonik
anhidrase. Karena diuretik ini potassium sparing, suplemen kalium bisa tidak dibutuhkan.
serangan.
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Neuropati motor dan sensori herediter Anderson sindroma: sindroma ini,
dicirikan dengan kalium-sensitif PP dan aritmia jantung, adalah kelainan terkait
autosomal dominan. Kadar kalium bisa meningkat atau berkurang selama serangan.
Neuropati yang relap lainnya termasuk neuropati herediter dengan kecenderungan
menekan palsy., amyotrofik neurologi herediter, Refsum disease, porfiria.
1. Kehilangan K melalui ginjal.
a.
Kalium dalam urin > 15 mEq/24 jam.
b. Ekskresi kalium disertai poliuria (obat-obat diuretik, diuretic osmotik).
2. Kehilangan K yang tidak melalui ginjal.
a.
Kehilangan melalui saluran cerna (diare).
b.
Kehilangan melaluikeringat berlebihan.
c.
Diet rendah kalium.
d.
Muntah.
e. Perpindahan kalium ke dalam sel (alkalosis, insulin agonis beta,
paralisis periodik, leukemia).
2.9 PROGNOSA
Baik apabila penderita mengurangi faktor pencetus seperti mengurangi asupan
karbohidrat, hindari alcohol dll. Serta pengobatan yang teratur. Pasien yang tidak diobati
bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa mengganggu aktivitas.
Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengna aspirasi
pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
A. Identitas pasien
Nama : Ny.N
Umur :38 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
11
hari
sebelum
masuk
rumah
sakit.
Beberapa
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Riwayat
Hipertensi disangkal
Diabetes Melitus disangkal
Penyakit Jantung disangkal
Stroke disangkal
C. Pemeriksaa fisik
1. Umum
12
bulan
dinamis
Palpasi: fremitus taktil kiri dan kanan sama
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: vessikuler wh-/-,rh-/ Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: ictus cordis tidak terab
Perkusi: dalam batas normal
Auskultasi: dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi: sikatrik -,venektasi Palpasi: hepar dan lien tidak teraba
Perkusi: tympani
Auskultasi : bising usus + (Normal)
2. Status neurologikus
GCS: E4V5M6 (15)
a. Tanda rangsangan selaput otak
Kaku kuduk: -
Brudzinki I: -
Tanda kernig:-
Brudzinki II:-
Nervus I
Nervus II
Normal
Tajam pengelihat
Lapang pandang baik
Pupil bulat
Nervus III,IV,VI
Diameter 3mm
Gerakan bola mata kesegala
arah
Strabismus (-)
Nistagmus(-)
Reflek cahaya (+)
Nervus V
Membuka mulut(+)
Menggerakan rahang(+)
Mengigit(+)
Mengunyah (+)
Reflek kornea (+)
Reflek messeter (+)
Menggerakan dahi (+)
Nervus VII
Nervus XI
Nervus XII
Nervus VIII
Nervus IX,X
Respira
Normal
b. Berdiri
si
Duduk
dan Geraka
Normal
+
berjalan
n
Spontan
Tremor
-
c. Ekstremitas
Geraka
14
Superior
Kanan Kiri
Ada
Ada
Inferior
Kanan Kiri
Ada
Ada
n
Kekuata
333
333
333
333
n
Trofi
Norm
Norm
Norm
Norm
Tonus
al
Norm
al
Norm
al
Norm
al
Norm
al
al
al
al
e. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibilitas nyeri
Sensibilitas
+
+
rabaan
Sensibilitas 2 titik
f. Sistem Reflek
Fisiologi
kanan
Kiri
Cornea
Maseter
Biseps
Triseps
APR
KPR
Patologis
Babinski
Chadoks
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Klonus Paha
Klonus Kaki
+
+
+
+
+
+
Kanan
-
+
+
+
+
+
+
Kiri
-
3. Fungsi otonom
Miksi
:Normal
Defekasi
:Normal
Sekresi keringat
:Normal
Pemeriksaan Laboratorium
15
Darah Rutin
Hb
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
15,1 g/dl
37,8 %
16.930/ul
404.000/ul
Elektrolit
Faal Ginjal
21,6 mg/dl
0,96 mg/dl
Elektrolit
Asam urat
6,7mg/dl
Natrium
151,2 mEq/l
kalium
2,40 meq/l
Klorida
118,2 Meq/l
Metabolisme Karbohidrat
Ad random
102 mg%
Glukosa Puasa
64 mg%
2 Jam PP
90 mg%
Lipid Profil
Total Cholesterol
157 mg/dl
Trigliserida
160 mg/dl
HDL-Cholesterol
19 mg/dl
LDL-Cholesterol
106 mg/dl
Ureum
Creatinin
Terapi umum
Tirah Baring
Drip KCL 34,8mg dalam RL 12Jam/Kolf sampai kadar Kalium 3,5
mEq/l
Diet rendah karbohidrat dan garam
Banyak minum yang banyak mengandung elektrolit
Banyak makan makanan yang tinggi kalium
Khusus
16
KSR 1X1
Pct 3 X 500mg
ATP Dankos 3X1
Darvon 3X6 mg
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Telah dilaporkan kasus pasien perempuan 38 tahun yang
datang ke IGD neurologi RSUD solok dengan diagnosa klinik Periodik
Paralisis Hipokalemia . Dari anamnesa didapatkan bahwa sering
mengalami lemah pada tungkai sewaktu bangun tidur dan menjalar
sampai kebahu pada saat hendak berdiri.
Gangguan BAB,BAK tidak ada,dan tidak ada gangguan secara
fisik. Dalam kasus diatas yang menjadi acuan sebagai penggolongan ke
arah Periodik Paralisis Hipokalemik adalah karena hasil laboratorium
yang menunjukkan kadar kalium rendah. Dan gejala yang dialami
pasien.
Penyakit Periodik Paralisi Hipokalemia dapat diatasi dengan terapi
umum pemberian Drip KCL 34,8mg dalam RL 12Jam/Kolf sampai kadar Kalium 3,5
mEq/l dan diberikan terapi khusus KSR,PCT,ATP Dankos dan Darvon.
17
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Seorang pasien dirawat dibangsal neurologi RSUD solok dengan
5.2
Saran
Pasien disarankan untuk banyak mengkonsumsi makanan yang tinggi kalium dan
mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi. Dan disarankan untuk banyak
minum minuman istonik dan mengurangi aktivitas yang berlebihan.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo A. W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata K. M, Setiadi S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I, Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Depertemen
Ilmu Penyakit Dalam Fkui, 2006
2. Price S A Wilson L M. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit.
Edisi Vi Jilid Ii Penerbit Buku Kedokteran Jakarta : EGC 2004
3. Ahlawat SK, Sachdev A. Classic diseases revisited: hipokalemic paralysis.
Postgrad Med J 1999;75 193-7
4. Tambunan T. Tubulopati dalam Alatas H. Tambunan T, Trihono P, Pardede
SO , penyunting , Buku Ajar Nefrologi Anak , Jakarta : balai penerbit FKUI
2002 : h.470
5. Lin SH Davids MR, Halperin ML . Hypokalemia and paralisis QJ Med 2003 ;
96 161
6. Steedwel RE, Allen KM, binder LS hypokalemic periodik paralises:a review
of the etiologies, pathophysiology. Presentation and therapy. Am j Emerg Med
1992: 10:143-8
7. Moxley RT, tawil R , thormton Ca chanelopaties myotonik disorders and
periodik paralisis. Dalam:swaiman KF, ashwal s, penyunting. Pediatric
neurology. Edisi ke 3. St lowis: mosby:1999:h 1299-1h390
8. Chang YC, huang CC, chiou YY, Yu CY. Renal tubular acidosis complicated
with hipokalemik periodik paralisis. Pediatr neural 1995:13:52-4
19