DIFERENSIAL BIASA
DAN APLIKASINYA
Student
Handbook
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Kata Pengantar
1 Konsep Dasar
1.1
1.2
Solusi PDB . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.3
Metoda Penyelesaian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1.4
2.2
13
13
2.1.1
PDB Eksak . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
2.1.2
15
2.1.3
Faktor Integrasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
16
2.1.4
18
20
DAFTAR ISI
24
3.1
24
3.2
27
3.2.1
Pertumbuhan Populasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
27
3.2.2
Peluruhan Radioaktif . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
30
3.3
31
3.4
Campuran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
32
38
4.1
38
4.2
42
4.3
42
4.3.1
42
4.3.2
46
53
5.1
. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
55
5.2
58
5.3
60
6 Sistem PDB
6.1
65
67
6.1.1
68
6.1.2
Akar-Akar Komplek . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
69
6.1.3
70
DAFTAR ISI
6.2
Metoda Operator . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
72
78
7.1
Sistem Linier . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
79
7.2
80
7.3
82
7.4
91
100
8.0.1
8.0.2
Daftar Tabel
4.1
47
7.1
92
8.1
. . . . . .
Daftar Gambar
1.1
1.2
3.1
28
3.2
33
3.3
35
5.1
54
5.2
58
5.3
59
5.4
62
5.5
62
5.6
63
6.1
76
6.2
77
7.1
. . . . . . . . .
82
7.2
84
7.3
93
DAFTAR GAMBAR
7.4
94
7.5
95
7.6
97
7.7
97
8.1
8.2
8.3
8.4
8.5
8.6
8.7
8.8
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas anugerah dan karuniahNya penulis
dapat menyelesaikan buku ini dengan judul Persamaan Diferensial Biasa
dan Aplikasinya. Buku ini dibuat untuk membantu mahasiswa menemukan refrensi utama mata kuliah Persamaan Difrensial Biasa memandang cukup langkanya
buku-buku persamaan difrensial dalam bahasa Indonesia.
Dalam buku ini dijelaskan bagaimana konsep persamaaan difrensial secara
umum, PDB order satu homogen dan nonhomogen, PDB order dua atau lebih
serta aplikasi dari suatu PDB, sistem PDB, sistem Otonomus, kestabilan dan
fase potret dari sistem Otonomus. Pokok bahasan ini disajikan dengan harapan mahasiswa memahami esensi dari persamaan difrensial dan sekaligus sebagai
penunjang langsung materi perkuliahan. Dalam buku pegangan ini dilengkapi
beberapa fungsi dalam MAPLE programming serta latihan soal-soal tutorial untuk memperdalam wawasan pemahaman mahasiswa tentang PDB. Semua materi
dalam buku ini ditulis dalam LATEX2E word processing sehingga ekspresi
fungsi matematik dapat disajikan dengan benar.
Selanjutnya dalam kesempatan ini penulis tak lupa menyampaikan banyak
terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dekan FKIP Universitas Jember.
8
DAFTAR GAMBAR
Penulis
Daftar Isi
10
Daftar Tabel
11
Daftar Gambar
12
BAB 1
Konsep Dasar
1.1
Pada umumnya dikenal dua jenis persamaan difrensial yaitu Persamaan Difrensial Biasa (PDB) dan Persamaan Difrensial Parsial (PDP). Untuk mengetahui
perbedaan kedua jenis persamaan difrensial itu dapat dilihat dalam definisi berikut.
Definisi 1.1.1 Persamaan Difrensial Suatu persamaan yang meliputi turunan
fungsi dari satu atau lebih variabel terikat terhadap satu atau lebih variabel bebas
disebut Persamaan Difrensial. Selanjutnya jika turunan fungsi itu hanya tergantung pada satu variabel bebas maka disebut Persamaan Difrensial Biasa (PDB)
dan bila tergantung pada lebih dari satu variabel bebas disebut Persamaan Difrensial Parsial (PDP)
Contoh 1.1.1 Kelompokkan persamaan diferensial dibawah ini kedalam PDB
dan PDP.
1.
y
x
y
t
+ xy = 5
1
d2 y
dx2
2.
dy
dx
3.
2y
s2
4.
d3 y
dx3
5.
u
x
6.
5
2
dy
dx
y
t
d2 y
dx2
3
u
y
u
z
=5
dy
dx
3x = 0
y =0
d2 y
dx2
2
dy
dx
2
dy
dx
x = 2y
= 7 xy
Dalam bahan ajar ini pembahasan persamaan difrensial akan difokuskan pada
Persamaan Difrensial Biasa (PDB). Sehingga semua contoh soal dan aplikasinya
akan dikaitkan dengan model fenomena persamaan difrensial yang hanya terikat
pada satu variabel bebas.
Definisi 1.1.2 Order Order suatu PDB adalah order tertinggi dari turunan
dalam persamaan F (x, y , y , . . . , y (n) ) = 0.
Definisi 1.1.3 Linieritas dan Homogenitas PDB Order n dikatakan linier
bila dapat dinyatakan dalam bentuk
a0 (x)y (n) + a1 (x)y (n1) + + an (x)y = F (x),
dimana a0 (x) 6= 0
Selanjutnya:
1. Bila tidak dapat dinyatakan dengan bentuk diatas dikatakan tak linier
2. Bila koefisien a0 (x), a1 (x), . . . , an (x) konstan dikatakan mempunyai koefisien
konstan bila tidak, dikatakan mempunyai koefisien variabel.
3. Bila F (x) = 0 maka PDB tersebut dikatakan homogen bila tidak, disebut
nonhomogen.
1.2
Solusi PDB
Berikut ini akan dijelaskan pengertian dan bentuk solusi suatu PDB.
Definisi 1.2.1 Suatu PDB order n yang ditulis dalam persamaan berikut:
F x, y, y , y , . . . , y (n)) = 0
(1.1)
3. Solusi singular, yaitu solusi yang tidak didapat dari hasil mensubstitusikan
suatu nilai pada konstanta pada solusi umumnya. Contoh y = Cx + C 2
adalah solusi umum dari (y )2 + xy = y, namun demikian disisi lain PDB
ini mempunyai solusi singular y = 41 x2 .
1.3
Metoda Penyelesaian
Terdapat tiga jenis metoda yang dapat digunakan untuk menentukan solusi dari
suatu PDB yaitu:
1. Metoda Analitik. Metoda ini dapat menghasilkan dua bentuk solusi
yaitu bentuk eksplisit dan implisit, yang dicari melalui teknik deduktif
analogis dengan menggunakan konsep-konsep matematik. Kelebihannya
dapat mengetahui bentuk fungsi solusinya namun tidak cukup fleksibel untuk masalah-masalah yang komplek. Dengan komputer dapat diselesaikan
dengan software MATLAB atau MAPLE. Prosedur dalam MATLAB ditulis
sebagai berikut:
%Menggunakan fungsi dsolve
dsolve(Dy=3*y+1, y(0)=1)
fleksibel untuk kasus yang komplek. Dengan MATLAB direction field dapat
digambar sebagai berikut:
%Menggunakan fungsi fieldplot atau DEplot
%Misal akan diamati pola solusi dari PDB y = 1 2ty
with(plots):
fieldplot([t, 1 2 t y], t = 1..4, y = 1..2, arrows = LINE, color = t);
%Atau dengan menggunakan fungsi DEplot
eq1:=diff(y(t),t)=1-2*t*y(t);
DEplot(eq1,y(t),t=-1..4,y=-1..2);
Hasil dari menjalankan fungsi ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
yang sangat fleksibel. Metoda ini berkembangan sesuai dengan perkembangan komputer dan dapat menyelesaiakan suatu PDB dari level yang
mudah sampai level yang komplek. Walaupun fungsi solusi tidak diketahui secara eksplisit maupun implisit namun data yang diberikan dapat
divisualisir dalam grafik sehingga dapat dianalisis dengan baik. Namun
metoda ini berdasarkan pada prinsip-prinsip aproksimasi sehingga solusi
yang dihasilkan adalah solusi hampiran (pendekatan). Sebagai konsukwensi dari penggunaan metoda ini adalah adanya evaluasi berulang dengan menggunakan komputer untuk mendapatkan hasil yang akurat. Salah
satu metoda ang telah anda kenal adalah metoda EULER dengan rumus yn+1 = yn + hf (t, y), (lihat catatan Algoritma dan Pemerograman).
Dibawah diberikan programming metoda EULER dengan menggunakan
MATLAB programming.
%Programming Untuk Menyelesaikan PDB
%y = y t2 + 1, y(0) = 0.5
%Dengan menggunakan metoda Euler
n=input(Jumlah iterasi :);
y(1)=0.5;
t(1)=0;
h=0.2;
for i=2:n
fprintf(\n y(i) = 1.2 y(i 1) 0.2 t(i 1)2 + 0.2;
t(i) = t(1) + (i 1) h;
end
plot(t,y)
hold on
f = t.2 + 2. t + 1 0.5. exp(t);
plot(t,f,o)
1.4
dy
= f (x, y)
dx
dimana f adalah kontinyu atas variabel x, y pada domain D (dalam bidang xy).
Misal (x0 , y0 ) adalah titik pada D, maka masalah nilai awal yang berkenaan
dengan dengan y = f (x, y) adalah masalah untuk menentukan solusi y yang
memenuhi nilai awal y(x0 ) = y0 . Dengan notasi umum sebabagai berikut:
y = f (x, y),
y(0) = y0
(1.2)
(t , y )
1
(t , y )
1
(t , y )
2
(t 2 , y 2)
Tidak Konvek
Konvek
Teorema 1.4.1 Teorema Lipschitz. Andaikata f (t, y) terdefinisi dalam himpunan konvek D R2 dan ada konstanta L > 0 dimana
df
(t, y) L,
dy
untuk semua
(t, y) D,
(1.3)
a t b y(a) =
0 t 2,
=
f (t, ) = t2 cos(t).
y2 y1
y
Kemudian
f (t, y2 ) f (t, y1) = (y2 y1 )t2 cos(t)
||f (t, y2) f (t, y1 )|| = ||(y2 y1 )t2 cos(t)||
||y2 y1 || ||t2 cos(t)||
||y2 y1 || || max t2 cos(t)||
0t2
= 4||y2 y1 ||.
Degan demikian sarat Lipschitz terpenuhi yaitu ||f (t, y1)f (t, y2 )|| L||y1 y2 ||,
dimana konstanta Lipschitznya adalah L = 4, berarti persamaan itu mempunyai
solusi tunggal.
Teorema 1.4.3 Teorema Picard. Suatu masalah nilai awal y = f (x, y),
y(x0) =
y
x
10
Latihan Tutorial 1
y
x
(b)
dy
dx
(c)
2y
s2
(d)
d3 y
dx3
y
t
+ xy = 5
2
d2 y
dy
+ dx2 + dx
3x = 0
+
y
t
y = 0
3 2
d2 y
dy
+ dx
+ dx
x = 2y
2
+ u
+ u
=5
y
z
5
2
dy
d2 y
dy
(f) dx + dx2 + dx
= 7 xy
(e)
u
x
y
x
(c)
d2 y
dx2
(d)
d6 u
dt6
+ xy = xex
5
d2 y
d4 y
(b) dx4 + 3 dx
+ 5y = 0
2
+ ysinx = 0
2
d5 u
+ ddt2u
+ t = 2u
dt5
(e) x2 dy + y 2 dx = 0
5
d2 y
(f) dx
+ xsiny = 0
2
(g)
(h)
d3 y
dt3
d2 u
dt2
4
d5 u
dt5
+ t = 2u
+ t dy
+ (cos2 t)y = t2
dt
2
(i) (1 + s2 ) ddsy2 + s dy
+ y = es
ds
11
(j)
d4 y
dt4
(l)
d2 y
dt2
+ ddt3y + ddt2y + y = 0
2
d3 y
(k) dx
+ xtan2 (xy) = 0
3
+
dy
dt
+ (cos2 (t + 2))y = t2
2
(m) (1 + t2 ) ddt2y + t dy
+ tey = 0
dt
(n)
d5 y
ds5
+ cosec(2s2 2) = siny
y1 (t) = e3t ,
y(t) = 3t + t2
y1 (t) = 3t ,
t > 0;
(e) y 2ty = 1;
y2 (t) = et
y(t) = et
Rt
0
y2 (t) = et +
1
y1 (t) = t 2 ,
2
t
3
y2 (t) = t1
es ds + et
5. Cermati apakah fungsi solusi dibawah ini merupakan solusi terhadap masalah
nilai awal yang bersesuaian
(a) y = y;
y(0) = 2,
(b) y + 4y = 0;
y(x) = 2ex
y(0) = 1,
(c) y + 3y + 2y = 0;
y (0) = 0,
y(0) = 0,
y(x) = cos(2x)
y (0) = 1,
y(x) = ex e2x
6. Periksalaha mana diantara soal berikut ini yang memenuhi teorema Lipschitz:
12
0 t 1,
y(0) = 1
0 t 2,
y(0) = 0
(c) f (t, y) = 2t y + t2 e2 ,
1 t 2,
y(1) = 0
(d) f (t, y) =
4t3 y
,
1+t4
0 t 1,
y(0) = 1
y(0) = 0
(b) y = 2 + t y,
(c) y = et + y,
(d) y = xy ,
y(0) = 1
y(1) = 3
y(0) = 1
8. Tentukan untuk titik-titik (x0 , y0 ) yang mana PDB berikut ini memenuhi
teori kewujudan dan ketunggalan dari Picard.
(a) y =
x2 +y
xy
1
(b) y = (2x y) 3
(c) y = (1 x2 2xy 2 ) 2
(d) 2xy = x2 + y 2
BAB 2
PDB Linier Order Satu
2.1
2.1.1
(2.1)
PDB Eksak
Definisi 2.1.1 Misal F suatu fungsi dari dua variabel real, dan F kontinyu pada
turunan pertama pada domain D maka jumlah difrensial dF didefinisikan sebagai
dF (x, y) =
F (x, y)
F (x, y)
dx +
dy
x
y
13
14
Definisi 2.1.2 Persamaan 2.1 disebut difrensial eksak pada domain D jika ada
fungsi F dari dua variabel x, y sedemikian hingga ekspresi tersebut sama dengan
jumlah dF (x, y) untuk (x, y) D. Sesuaikan definisi 2.1.1 dengan persamaan
2.1 diperoleh
F (x, y)
x
F (x, y)
N(x, y) =
y
M(x, y) =
M (x,y)
y
M (x,y)
y
N (x,y)
x
N (x,y)
x
untuk (x, y) D
dan
F (x, y)
= N(x, y)
y
dan
2 F (x, y)
N(x, y)
=
yx
x
15
2.1.2
Ada dua cara menyelesaikan PDB jenis ini, yaitu menggunakan prosedur dalam
teorema atau dengan teknik pengelompokan.
Contoh 2.1.1 Tentukan solusi PDB eksak (3x2 + 4xy)dx + (2x2 + 2y)dy = 0
Penyelesaian 2.1.1 Jelas persamaan ini adalah PDB eksak karena
M(x, y)
N(x, y)
= 4x =
y
x
(x, y) D. Dengan menggunakan cara yang pertama maka kita mempunyai
F (x, y)
= 3x2 + 4y
x
dan
F (x, y)
= 2x2 + 2y
y
16
sehingga
2x2 + 2y = 2x2 +
d(y)
dy
atau
d(y)
= 2y.
dy
2.1.3
Faktor Integrasi
Faktor integrasi ini digunakan untuk menyelesaikan PDB order satu tidak eksak.
Langkah yang dimaksud adalah merubah PDB tidak eksak menjadi eksak. Renungkan lagi persamaan 2.1, bila
M (x,y)
y
6=
N (x,y)
x
sedemikian hingga
(x, y)M(x, y)dx + (x, y)N(x, y)dy = 0
(2.2)
17
merupakan PDB eksak. Sekarang bagaimana prosedur menentukan (x, y), dapatlah digunakan teorema 2.1.1 diatas. Bila persamaan 2.2 eksak maka
(N)
(M)
=
y
x
N
M +
=
N +
y
y
x
x
M
N
= N
M
y
x
x
y
N x M y
(x, y) =
M
N
y
x
(2.3)
=
=
y
x
z x
z
atau
(z) z
(z)
=
=
x
y
z y
z
dan
N
= 3x2 + 4xy + 3.
x
sedangkan
M
= x2 + 4xy + 3,
y
Sekarang gunakan faktor integrasi 2.3 dan substitusikan nilai-nilai diatas ini,
18
maka didapat
=
=
z =
Z
z =
z
1
Z
1
z = ln
= ez = exy
Dengan demikian faktor integrasinya adalah (x, y) = exy . Sekarang soal nomor
dua menjadi PDB eksak dengan mengalikan faktor integrasi terhadap sukusukunya dimasing-masing ruas.
exy (x2 y + 2xy 2 + 2x + 3y)dx + exy (x3 + 2x2 y + 3x)dy = 0
Dengan meyakini persamaan ini merupakan PDB eksak cara menyelesaikan sama
dengan teknik diatas yakni terdapat dua cara. Coba anda kerjakan sebagai
latihan
2.1.4
(2.4)
(2.5)
19
Persamaan 2.4 tidak eksak namun persamaan 2.5 adalah eksak sehingga teknik
penyelesaiannya menyesuaikan. Bisa juga dengan mengintegralkan langsung bentuk itu menjadi
Z
f1 (x)
dx +
f2 (x)
g2 (x)
dy = 0
g1 (y)
Contoh 2.1.3 Tentukan solusi PDB berikut ini dengan menggunakan teknik pemisahan variabel.
1. (x + y)2 dx xydy = 0
2. (2xy + 3y 2 )dx (2xy + x2 )dy = 0
Penyelesaian 2.1.3 Soal nomor 1 bisa dilihat dalam catatan, selanjutnya kita
bahas soal nomor 2. Ambil suatu permisalan y = vx dan tentunya dy = vdx+xdv,
lalu substitusikan kedalam persamaan nomor 2.
(2x2 v + 3x2 v 2 )dx (2x2 v + x2 )(vdx + xdv) = 0
2x2 vdx + 3x2 v 2 dx 2x2 v 2 dx 2x3 vdv x2 vdx x3 dv = 0
x2 (v + v 2 )dx x3 (2v 1)dv = 0
(2v 1)
1
dx
dv = 0
x
(v + v 2 )
Jelas persamaan terakhir ini merupakan PDB eksak sehingga gunakan cara
yang sama untuk menyelesaikannya. Atau bisa diintegralkan langsung menjadi
Z
Z
1
(2v 1)
dx
dv = 0
x
(v + v 2 )
ln x + c0 + ln v 3 ln(1 + v) + c1 = 0
ln x + c0 + ln(y/x) 3 ln(1 + (y/x)) + c1 = 0
20
2.2
Pada umumnya PDB linier order satu nonhomogen dapat dinyatakan dengan
dy
+ P (x)y = Q(x)
dx
dy
+ P (x)y = Q(x)y n
dx
(2.6)
(2.7)
N(x, y)
=0
x
dengan demikian persamaan ini bukan merupakan PDB eksak, sehingga perlu
ditentukan faktor integrasinya. Kita pilih faktor integrasi yang hanya tergantung
pada x, yaitu (x). sedemikian
((x)P (x)y (x)Q(x))dx + (x)dy = 0
merupakan PDB eksak, yang berakibat bahwa
(x)P (x)y (x)Q(x)
y
(x)
x
P (x)dx =
=e
P (x)dx
>0
21
P (x)dx dy
dx
+e
P (x)dx
P (x)y = Q(x)e
P (x)dx
P (x)dx
y=
P (x)dx
Q(x)dx + c
atau
y = e
P (x)dx
P (x)dx
Q(x)dx + c
(2.8)
dy
dx
dy
+ P (x)y 1n = Q(x).
dx
1
dv
y n dx
(1n)
dv
+ (1 n)P (x)v = Q(x)(1 n)
dx
Misal Pp (x) = (1 n)P (x) dan Qq (x) = (1 n)Q(x) maka persamaan diatas
dapat direduksi kedalam bentuk
dv
+ Pp (x)v = Qq (x)
dx
y(2) = 1
22
2.
dy
dx
+ y = xy 3 ,
y(0) = 2
4x
(x2 +1)
dan Q(x) =
y=e
x
(x2 +1)
P (x)dx
P (x)dx
Q(x)dx + c
x2
c
x4
+
+
4(x2 + 1)2 2(x2 + 1)2 (x2 + 1)2
y=
x4
x2
19
+
+ 2
2
2
2
2
4(x + 1)
2(x + 1)
(x + 1)2
Ikuti langkah dalam prosedur yang telah diberikan untuk mengerjakan soal nomor
2. Anda kerjakan sebagai latihan
23
Latihan Tutorial 2
1. Mana diantara soal-soal berikut ini yang merupakan PDB order 1 eksak.
(a) (y sec2 x + sec x tan x)dx + (tan x + 2y)dy = 0
(b) (2 + 1) cos rdr + 2 sin rd = 0
ss2
2s1
ds +
dt = 0
(c)
t
t2
2. Selesaikanlah PD order 1 eksak berikut ini
(a) (2y sin x cos x + y 2 sin x)dx + (sin2 x 2y cos x)dy = 0;
!
!
1+8xy 2/3
x2/3 y 1/3
(b)
dx +
dy = 0;
y(0) = 3
y(1) = 8
(b)
dr
d
+ r tan = cos ,
r( pi4 ) = 1
BAB 3
Aplikasi PDB Order Satu
3.1
xB xA
x
=
.
t
tB tA
v = lim vr = lim
0
v =
dx
dt
a=
dv
dt
(m/dt).
(m/dt2 )
Hukum 3.1.1 (Hukum Newton I) Hukum ini juga disebut hukum Kelembaman Newton yang berbunyi; setiap benda akan tetap berada pada keadaan diam
atau bergerak lurus beraturan kecuali jika benda itu dipaksa oleh gaya-gaya yang
bekerja pada benda itu.
24
25
Hukum 3.1.2 (Hukum Newton II) Percepatan yang ditimbulkan oleh gaya
yang bekerja pada sebuah benda berbanding lurus (sebanding) dengan besar
gaya itu, dan berbanding terbalik dengan massa kelembaman banda itu. Secara matematis dapat ditulis sebagai a = F/m atau F = ma dimana F adalah
gaya dan m suatu massa.
Analog dengan hukum Newton II ini, gerak jatuh bebas suatu benda dengan
berat W tanpa mengikutsertakan gaya gesek udara adalah
W = mg.
F dalam hal ini direpresentasikan dengan W dan a = g, sehingga bisa kita tulis
mg = W
ma = F
dv
= F
dt
dv dx
m
= F
dx dt
dv
= F
mv
dx
m
26
F = ma.
Dalam hal ini f1 = W = 8 newton (gaya kebawah), dan F2 =gaya gesek udara
= 2v (gaya keatas) sehingga
dv
= F1 + F2
dt
8 dv
= 8 2v
10 dt
10
1
dv =
dt
8 2v
8
m
Karena benda berawal dari keadaan diam maka v(0) = 0, sehingga model PDB
sekarang adalah
1
10
dv =
dt
8 2v
8
v(0) = 0
Integralkan kedua ruasnya didapat
10
1
t + c1
ln(8 2v) + c0 =
2
8
5
ln(8 2v) = t + c2
2
5
(8 2v) = e 2 t+c2
5
2v = Ce 2 t + 8
v =
5
1
(8 Ce 2 t )
2
v(t) = 4 2e 2 t .
Selanjutnya untuk menentukan ekspresi jarak maka rubah v(t) kedalam v =
dx
dt
27
x(0) = 0
Dengan cara yang sama untuk solusi PDB ini maka ekspresi jarak terhadap waktu
adalah
4 5
4
x(t) = 4t e 2 t +
5
5
3.2
dQ
dt
3.2.1
Pertumbuhan Populasi
28
Selanjutnya bila k berubah-ubah maka dapat kita ganti dengan h(y) yang dapat
dipilih h(y) = r ay maka model pertumbuhan menjadi
dy
y
= r(1 )y
dt
K
dy
dt
dimana K =
= (r ay)y
r
a
y(t0 ) = y0
PDB ini dikenal dengan persamaan Verhulst atau persamaan Logistik. Solusi
1.5
x
1
-3
-2
0.5
0
-1
-1
-0.5
y(x)
Asymptotic solution
2.5
kualitatif persamaan ini untuk r, K positip adalah tertera dalam Gambar 3.1.
29
Penyelesaian 3.2.1 Bila tahun 1980 jumlah populasi 100,000 maka dapat dikatakan
x(1980) = 100, 000 sehingga model PDB sekarang adalah
dx
1
1 2
=
x
x
dt
100
(10)8
x(t0 ) = x0
Rubah kedalam kedalam PD dengan variabel terpisah
(10)2 x
1
dx = dt
(10)8 x2
Z
1
dx =
dt
(10)2 x(1 (10)6x)
Z
Z
1
(10)6
+
dx =
dt
100
x 1 (10)6x
100 ln x ln(1 (10)6 x) + c0 = t + c1
ln
x
t
=
+ c2
6
1 (10) x
100
t
x
= e 100 +c2
6
1 (10) x
t
x
100
=
ce
1 (10)6x
x =
Terapkan nilai awal x(1980) = 100, 000 didapat c =
x(t) =
106
1 + 9e19.8t/100
ce 100
t
1 + (10)6ce 100
(10)6
9e19.8
sehingga
(3.1)
30
3.2.2
Peluruhan Radioaktif
Contoh 3.2.2 Radioaktif isotop Thorium-234 meluruh pada tingkat yang sebanding dengan jumlah isotop. Jika 100 mg dari material meluruh menjadi 82.04 mg
dalam satu minggu, maka
1. tentukan ekspresi jumlah pada saat tertentu
2. tentukan interval waktu sehingga isotop itu meluruh menjadi setengah dari
jumlah semula.
Penyelesaian 3.2.2 Gunakan rumus peluruhan. Misal Q jumlah isotop Thorium234 maka dalam waktu t model peristiwa peluruhan itu adalah
dQ
= rQ
dt
Q(0) = 100
31
3.3
Perubahan suhu suatu benda atau bahan yang mengalami proses pendinginan
sebanding dengan perbedaan antara suhu benda dan suhu disekitarnya. Dengan
demikian bila Suhu benda itu adalah x dan suhu sekitarnya itu adalah xs maka
proses pendinginan Newton terhadap waktu t digambarkan dengan
dx
= k(x xs ),
dt
k>0
32
Penyelesaian 3.3.1 Dengan memahami persoalan ini maka model PDB proses
pendinginan dapat ditulis sebagai
dx
= k(x 50)
dt
x(0) = 80 dan x(5) = 70
Solusi dari persamaan itu adalah
ln(x 50) + c0 = kt + c1
(x 50) = cekt
x = 50 + cekt
Masukkan nilai awal maka nilai c = 30 sehingga persamaan menjadi
x = 50 + 30ekt
Dan masukkan kondisi kedua didapat
ek =
sehingga ekspresi terakhir menjadi
2 15
3
x(t) = 50 + 30
2 5t
3
3.4
Campuran
Suatu bahan dengan konsentrasi terterntu dicampur dengan bahan lain dalam
suatu tempat sehingga bahan bercampur dengan sempurna dan menjadi campuran lain dengan konsentrasi berbeda. Bila Q menunjukkan jumlah bahan pada
33
dQ
.
dt
Kemudian
bila proses yang terjadi adalah terdapat campuran masuk dan campuran yang
keluar, dimana laju jumlah bahan masuk dinyatakan dengan proses IN dan laju
jumlah bahan keluar dinyatakan dengan proses OUT maka
dQ
= IN OUT
dt
v =r liter/min
k =s gram/liter
v =r liter/min
K= L liter
Q(0) = Q_0 gram
Q
Qr
v=
gram/liter
K
L
Contoh 3.4.1
Suatu tangki mula-mula berisi 200 liter larutan yang mengandung 100 gram garam.
Larutan (lain) yang mengandung garam dengan konsentrasi 1 gram/liter masuk
kedalam tangki dengan laju 4 liter/menit dan bercampur dengan sempurna, kemudian campuran itu diperkenankan keluar dengan laju 4 liter/menit.
1. Formulasikan masalah nilai awal tersebut
34
Q
Q
4Q
v=
gram/liter r liter/menit =
gram/liter
K
K
200
Sehingga
1. Model PDBnya adalah
dQ
4Q
Q
= 4
=4
dt
200
50
Q(0) = 100
2. Dengan menyelesaikan PDB ini didapat ekspresi jumlah garam setiap saat
Q(t) = 200 100et/50
35
Latihan Tutorial 3
1. Suatu benda yang massanya 50 kg dari keadaan diam di suatu puncak bergerak diatas bidang miring dengan panjang 20 m dari puncak ketanah,
dan sudut kemiringan 45o (lihat Gambar 1). Bila koefisien gesek kinitis
k = 0.2. Tentukan: (i) ekspresi fungsi kecepatan dalam waktu t, (ii)
berapa jarak yang ditempuh benda selama 5 detik, dan (iii) berapa waktu
t yang dibutuhkan untuk mencapai tanah.
f gesek
45
45
36
mgR2
)
(R+x)2
dy
dt
= ry
1
y
T
37
BAB 4
PDB Linier Order Dua
Untuk memulai pembahasan ini terlebih dahulu akan ditinjau beberapa teorema tentang konsep umum PDB order n.
4.1
dimana a0 (x) 6= 0.
(4.1)
39
y = c1 f1 + c2 f2 + + cm fm
..
.
(n1)
y (n1) = c1 f1
(n)
y (n) = c1 f1
(n1)
+ c2 f2
(n)
+ c2 f2
(n1)
+ + cm fm
(n)
+ + cm fm
(n)
(n)
(n)
(n1)
(n1)
maka a0 (x) c1 f1 + c2 f2 + + cm fm + a1 (x) c1 f1
+ c2 f2
+ +
(n1)
cm fm
+ + an (x) c1 f1 + c2 f2 + + cm fm = 0, dan dapat disederhanakan
(n)
(n1)
(n)
(n1)
menjadi c1 a0 (x)f1 +a1 (x)f1
+ +an (x)f1 +c2 a0 (x)f2 +a1 (x)f2
+
(n)
(n1)
+ an (x)f2 + + cm a0 (x)fm + a1 (x)fm
+ + an (x)fm = 0. Analog
dari persamaan (4.3) maka ruas kiri persamaan terakhir akan sama dengan nol,
sehingga terbukti y = c1 f1 + c2 f2 + + cm fm merupakan solusi umum.
Definisi 4.1.3 Misal f1 , f2 , . . . , fm adalah fungsi riel yang kontinyu pada turunan ke (n 1) dalam interval [a, b] maka
f1
f2
...
fn
f2
...
fn
f1
W (f1 , f2 , . . . , fn ) =
..
..
..
..
.
.
.
.
(n1) (n1)
(n1)
f1
f2
. . . fn
40
a0 (x) 6= 0
41
Substitusikan kedalam PDB pada persoalan ini didapat x(x2 + 1)v + 2v = 0 dan
misal w = v maka
x(x2 + 1)
dw
+ 2w = 0
dx
2w
dw
=
dx
x(x2 + 1)
1
2
dw =
dx
2
w
x(x + 1)
2x
2
= + 2
dx
x (x + 1)
ln w = ln x2 + ln(x2 + 1) + ln c
ln w = ln
1 2
(x + 1)
x2
1 2
(x + 1).
x2
1
x
y = c1 x + c2 (x2 1).
42
4.2
a0 (x) 6= 0
(4.2)
Teorema 4.2.1 Bila u adalah solusi umum PDB homogen dari persamaan (4.4)
dan v solusi khusus persamaan (4.4) maka u + v adalah solusi umum PDB nonhomogen.
Misal diberikan PDB y + y = x. Bila solusi umum PDB y + y = 0 adalah
yu = c1 sin x + c2 cos x dan solusi khusus y + y = x adalah yk = x maka solusi
umum PDB ini adalah y = yu + yk atau y = c1 sin x + c2 cos x + x.
4.3
4.3.1
(4.3)
bila p, q, r adalah fungsi konstan maka dapat ditulis dengan persamaan berikut
ay + by + cy = 0.
(4.4)
43
y = c1 er1t + c2 er2t .
y(0) = 2, y (0) =
1
2
44
2. 6y + 4y + 3y = 0 y(0) = 4, y (0) = 0
3. y + 5y + 3y = 0 y(0) = 1, y (0) = 0
Akar-Akar Komplek
Persamaan karakteristik persamaan PDB order dua homogen adalah ar 2 +br+c =
0. Jika D < 0 maka akar-akarnya adalah bilangan komplek, yaitu r1 = + i
dan r2 = i, dengan demikian solusi kompleknya adalah
y1 = c1 e(+i)t
y2 = c1 e(i)t
(4.5)
(4.6)
Teorema 4.3.1 (Teorema Taylor) Jika f (t) mempunyai n + 1 turunan kontinyu pada interval [a, b] untuk beberapa n 0 dan bila t, t0 [a, b] maka
f (t) pn (t) + Rn+1 (t)
(t t0 )
(t t0 )n (n)
f (t0 ) + +
f (t0 )
pn (t) = f (t0 ) +
1!
n!
Z t
1
Rn+1 (t) =
(t t)n f (n+1) (t)dt
n! t0
(t t0 )n+1 (n+1)
f
()
=
(n + 1)!
untuk antara t0 dan t.
Dengan menerapkan teorema ini maka aproksimasi untuk fungsi-fungsi berikut
pada t0 = 0 adalah:
at
X (at)n
(at)2 (at)3
= 1 + at +
+
+ =
2!
3!
n!
n=0
sin at =
X
(at)1 (at)3 (at)5
(at)2n1
+
=
(1)n1
1!
3!
5!
(2n 1)!
n=1
X
(at)0 (at)2 (at)4
(at)2n
cos at =
+
=
(1)n
0!
2!
4!
(2n)!
n=0
45
Selanjutnya dalam ekspresi solusi komplek eit dapat ditulis sebagai berikut
it
(it)2 (it)3
= 1 + it +
+
+ ...
2!
3!
X
X
(at)2n
(at)2n1
=
(1)n
+i
(1)n1
(2n)!
(2n 1)!
n=0
n=1
= cos t + i sin t.
Dengan menerapkan persamaan terakhir ini maka solusi komplek (4.5) dan (4.6)
menjadi
y1 = e(+i)t = et cos t + i sin t
y2 = e(i)t = et cos t i sin t .
46
2a
t
= v (t)e
v (t)e 2a t + 2 v(t)e 2a t
a
4a
b
y = v (t)e 2a t
y
4.3.2
y = v(t)y1 (t) = c1 e 2a t + c2 te 2a t
(4.7)
(4.8)
47
Yi (t)
ts (A0 tn + A1 tn1 + + aN )
ts (A0 tn + A1 tn1 + + aN )eat
48
Variasi Parameter
Diberikan PDB nonhomogen
y (t) + p(t)y (t) + q(t)y(t) = g(t),
(4.9)
(4.10)
Kemudian bila c1 diganti dengan u1 (t) dan c2 dengan u2 (t) maka diperoleh
y(t) = u1 (t)y1 (t) + u2 (t)y2 (t),
(4.11)
(4.12)
maka
y (t) = u1 (t)y1 (t) + u2 (t)y2 (t)
y (t) = u1 (t)y1 (t) + u1 (t)y1 (t) + u2 (t)y2 (t) + u2 (t)y2(t).
Substitusikan dua persamaan terakhir ini kedalam persamaan (4.9) diperoleh
u1 (t) y1 (t)+p(t)y1 (t)+q(t)y1 (t) +u2 (t) y2 (t)+p(t)y2 (t)+q(t)y2 (t) +u1 (t)y1 (t)+
u2 (t)y2 (t) = g(t). Suku pertama dan kedua adalah sama dengan nol, karena y1 , y2
adalah solusi PDB (4.11) sehingga
u1 (t)y1 (t) + u2 (t)y2 (t) = g(t)
(4.13)
49
Dua persamaan (4.12) dan (4.13) akan membentuk sistem persamaan linier
dimana u1 (t) dan u2 (t) dapat ditentukan sebagai berikut:
0 y2 (t)
g(t) y2 (t)
y2 (t)g(t)
u1 (t) =
=
.
W (y1 , y2 )(t)
W
y1 (t) 0
y1 (t) g(t)
y1 (t)g(t)
u2 (t) =
=
.
W (y1 , y2)(t)
W
Sehingga
Z
y2 (t)g(t)
dt + c1
W
Z
y1 (t)g(t)
dt + c2 .
u2 (t) =
W
u1 (t) =
y(t) =
y2 (t)g(t)
dt y1 (t) +
W
y1 (t)g(t)
dt
W
y2 (t)
Sebagai contoh dapat diselesaikan PDB y +4y = 3 csc t. Persamaan homogennya adalah y +4y = 0 dengan persamaan karakteristik r 2 +4 = 0 dan mempunyai
akar komplek r12 = 0 2i. Dengan demikian solusinya yh = c1 cos 2t + c2 sin 2t.
Dari keseluruhan soal ini dapat disimpulkan bahwa g(t) = 3 csc t, y1 (t) = cos 2t
dan y2 = sin 2t sehingga y1 (t) = 2 sin 2t dan y2 (t) = 2 sin 2t. Dengan menerapkan prosedur diatas maka
0 y2 (t)
g(t) y2 (t)
3 sin 2t csc t
u1 (t) =
=
W (y1, y2 )(t)
2[cos2 2t + sin2 2t]
50
u2 (t) =
y1 (t) 0
y1 (t) g(t)
W (y1, y2 )(t)
3
csc t 3 sin t
2
3
ln | csc t cot t| + 3 cos t + c2
2
3
y(t) = c1 cos 2t+c2 sin 2t3 sin t cos 2t+3 cos t sin 2t+ ln | csc tcot t| sin 2t
2
51
Latihan Tutorial 4
y(0) = 6,
y (0) = 8
y(0) = 0,
y (0) = 3
52
y(0) = 5,
y (0) = 10
y (0) = 1
y(0) = 0,
y(0) = 2,
(f) y + 6y + 9y = 27e6x ,
y(0) = 2,
y (0) = 0
y(0) = 0,
y (0) = 4
y(0) = 0,
y (0) = 0
y (0) = 8
y(0) = 1,
y (0) = 2
y(0) = 1,
y (0) = 2
y(0) = 1,
y (0) = 0
BAB 5
Aplikasi PDB Order Dua
Pembahasan aplikasi PDB order dua ini akan difokuskan pada model vibrasi
(Gerak Harmonis) pada pegas dengan pertimbangan model PDB ini berupa persamaan linier dengan koefisien konstan. Solusi model ini dapat diturunkan langsung dari teknik-teknik yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, yaitu berkenaan dengan penentuan akar-akar persamaan karakteristik PDB.
Untuk mengawali pembahasan ini akan dijelaskan bagaimana model PDB
vibrasi ini diturunkan dan salah satu hukum yang berkaitan dengan fenomena ini
adalah hukuk Hook dengan bunyi sebagai berikut.
Hukum 5.0.1 (Hukum Hook) Besarnya gaya yang dibutuhkan untuk merenggangkan suatu pegas sebanding dengan besarnya regangan, yaitu |F | = ks. Dimana F =gaya, k=konstanta elastisitas pegas (lb/f t) dan s=jarak regangan.
Gambar 5.1 menjelaskan bagaimana hukum Hook terjadi. Beberapa gaya yang
terjadi pada peristiwa ini adalah
53
54
l+L+U
L
(5.1)
(5.2)
F4 = F (t)
(5.3)
F3 =
4. gaya luar (external force), katakanlah
55
(5.4)
kerja adalah jumlah persamaan (8.9-5.4) dan diperoleh PDB order dua
ku
d2 u
du
+ F (t) = m 2
dt
dt
5.1
(5.5)
u(0) = u0
(5.6)
u (0) = u0
(5.7)
2 =
k
m
(5.8)
u(0) = u0
(5.9)
u (0) = u0 = v0 .
(5.10)
56
v0
sehingga
u(t) =
v0
sin t + u0 cos t.
v0
u0
u(t) = H
sin t +
cos t .
H
H
Misal
v0
= sin dan
u0
H
= cos maka
u(t) = H sin sin t + cos cos t
= H cos(t + )
Persamaan terakgir ini menunjukkan fungsi perpindahan massa dari titik setimbang O dalam waktu t > 0. Dan perlu diingat bahwa bila fungsi itu berupa
fungsi trigonometri dalam hal ini u(t) = H cos(t + ) maka amplitudo adalah
sebesar |H|, waktu yang dibutuhkan utnuk melakukan satu kali getaran (periode)
sebesar
.
2
Contoh 5.1.1 Sebuah benda beratnya 8 newton diletakkan pada ujung pegas yang
tergantung dan mengakibatkan pegas merenggang sepanjang 0.2 meter dan mencapai keadaan setimbang. Selanjutnya benda ditarik kebawah sejauh 0.1 meter
dibawah titik setimbang dan pada saat t = 0 benda itu dilepas dengan kecepatan
awal 1 m/dt maka tentukan besarnya amplitudo, periode dan frekwensi. (Gunakan
g=10 m/dt2 ).
57
u(0) =
u (0) = 1.
Memperhatikan persamaan ini maka akar-akar persamaan karakteristik r12 =
1
1
cos 5 2t + sin 5 2t.
10
5 2
q
2
1 2
1
Kemudian untuk H = 10
+ 51 2 = 10
3 maka
u(t) =
u(t) = H
Dan misal
1
10
= cos dan
5 2
1
10
cos 5 2t +
5 2
sin 5 2t .
= sin maka
cos =
sin =
1
10
1
10
5 2
1
3
10
1
u(t) =
3 cos(0.96) cos 5 2t sin(0.96) sin 5 2t
10
1
=
3 cos 5 2t 0.96 ].
10
58
5 2
2
1
10
5 2
3, periode
mengalami perubahan pada saat t tertentu yang dalam hal ini disebabkan karena
tidak adanya redaman (titik stasioner tetap sama sepanjang t).
0.06
0.04
u(t)
0.02
0.02
0.04
0.06
2
1.5
0.5
0.5
1.5
Gambar 5.2: Getaran pada pegas tak teredam dan bebas gaya luar
5.2
2b =
2 =
k
m
(5.11)
u(0) = u0
(5.12)
u (0) = u0 = v0 .
(5.13)
59
p
Persamaan karakteristiknya adalah r 2 +2br+2 = 0 dengan r12 = b b2 2 .
p
Untuk getaran teredam dipilih b < sehingga r12 = b b2 2 i dan sop
p
lusinya adalah u(t) = ebt c1 cos b2 2 t + c2 sin b2 2 t . Tetapkan suatu
p
konstanta H = c21 + c22 maka solusi ini dapat ditulis sebagai
u(t) = Hebt cos
dimana = arcsin
tor yaitu ebt dan cos
mempunyai sifat
c1
H
= arccos
c2
H
b2 2 t + .
. Jelas solusi ini terdiri dari dua fak-
b2 2 t + dan ebt disebut faktor peredam yang
lim Hebt = 0,
0.04
u(t)
0.02
0.02
0.04
0.06
2
1.5
0.5
0.5
1.5
Gambar 5.3: Getaran pada pegas teredam dan bebas gaya luar
Contoh 5.2.1 Sebuah benda beratnya 16 newton diletakkan pada ujung pegas
yang tergantung dan mengakibatkan pegas merenggang sepanjang 0.4 meter dan
mencapai keadaan setimbang. Selanjutnya benda ditarik kebawah sejauh 0.3 meter
dibawah titik setimbang dan pada saat t = 0 benda itu dilepas tanpa kecepatan
60
5.3
Dalam peristiwa ini model vibrasi muncul dalam persamaan penuh. Dengan
mengambil F (t) = F1 cos t maka model persamaan adalah
mu + u + ku = F1 cos t.
dapat disederhanakan dalam bentuk
u (t) + 2bu + 2 u = E1 cos t,
dimana 2b =
2 =
(5.14)
u(0) = u0
(5.15)
u(0) = u0 = v0 .
(5.16)
k
,
m
E1 =
F1
.
m
homogennya adalah
uh = Hebt cos
b2 2 t + .
(5.17)
(5.18)
61
Substitusikan dalam persamaan (5.14) akan diperoleh dua sistem persamaan linier
2bA + (2 2 )B = 0
(2 2 )A + 2bB = E1
sehingga
E1 (2 2 )
(2 2 )2 + 4b2 2
2bE1
B =
.
2
( 2 )2 + 4b2 2
A =
dimana = arccos
(2 2 )
(2 2 )2 +4b2 2
= arcsin
(5.19)
2b
.
(2 2 )2 +4b2 2
Dengan demikian
E1
b2 2 t + + p
cos(t ).
(2 2 )2 + 4b2 2
(5.20)
Memperhatikan solusi ini maka dapat disimpulkan bahwa fungsi solusinya terdiri
p
dari dua suku fungsi yaitu Hebt cos
b2 2 t + dan 2 E21 2 2 2 cos(t
( ) 4b
), dan dengan konstanta tertentu maka visualisasi vibrasi takbebas gaya luar
ini dapat disajikan berturut-turut pada Gambar 5.4-5.6.
62
0.3
0.2
u(t)
0.1
Perpindahan (u)
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0
4
5
Waktu (t)
0.6
0.4
u(t)
Perpindahan (u)
0.2
0.2
0.4
0.6
0
4
5
Waktu (t)
Contoh 5.3.1 Sebuah benda beratnya 16 newton diletakkan pada ujung pegas
yang tergantung dan mengakibatkan pegas merenggang sepanjang 0.4 meter dan
mencapai keadaan setimbang. Selanjutnya benda ditarik kebawah sejauh 0.3 meter
dibawah titik setimbang dan pada saat t = 0 benda itu dilepas tanpa kecepatan
awal, sedangkan gaya geseknya adalah 6u dimana u adalah kecepatan dalam
satuan m/dt2 maka tentukan fungsi simpangan pada saat tertentu apabila terdapat
gaya luar F (t) = 5 cos 2t. (Gunakan g=10 m/dt2 ).
63
0.6
0.4
u(t)
Perpindahan (u)
0.2
0.2
0.4
0.6
0.8
0
4
5
Waktu (t)
64
Latihan Tutorial 5
1. Sebuah benda beratnya 10 newton diletakkan pada ujung pegas yang tergantung dan mengakibatkan pegas merenggang sepanjang 0.25 meter dan
mencapai keadaan setimbang. Selanjutnya benda ditarik kebawah sejauh
0.4 meter dibawah titik setimbang dan pada saat t = 0 benda itu dilepas
tanpa kecepatan awal, sedangkan gaya gesek diabaikana maka tentukan
fungsi simpangan pada saat. (Gunakan g=10 m/dt2 ).
2. Sebuah benda beratnya 26 newton diletakkan pada ujung pegas yang tergantung dan mengakibatkan pegas merenggang sepanjang 0.75 meter dan
mencapai keadaan setimbang. Selanjutnya benda ditarik kebawah sejauh
0.65 meter dibawah titik setimbang dan pada saat t = 0 benda itu dilepas
tanpa kecepatan awal, sedangkan gaya geseknya adalah 8u dimana u adalah
kecepatan dalam satuan m/dt2 maka tentukan fungsi simpangan pada saat
tertentu.
3. Sebuah benda beratnya 80 newton diletakkan pada ujung pegas yang tergantung dan mengakibatkan pegas merenggang sepanjang 1.5 meter dan
mencapai keadaan setimbang. Selanjutnya benda ditarik kebawah sejauh
1.25 meter dibawah titik setimbang dan pada saat t = 0 benda itu dilepas
tanpa kecepatan awal, sedangkan gaya geseknya adalah 4u + 1 dimana u
adalah kecepatan dalam satuan m/dt2 maka tentukan fungsi simpangan
pada saat tertentu apabila terdapat gaya luar F (t) = 5 cos 2t + sin 2t.
BAB 6
Sistem PDB
Persamaan difrensial biasa order pertama dapat disajikan dalam bentuk berikut
dy
= f (x, y) atau y = f (x, y).
dx
(6.1)
Solusi dari persamaan ini adalah y(x) yang memenuhi persamaan y (x) = f (x, y(x))
di semua titik pada interval domain [a, b]. Selanjutnya persamaan (6.1) dikatakan
merupakan masalah nilai awal bila solusi itu memenuhi nilai awal y(a) = y0 , sehingga persamaan itu dapat digambarkan sebagai
y = f (x, y),
y(a) = y0 .
65
axb
66
Kemudian bila persamaan ini terdiri dari lebih dari satu persamaan yang saling terkait maka dikatagorikan sebagai sistem persamaan difrensial. Sistem persamaan difrensial order pertama disajikan sebagai berikut.
y1 = f1 (t, y1 , y2 , . . . , yn )
y2 = f2 (t, y1 , y2 , . . . , yn )
..
.
yn = fn (t, y1 , y2, . . . , yn ).
Atau dalam bentuk umum dapat disajikan sebagai
yi = fi (t, y1 , y2 , . . . , yn ) i = 1, 2, . . . , n dan a t b.
(6.2)
u
= cos x
1+x
67
y1
),
1+x
y1
.
1+x
6.1
Solusi Sistem PDB Linier Orde Satu Homogen dengan Koefisien Kosntan
Untuk memberikan gambaran bagaimana usaha yang dilakukan dalam menyelesaikan sistem PDB diatas, berikut ini akan diberikan contoh model penyelesaian
sistem PDB dengan dua persamaan.
y1 = a1 y1 + a2 y2
(6.3)
y2 = a3 y1 + a4 y2 .
(6.4)
68
nol, dan bila sama dengan nol solusinya adalah trivial (banyak solusi). Kemudian jenis solusi PDB model ini akan ditentukan oleh akar-akar -akar persamaan
karakteristik ini.
6.1.1
69
Dengan demikian solusi umum sistem PDB pada persoalan ini adalah
6.1.2
y1 = c1 (y1 )1 + c2 (y1 )2
y2 = c1 (y2 )1 + c2 (y2 )2
Akar-Akar Komplek
y2 = (1 + 3i)e(2+3i)t
atau y2 = e2t e3it + 3ie3it .
70
y2 = e2t cos 3t i sin 3t + 3i cos 3t + 3i2 sin 3t .
dan
(y2 )1 = e2t cos 3t + 3 sin 3t .
Dengan menggabungkan kedua solusi ini didapat solusi umum sistem PDB
y1 = 2e2t c1 cos 3t + c2 sin 3t
y2 = e2t c1 cos 3t 3 sin 3t + c2 3 cos 3t sin 3t
6.1.3
Permisalan solusi pada kasus ini sedikit berbeda dengan permisalan solusi-solusi
sebelumnya. Pertama kali dimisalkan
y1 = Aet
y2 = Bet
kemudian permisalan ditingkatkan menjadi
y1 = Atet
y2 = Btet .
71
Bila permisalan terakhir ini dipandang tidak cukup signifikan dijadikan solusi
PDB dengan akar riel sama ini dapat dipilih permisalan lain
y1 = (A1 t + A2 )et
y2 = (B1 t + B2 )et .
Untuk lebih jelaskan akan diselesaikan contoh berikut ini.
Contoh 6.1.3 Tentukan solusi dari sistem PDB dibawah ini.
y1 = 4y1 y2
y2 = y1 + 2y2.
Penyelesaian 6.1.3 Misal y1 = Aet y1 = Aet dan y2 = Bet y2 =
Bet adalah solusi sistem ini maka substitusikan kedalam dua persamaa diatas
diperoleh persamaan karakteristik dengan 1 = 2 = 3 sehingga persamaan menjadi
AB = 0
A B = 0.
Pilih A = B = 1 maka solusinya
(y1 )1 = e3t
(y2 )1 = e3t .
Selanjutnya misal solusi itu y1 = (A1 t + A2 )e3t dan y2 = (B1 t + B2 )e3t maka
y1 = A1 e3t + 3A1 te3t + 3A2 e3t dan y2 = B1 e3t + 3B1 te3t + 3B2 e3t . Substitusikan
kedalam dua persamaan dalam persoalan diatas diperoleh persamaan
(A1 B1 )t + (A2 A1 B2 ) = 0
(A1 B1 )t + (A2 B1 B2 ) = 0
72
sehingga
A1 B1 = 0
A2 A1 B2 = 0
A1 B1 = 0
A2 B1 B2 = 0.
6.2
y1 = c1 (y1 )1 + c2 (y1)2
y2 = c1 (y2 )1 + c2 (y2)2
Metoda Operator
Misal diberikan
Dx = x
D n x = x(n)
maka
a0 x(n) + a1 x(n1) + + an1 x + an x = F (x)
a0 D (n) + a1 D (n1) + + an1 D + an x = F (x).
73
74
Persamaan terakhir ini merupakan PDB nonhomogen order dua dengan koefisien
konstan sehingga dengan menggunakan prinsip-prinsip penyelesaian sebelumnya
diperoleh solusi berikut
1
11
x(t) = c1 et + c2 e3t t .
3
36
(6.5)
Dengan cara yang sama gunakan metoda eliminasi untuk x diperoleh solusi
5
1
y(t) = k1 et + k2 e3t + t + .
8
12
(6.6)
Tentukan turunan pertama kedua solusi ini dan substitusikan kedua solusi ini
bersama turunannya kedalam salah satu sistem PDB dan kelompokkan seluruh
koefisien yang bersesuaian diperohel
(c1 2k1 )et + (9c2 + 6k2 )e3t = 0
sehingga diperoleh hubungan k1 = 12 c1 dan k2 = 32 c2 . Dengan demikian solusi
umumnya adalah
1
11
x(t) = c1 et + c2 e3t t
3
36
5
1 t 3 3t 1
y(t) = c1 e + c2 e + t + .
2
2
8
12
75
Latihan Tutorial 1
1. Suatu fluida (yang berupa zat alir) diinjeksikan satu arah dalam sebuah
trowongan vertikal. Kemudian flow (aliran) fluida itu diamati sedemikian
hingga menghasilkan suatu model matematika yang berupa sistem PD non
linier dengan masalah nilai awal sebagai berikut:
f R[(f )2 f f ] + RA = 0
h + Rf h + 1 = 0
+ P f = 0
dengan nilai awal f (0) = 1, f (0) = 2, f (0) = 1, h(0) = 2, h (0) =
1, (0) = 1, (0) = 1. Dimana f, h adalah fungsi potensial dan adalah
fungsi distribusi temperatur. A adalah konstanta tak tentu, R adalah bilangan Reynold dan P bilangan Peclect. Lakukan transformasi kedalam
sistem PDB order satu.
2. Suatu PDB disajikan dalam sistem berikut:
u + u = x
2v +
w + v (1
v
v
u
= cos v
1+x
x
) u = x
76
2 Lt/min, 1 gram/Lt
1 Lt/min, 3 gram/Lt
4 Lt/min
2 Lt/min
3 Lt/min
(a) Tentukan model matematik lengkap dengan masalah nilai awalnya dari
peristiwa ini.
(b) Gunakan metoda operator untuk menentukan ekspresi model matematik yang menyatakan banyaknya garam dalam tangki I dan II setiap
saat.
4. Gambar 6.2 menyajikan gerak harmonis pegas yang disebabkan oleh ditempatkannya dua massa m1 dan m2 . Selanjutnya benda m1 didorong mendekati
77
pangkal pegas sejauh y1 = a1 dari titik setimbang m1 dan m2 ditarik menjauhi pangkal pegas sejauh y2 = a2 dari titik setimbang m2 . Pada saat
t(0) = t0 dan v(0) = v0 kedua beban itu dilepas sehingga mengalami garak
harmonis.
(a) Tentukan model matematik lengkap dengan masalah nilai awalnya dari
peristiwa ini.
(b) Tentukan ekspresi model matematik yang menyatakan besarnya simpangan setiap saat.
k1
m1
k2
m2
O1
k1
m1
x1 = a1
O2
k2
m2
x2 = a2
BAB 7
PDB Nonlinier dan
Kesetimbangan
Dalam fenomena riel sedikit sekali model PDB muncul dalam bentuk linier. Sebaliknya persamaan itu muncul dengan model nonlinier yang sulit diselesaikan
secara analitik. Suatu metoda yang terus berkembang pesat adalah metoda numerik. Namun demikian secara teoritis maupun praktis metoda ini memerlukan
pemahaman khusus terutama menyangkut pembuatan komputer programming.
Metoda sederhana namun cukup berarti adalah menghampiri persamaan nonlinier dengan persamaan linier termasuk didalamnya menganalisa perubahan koefisien dan syarat awalnya. Teknik ini dikenal dengan analisa kualitatif, yaitu
mencoba menganalisa solusi PDB nonlinier secara grafis. Beberapa aspek penting untuk memahami teknik penyelesaian dengan cara ini dapat dijelaskan dalam
bahasan berikut.
78
79
7.1
Sistem Linier
Suatu sistem PDB order satu dengan n persamaan yang disajikan sebagai
dx1
= a11 x1 + a12 x2 + + a1n xn
dt
dx2
= a21 x1 + a22 x2 + + a2n xn
dt
..
.
dx1
= a11 x1 + a12 x2 + + a1n xn
dt
dapat ditulis dalam bentuk
dx
= Ax.
dt
(7.1)
dx
dt
= Ax = 0 maka solusi
sistem PDB linier akan mencapai titik kritis (titik kesetimbangan). Suatu contoh, diberikan sistem PDB x1 = x1 + x2, x2 = x1 x2. Titik kritis dapat
diperoleh dengan menyelesaikan sistem
x1 + x2 = 0
x1 x2 = 0
80
dimana titik yang memenuhi adalah (0, 0) sehingga titik kesetimbangannya adalah
(0, 0).
7.2
Dalam hal ini akan dibahas sistem PDB dengan dua variabel terikat x1, x2.
Definisi 7.2.1 Suatu PDB yang berbentuk
dx1
= f1 (x1 , x2 )
dt
dx2
= f2 (x1 , x2 )
dt
(7.2)
(7.3)
adalah merupakan sistem otonomus karena f1 (x1 , x2 ) dan f2 (x1 , x2 ) bebas dari t.
Dengan demikian bila sarat Lipschitz dipenuhi oleh persamaan diatas maka
x1 = x1 (t),
x2 = x2 (t)
(7.4)
merupakan solusinya dan memenuhi sarat awal x1 (t0 ) = (x1 )0 , x2 (t0 ) = (x2 )0 .
Jelas penyelesaian (7.4) menentukan sebuah kurva diruang tiga-dimensi t, x1 , x2 .
Jika kita pandang t sebagai parameter, maka bila t berubah dalam selang interval
tertentu a < t < b, titik (x1 (t), x2 (t)) akan menelusuri sebuah kurva yang disebut
trayektori atau orbit dari penyelesaian (7.4) di bidang x1x2. Dalam kajian dari
sistem fisis, pasangan (x1 , x2 ) disebut fase dari sistem oleh karena itu bidang
x1x2 pada umumnya disebut bidang fase (phase plan), sedangkan gambar semua
trayektori yang berpautan dalam bidang fase disebut potret fase.
Untuk menentukan trayektori dari persamaan (7.2-7.2) dapat digunakan aturan rantai sebagai berikut:
dx2
dx2 dt
f2 (x1 , x2 )
=
=
dx1
dt dx1
f1 (x1 , x2 )
(7.5)
81
dx 0 1
=
x,
dt
1 0
dan gambar keluarga trayektori yang berpautan dengan solusi yang memenuhi
dx 0 1
=
x,
dt
1 0
dan gambar keluarga trayektori yang berpautan dengan solusi yang memenuhi
0 1
x = 0,
1 0
x2 6= 0
82
dimana penyelesaian umumnya adalah x21 +x22 = c2 , suatu lingkaran yang berpusat
di (0, 0). Dengan menerapkan sarat awal, maka solusi khusus didapat sebagai
x21 + x22 = 4. Trayektori dari solusi ini adalah berupa lingkaran yang berpusat di
(0, 0), dimana gerakannya dapat dianalisis dari solusi x22 = 4 x21 . Semakin besar
nilai x1 semakin kecil nilai x2 -nya, dengan demikian gerakan titik berlawanan
dengan arah jarum jam, lihat Gambar (7.1).
x2
x1
7.3
(7.6)
(7.7)
83
akan mempunyai ((x1 )0 , (x2 )0 ) sebagai titik kritis (atau kesetimbangan) dari sistem (7.6-7.7) apabila f1 ((x1 )0 , (x2 )0 ) = 0 dan f2 ((x1 )0 , (x2 )0 ) = 0. Karena turunan suatu konstanta sama dengan nol, akibatnya jika titik ((x1 )0 , (x2 )0 ) merupakan titik kritis dari sistem ini, maka sepasang fungsi konstan
x1(t) = (x1 )0 ,
x2(t) = (x2 )0
(7.8)
(7.9)
(7.10)
untuk semua t 0.
Definisi 7.3.2 Titik kritis ((x1 )0 , (x2 )0 ) atau penyelesaian konstan (7.8) disebut
stabil asimtotik jika titik itu stabil dan sebagai tambahan terdapat 0 sedemikian
84
(7.11)
lim x2 (t) = 0
(7.12)
Definisi 7.3.3 Sebuah titik yang tidak stabil disebut tak stabil.
Secara singkat dikatakan, stabilitas berarti perubahan kecil dalam syarat awal
hanya menyebabkan pengaruh kecil pada penyelesaian, stabil asimtotik berarti
pengaruh dari perubahan kecil cendrung menghilang sama sekali (tidak berpengaruh) sedangkan ketakstabilan berarti suatu perubahan kecil pada syarat awalnya akan berakibat perubahan besar pada penyelesaian.
Konsep mengenai titik stabil, stabil asimtotik dan tak stabil masing-masing
digambarkan dalam Gambar 7.2.
85
dx 0 1
=
x,
dt
1 0
adalah stabil.
Penyelesaian 7.3.1 Misal diberikan > 0. Pilih = . Solusi sistem ini adalah
x1 (t) = c1 cos t + c2 sin t
(7.13)
(7.14)
dimana c1 , c2 adalah sebarang konstan. Karena titik kritis (0, 0) maka (x1 )0 =
(x2 )0 = 0 dan x1 (0) = c1 , x2 (0) = c2 , dan jelas
[x1 (0) (x1 )0 ]2 + [x2 (0) (x2 )0 ]2 <
(c1 0)2 + (c2 0)2 <
c21 + c22 < .
Selanjutnya apakah
[x1 (t) (x1 )0 ]2 + [x2 (t) (x2 )0 ]2 < .
Substitusikan penyelesaian diatas didapat
(c1 cos t + c2 sin t)2 + (c1 cos t c2 sin t)2 <
c21 cos2 t + 2c1 cos tc2 sin t + c22 sin2 t + c21 cos2 t 2c1 cos tc2 sin t + c22 sin2 t <
c21 + c22 <
= .
Lengkaplah pembuktian bahwa titik kritis (0, 0) adalah stabil. Kita tahu bahwa
trayektori sistem PDB ini merupakan persamaan lingkaran yang berpusat di
86
(0, 0), dengan demikian lingkaran itu tidak menghampiri titik kritis pada saat
t . Ini berarti persamaan (7.12) tidak berlaku, oleh karena itu titik kritis
(0, 0) bukan stabil asimtotik.
Contoh 7.3.2 Buktikan titik kritis (0, 0) sistem PDB
dx 1 0
=
x,
dt
0 1
adalah stabil asimtotik.
(7.15)
x2 (t) = c2 et
(7.16)
87
dengan demikian titik (0, 0) adalah stabil. Karena untuk sebarang c1 , c2 berlaku
lim x1 (t) = lim c1 et = 0,
dx 3 4
=
x,
dt
2 3
adalah takstabil.
Penyelesaian 7.3.3 Misal titik (0, 0) adalah stabil maka untuk > 0 terdapat
> 0 sedemikian hingga memenuhi persamaan (7.9-7.10). Perhatikan bentuk
penyelesaian sistem ini
t
e
2
t
x2 (t) =
e
2
x1 (t) =
2
2
(
) +(
) <
2
2
< .
2
Selanjutnya apakah
[x1 (t) (x1 )0 ]2 + [x2 (t) (x2 )0 ]2 < .
Substitusikan penyelesaian diatas didapat
t 2
t 2
(
e ) +(
e) <
2
2
2t
e < .
2
(7.17)
(7.18)
88
Jelas ini tidak akan berlaku untuk semua nilai t 0, sehingga titik kristis (0, 0)
adalah takstabil.
Selanjutnya sifat-sifat kestabilan secara umum dari sistem otonomus linier
dx a b
=
x,
dt
c d
dapat dianalisa dari nilai eigen matriknya. Bila ad bc 6= 0 maka titik kritis
(0, 0) adalah satu-satunya titik kristis sistem ini dan solusinya akan berbentuk
x1 (t) = Aet ,
x2 (t) = Bet .
89
dx a b
=
x + F (x1 , x2 ),
dt
c d
(7.19)
dx a b
=
x,
dt
c d
merupakan hampiran yang baik terhadap sistem PDB hampir linier diatas. Selanjutnya berkenaan dengan kestabilan titik kritis akan mengikuti teorema berikut.
90
Teorema 7.3.2 Titik kritis (0, 0) dari sistem PDB hampir linier
akan stabil asimtutik jika titik kritis (0, 0) dari sistem PDB linier adalah
stabil asimtutik.
akan takstabil jika titik kritis (0, 0) dari sistem PDB linier adalah takstabil.
Contoh 7.3.4 Buktikan bahwa titik kritis (0, 0) sistem PDB hampir linier
x1 = x1 + x2 + (x21 + x22 )
x2 = 2x2 (x21 + x22 )3/2
adalah stabil asimtutik.
Penyelesaian 7.3.4 Di sini a = 1, b = 1, c = 0, d = 2, dan ad bc = 2 6= 0
sedang F1 (x1 , x2 ) = (x21 + x22 ), F2 (x1 , x2 ) = (x21 + x22 )2 . Juga F1 (0, 0) = F2 (0, 0) =
0, sehingga syarat (7.19) terpenuhi. Dengan demikian sistem liniernya sekarang
adalah
x1 = x1 + x2
x2 = 2x2
Persamaan karakteristik persamaan ini adalah 2 + 3 + 2 = 0, dimana akarakarnya adalah 1 = 1 dan 1 = 2. Karena kedua akarnya bernilai riel dan
negatif maka titik kritis sistem linier ini adalah adalah stabil asimtutik yang
berakibat bahwa sistem yang hampir linier itu juga stabil asimtutik.
Contoh 7.3.5 Buktikan bahwa titik kritis (0, 0) sistem PDB hampir linier
x1 = 3x1 + 4x2 + (x21 x22 )
x2 = 2x1 + 3x2 x1 x2
91
Jadi syarat (7.19) terpenuhi, sehingga kajian difokuskan pada bagian sistem linier
x1 = 3x1 + 4x2
x2 = 2x1 + 3x2
dimana nilai eigennya adalah 1 = 1 dan 2 = 1. Karena salah satu akarnya
adalah positif dan titik (0, 0) adalah titik kritis dari sistem linier ini sehingga menjadi takstabil maka sistem hampir linier diatas merupakan sistem PDB dengan
titik keritis takstabil.
7.4
dx a b
=
x,
dt
c d
92
maka solusi umumnya adalah x1 (t) = Aert , x2 (t) = Bert dimana r adalah nilai
eigen dari matrik
a b
.
c d
(7.20)
Potret fase dari sistem otonomus linier diatas hampir seluruhnya tergantung pada
akar-akar r1 , r2 dari persamaan (7.20). Tabel (7.1) merupakan rangkuman potret
fase sistem PDB dengan sifat-sifat stabilitasnya. Sedangkan tipe-tipe titik kritis
x = Ax
Nilai eigen
r 1 > r2 > 0
r 1 < r2 < 0
r 1 < 0 > r2
r1 = r2 > 0
r1 = r2 < 0
r1 , r2 = i
>0
<0
r1 = i, r2 = i
det(A rI) = 0
Tipe titik kritis
Simpul
Simpul
Titik plana
Simpul sempurna atau tak sempurna
Simpul sempurna atau tak sempurna
Titik spiral (Fokus)
det A 6= 0
Stabilitas
Tidak stabil
Stabil asimtotik
Tidak stabil
Tidak stabil
Stabil asimtotik
Tidak stabil
Stabil asimtotik
Stabil
Pusat
Tabel 7.1: Potret fase dan stabilitas sistem PDB otonomus linier
pada kolom dua dapat dijelaskan melalui Gambar 7.3.
Contoh 7.4.1 Buatlah gambar potret fase dari sistem otonomus linier
x1 = 2x1 + x2
(7.21)
x2 = x1 2x2
(7.22)
93
x2
x2
x2
((x1)0 , (x2)0)
(a)
x1
(b)
x1
(c)
x1
(7.23)
x2 (t) = c1 et c2 e3t .
(7.24)
Akan ditentukan trayektori dari semua penyelesaian yang diberikan oleh penyelesaian umum ini untuk semua nilai c1 , c2 yang berbeda. Bila c1 = c2 = 0 maka
didapat penyelesaian x1 = x2 = 0 dimana trayektorinya merupakan titik asal
(0, 0). Bila c1 6= 0 dan c2 = 0 didapat penyelesaian
x1 (t) = c1 et
(7.25)
x2 (t) = c1 et ,
(7.26)
(7.27)
x2 (t) = c2 e3t .
(7.28)
94
y = x > 0
y= x>0
y = x < 0
y = x < 0
Selanjutnya dengan MAPLE potret fase ini dapat digambar dengan mudah
melalui fungsi DEplot.
95
Hasil dari menjalankan fungsi ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Contoh 7.4.2 Buatlah gambar potret fase dari sistem otonomus linier
x1 = 3x1 2x2
(7.29)
x2 = 2x1 2x2
(7.30)
(7.31)
1
x2 (t) = 2c1 et + c2 e2t .
2
(7.32)
96
(7.33)
x2 (t) = 2c1 et ,
(7.34)
(7.35)
x2 (t) = c2 e2t .
(7.36)
y = 2x > 0
y =
1
x >0
2
y =
1
x <0
2
y = 2x < 0
97
98
Latihan Tutorial 2
1. Tentukan titik kritis dan persamaan trayektori dari penyelesaian sistem
berikut.
(a) x1 = x1 ,
x2 = 2x2
(b) x1 = x2 ,
x2 = 4 sin x1
(c) x1 = x1 ,
x2 = 2x2
(d) x1 = x1 + x2 ,
(e) x1 = x2 ,
x2 = x1 x2
x2 = sin x1
(f) x1 = x1 x1 x2 ,
x2 = x2 + x1 x2
2. Transformasikan PDB berikut kedalam sistem PDB order satu dan hitung
persamaan trayektorinya
(a) x + x = 0
(b) x + sin x = 0
(c) x x + x3 = 0
3. Tentukan apakah titik kritis (0, 0) merupakan titik stabil, stabil asimtutik
atau tak stabil.
(a) x1 = x2 ,
x2 = x1
(b) x1 = x1 + x2 ,
x2 = 2x2
(c) x1 = x1 + x2 ,
x2 = x1 x2
x2 = 6x1 7x2
99
x2 = 2x1 + 3x2
x2 = 6x1 7x2 x1 x2
x2 = 2x1 + 3x2 + x22
BAB 8
Potret Fase Sistem PDB
Nonlinier dan Aplikasi
Pada bagian ini akan dibahas potret fase sistem otonomus nonlinier dalam aplikasi. Suatu teorema mengenai potret fase sistem otonomus nonlinier
x1 = ax1 + bx2 + f1 (x1 , x2 )
(8.1)
(8.2)
8.0.1
Interaksi Populasi
Dalam bagian ini akan dibahas dua spesies yang berbeda, satu spesies disebut
pemangsa dan spisies lainnya disebut mangsa (Predator-Prey). Spesies mangsa
mempunyai persediaan makanan yang berlebihan sedangkan spesies pemangsa
100
x = Ax
Nilai eigen
r 1 > r2 > 0
r 1 < r2 < 0
r 1 < 0 > r2
r1 = r2 > 0
r1 = r2 < 0
r1 , r2 = i
>0
<0
r1 = i, r2 = i
det(A rI) = 0
Tipe titik kritis
Simpul
Simpul
Titik plana
Simpul atau Titik spiral (Fokus)
Simpul atau Titik spiral (Fokus)
Titik spiral (Fokus)
101
det A 6= 0
Stabilitas
Tidak stabil
Stabil asimtotik
Tidak stabil
Tidak stabil
Stabil asimtotik
Tidak stabil
Stabil asimtotik
Taktentu
Tabel 8.1: Potret fase dan stabilitas sistem PDB otonomus nonlinier
diberi makanan spesies mangsa. Kajian matematis mengenai ekosistem seperti
ini pertama kali diperkenalkan oleh Lotka dan Volterra dalam pertengahan tahun
1920.
Misalkan x1 (t) dan x2 (t) masing-masing menunjukkan banyaknya spesies mangsa
dan pemangsa pada saat t maka bila kedua spesies itu terpisah model matematisnya digambarkan sebagai berikut:
x1 = a1 x1
(8.3)
x2 = a1 x2 .
(8.4)
Dalam hal ini a1 > 0 karena populasi mangsa akan terus bertambah dengan
adanya makanan yang banyak, sedangkan spesies pemangsa akan berkurang jumlahnya sehingga a1 < 0. Akan tetapi bila kedua spesies itu berinteraksi maka
model matematis yang diungkapkan oleh Lotka dan Volterra menjadi
x1 = a1 x1 a2 x1 x2
(8.5)
x2 = a3 x2 + a4 x1 x2 .
(8.6)
102
mengandaikan bahwa jumlah yang membunuh besarnya tiap satuan waktu berbanding lurus dengan x1 dan x2 , yaitu x1 x2 . Jadi populasi mangsa akan berkurang
sedangkan populasi pemangsa akan bertambah.
Persamaan (8.5-8.6) ini tak linier dan sulit diselesaikan dengan cara analitik
untuk menentukan solusi eksplisitnya. Namun demikian dengan teori kualitatif
sistem semacam ini dapat dianalisa untuk membuat ramalan tentang kelakuan
kedua spesies tersebut.
Dengan menyelesaikan sistem
a1 x1 a2 x1 x2 = 0
(8.7)
a3 x2 + a4 x1 x2 = 0
(8.8)
untuk menentukan titik kritisnya didapat (0, 0) dan (a3 /a4 , a1 /a2 ). Dengan demikian
sistem ini akan mencapai solusi seimbang pada x1 (t) = 0, x2 (t) = 0 dan x1 (t) =
a3 /a4 , x2 (t) = a1 /a2 . Dalam hal ini solusi seimbang kedua akan dikaji. Secara
intuitif dapatlah ditentukan solusi sistem itu, yaitu x1 (t) = 0, x2 (t) = x2 (0)ea3 t
merupakan solusi khusus dengan trayektori sumbu x2 positif dan x2 (t) = 0, x1 (t) =
x1 (0)ea1 t merupakan solusi khusus dengan trayektori sumbu x1 positif. Karena ketunggalan penyelesaian ini, maka setiap penyelesaian sistem ini yang pada t = 0
berawal pada kuadran pertama tidak akan memotong sumbu x1 dan x2 oleh
karena itu solusi itu akan tetap berada pada kuadran pertama.
Trayektori sistem ini diperoleh dari
a3 x2 + a4 x1 x2
(a3 + a4 x1 )x2
dx2
=
=
dx1
a1 x1 a2 x1 x2
(a1 a2 x2 )x1
a1 a2 x2
a3 + a4 x1
dx2 =
dx1
x2
x1
103
atau
a3
a1
a2 dx2 =
+ a4 dx1
x2
x1
ea2 x2 ea4 x2
= K
(8.9)
x2
= a3 + a4 x1 .
x2
104
Karena x2 (T ) = 0 maka
a3 T + a4
x1 (t)dt = 0 atau
1
T
x1 (t)dt =
0
a3
.
a4
Dengan demikian
x1 =
a3
.
a4
a1
.
a2
Dari (8.10) dan (8.10) dapatlah dibuat ramalan yang menarik bahwa ukuran
rata-rata dari dua populasi x1 (t) dan x2 (t) yang berinteraksi sesuai dengan model
matematis yang digambarkan pada persamaan (8.5-8.6) akan tepat mempunyai
nilai setimbang pada x1 = a3 /a4 dan x2 = a1 /a2 . Selanjutnya de-ngan menggunakan pengamatan ini dapatlah dibuat ramalan lain yang menarik. Misal
populasi mangsa x1 (t) berkurang dalam jumlah yang sedang, maka po-pulasi
mangsa dan pemangsa akan berkurang jumlahnya pada laju, katakanlah, x1 (t)
dan x2 (t). Sehingga sistem menjadi
x1 = a1 x1 a2 x1 x2 x1
x2 = a3 x2 + a4 x1 x2 x2 .
atau
x1 = (a1 )x1 a2 x1 x2
(8.10)
x2 = (a3 + )x2 + a4 x1 x2 .
(8.11)
105
x1 =
(8.12)
x2
(8.13)
Dengan kata lain rata-rata populasi mangsa akan lebih besar sedikit dari ratarata sebelum adanya pengurangan sedangkan rata-rata populasi pemangsa sedikit
lebih kecil dari rata-rata sebelumnya.
x2
a1
a2
a3
(a
a3
a4
, a1
a2
x1
8.0.2
106
Ayunan sederhana terdiri dari sebuah bandul B bermassa m pada spotong tongkat
yang ringan dan kaku sepanjang L, diikat bagian atasnya sedemikian hingga sisem
itu dapat berayun pada bidang vertikal, lihat Gambar 8.3.
0
C
B
L
A
s
m g sin
mg
m g cos
(0) = 0
dimana (0) = 0 adalah perpindahaan sudut awal dari tongkat dan (0) = 0
karena bandul dilepas dari keadaan diam. Ada dua gaya yang berkerja yaitu
gaya berat (mg) dan gaya tegangan tongkat T . Gaya mg dipecah menjadi
dua komponen mg cos dan mg sin , lihat Gambarband. Gaya mg cos
mengimbangi tegangan T pada tongkat, sedang gaya mg sin menggerakkan
107
d2 s
= mg sin
dt2
d2 s
dt2
(8.14)
d2 s
d2
=
L
dt2
dt2
(8.15)
atau
g
d2
+ sin = 0
2
dt
L
(8.16)
(0) = 0.
(8.17)
(0) = 0
(8.18)
x2 = 2 sin x1 .
(8.19)
Untuk menganalisa titik kritis persamaan ini, dapat ditentukan dari mengnolkan
ruas kiri, sehingga
x2 = 0
2 sin x1 = 0.
Dengan menyelesaikan persamaan kedua diperoleh x1 = = 0, , 2, 3, . . .
sehinggga titik kritisnya adalah
. . . , (2, 0), (, 0), (0, 0), (, 0), (2, 0), . . .
108
Memahami sin x adalah fungsi periodik maka cukup dipelajari (0, 0), (, 0)
saja. Untuk (0, 0) maka ekspansi deret Taylor disekitar x = 0 adalah
x3 x5
sin x = x
+
...,
3!
5!
sehingga persamaan (8.18-8.19) dapat dihampiri oleh sistem linier
x2 = 2 x.
x1 = x2 ,
(8.20)
Dengan demikian persamaan karakteristik (8.20) adalah r 2 + 2 = 0 dengan akarakar r12 = i. Menurut Tabel 7.1 Tabel 8.1 dan maka titik kritis (0, 0) adalah
stabil pusat untuk sistem (8.20) dan merupakan titik pusat atau fokus untuk
sistem (8.18-8.19), lihat Gambar 8.3. Panah pada trayektori menunjukkan arah
perputaran jarum jam karena persamaan pertama dalam (8.20) yaitu x membesar
bila y positif. Analog dengan ini sistem (8.18-8.19) juga mempunyai titik kritis
pada (2n, 0) untuk n = 1, 2, . . . .
x2
0
2
x1
(x )3 (x )5
+ ....
3
5!
109
x2 = 2 (x ).
(8.21)
dan mempunyai titik kritis pada (, 0). Titik kritis dapat dipetakan ke (0, 0)
dengan memisalkan v = x sehingga menjadi
x2 = 2 v.
v = x2 ,
(8.22)
x2
4 3 2
x1
110
(8.23)
Untuk menggambarkan potret fase dari persamaan ini adalah tepat sekali untuk
menyatakan c dalam syarat awal. Andaikan bahwa x2 = (x2 )0 bila x1 = 0 maka
dari (8.23) didapat bahwa
1
(x2 )20 2
2
1
=
(x2 )20 2
2
c =
1 2
x2 2 cos x1
2
x1
= (x2 )20
2
(8.24)
111
(x2 )0
< .
2
Dalam kasus ini ayunan itu berosilasi antara sudut ekstrem xmaks . Trayektorinya merupakan kurva tertutup sebagaimana terlihat dalam bagian paling
dalam kurva dalam Gambar 8.5.
KASUS 2 |(x2 )0 | > 2. Dalam kasus ini ayunan membuat putaran lengkap.
Trayektorinya akan berbentuk kurva ombak pada bagian atas dan bawah kurva
dalam Gambar 8.5.
KASUS 3 |(x2 )0 | = 2. Dalam hal ini trayektori berbentuk simpal (kop)
tebal yang memisahkan trayektori tertutup dan trayektori ombak dalam Gambar
8.5. Persamaan trayektori ini dapat diturunkan langsung dari persamaan (8.24)
jika kita substitusikan 2 dalam (x2 )0 sehingga diperoleh
x2 = 2 cos
x
2
112
Latihan Tutorial 3
x2 = a3 x2 + a4 x1 x2 2 x22
mahluk. Kajilah stabilitsa dari tiap titik kritisnya dan tentukan apakah ini
merupakan titik simpul, plana atau fokus.
2. Persamaan difrensial
+ k + 2 sin = 0,
k>0
(b) k = 2
(c) k > 2
3. Persamaan difrensial
x + (x2 1)x + x = 0,
>0
113
order satu dan buktikan bahwa hanya (0, 0) satu-satunya titik kritis dari
sistem ini. Kajilah stabilitas sistem pada (0, 0) bila < 2 dabn > 2.
Dalam setiap kasus tentukan apakah (0, 0) merupakan titik simpul, plana
atau fokus.
4. Dua tangki saling berhubungan (lihat Gambar 1). Awal mula tangki I berisi
30 Lt air yang berisi 20 gram garam, sementara tangki II berisi 20 Lt air
dengan 15 gram garam. Kemudian air yang berisi 1 gram/Lt dituangkan
kedalam tangki I dengan laju 2 Lt/menit dan bercampur sempurna dalam
tangki I, pada saat yang bersamaan campuran itu mengalir ke tangki II
dengan laju 4 Lt/menit. Disisi lain air yang berisi 3 gram/Lt dituangkan
kedalam tangki II dengan laju 1 Lt/menit dan bercampur sempurna dalam
tangki II dan pada saat yang bersamaan pula campuran itu mengalir ke luar
dimana 2 Lt/menit mengalir kembali ke tangki I dan 3 Lt/menit mengalir
keluar meninggalkan sistem.
2 Lt/min, 1 gram/Lt
1 Lt/min, 3 gram/Lt
4 Lt/min
2 Lt/min
3 Lt/min
(a) Tentukan model matematik lengkap dengan masalah nilai awalnya dari
114
peristiwa ini.
(b) Tentukan titik kesetimbangan (titik kritis) dari dari sistem PD order
pertama tersebut.
(c) Tentukan ekspresi model matematik yang menyatakan banyaknya garam
dalam tangki I dan II setiap saat.
5. Suatu rangkaian tertutup seri dari hambatan (R), induktor (L) dan kapasitor (C) dihubungkan dengan sumber tegangan bolak balik E = 100 sin 60t
Volt, lihat Gambar 2 dibawah ini. Jika muatan listrik awal dan arus listrik
awal sama dengan nol, tentukan fungsi muatan listrik Q dalam kapasitor
setelah saat tertentu t > 0.
R = 2 ohm
I
Keterangan:
C=1/260 farad
R : Hambatan
L : Induktor
C : Kapasitor
L=1/10 henry
Daftar Pustaka
Boyce, W. E. & Diprima, R. C. 1997. Elementary Differential Equations and
Boudary Value Problems. John Wiley & Sons, Inc. Singapore
Burden, R. L. and Faires, J. D. 1997.Numerical Analysis. Brooks/Cole Publishing
Company. U.S.
Lambert, J.D. 1993. Numerical Methods for Ordinary Differential Systems. John
Wiley & Sons, Inc. Singapore
Powell, M.J.D. 1981. Approximation Theory and Methods. Cambridge University
Press. U.K.
Ross, S. L. 1989. Introduction to Ordinary Differential Equations. John Wiley &
Sons, Inc. New York. U.S.
Shampine, L. F. & Baca, L.S. 1989. Computer Solution of Ordinary Differential
Equations: The Initial Value Problem. Freeman. San Francisco.
115