Kewajiban Dokter Umum
Kewajiban Dokter Umum
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pelaksanaan profesi kedokteran seringkali dijumpai konflik antara
dokter dengan pasien, yang tidak dapat dipecahkan oleh kaidah-kaidah etika dan
dalam keadaan seperti ini maka kaidah hukum telah bekerja, maka pembicaraan
tidak dapat dilepaskan dari maslah hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang
terlibat dalam perselisishan attau perkara tersebut. Hal ini disebabkan karena pada
akhirnya penyelesaiannya harus dikembalikan pada segi-segi hak dan kewenangan
yang sebanding dengan kewajiban dan tanggung jawab yang timbul.
Dahulu, hubungan dokter dengan pasiennya lebih banyak berisfat
paternalistik. Pasien umumnya hanya dapat menerima saja segala sesuatu yang
dikatakan dokter tanpa bertanya apapun. Dengan kata lain, semua keputusan
sepenuhnya berada di tangan dokter. Dengan semakin meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap hak-haknya, maka pola hubungan demikian ini juga
mengalami perubahan yang sangat berarti. Pada saat ini secara hukum dokter
adalah partner dari pasien yang sama kedudukannya. Pasien mempunyai hak dan
kewajiban tertentu, seperti halnya dokter. Walaupun seseorang dalam keadaan
sakit, tetapi kedudukan hukumnya tetap sama dengan orang yang sehat.
Samasekali keliru jika menganggap seorang yang sakit selalu tidak dapat
mengambil keputusan, karena sebenarnya pasien adalah subjek hukum yang
mandiri dan dapat mengambil keputusan untuk kepentingannya sendiri. Semua
pihak yang terlibat dalam hubungan profesional ini seyogyanya benar-benar
menyadari perkembangan tersebut. Pemahaman mengenai hak dan kewajiban
tersebut menjadi semakin penting, karena pada kenyataannya kebanyakan
perselisihan yang timbul sebenarnya disebabkan kurangnya pemahaman.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sangatlah penting untuk memahami dan melaksanakan kewajiban dokter,
karena merupakan titik tolak terbentuknya hubungan profesional dokter-pasien.
Kewajiban (duty) menjadi unsur terbesar dalam formula 4-D yang dikenal dalam
literatur-literatur barat, dimana formula 4-D itu merupakan tolak ukur utama
terjadinya tindak kelalaian atau malpraktik medik. Formula tersebutt adalah :
1.
Duty (kewajiban)
2.
3.
4.
2.
3.
Kewajiban yang berkaitan dengan Standar Profesi Medik (SPM) dan yang
timbul dari SPM tersebut.1
A.
5. Asas proporsionalitas
Harus ada keseimbangan antara sarana upaya yang dilakukan dengan
tujuan konkrit yang ingin dicapai sehingga tidak timbul suatu diagnostic
overkill atau therapeutic overkill yang selanjutnya bia berkembang menjadi
suatu defensive medicine, dimana segalanya dilakukan secara berlebihan
karena takut dipersalahkan. Misalnya kasus infeksi tenggorokan yang umum
mungkin cukup diberikan per oral antibiotik seperti amoksisilin.2
Seorang dokter yang menyimpang dari Standar Pelayanan Medik
dikatakan telah melakukan suatu kelalaian atau kesalahan dan hal tersebut
dapat merupakan salah satu unsur dari malpraktek medik, yakni apabila
keslahan tersebut bersifat sengaja (dolus) serta menimbulkan kerugian pada
pasien. Dalam Principle Liability of a Doctor disebutkan bahwa The doctor
has to posses the skill, knowledge and judgement of the average of the group
of technicians to which he belongs.1
2. Merujuk pasien ke dokter lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu
pemeriksaan atau pengobatan
Dokter umum harus mengetahui kemungkinan-kemungkinan yang tersedia
dalam spesialisasi dan subspesialisai. Sebagai kelakar pernah dikatakan :
A general practitioner is someone, who knows something about everything, a
specialist is someone who knows everything about something
Seorang dokter umum harus benar-benar sadar akan batas pengetahuan dan
kemampuannya. Pada suatu ketika ia akan berada di perbatasan itu, maka pada
saat itulah dokter yang ahli dalam penyakit yang sedang dihadapinya. Sebaliknya
di kota-kota besar dimana terdapat aneka ragam spesialis berpraktek, seorang
dokter umum harus berusaha jangan menjadi perantara saja antara pasien dengan
dokter spesialis. Dengan begitu, tibalah kita pada seal konsultasi dan hubungan
antara dokter umum dan dokter spesialis.3
3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan
juga setelah pasien itu meninggal dunia
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966, hal ini telah diatur
dan terhadap pelanggaran atas kewajiban ini pelakunya dapat dikenakan pasal 112
dan 322 KUHP, disamping sanksi administratif oleh Menteri Kesehatan. Dari
hukum perdata, dapat diterapkan pasal 1365 KUH Perdata. Rumusan rahasia
medik seperti yang tercantum dalam beberapa literatur, ialah :
-
Segala sesuatu yang disampaikan oleh pasien (secara sadar atau tidak
sadar) kepada dokter
dokter, bahkan setelah pasien itu meninggal. Pada beberapa keadaan, kewajiban
ini dapat dikesampingkan, yakni dalam hal-hal sebagai berikut :
darurat, pasien tidak sadar dan tidak ada pihak yang dapat dimintai
persetujuannya) dokter dapat bertindak tanpa persetujuan pasien, sedangkan
tuntutan atau gugatan terhadap dokter dalam keadaan seperti ini dapat ditiadakan,
meskipun dalam kasus demikian dokter telah bertindak tanpa izin pasien. Keadaan
yang dikenal sebagai Good Samaritan Doctrine ini telah diakui dapat memenuhi
rasa keadilan dalam peradaban manusia, karena jika prinsip ini tidak dianut, akan
timbul keengganan menolong sesama manusia akibat takut terhadap kemungkinan
timbulnya gugatan atau tuntutan di kemudian hari. Tetapi harus diingat, bahwa
penghapusan tuntutan atau gugatan tersebut mempersyaratkan satu hal pokok,
yaitu SPM tadi. Dengan demikian prinsip di atas sama sekali tidak berarti
kemudian dokter boleh bertindak dengan melanggar SPM.1
5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran.
Seorang dokter harus selalu mawas diri dan senantiasa meningkatkan
keilmuannya. Ilmu kedokteran bukanlah ilmu yang statis, ilmu kedokteran selalu
berkembang dari masa ke masa. Dokter dapat menambah ilmu pengetahuan
dengan
membaca
jurnal-jurnal
ilmiah
atau
mengikuti
seminar-seminar
Pada makalah ini hanya akan dibahas mengenai kewajiban umum dokter,
sedangkan untuk kewajiban dokter terhadap pasien, teman sejawat dan diri sendiri
akan dibahas pada judul berikutnya. Yang termasuk dalam kewajiban umum
dokter adalah :
1.
Setiap
dokter
harus
menjunjung
tinggi,
menghayati
dan
adalah sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan
pasien, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama.3
Ilmu kedokteran yang menyangkut segala pengetahuan dan keterampilan
yang telah diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan dipupuk, sesuai dengan
fitrah dan kemampuan dokter tersebut. Etika hukum dan etika kedokteran harus
diamalkan dalam melaksanakan profesi secara tulus ikhlas, jujur dan rasa cinta
terhadap sesama manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata dan berbagai
sifat lain yang terpuji, seimbang dengan martabat dokter.3
Ijazah yang dimiliki seseorang, merupakan persyaratan untuk memperoleh
izin kerja sesuai profesinya (SID (Surat Ijin Dokter)/SP (Surat Penugasan)). Untuk
melakukan pekerjaan profesi kedokteran, wajib dituruti peraturan perundangundangan yang berlaku (SIP, yaitu : Surat Ijin Penugasan).3
Dokter mempunyai tanggung jawab yang besar, bukan saja terhadap
manusia lain dan hukum, tetapi terpenting adalah terhadap keinsyafan batinnya
sendiri dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasien dan keluarganya akan
menerima hasil usaha dari seorang dokter, kalau ia percaya akan keahlian dokter
itu dan kesungguhannya, sehingga mereka tidak menganggap menjadi masalah
bila usaha penyembuhan yang dilakukan gagal. Dengan demikian seorang dokter
harus menginsyafi betapa beratnya tanggung jawab dokter. Perlu diperhatikan
bahwa perbuatan setiap dokter, mempengaruhi pendapat orang banyak terhadap
seluruh dokter.3
Pelayanan yang diberikan kepada pasien yang dirawat hendaknya adalah
seluruh kemampuan sang dokter dalam bidang ilmu pengetahuan dan
perikemanusiaan.3
3.
Menjual contoh obat (free sample) yang diterima Cuma-Cuma dari perusahaan
farmasi
Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tanpa indikasi yang
jelas, karena ingin menarik pembayaran yang lebih banyak.
Merendahkan jabatan kalau dokter bekerjasama dengan orang atau badan yang
tidak berhak melakukan praktek doter. Dengan demikian ia melindungi
perbuatan orang/badan yang bersangkutan
10
tersebut.
Pertolongan
dokter
terutama
didasarkan
pada
11
4. Imbalan jasa dokter sifatnya tidak mutlak dan pada dasranya tidak dapat
diseragamkan. Imbalan jasa dapat diperingan atau sama sekali dibebaskan,
misalnya :
-
Dalam hal pasien dirawat di rumah sakit dan jika biaya pengobatan seluruhnya
menjadi terlalu berat, maka imbalan jasa dapat diperingan atau dibebaskan
sama sekali. Keringanan biaya rumah sakit diserahkan kepada kebijaksanaan
pengelola rumah sakit.
5. Bagi pasien yang mengalami musibah akibat kecelakaan, pertolongan pertama
lebih diutamakan daripada imbalan jasa.
6. Seorang pasien dapat mengajukan permohonan untuk
-
7. Dalam hal ada ketidak serasian mengenai imbalan jasa dokter yang diajukan
kepada Ikatan Dokter Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia akan mendengarkan
kedua belah pihak sebelum menetapkan keputusannya.
8. Imbalan dokter spesialis yang lebih besar bukan saja didasarkan atas kelebihan
pengetahuan
dan
keterampilan
spesialis,
melainkan
juga
atas
12
jasa yang lebih besar dari pada yang disanggupi pasien karena keuntungan
dari penderitaan orang lain. Adalah tidak sesuai dengan martabat jabatan
kalau seorang dokter menerima imbalan jasa yang besarnya jauh melebihi
dari pada lazimnya. Menerima yang berlebih-lebih itu, sedikit banyak
mengurangi wibawa dan kebebasan bertindak dokter tersebut terhadap pasien.
Lain halnya dan tidak bertentangan dengan etik, kalau seorang pasien sebagai
kenang-kenangan dan tanda terima kasih dengan ikhlas memberikan sesuatu
kepada dokternya
11. Tidak dibenarkan memberikan sebagian dari imbalan jasa kepada teman
sejawatnya yang mengirimkan pasien untuk konsultasi (dichotomi) atau
komisi untuk orang yang langsung ataupun tidak menjadi perantara dalam
hubungannya dengan pasien. Misalnya pengusaha hotel, bidan, perawat dan
sebagainya yang mencarikan pasien (calo).
12. lmbalan jasa dokter yang bertugas memelihara kesehatan para karyawan atau
pekerja suatu perusahaan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu banyaknya
karyawan dan keluarganya, frekuensi kunjungan kepada perusahaan tersebut
dan sebagainya. Tidak jarang tidak mengunjungi perusahaan secara berkala,
hanya menerima karyawan yang sakit ditempat prakteknya. Ada imbalan
yang tetap besarnya (fixum) tiap bulan, ada yang menurut banyaknya
konsultasi atau kombinasi dari kedua cara tersebut.
13. lmbalan jasa pertolongan darurat dan pertolongan sederhana tidak diminta
dari :
- Korban kecelakaan
- Teman sejawat termasuk dokter gigi dan apoteker serta
- Mahasiswa kedokteran, bidan dan perawat.
- Dan siapapun yang dikehendakinya.
14
4.
13
Mempergunakan gelar kesarjanaan yang dimiliki tidak menurut undangundang berarti melanggar Etik Kedokteran. PP No. 30 tahun 1990 mengatur
tentang gelar akademik dan gelar profesi. Setiap gelar dokter hendaknya
mengindahkan peraturan ini. Apabila seorang dokter mempunyai lebih dari
satu gelar, maka gelar yang dicantumkan pada papan praktek adalah yang
sesuai dengan jasa atau prakteknya
(2)
(3)
(4)
(5)
Setiap dokter yang menulis karangan yang bersifat mendidik ini, berjasa
terhadap masyarakat. Tulisan itu akan bertentangan dengan Etik Kedokteran
kalau dengan sengaja dibubuhi berbagai cerita tentang hasil pengobatan
sendiri, karena menjadi iklan buat diri sendiri.
14
(6)
(7)
Memasang iklan yang wajar dalam harian pada waktu praktek dimulai,
maksimal ukurannya dua kolom x 10 cm. Iklan dapat dipasang 3-4 kali pada
permulaan praktek dan satu kali sewaktu praktek ditutup karena cuti dan satu
kali sewaktu praktek dibuka kembali. Teks iklan ini sama dengan yang
tercantum pada papan nama ditambah dengan alamat rumah dan telepon.
(2)
(3)
15
menyediakan rokok dan sirup. Adalah suatu keinginan yang wajar apabila
seorang dokter berusaha untuk hidup layak, tetapi hendaknya tetap menjaga
dan mempertahankan martabatnya dalam menjalankan profesinya. Juga tidak
dibenarkan mencantumkan keterangan lain terutama yang bersifat iklan dan
tidak ada hubungannya dengan jenis pelayanan dokter tersebut. Ketentuanketentuan pada kertas resep juga berlaku untuk surat keterangan dokter,
amplop dokter, kwitansi dokter dan lain sebagainya. Perlu dijaga supaya
kertas resep dan surat keterangan dokter jangan sampai digunakan orang lain,
sebagaimana kadang-kadang terjadi. Kertas resep para dokter kadang-kadang
mudah ditiru, sehingga perlu pengamanan agar kita tidak terlibat dalam
pemberian resep dan keterangan yang palsu yang dilakukan orang lain. 3
5.
b.
c.
16
6.
cuti sakit
cacat
penyakit menular
keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa, untuk lamaran kerja, untuk kawin
dan sebagainya
Hal yang perlu diperhatikan oleh seorang dokter pada waktu
memberikan :
a. Keterangan cuti sakit dan keterangan tentang tingkat cacat. Waspadalah
terhadap sandiwara (sstimulasi) melebih-lebihkan (aggravi) mengenai sakit
atau kecelakaan kerja.
b. Keterangan
kelahiran
dan
kematian.
Agar
keterangan
mengenai
17
dibuatkan dengan teliti dan mudah dipahami berdasarkan apa yang dilihat.
Selain itu visum et repertum haruslah objektif tanpa pengaruh dari yang
berkepentingan dalam perkara itu.
d. Laporan pengujian kesehatan untuk asuransi jiwa.
-
laporan dokter harus objektif jangan dipengaruhi oleh keinginan dari agen
perusahaaan asuransi yang bersangkutan atau calon yang bersangkutan
pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya,
disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui
memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan
penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien. Seorang dokter harus
menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan
lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien. Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.3
8.
Dalam
melakukan
pekerjaannya
seorang
dokter
harus
18
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Achadiat, C. Pernik-Pernik hukum Kedokteran Melindungi Pasien dan
Dokter. Jakarta, Widya Medika, 1996: 1-14
2. Wiradharma, D. Penuntun Kuliah Hukum Kedokteran. Jakarta, Binarupa
Aksara, 1996: 56-73
3. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesiaa. Kode Etik Kedokteran
Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Jakarta, Ikatan Dokter Indonesia, 2002.
4. Hanafih J, Amir A. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, 1999:13-27.