Teori Kebutuhan
Setiap individu-individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang hendak dipenuhi. Dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, setiap individu mempunyai sikap dan prilaku yang berbeda
satu sama lain.
Menurut chaplin (2002), mendefinisikan need (kebutuhan) sebagai:
1.Suatu subtansi seluler yang harus dimiliki oleh organism, agar organism tersebut dapat tetap sehat.
2.Lebih umum, segala kekurangan, ketiadaan, atau ketidak sempurnaan yang dirasakan seseorang,
sehingga merusak kesejahteraannya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebutuhan merupakan suatu keperluan asasi yang
harus dipenuhi untuk mencapai keseimbangan organism. Salah satu teori kebutuhan yang paling
popular dibangun dan dikembangkan oleh Abraham H. Maslow. Menurut Maslow, manusia mempunyai
kecendrungan-kecendrungan untuk mencapai kebituhan-kebutuhan sehngga penuh makna dan
memuaskan. Manusi a sebagai mana dilukiskan oleh Maslow adalah mahluk yang tidak pernah berada
dalam keadaan sepenuhnya puas.
Berdasarkan keyakinan tersebut, Maslow mwmbangun sebuah teori tentang kebutuhan yang
kemudian dikenal dengan teori hierarki kebutuhan. Disamping teori hierarki kebutuhan yang diajukan
oleh Maslow teori tentang kebutuhan lain yang dikenal cukup luas adalah teori yang diajukan oleh
McClelland. Dalam teorinya, McClelland membedakan tiga jenis kebutuhan manusia, yaitu:
1. Need for achievement N-Ach (kebutuhan untuk berprestasi), yaitu kebutuhan untuk bersaing atau
melampaui standar pribadi.
Berdasarkan hasil penelitiannya, McClelland menemukan cirri-ciri orang yang memiliki kebutuhan
untuk berpresentasi, antara lain:
a. Menyenagi situasi dimana ia memikul tanggung jawab pribadi atas segala perbuatannya.
b. Menyenangi adanya umpan balik (feedback) yang cepat, nyata dan efisien atas segala
perbuatannya.
c. Dalam menentukan tujuan prestasinya, ia lebih memiliki resiko yang moderat dari pada
resiko yang kecil.
d. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara yang baru dan kreatif.
e. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
2. Need for power N- Pow (kebutuhan untuk berkuasa), yang suatu kebutuhan atau kecendrungan
untuk member kesan atau mempunyai pengaruh atas orang lain dengan tujuan untuk dianggap sebagai
seorang yang kuat.
Cirri-ciri tinggkah laku orang yang memiliki need for power antara lain:
a. Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi dimana ia terlibat.
b. Sangat peka terhadap struktur pengaruh antara pribadi dan kelompok atau organisasi.
c. Senang menjadi anggota suatu organisasi yang mencerminkan prestise.
d. Berusaha menolong orang lain, meskipun pertolongan itu tidak diminta.
3. Need for affiliation N-AFF (kebutuhan untuk berafiliasi), yaitu suatu kecendrungan dari beberapa
individu untuk mencari atau menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, tanpa memandang
status, kedudukan, jabatan, ataupun pekerjaan.
Cirri-ciri tinggkah laku dari orang yang memiliki Need for affiliation antara lain:
a. Lebih senang berkumpul bersama orang lain dari pada sendirian;
b.Sering
berhubungan
dengan
oranglain,
termasuk
bercakap-cakap
lewat
telepon,
nyaman
Mengatur tempat duduk peserta didik di dalam kelas sesuai dengan kondisi fisik mereka
masing-masing.
2. Kebutuhan akan rasa aman
Rasa aman merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan peserta didik,
terutama rasa aman di dalam kelas dan sekolah. Setiap siswa yang datang ke sekolah sangat
mendambakan suasana sekolah atau kelas yang aman, nyaman, dan teratur, serta terhindar dari
kebisingan dan berbagai situasi yang mengancam. Hilangnya rasa aman di kalangan peserta didik juga
dapat menyebabkan rusaknya hubungan interpersonalnya dengan orang lain, membangkitkan rasa
benci terhadap orang-orang yang menjadi penyebab hilangnya rasa aman dalam dirinya. Lebih dari itu,
perasaan tidak aman juga akan mempengaruhi motivasi belajar siswa di sekolah.
3. Kebutuhan akan kasih sayang
Semua peserta didik sangat membutuhkan kasih sayang, baik dari orangtua, guru, teman-teman
sekolah, dan dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Peserta didik yang mendapatkan kasih saying
akan senang, betah, dan bahagia berada di dalam kelas, serta memiliki motivasi untuk berpartisipasi
aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Sebaliknya, peserta didik yang merasa kurang mendapatkan
kasih sayang akan merasa terisolasi, rendah diri, merasa tidak nyaman, sedih, gelisah, bahkan mungkin
akan mengalami kesulitan belajar, serta memicu munculnya tingkah laku maladaptif. Kondisi demikian
pada gilirannya akan melemahkan motivasi belajar mereka.
4. Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan terlihat dari kecenderungan peserta didik untuk diakui dan
diperlakukan sebagai orang yang berharga diri. Mereka ingin memiliki sesuatu, ingin dikenal dan ingin
diakui keberadaaannya di tengah-tengah orang lain. Mereka yang dihargai akan merasa bangga dengan
dirinya dan gembira, pandangan dan sikap mereka terhadap dirinya dan orang lain akanpositif.
Sebaliknya, apabila peserta didik merasa diremehkan, kurang diperhatikan, atau tidak kurang mendapat
tanggapan yang positif atas sesuatu yang dikerjakannya, maka sikapnya terhadap dirinya dan
lingkungannya menjadi negatif.
Oleh sebab itu, untuk menumbuhkan rasa berharga di kalangan peserta didik, guru dituntut
untuk:
Menghargai anak sebagai pribadi yang utuh
Menghargai pendapat dan pilihan siswa
Menerima kondisi siswa apa adanya serta menempatkan mereka dalam kelompok secara tepat
berdasarkan pilihan masing-masing, tanpa adanya paksaan dari guru.
Dalam proses pembelajaran, guru harus menunjukkan kemampuan secara maksimal dan penuh
percaya diri di hadapan peserta didiknya
Secara terus-menerus guru harus mengembangkan konsep diri siswa yang positif, menyadarkan
siswa akan kelebihan dan kekurangan yang dimiliknya
Memberikan penilaian terhadap siswa secara objektif berdasarkan pertimbangan kuantitatif dan
kualitatif. Artinya, guru harus mampu menilai perkembangan diri peserta didik secara
menyeluruh dan bersifat psikologis, tidak semata-mata bersifat matematis
5. Kebutuhan akan rasa sukses
Peserta didik menginginkan agar setiap usaha yang dilakukannya di sekolah, terutama dalam
bidang akademis berhasil dengan baik. Peserta didik akan merasa senang dan puas apabila pekerjaan
yang dilakukannya berhasil, dan merasa kecewa apabila tidak berhasil. Ini menunjukkan bahwa rasa
sukses merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi peserta didik. Untuk itu, guru harus mendorong
peserta didiknya untuk mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi, serta memberikan penghargaan
atas prestasi yang dicapai, betapapun kecilnya, baik berupa ungkapan verbal maupun melalui ungkapan
non-verbal.
Penghargaan yang tulus dari seorang guru akan menumbuhkan perasaan sukses dalam diri
siswa, serta dapat mengembangkan sikap dan motivasi yang tinggi untuk terus berjuang mencapai
kesuksesan. Kalaupun terdapat peserta didik yang gagal tetap perlu diberi penghargaan atas segala
kemauan, semangat, dan keberaniannya dalam melakukan suatu aktivitas. Guru harus menghindari
komentar-komentar ynag bernada negative atau menampakkan sikap tidak puas terhadap mereka yang
gagal. Komentar-komentar negatif atau sikap tidak puas guru akan membuat peserta didik kehilangan
kepercayaan diri, merasa tidak berharga dan putus asa.
6. Kebutuhan akan agama
Sejak lahir, manusia telah membutuhkan agama. Ynag dimaksud agama dalam kehidupan adalh
iman yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan dan dilaksanakan dalam tindakan,
perbuatan, perkataan dan sikap.
Kebutuhan peserta didik khususnya yang beranjak remaja kadang-kadang tidak dapat dipenuhii
apabila telah berhadapan dengan agama, nilai-nilai sosial dan adat kebiasaan, terutama apabila
pertumbuhan sosialnya telah matang, yang seringkali menguasai pikirannya. Pertentangan tersebut
semakin mempertajam keadaan bila reaja tersebut berhadapan dengan berbagi situai, misalnya film di
televise maupun di layar lebar yang menayangkan adegan-adegan tidak sopan, mode pakaian yang
seronok, buku-buku bacaan serta Koran yang sering menyajikan gambar yang tidak mengindahkan
kaidah-kaidah moral dan agama. Semuanya itu menyebabkan kebingungan bagi remaja yang tidak
mempunyai dasar keagamaan dan keimanan. Oleh sebab itu, sangat penting dilaksanakan penanaman
nilai-nilai moral dan agama serta nilai-nilai social dan akhlak kepada manusia khususnya bagi remaja
sejak usia dini.
Remaja dalam perkembangannya akan menemui banyak hal yang dilarang oleh ajaran agama
yang dianutnya. Hal ini akan menjadikan pertentangan antara pengetahuan dan keyakinan yang
diperoleh dengan praktek masyarakat di lingkungannya. Oleh sebab itu pada situasi yang demikian ini
peranan orangtua, guru maupun ulama sangat diperlukan.
7. Kebutuhan Akan Rasa Bebas
Peserta didik juga memiliki kebutuhan untuk merasa bebas, terhindar dari kungkungankungkungan dan ikatan-ikatan tertentu. Peserta didik yang merasa tidak bebas mengungkapkan apa
yang tersa dalam hatinya atau tidak bebas melakukan apa yang diingainkannya, akan mengalami
frustasi, merasa tertekan konflik dan sebagainya. Oleh sebab itu guru harus memberikan kebebasan
kepada pesertaa didik dalam batas-batas kewajaran dan tidak membahayakan.mereka harus diberi
kesempatan dan bantuan secara memadai untuk mendapatkan kebebasan.
Menghargai pengalaman.
Rasionalisasi
Represi
Proyeksi
Sour Grapes
Dll
faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bartahap. Penentu-penentu itu
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Kondisi Jasmaniah
Kondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur/konstitusi fisik dan temperamen sebagai
disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik bekaitan erat dengan
susunan/konstitusi tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara tipetipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong
ektomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan
dalam aktifitas sosial, pemalu, dan sebagainya.
Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat
diperkirakan bahwa system saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses
penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa gangguan-gangguan dalam system
saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan
kepribadian.
Dengan demikian, kondisi sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi
tercapainya proses penyesuaian diri yang baik.
Perkembangan,
Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instinktif
menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia
perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga
menjadi matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola penyesuaian dirinya.
Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara
individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun
berbeda pula secara individual. Dengan kata lain, pola penyesuaian diri akan bervariasi sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Disamping itu, hubungan antara
penyesuaian dengan perkembangan dapat berbeda menurut jenis aspek perkembangan yang dicapai.
Kondisi-kondisi perkembangan mempengaruhi setiap aspek kepribadian seperti: emosional, sosial,
moral, keagamaan dan intelektual.
Penentu
vPengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri. Pengalamanpengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang
menyenangkan dan pengalaman traumatic (menyusahkan).
v
Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian
diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk
kepribadian.
Determinasi Diri
Dalam proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut
diatas, orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong
untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi,
dan atau merusak diri. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri.
vKonflik
dan penyesuaian
Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau merugikan.
vLingkungan
Berbagai lingkungan anak seperti keluarga dan pola hubungan didalamnya, sekolah,
masyarakat, kultur dan agama berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak.
Pengaruh rumah dan keluarga.
Dari sekian banyak faktor yang mengondisikan penyesuaian diri, faktor
rumah dan keluarga merupakan faktor yang sangat penting, karena keluarga
merupakan satuan kelompok sosial terkecil. Interaksi sosial yang pertama diperoleh
individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan
dikembangkan di masyarakat.
Hubungan Orang Tua dan Anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempunyai pengaruh
terhadap proses penyesuaian diri anak anak. Beberapa pola hubungan yang dapat
mempengaruhi penyesuaian diri antara lain :
Menerima (acceptance)
Menghukum dan
Penolakan
Hubungan saudara
Suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling
menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk
tercapainya penyesuaian yang lebih baik. Sebaliknya suasana permusuhan,
perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan
kegagalan penyesuaian diri.
Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat dimana individu berada merupakan kondisi
yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Kondisi studi menunjukkan
bahwa banyak gejala tingkah laku salah bersumber dari keadaan masyarakat.
Pergaulan yang salah di kalangan remaja dapat mempengaruhi pola-pola penyesuaian
dirinya.
Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan
intelektual, sosial dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun
psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri. Disamping itu, hasil
pendidikan yang diterima anak disekolah akan merupakan bekal bagi proses
penyesuaian diri di masyarakat.
5. Kultural dan Agama Sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola
penyesuaian dirinya. Contohnya tatacara kehidupan di sekolah, masjid, gereja, dan semacamnya
akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya.
Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan
ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama
merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan
bagi arti, tujuan, dan kestabilan hidup umat manusia. Agama memegang peranan penting sebagai
penentu dalam proses penyesuaian diri.
6.Permasalahan Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Diantara persoalan terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan
yang menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang dewasa
terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap
orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga.
Sebagai contoh, sikap orang tua yang menolak. Penolakan orang tua terhadap anaknya dapat
dibagi menjadi dua macam. Pertama, penolakan mungkin merupakan penolakan tetap sejak awal,
dimana orang tua merasa tidak sayang kepada anaknya, karena berbagai sebab, mereka tidak
menghendaki kelahirannya. Menurut Boldwyn: Bapak yang menolak anaknya berusaha
menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran
kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata. Jenis kedua, dari penolakan adalah dalam bentuk
berpura-pura tidak tahu keinginan anak.
Penyesuaian diri remaja dengan kehidupan di sekolah. Permasalahan penyesuaian diri di
sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, baik
sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami permasalahan
penyesuaian diri dengan guru-guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibat antara lain adalah
belajar menjadi menurun dibanding dengan prestasi di sekolah sebelumnya.
Permasalahan lain yang mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang berkaitan dengan
belajar yang baik. Bagi siswa yang baru masuk sekolah lanjutan mungkin mengalami kesulitan
dalam membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan untuk ikut
aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan ekstrakulikuler, dan sebagainya.
7.Implikasi Proses Penyesuaian Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja.
Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam
kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan
keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah.
Oleh karena itulah disetiap sekolah lanjutan ditunjuk wali kelas yaitu guru-guru yang akan
membantu anak didik jika mereka menghadapi kesulitan dalam pelajarannya dan guru-guru
bimbingan dan penyuluhan untuk membantu anak didik yang mempunyai masalah pribadi,dan
masalah penyesuaian diri baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap tuntutan sekolah.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja
khususnya di sekolah adalah:
Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah (at home) bagi anak didik, baik
secara sosial, fisik maupun akademis.
Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh
aspek pribadinya.
Karena di sekolah guru merupakan figure pendidik yang penting dan besar pengaruhnya
terhadap penyesuaian siswa-siswanya, maka dituntut sifat-sifat guru yang efektif, yakni sebagai
berikut (Ryans dalam Garrison, 1956).
Memberi kesempatan (alert), tampak antusias dan berminat dalam aktivitas siswa dan kelas.
Mampu mengontrol diri, tidak mudah kacau (terganggu), dan teratur tindakannya.