Kasus Resusitasi
Resusitasi Dalam Pandangan Islam
Di Bawah situasi ini resusitasi diperbolehkan dalam Islam untuk
menandatangani DNR bagi seseorang apabila dokter pikir ini adalah
satu-satunya hal terbaik untuk dilakukan. Kecuali dalam kasus-kasus
tertentu yang telah didefinisikan oleh para ulama adalah sbb :
1. Jika orang sakit telah dibawa ke rumah sakit dan mati, dalam hal
ini tidak perlu menggunakan peralatan resusitasi.
2. Jika kondisi pasien tidak cocok untuk resusitasi menurut pendapat
tiga dokter spesialis yang dapat dipercaya, dalam hal ini ada juga
tidak perlu menggunakan peralatan resusitasi.
3. Jika pasien penyakit ini kronis dan tak terobati, dan kematian
tidak dapat dihindarkan menurut kesaksian tiga dokter spesialis
yang dapat dipercaya, dalam hal ini tidak perlu menggunakan
peralatan resusitasi.
4. Jika pasien tidak mampu, atau negara bagian vegetatif yang gigih
dan sakit kronis, atau dalam kasus kanker pada tahap lanjutan, atau
kronis penyakit jantung dan paru-paru, dengan berulang-ulang
penghentian dari jantung dan paru-paru, dan tiga dokter spesialis
dapat dipercaya telah ditentukan itu, maka tidak ada perlu
menggunakan peralatan resusitasi.
5. Jika ada indikasi pada pasien cedera otak yang tidak dapat
diperlakukan sesuai dengan laporan dari tiga dokter spesialis yang
dapat dipercaya maka tidak ada perlu menggunakan peralatan
resusitasi, karena tidak ada gunanya melakukan hal itu.
6.
Jika
menghidupkan
kembali
jantung
dan
paru-paru
tidak
dibayarkan
kepada
Shaykh Abd al-Razzaaq 'Afeefi. 'Abd al-'Azeez ibn 'AbdAllaah ibn Baaz, Shaykh 'Abd al-Razzaaq 'Afeefi. Syaikh
'Abd al-Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh'
Fataawa al-Lajnah al-Daa'imah (25/80). Fatawa al-Lajnah
al-Daimah (25/80).
Dalam resolusi Dewan Fiqih Islam tidak ada (5), tanggal 3/07/86,
mengenai peralatan resusitasi, ia mengatakan:
Dalam pertemuan Dewan Fiqih Islam ketiga diadakan selama
konferensi di 'Ammaan, ibukota Kerajaan Yordania Hashemit 8-13
Safar/11 sampai 16 Oktober 1986.
Setelah diskusi tentang segala aspek pada subjek peralatan
resusitasi dan ekstensif mendengarkan penjelasan dari dokter
spesialis,
Ditentukan sebagai berikut:
Dalam syariat seseorang dianggap telah meninggal dan semua
keputusan yang dihasilkan dari kematian datang ke dalam bermain
jika salah satu dari dua tanda berikut terbukti:
1. Jika hatinya dan pernapasan telah berhenti sama sekali dan para
dokter telah menetapkan bahwa mereka tidak dapat dimulai ulang.
Purpose
Description
Preparation
Normal results
DNR law varies from state to state but the common features
include:
Once in effect, DNR orders include only certain lifepreserving procedures, like CPR. Comfort treatment is
not withheld and the alleviation of pain is still pursued
by providers.
Resources
BOOKS
ORGANIZATIONS
Cancer Information Service. (800) 4-CANCER (800-4226237). TTY: (800) 332-8615. http://www.cancer.gov .
Partnership for Caring. 1620 Eye St., NW, Suite 202,
Washington, DC 20006. (202) 296-8071. Fax: (202) 2968352. Toll-free hotline: (800) 989-9455 (option
3).http://www.partnershipforcaring.org/
OTHER
Fi/Do-Not-Resuscitate-DNROrder.html#b#ixzz2CugWXf7K
TINJAUAN UMUM TENTANG EUTHANASIA
A. Pengertian Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu
berarti baik, dan thanatos berarti mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup
dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh karena itu euthanasia sering
disebut juga dengan mercy killing, a good death, atau enjoy death (mati
dengan tenang).
Jadi euthanasia berarti mempermudah kematian (hak untuk mati). Hak untuk
mati ini secara diam-diam telah dilakukan yang tak kunjung habis
diperdebatkan. Bagi yang setuju menganggap euthanasia merupakan pilihan
yang sangat manusiawi, sementara yang tidak setuju menganggapnya sangat
bertentangan dengan nilai-nilai moral, etika dan agama.
Euthanasia atau hak mati bagi pasien sudah ratusan tahun dipertanyakan.
Sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu telah mencoba membahas
euthanasia dari berbagai sudut pandang, namun demikian pandangan medis,
etika, agama, sosial dan yuridis masih mengundang berbagai ketidakpuasan,
sulit dijawab secara tepat dan objektif.
Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa
penderitaan, maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya
bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau
meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya.
Dalam arti yang demikian itu euthanasia tidaklah bertentangan dengan
panggilan manusia untuk mempertahankan dan memperkembangkan
hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi kesusilaan. Artinya dari
segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang bersangkutan
menghendakinya.
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih
menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka
menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan
sebagai pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu
kesengsaraan dan penderitaan. Inilah konsep dasar dari euthanasia yang kini
maknanya berkembang menjadi kematian atas dasar pilihan rasional
seseorang, sehingga banyak masalah yang ditimbulkan dari euthanasia ini.
Masalah tersebut semakin kompleks karena definisi dari kematian itu sendiri
telah menjadi kabur.
Agar persoalan euthanasia ini dapat dibahas dengan sewajarnya sebaiknya
arti kata-katanya diuraikan dengan lebih seksama lagi. Secara etimologis di
zaman kuno berarti kematian tenang tanpa penderitaan yang hebat. Dewasa
ini orang tidak lagi memakai arti asli, melainkan lebih terarah pada campur
tangan ilmu kedokteran yang meringankan orang sakit atau orang yang
berada pada sakarotul maut, bahkan kadang-kadang disertai bahaya
mengakhiri kehidupan sebelum waktunya. Akhirnya kata ini dipakai dalam arti
yang lebih sempit sehingga makna dan artinya adalah mematikan karena
belas kasihan.
Sejak abad ke-19, terminologi euthanasia dipakai untuk menyatakan
penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang
menghadapi kematian dengan pertolongan dokter. Pemakaian terminologi
euthanasia ini mencakup tiga kategori, yaitu:
1. Pemakaian secara sempit
Secara sempit euthanasia dipakai untuk tindakan menghindari rasa sakit dari
penderitaan dalam menghadapi kematian.
2. Pemakaian secara luas
Secara luas, terminologi euthanasia dipakai untuk perawatan yang
menghindarkan rasa sakit dalam penderitaan dengan resiko efek hidup
diperpendek.
3. Pemakaian paling luas
Dalam pemakaian yang paling luas ini, euthanasia berarti memendekkan
hidup yang tidak lagi dianggap sebagai side effect, melainkan sebagai
tindakan untuk menghilangkan penderitaan pasien.
Beberapa ahli membedakan ketiga cara tersebut, tetapi pada hemat penulis
apapun istilahnya ketiga cara tersebut adalah tindakan euthanasia.
Beberapa pengertian tentang terminologi euthanasia:
a. Menurut hasil seminar aborsi dan euthanasia ditinjau dari segi medis,
hukum dan psikologi, euthanasia diartikan:
1). Dengan sengaja melakukan sesuatu untuk mengakhiri hidup seorang
pasien.
2). Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu (palaten) untuk memperpanjang
hidup pasien
3). Dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri atas permintaan
atau tanpa permintaan pasien.
b. Menurut kode etik kedokteran indonesia, kata euthanasia dipergunakan
dalam tiga arti:
1). Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan,
untuk yang beriman dengan nama Allah dibibir.
2). Ketika hidup berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberinya
obat