SINDROMA NEFROTIK
Oleh
Topaz Kautsar Tritama
1518012129
Pembimbing
dr. Firdaus Djuned, Sp.A
dr. Diah Astika Rini, Sp.A
PENDAHULUAN
Pasien adalah An. A, usia 2 tahun 6 bulan datang ke poli anak dengan bengkak
pada kedua kaki, perut, dan kedua kelopak mata, yang didapat dari hasil
anamnesis dengan orangtua pasien. Presentasi kasus ini akan menjelaskan tentang
penegakan diagnosa atas keluhan pasien, membahas patofisiologi dan patogenesis
yang dialami pasien hingga timbul manifestasi akhir edema anasarka.
LAPORAN KASUS
Penderita adalah anak berusia 2 tahun 6 bulan jenis kelamin laki-laki. Penderita
datang ke poli anak RSAY pada tanggal 19 Desember 2015 dengan keluhan utama
bengkak pada kedua kaki, perut, wajah terutama pada kedua kelopak mata yang
dirasakan dalam 3 hari SMRS. Keluhan awalnya hanya dirasakan pada kedua kaki
yang perlahan membesar, namun kemudian 1 hari sejak kaki membesar, perut dan
wajah juga membengkak.
Semenjak keluhan utama dirasakan, anak menjadi susah BAK. Frekuensi BAK
berkurang sedemikian rupa hingga hanya mencapai 1-2x BAK/hari, dengan
jumlah BAK gelas/BAK atau kurang lebih 150 ml/BAK.
Dari anamnesis dengan orangtua pasien didapat bahwa pasien menderita demam
pada 7 hari SMRS yang berlangsung hingga 3 hari, kemudian mendapat
pengobatan di puskesmas pada hari ke-3, dan keluhan demam mereda. Satu hari
setelah demam hilang, kaki dirasakan mulai membengkak diikuti dengan anggota
tubuh lainnya dan gangguan BAK. Tidak ada keluhan lain seperti gangguan BAB
(diare/konstipasi), muntah, kejang, batuk, atau sesak. Tidak ada keluhan serupa
dari pihak keluarga pasien.
IDENTITAS PASIEN
Nama
Andi
Nama Ayah
Karim
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Usia
45 tahun
Usia
2 tahun 6 bulan
Pekerjaan
Petani
Agama
Islam
Nama Ibu
Jasinah
Suku
Jawa
Usia
35 tahun
Alamat
Mekar Mulyo
Pekerjaan
IRT
Pemeriksaan :
Frekuensi
Trimester I
3x pemeriksaan
Trimester II
3x pemeriksaan
Trimester III -
3x pemeriksaan
Tidak ada keluhan selama kehamilan, maupun konsumsi obat baik interventif
maupun rutin
RIWAYAT PERSALINAN
Kelahiran
Berat lahir
2500 gram
Panjang lahir :
Cacat
mental
Anak ke
2 (dua)
RIWAYAT IMUNISASI
Dari anamnesis dengan orangtua pasien, An. A telah mengikuti rangkaian seri
vaksinasi BCG, polio, dan hepatitis B, sebanyak 1 kali, namun tidak diketahui
riwayat imunisasi lainnya
DIET
0-6 bulan
6-18 bulan
>18 bulan
STATUS PRESENT
Keadaan umum
Kesadaran
Compos mentis
Tekanan Darah
140/80 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
35.7 Co
Tanda Vital
Angka Gizi
Berat Badan
14 kg
Tinggi Badan
0.68 m
Lingkar Lengan
18 cm
IMT
2n + 8 2(2.6) + 8 = 13.2 kg
6n + 77 6(2.6) + 77 = 0.926 m
Status Gizi
Obesitas derajat II
Kepala
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Bibir asianosis.
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Abdomen
Inspeksi
Cembung, simetris
Palpasi
Perkusi
Tymphani (+)
Auskultasi
Ekstremitas
Superior
Genitalia
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi (18-12-2015)
Hemoglobin
10.9 gr/dL
Leukosit
Hematokrit
33%
Gol.darah :
Trombosit
344000/uL
Rhesus
Positif
Hematologi (19-12-2015)
:
:
13000/uL
Urinalisis (19-12-2015)
Hemoglobin
10.5 gr/dL
Warna
Kuning jernih
Hematokrit
32%
pH
6.0
Leukosit
7600/uL
Berat Jenis:
1015
Trombosit
328000/uL
Protein
+2
Eritrosit
5.08 juta/uL
Reduksi
Ureum
24 mg/dL
Urobilin
Kristal
Epitel
Bilirubin :
0.5 mg/dL
Eritrosit
0-1/LPB
GDS
102 mg/dL
Leukosit
1-3/LPB
Kolesterol Total
406 mg/dL
Trigliserida
102 mg/dL
HDL
35 mg/dL
LDL
350.6 mg/dL
Albumin
2.11 gr/dL
DIAGNOSA KERJA
Berdasarkan data-data diatas penderita dibuat diagnosa primer bahwa An. Andi
menderita sindroma nefrotik, dengan diagnosa sekunder obesitas derajat II e.c.
hiperlipidemia.
DIAGNOSA BANDING
Selain dari diagnosa kerja yang dibuat, patut dicurigai An. Andi menderita edema
anasarka e.c. hipoalbuminemia e.c. glomerulonefritis akut pasca infeksi
streptokokus.
PENATALAKSANAAN
3600
SINDROMA NEFROTIK
Insiden sindrom nefrotik pada masa kanak-kanak dilaporkan dua sampai tujuh
kasus dari setiap 100 000 anak dan prevalensinya mendekati 16 kasus dari setiap
100 000.14 Di Jakarta Wila Wirya melaporkan per tahun 6 orang anak menderita
sindrom nefrotik di antara 100 000 anak berusia dibawah 14 tahun, dengan
perbandingan anak laki-laki dibanding anak perempuan 3:2.
Proteinuria dianggap sebagai kelainan utama pada sindrom nefrotik, sedangkan
gejala klinis lainnya dianggap sebgai manifestasi sekunder. Proteinuria terjadi
karena perubahan integritas sawar filtrasi. Sawar ini terdiri dari tiga lapisan :
endotel, membrane basalis glomerulus dan epitel glomerulus visceral terdiri dari
podosit. Sel endothelial memiliki variasi diameter pembukaan antara 70 sampai
100 nm yang disebut fenestra yang menahan makromolekul dari plasma ke
tubulus renal.
Terjadi kehilangan muatan negatif sepanjang endotel kapiler glomerulus dan
membrana basalis. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang
bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Banyak
anggapan bahwa proses ini melibatkan masalah imunologis. Proteinuria yang
hebat mengakibatkan hipoalbuminemia. Edema muncul akibat rendahnya kadar
albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan
konsekuensi terjadinya ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.
Diagnosis SN ditegakkan berdasarkan empat gejala klinis yang khas, yaitu:
Proteinuria masif, di dalam urin dijumpai protein >40 mg/hari
Hipoalbuminemia, (albumin serum < 2.5 g/dL).
Sembab
Dapat disertai hiperlipidemia (serum kolesterol > 200 mg/dL)
Kadar normal albumin plasma pada anak gizi baik berkisar antara 3.6-4.4 g/dL.
Pada SN retensi cairan dan sembab baru akan terlihat bila kadar albumin plasma
turun di bawah 2.5-3.0 g/dL, bahkan sering dijumpai kadar albumin plasma yang
jauh di bawah kadar tersebut.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
Urinalisis dan bila perlu kultur urin
Protein urin kualitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin
Pemeriksaan darah: darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit
dan LED), kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar ureum, kreatinin serta
klirens kreatinin dengan rumus Schwartz, titer ASTO dan kadar komplemen C3
bila terdapat hematuria mikroskopis persisten dan bila curiga SLE maka diperiksa
C4, ANA test dan anti dsDNA.
Proteinuria
Individu normal memiliki nilai rata-rata eksresi protein urin harian 40-80 mg
dengan batas maksimal 75-150 mg. Regulasi protein di ginjal sangat kompleks
namun ada dua komponen utama yaitu permeabilitas filter glomerulus dan
mekanisme tubular terhadap protein yang difiltrasi. Eksresi proteinuria dapat
diperkirakan dengan mengukur kadar protein urin dan kreatinin urin sewaktu
karena eksresinya relatif stabil setiap hari.
Proteinuria glomerulus diekspresikan dengan kadar albumin per kreatinin urin
sewaktu, konsentrasi kreatinin urin adalah proporsional berdasarkan area
permukaan tubuh (body surface area=BSA) sehingga tidak diperlukan koreksi
terhadap ukuran tubuh. Protein urin diambil sewaktu pada urin pagi dan dapat
dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk mempermudah digunakan protein
kualitatif berupa dipstik urin atau urinalisis dengan hasil negatif sampai +4 dan
sensitif terhadap albumin dibandingkan protein lain Positif palsu dapat terjadi
pada urin yang sangat basa ( pH>8), gross hematuria, pyuria dan bakteriuria.
Negatif palsu dapat terjadi pada urin yang sangat encer (pH 4.5) dan pada non
albumin proteinuria
kapiler yang kolaps (warna hitam) dan yang mengandung hialin (warna abu-abu
tua) dan bagian mesangial yang terherniasi ke ruang paraglomerular yang
dipisahkan dari interstitium oleh lapisan fibroblast longgar. Ruang ini meluas
kearah kutub vaskular dan melalui kutub urinari kearah tubulus basement
membran (warna abu-abu muda). Akibat dari ekspansi membrana glomerular
basalis memicu pemrbentukan ruang peritubular dan memicu degenerasi epitel
tubulus dengan detil mekanisme yang belum jelas.
N-Acetyl--D-Glucosaminidase urin
N-Acetyl- -D-Glucosaminidase (NAG) merupakan enzim dari kelas hidrolase
yang banyak dijumpai pada lisosome dari sel tubulus proksimal. Secara fisiologis
enzim ini berfungsi memecah molekul besar gula yang berikatan bersama
membentuk rantai panjang NAG memecah N-Acetylglucosamine dari rantai
panjang tadi dengan hasil akhir glikosaminoglikan, proteoglikan dan glikolipid.
Robinson dan Stirling pada tahun 1968 melaporkan aktivitas NAG di limpa
manusia dan terdiri dari dua isoenzim yaitu bentuk A yang bersifat asam dan
bentuk B yang bersifat basa, enzim ini termasuk kelas enzim 3.2.1.30.24,25 NAG
sendiri ditemukan di banyak jaringan di tubuh terutama limpa dan testis serta pada
kondisi kehamilan.8,10 NAG dapat dideteksi di sirkulasi, namun karena tingginya
berat molekul plasma NAG (130 000 sampai 140 000 Dalton) sehingga sulit
melewati membran glomerulus yang intak dan eksresi di urin relatif konstan
dengan perubahan diurnal yang minimal, dan eksresinya meningkat apabila terjadi
kerusakan tubulus. Sejumlah kecil NAG dapat ditemui di urin karena proses
eksostosis fisiologis pada sel tubulus namun pada keadaan normal 98% NAG di
reabsorbsi di tubulus proksimal.
Misra dkk di India yang melaporkan peningkatan nilai NAG urin pada pasien
sindrom nefrotik yang resisten steroid dibandingkan pada pasien sensitif terhadap
steroid yang memberikan gambaran nilai prediksi respons terhadap steroid.
Penelitian lain di Italia melaporkan dari 136 pasien dengan 74 IMN (idiopathic
membraneus nefropathy), 44 FSGS dan 18 MNCS dijumpai eksresi NAG urin
sebanding dengan proteinuria 24 jam sehingga dapat menjadi tes yang berguna
untuk melihat respon terapi dan perkembangan menuju disfungsi tubulus.
Pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dijumpai kadar NAG urin yang
meningkat dibandingkan pada yang sensitive steroid dan tergantung terhadap
steroid, eksresi NAG urin juga lebih tinggi pada SRNS dibandingkan SSNS pada
fase relaps namun hasil tadi tidak membantu mengetahui penyebab disfungsi
tubulus pada SRNS.
Penelitian menyebutkan bahwa NAG dapat menjadi nilai diagnosis pada deteksi
awal perjalanan penyakit glomerulus namun tidak pada pasien yang sudah terbukti
menderita gangguan fungsi ginjal.28 Di Korea penelitian terhadap pasien dengan
penyakit glomerulus termasuk sindrom nefrotik melaporkan terdapat korelasi
negatif antara eksresi NAG urin dan protein urin, namun terdapat korelasi laju
filtrasi glomerulus dengan kadar NAG urin. Sebuah penelitian terhadap binatang
mengatakan penggunaan NAG urin dapat mengukur perubahan fungsi tubulus
renal namun bukanlah indikator berapa banyak kerusakan yang telah terjadi.
dan
m-
m-cresol
sulphonphthaleinyl-N-Acetyl--DGlucosaminide,
garam