Dokter Pembimbing :
Disusun Oleh :
Asep Wahyu Ginanjar
H2A008006
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016
1
DAFTAR MASALAH
NO
MASALAH AKTIF
TANGGAL
KETERANGAN
.
1
2
PPOK
Hipertensi grade II
3 Januari 2016
3 Januari 2016
Hipokalemi
3 Januari 2016
Dyspepesia
3 Januari 2016
NO
MASALAH PASIF
TANGGAL
.
1
3 Januari 2016
KETERANGAN
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Alamat
Agama
Pekerjaan
Status
No.RM
Tanggal masuk
: Tn. AB
: 70 tahun
: Kalikindang RT 01/VIII Kliris Boja Kendal
: Islam
: Swasta
: Menikah
: 444431
: 3 Januari 2016 (1:25 WIB)
2. Anamnesis
Anamnesa dilakukan di bangsal dahlia 2 kamar 2.10 tanggal 4 Januari 2016 pukul 14.00
WIB secara autoanamnesis.
a) Keluhan utama : Sesak nafas
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 hari SMRS pasien merasakan sesak nafas yang dirasakan makin lama
makin memberat. Sesak yang dirasakan makin hebat terutama setelah beraktivitas dan
sedikit berkurang bila pasien beristirahat. Selain itu juga pasien sering terbangun pada
malam hari karena sesak sehingga lebih nyaman tidur dengan 2 bantal. Bunyi ngik
saat sesak (-), nyeri dada (-) demam (-) keringat malam (-) berdebar-debar (-). Pasien
menyangkal apabila sesak yang dirasakan karena debu, udara dingin dan makanan.
Sesak nafas diikuti dengan keluhan batuk dengan dahak sulit dikeluarkan, perut
bagian tengah atas terasa sakit, mual tapi tidak muntah, pusing berputar, berat badan
menurun namun nafsu makan masih ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan
Keluhan sesak seperti ini telah pasien rasakan selama 3 bulan dan selalu hilang
timbul. Dalam 1 bulan ini, sesak dirasakan oleh pasien sudah 3 kali kumat dan
keluhan dirasakan mereda setelah diberikan obat dari puskesmas. Pada awalnya sesak
kali ini hanya diberikan obat sesak, namun keluhan tidak mereda sehingga pasien
dirujuk ke RSUD Tugu.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa
Riwayat hipertensi
teratur terkontrol
Riwayat sakit jantung
Riwayat sakit ginjal
Riwayat Asma
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
3
Riwayat DM
Riwayat Alergi obat/Makanan
Riwayat TB
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
e) Riwayat Pribadi:
Kebiasaan merokok
Keluhan utama
Kepala
Sakit kepala (-), pusing (+), nggliyer (+), leher kencang (-)
Mata
Hidung
Telinga
Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-pecah (-),
darah (-)
Mulut
Tenggorokan
Sistem respirasi
Batuk (+), batuk darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-)
Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (+), nyeri dada (-), berdebardebar (-), keringat dingin (-)
4
Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), perut mules (-), diare (-), nyeri ulu
hati (+), nafsu makan menurun (-), BB turun (+)
Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)
Sistem genitourinaria
: Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), keluar darah (-),
berpasir (-), kencing nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna kencing kuning
jernih, anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (-)
Ekstremitas
o Atas
Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas (-),
Sistem neuropsikiatri:
Sistem Integumentum
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal dahlia 2 kamar 2.10 tanggal 4 Januari 2016 pukul
14.30 WIB.
a) Keadaanumum
: Tampak lemas
b) Kesadaran
: Compos mentis (GCS 15)
c) Status gizi
:
a. BB : 64 kg
b. TB : 162 cm
IMT : 24
Kesan Normal
d) Vital sign
TD
: 160/110 mmHg
Nadi
: 120 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
RR
: 28 x/menit
Suhu
: 37 0 C (axiller)
e) Status Internus
1) Kepala : kesan mesocephal
2) Mata:
5
3)
4)
5)
6)
7)
Hidung:
Mulut:
Telinga:
Leher:
Thoraks
Pulmo :
Sinistra
Dextra
datar
datar
Sama
Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak
Warna
2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem fremitus
3. Perkusi
dengan
kulit
sekitar
(-)
(-)
4. Auskultasi
Suara dasar
Hipersonor
Suara tambahan
lapang paru
lapang paru
Vesikuler (+)
Vesikuler (+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Sama
Wheezing
Ronki
RBH
Stridor
di
seluruh Hipersonor
di
seluruh
Belakang
1. Inspeksi
Warna
2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem Fremitus
3. Perkusi
dengan
kulit
sekitar
(-)
(-)
4. Auskultasi
hipersonor
di
seluruh hipersonor
Suara dasar
lapang paru
lapang paru
Suara tambahan
Vesikuler (+)
Vesikuler (+)
(-)
(-)
(+)
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
Wheezing
Ronki
RBH
Stridor
8) Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : Cembung
Warna : seperti kulit sekitar
Venektasi : (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 8 x/menit
Perkusi:
9) Ekstremitas
Akral dingin
Superior
-/-
Inferior
-/-
Oedem
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/8
di
seluruh
Gerak
CRT
<2 dtk
<2 dtk
5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tanggal 3 Januari 2016
NO
A.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
15
16
17
18
19
B.
20
21
22
23
24
25
26
27
PEMERIKSAAN
Darah Rutin (WB EDTA)
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu
SGOPT
SGPT
Ureum
Creatinin
Kalium
Natrium
Chlorida
HASIL
NILAI NORMAL
6,85
4,96
15,50
42,60
85,90
31,30
H. 36,40
280
13,40
L 0,90
0,40
H. 70,60
L. 14,50
H. 13,60
3.8- 10.6
4.4-5.9
13.2-17.3
40-52
80-100
26-34
32-36
150-440
11.5-14.5
2-4%
0-1
50-70
25-40
2-8
125
26
16
25,0
1,00
L. 2,90
139
99
< 125
0 35
0 35
10,00 50,00
0,70 1,10
3,5-5,0
135-145
95,0-105
X foto thorax AP
Pada tanggal 4 Januari 2016
Cor
Pulmo
: Suspect membesar
: Corakan vaskuler
Bercak kesuraman (-)
Diaphragma : Baik
Sinus costophrenicus :
KESAN
: Cor : Susp. Cardiomegali
Pulmo : Tak tampak pneumonia
EKG
Pada tanggal 3 Januari 2016
Pembacaan EKG
1. Irama
2. Frekwensi
3. Axis
4. Zona Transisi
5. Gelombang P
6. PR interval
7. Kompleks QRS
: Sinus Regular
: 1500 : 12 = 125 (takikardi)
: V1 (+), aVF (+), normoaxis
: V4 Normal
: 0,1 0.1 normal
: 0.3 normal
: R pada V2 7 kotak besar
S pada V5 3 kotak besar
LVH
8. Segmen ST
: normal isoelektrik
9. Gelombang T : normal
10. Gelombang U : (-) normal
10
6. Daftar Abnormalitas
Anamnesis
1. Sesak nafas
2. Sesak makin berat setelah akrivitas
3. Batuk berdahak
4. Nyeri Uluhati
5. Mual
6. Pusing berputar
7. Berat badan menurun
8. Riwayat sakit serupa diakui
9. Riwayat HT diakui
10. Kebiasaan merokok diakui
Pemeriksaan Fisik
11. Keadan umum tampak lemas
12. TD : 160/110 mmHg
13. Nadi : 120 x/menit
14. Pursed lips-breathing (+)
15. Hipersonor di seluruh lapang paru
16. Aukultasi paru terdapat ronki (+/+)
17. Ekspirasi memanjang
18. Nyeri tekan di kuadran epigastrium
Pemeriksaan Penunjang
19. MCHC (H)
20. Eosinofil (L)
21. Neutrofil (H)
22. Limfosit (L)
23. Monosit (H)
24. Kalium (L)
25. EKG : takikardi
26. EKG : LVH
7. Analisis masalah
Daftar Problem
1. PPOK : 1,2,3,6,7,8,10,14,15,16,17
2. Hipertensi grade II : 6,7,9,10,12, 25,26
3. Hipokalemi : 6,11,24
4. Dyspepsia : 4,5,18
8. Rencana Pemecahan Masalah
1. PPOK
a. Ass
- Faktor resiko : Kebiasaan merokok, infeksi saluran napas bawah berulang
- Komplikasi : Gagal napas, infeksi berulang, cor pulmonal
11
b. IP Dx :
- Faal paru
- Analisis gas darah
- Ekokardiografi
c. IP Mx :
- Keadaan umum dan tanda vital
d. IP Tx :
- Inhalasi : pulmicort + combivent 2x1
- Ceftiaxon 2x1
- Ambroxol 3x1
- Konsul spesialis penyakit dalam
e. IP Ex :
- Berhenti merokok
2. Problem Hipertensi grade II
a. Ass
- Faktor resiko : Usia, pola makan, kebiasaan merokok
- Komplikasi : penyakit cardiomegali, CHF, CKD
b. IP Dx :
- Lab darah lengkap
- EKG
- X foto thorax PA
- USG abdomen
c. IP Mx :
- Keadaan umum dan tanda vital
d. IP Tx :
- Infus RL 20 tpm
- Amlodipin 1x2 tab
- Konsul Spesialis Penyakit Dalam
e. IP Ex :
- Tirah baring
- Diet rendah garam
3. Problem Hipokalemi
a. Ass
- Faktor Etiologi : fungsi ginjal menurun, kalium yang hilang melalui
b.
c.
d.
e.
saluran pencernaan.
- Komplikasi : Kelemahan otot, aritmia, dll
IP Dx :
- Lab darah lengkap (elektrolit)
IP Mx :
- Keadaan umum dan tanda vital
- Kadar kalium tiap 2-4 jam menghindari hiperkalemia
IP Tx :
- Koreksi Kalium dengan pemberian kalium
IP Ex :
- Tirah baring
- Diet yang mengandung cukup kalium (pisang, jeruk,kadang-kacangan dll)
12
4. Problem Dyspepsia
a. Ass
- Faktor resiko : makanan asam, pedas dll
- Komplikasi : GERD, pancreatitis, ulkus pertikum
b. IP Dx :
- Lab darah lengkap
- USG abdomen
- Endoscopy
c. IP Mx :
- Keadaan umum dan tanda vital
d. IP Tx :
- Infus RL 20 tpm
- Ondansetron 3x1
- Konsul Spesialis Penyakit Dalam
e. IP Ex :
- Tirah baring
- Jangan makan asam dan pedas
9. PROGRESS NOTE
Tanggal 4 januari 2016
S:
- Sesak
- Batuk
- Badan terasa lemas
- Pusing
- Mual (+) muntah (-)
O:
- TD
: 160/110 mmHg
- Nadi
: 120x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR
: 26x/menit
- Suhu
: 370 C (axiller)
Keadaan umum: Lemas
Kesadaran
: Compos mentis
Mata
: CPA (-/-) SI (-/-)
Mulut
: Pursed lips-breathing (+)
Abdomen
: NT (+) kuadran epigastrium
A : PPOK, HT
P:
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Amlodipin 1x10
- KSR 3x1
- Ambroxol 3x1
- Ceftiaxon 2x1
13
Paru
: Ronki (+/+), ekspirasi memanjang
Abdomen
: NT (+) kuadran epigastrium
A : PPOK, HT
P:
- Terapi tetap
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan
dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan
tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. (Slamet H, 2006)
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1
antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,
dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat 3 (PPOK
berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis,
sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau
gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri.
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK. PPOK
eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P
yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan produksi dahak/phlegm 3.
Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor
pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit
komorbid lain.(Riyanto dan Hisyam, 2006)
DEFINISI
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh
pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini
16
dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari
pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tandatanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang
tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :
Pertambahan penduduk
Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63
tahun pada tahun 1990-an
Industrialisasi
FAKTOR RESIKO
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a) Riwayat merokok
Perokok aktif
Perokok pasif
Bekas perokok
17
b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah ratarata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : >600
18
19
KLASIFIKASI
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,
dibagi atas 4 derajat :(Antonio et all, 2007)
Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin
tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP 1 / KVP < 70%; 50% < VEP 1 <
80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya
mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP 1 /
KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,
penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup
pasien.
Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%
prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal
jantung kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1.
DIAGNOSA
20
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan
edema tungkai
21
Palpasi
Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah
Auskultasi
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh
22
a. Pemeriksaan rutin
Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE
meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau
APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
23
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus
Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF, VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
24
26
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
-
Mengurangi gejala
27
1. Edukasi
2. Obat obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik
yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat
reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada
setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan
di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara
28
intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu
yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas.
Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat
pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti
bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat obatan
Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu
saja )
29
3. Penggunaan oksigen
Berapa dosisnya
5. Tanda eksaserbasi :
Sputum bertambah
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada
derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega
napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Lini I : amoksisilin
makrolid
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati hati
Tabel 3. Penatalaksanaan PPOK
32
33
Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ organ lainnya.
a. Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
34
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
b. Indikasi
-
Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P
pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru
lain
Macam terapi oksigen :
-
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di
rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.
Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat,
ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah
dibedakan :
-
tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal
kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering
terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak
35
napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah
atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
c. Alat bantu pemberian oksigen :
-
Nasal kanul
Sungkup venturi
Sungkup rebreathing
Sungkup nonrebreathing
Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas
darah pada waktu tersebut.
3
Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal
napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik.
Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
a. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
-
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan
dapat digunakan selama di rumah.
Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure
(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV).
NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :
-
Volume control
36
Pressure control
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT / Long Tern
Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :
-
Kualiti hidup
Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan
abdominal paradoksal
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping
harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
-
2. Infeksi berulang
37
3. Kor pulmonal
Gagal napas kronik :
-
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :
Bronkodilator adekuat
Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
Antioksidan
Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal napas kronik,
ditandai oleh :
-
Demam
Kesadaran menurun
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal
ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah,
ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan
PENCEGAHAN
38
Berhenti merokok
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim
2008.
Konsensus
PPOK.
Tersedia
di:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok
2. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.
3. DMI.
2006.Acuan
Penanganan
PPOK
Terkini.
Tersedia
di:
www.kalbe.co.id/news/seminar/acuanpenangananppokterkini
4. Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011. Inhaled Corticosteroids in
Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Journal of American
Medical Association, p. 2408-2416.
5. Irwanto 2010. Penyakit Paru Obstruktif Kronis.. Didapat dari: hhtp://IrwantoFK04USK.blogspot.com/2010/08/Penyakit-Paru-Obstruktif-Kronik-PPOK.html
6. Rani AA 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI, p. 105-8
7. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p. 984-5.
8. Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta:. p. 1-18.
40