Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

SEORANG LAKI-LAKI USIA 70 TAHUN


DENGAN SESAK NAFAS
Disusun untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD dr. Adhyatma, MPH Tugurejo Semarang

Dokter Pembimbing :

dr. Hersa Donantya, Sp.PD

Disusun Oleh :
Asep Wahyu Ginanjar
H2A008006

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016
1

DAFTAR MASALAH
NO

MASALAH AKTIF

TANGGAL

KETERANGAN

.
1
2

PPOK
Hipertensi grade II

3 Januari 2016
3 Januari 2016

Hipokalemi

3 Januari 2016

Dyspepesia

3 Januari 2016

NO

MASALAH PASIF

TANGGAL

.
1

Kesan ekonomi kurang

3 Januari 2016

KETERANGAN

LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Alamat
Agama
Pekerjaan
Status
No.RM
Tanggal masuk

: Tn. AB
: 70 tahun
: Kalikindang RT 01/VIII Kliris Boja Kendal
: Islam
: Swasta
: Menikah
: 444431
: 3 Januari 2016 (1:25 WIB)

2. Anamnesis
Anamnesa dilakukan di bangsal dahlia 2 kamar 2.10 tanggal 4 Januari 2016 pukul 14.00
WIB secara autoanamnesis.
a) Keluhan utama : Sesak nafas
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 hari SMRS pasien merasakan sesak nafas yang dirasakan makin lama
makin memberat. Sesak yang dirasakan makin hebat terutama setelah beraktivitas dan
sedikit berkurang bila pasien beristirahat. Selain itu juga pasien sering terbangun pada
malam hari karena sesak sehingga lebih nyaman tidur dengan 2 bantal. Bunyi ngik
saat sesak (-), nyeri dada (-) demam (-) keringat malam (-) berdebar-debar (-). Pasien
menyangkal apabila sesak yang dirasakan karena debu, udara dingin dan makanan.
Sesak nafas diikuti dengan keluhan batuk dengan dahak sulit dikeluarkan, perut
bagian tengah atas terasa sakit, mual tapi tidak muntah, pusing berputar, berat badan
menurun namun nafsu makan masih ada. BAK dan BAB tidak ada keluhan
Keluhan sesak seperti ini telah pasien rasakan selama 3 bulan dan selalu hilang
timbul. Dalam 1 bulan ini, sesak dirasakan oleh pasien sudah 3 kali kumat dan
keluhan dirasakan mereda setelah diberikan obat dari puskesmas. Pada awalnya sesak
kali ini hanya diberikan obat sesak, namun keluhan tidak mereda sehingga pasien
dirujuk ke RSUD Tugu.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa
Riwayat hipertensi

: Diakui, sejak 1 bulan yang lalu


: Diakui, sejak 5 tahun yang lalu, tidak

teratur terkontrol
Riwayat sakit jantung
Riwayat sakit ginjal
Riwayat Asma

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
3

Riwayat DM
Riwayat Alergi obat/Makanan
Riwayat TB

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

d) Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat sakit serupa
Riwayat hipertensi
Riwayat Sakit jantung
Riwayat DM
Riwayat Asma

: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal
: Disangkal

e) Riwayat Pribadi:
Kebiasaan merokok

: Diakui, sejak umur 25 tahun sampai

sekarang, sehari menghabiskan 3-5 batang rokok.


Kebiasaan berolahraga
: Jarang
Minum minuman beralkohol
: Disangkal
f) Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama dengan istri dan anaknya. Pasien seorang pekerjaan swasta.
Pasien berobat dengan menggunakan BPJS.
Kesan ekonomi: kurang
3. Anamnesis Sistem

Keluhan utama

Sesak nafas (+)

Kepala

Sakit kepala (-), pusing (+), nggliyer (+), leher kencang (-)

Mata

Penglihatan kabur (-), pandangan ganda (-), pandangan

berputar (-), berkunang-kunang (-)

Hidung

Pilek (-), mimisan (-), tersumbat (-)

Telinga

Pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar cairan (-),

Sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), bibir pecah-pecah (-),

darah (-)

Mulut

gusi berdarah (-), mulut kering (-)

Tenggorokan

Sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-).

Sistem respirasi

Batuk (+), batuk darah (-), mengi (-), tidur mendengkur (-)

Sistem kardiovaskuler : Sesak nafas saat beraktivitas (+), nyeri dada (-), berdebardebar (-), keringat dingin (-)
4

Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), perut mules (-), diare (-), nyeri ulu
hati (+), nafsu makan menurun (-), BB turun (+)

Sistem muskuloskeletal : Nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku otot (-)

Sistem genitourinaria

: Sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), keluar darah (-),

berpasir (-), kencing nanah (-), sulit memulai kencing (-), warna kencing kuning
jernih, anyang-anyangan (-), berwarna seperti teh (-)

Ekstremitas
o Atas

Luka (-), kesemutan (-), bengkak(-), sakit sendi (-), panas (-),

berkeringat (-), gemetar (-)


o Bawah
: Luka (-), gemetar (-), ujung jari dingin (-), kesemutan di kaki
(-), sakit sendi (-), bengkak (-)

Sistem neuropsikiatri:

Kejang (-), gelisah (-), kesemutan (-), mengigau (-), emosi

tidak stabil (-)

Sistem Integumentum

: Kulit kuning (-), pucat (-), gatal (-), bercakmerah kehitaman

di bagian dada, punggung, tangan dan kaki (-).

4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan di bangsal dahlia 2 kamar 2.10 tanggal 4 Januari 2016 pukul
14.30 WIB.
a) Keadaanumum
: Tampak lemas
b) Kesadaran
: Compos mentis (GCS 15)
c) Status gizi
:
a. BB : 64 kg
b. TB : 162 cm
IMT : 24
Kesan Normal
d) Vital sign
TD
: 160/110 mmHg
Nadi
: 120 x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
RR
: 28 x/menit
Suhu
: 37 0 C (axiller)
e) Status Internus
1) Kepala : kesan mesocephal
2) Mata:
5

3)

4)

5)

6)

7)

Hidung:

Mulut:

Telinga:

Leher:

Thoraks

konjungtiva pucat (-/-)


sklera ikterik (-/-)
pupil isokor 3mm
reflek pupil (+/+)
napas cuping hidung (-)
nyeri tekan (-)
krepitasi (-)
Sekret (-)
septum deviasi (-)
konka: hiperemis (-) dan deformitas (-)
sianosis (-)
Pursed lips-breathing (+)
lidah kotor (-)
uvula simetris
tonsil (T1/T1), hiperemis (-),kriptemelebar (-)
gigi karies (-)
Sekret (-/-)
Serumen (-/-)
Laserasi (-/-).
nyeri tekan trakea (-)
pembesaran limfonodi (-/-)
Pembesaran tiroid (-/-)
Pergerakan otot bantu pernafasan (-).
Cor :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: ictus cordis tidak tampak, ICS melebar (-)


: ictus cordis tidak teraba, kuatangkat (-), ICS melebar (-)
: batas atas : ICS II linea parasternal sin.
pinggang jantung: ICS III linea parasternal sinistra
batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
kiri bawah: ICS V 2 cm medial linea midclavicula sinistra
Kesan
: konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : Suara jantung murni: Suara I dan Suara II reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-)

Pulmo :
Sinistra

Dextra

datar

datar

Simetris statis dinamis

Simetris statis dinamis

Sama dengan kulit sekitar

Sama

Depan
1. Inspeksi
Bentuk dada
Hemitorak
Warna
2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem fremitus
3. Perkusi

dengan

kulit

sekitar
(-)

(-)

(+) normal, Kanan = kiri

(+) normal, kanan = kiri

4. Auskultasi
Suara dasar

Hipersonor

Suara tambahan

lapang paru

lapang paru

Vesikuler (+)

Vesikuler (+)

(-)

(-)

(+) Ekspirasi memanjang

(+) Ekspirasi memanjang

(-)

(-)

(-)

(-)

Sama dengan kulit sekitar

Sama

Wheezing
Ronki
RBH
Stridor

di

seluruh Hipersonor

di

seluruh

Belakang
1. Inspeksi
Warna
2. Palpasi
Nyeri tekan
Stem Fremitus
3. Perkusi

dengan

kulit

sekitar
(-)

(-)

(+) normal, kanan = kiri

(+) normal, kanan = kiri

4. Auskultasi

hipersonor

di

seluruh hipersonor

Suara dasar

lapang paru

lapang paru

Suara tambahan

Vesikuler (+)

Vesikuler (+)

(-)

(-)

(+)

(+)

(-)

(-)

(-)

(-)

Wheezing
Ronki
RBH
Stridor

8) Abdomen
Inspeksi :
Bentuk : Cembung
Warna : seperti kulit sekitar
Venektasi : (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal 8 x/menit
Perkusi:

Timphani di seluruh kuadran


Palpasi:
Nyeri tekan (+) kuadran epigastrium
Defance muscular : (-)
Hepar tidak teraba pembesaran
Lien teraba pembesaran
Ginjal tidak teraba pembesaran
Nyeri ketok ginjal (-/-)

9) Ekstremitas
Akral dingin

Superior
-/-

Inferior
-/-

Oedem

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/8

di

seluruh

Gerak

Dalam batas normal

Dalam batas normal

CRT

<2 dtk

<2 dtk

5. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Tanggal 3 Januari 2016
NO
A.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
15
16
17
18
19
B.
20
21
22
23
24
25
26
27

PEMERIKSAAN
Darah Rutin (WB EDTA)
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu
SGOPT
SGPT
Ureum
Creatinin
Kalium
Natrium
Chlorida

HASIL

NILAI NORMAL

6,85
4,96
15,50
42,60
85,90
31,30
H. 36,40
280
13,40
L 0,90
0,40
H. 70,60
L. 14,50
H. 13,60

3.8- 10.6
4.4-5.9
13.2-17.3
40-52
80-100
26-34
32-36
150-440
11.5-14.5
2-4%
0-1
50-70
25-40
2-8

125
26
16
25,0
1,00
L. 2,90
139
99

< 125
0 35
0 35
10,00 50,00
0,70 1,10
3,5-5,0
135-145
95,0-105

X foto thorax AP
Pada tanggal 4 Januari 2016

Cor
Pulmo

: Suspect membesar
: Corakan vaskuler
Bercak kesuraman (-)
Diaphragma : Baik
Sinus costophrenicus :
KESAN
: Cor : Susp. Cardiomegali
Pulmo : Tak tampak pneumonia

EKG
Pada tanggal 3 Januari 2016

Pembacaan EKG
1. Irama
2. Frekwensi
3. Axis
4. Zona Transisi
5. Gelombang P
6. PR interval
7. Kompleks QRS

: Sinus Regular
: 1500 : 12 = 125 (takikardi)
: V1 (+), aVF (+), normoaxis
: V4 Normal
: 0,1 0.1 normal
: 0.3 normal
: R pada V2 7 kotak besar
S pada V5 3 kotak besar
LVH
8. Segmen ST
: normal isoelektrik
9. Gelombang T : normal
10. Gelombang U : (-) normal
10

6. Daftar Abnormalitas
Anamnesis
1. Sesak nafas
2. Sesak makin berat setelah akrivitas
3. Batuk berdahak
4. Nyeri Uluhati
5. Mual
6. Pusing berputar
7. Berat badan menurun
8. Riwayat sakit serupa diakui
9. Riwayat HT diakui
10. Kebiasaan merokok diakui
Pemeriksaan Fisik
11. Keadan umum tampak lemas
12. TD : 160/110 mmHg
13. Nadi : 120 x/menit
14. Pursed lips-breathing (+)
15. Hipersonor di seluruh lapang paru
16. Aukultasi paru terdapat ronki (+/+)
17. Ekspirasi memanjang
18. Nyeri tekan di kuadran epigastrium
Pemeriksaan Penunjang
19. MCHC (H)
20. Eosinofil (L)
21. Neutrofil (H)
22. Limfosit (L)
23. Monosit (H)
24. Kalium (L)
25. EKG : takikardi
26. EKG : LVH
7. Analisis masalah
Daftar Problem
1. PPOK : 1,2,3,6,7,8,10,14,15,16,17
2. Hipertensi grade II : 6,7,9,10,12, 25,26
3. Hipokalemi : 6,11,24
4. Dyspepsia : 4,5,18
8. Rencana Pemecahan Masalah
1. PPOK
a. Ass
- Faktor resiko : Kebiasaan merokok, infeksi saluran napas bawah berulang
- Komplikasi : Gagal napas, infeksi berulang, cor pulmonal
11

b. IP Dx :
- Faal paru
- Analisis gas darah
- Ekokardiografi
c. IP Mx :
- Keadaan umum dan tanda vital
d. IP Tx :
- Inhalasi : pulmicort + combivent 2x1
- Ceftiaxon 2x1
- Ambroxol 3x1
- Konsul spesialis penyakit dalam
e. IP Ex :
- Berhenti merokok
2. Problem Hipertensi grade II
a. Ass
- Faktor resiko : Usia, pola makan, kebiasaan merokok
- Komplikasi : penyakit cardiomegali, CHF, CKD
b. IP Dx :
- Lab darah lengkap
- EKG
- X foto thorax PA
- USG abdomen
c. IP Mx :
- Keadaan umum dan tanda vital
d. IP Tx :
- Infus RL 20 tpm
- Amlodipin 1x2 tab
- Konsul Spesialis Penyakit Dalam
e. IP Ex :
- Tirah baring
- Diet rendah garam
3. Problem Hipokalemi
a. Ass
- Faktor Etiologi : fungsi ginjal menurun, kalium yang hilang melalui

b.
c.
d.
e.

saluran pencernaan.
- Komplikasi : Kelemahan otot, aritmia, dll
IP Dx :
- Lab darah lengkap (elektrolit)
IP Mx :
- Keadaan umum dan tanda vital
- Kadar kalium tiap 2-4 jam menghindari hiperkalemia
IP Tx :
- Koreksi Kalium dengan pemberian kalium
IP Ex :
- Tirah baring
- Diet yang mengandung cukup kalium (pisang, jeruk,kadang-kacangan dll)
12

4. Problem Dyspepsia
a. Ass
- Faktor resiko : makanan asam, pedas dll
- Komplikasi : GERD, pancreatitis, ulkus pertikum
b. IP Dx :
- Lab darah lengkap
- USG abdomen
- Endoscopy
c. IP Mx :
- Keadaan umum dan tanda vital
d. IP Tx :
- Infus RL 20 tpm
- Ondansetron 3x1
- Konsul Spesialis Penyakit Dalam
e. IP Ex :
- Tirah baring
- Jangan makan asam dan pedas

9. PROGRESS NOTE
Tanggal 4 januari 2016
S:
- Sesak
- Batuk
- Badan terasa lemas
- Pusing
- Mual (+) muntah (-)
O:
- TD
: 160/110 mmHg
- Nadi
: 120x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR
: 26x/menit
- Suhu
: 370 C (axiller)
Keadaan umum: Lemas
Kesadaran
: Compos mentis
Mata
: CPA (-/-) SI (-/-)
Mulut
: Pursed lips-breathing (+)
Abdomen
: NT (+) kuadran epigastrium
A : PPOK, HT
P:
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ranitidin 2x1 amp
- Amlodipin 1x10
- KSR 3x1
- Ambroxol 3x1
- Ceftiaxon 2x1
13

Nebul : fulmicort+combivent 1:1


Inj. Metilprednisolon 2x1

Tanggal 5 januari 2016


S:
- Sesak <
- Batuk <
- Badan terasa lemas
- Pusing (-)
- Mual (-) muntah (-)
O:
- TD
: 150/90 mmHg
- Nadi
: 98x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR
: 21x/menit
- Suhu
: 36,70 C (axiller)
Keadaan umum: Lemas
Kesadaran
: Compos mentis
Mata
: CPA (-/-) SI (-/-)
Mulut
: Pursed lips-breathing (+)
Paru
: Ronki (+/+), ekspirasi memanjang
Abdomen
: NT (+) kuadran epigastrium
A : PPOK, HT
P:
- Terapi tetap
- X foto thorax AP

Tanggal 7 januari 2016


S:
- Sesak <<
- Batuk <<
- Pusing (-)
- Mual (-) muntah (-)
O:
- TD
: 143/90 mmHg
- Nadi
: 97x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR
: 21x/menit
- Suhu
: 36,60 C (axiller)
Keadaan umum: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Mata
: CPA (-/-) SI (-/-)
Mulut
: Pursed lips-breathing (-)
14

Paru
: Ronki (+/+), ekspirasi memanjang
Abdomen
: NT (+) kuadran epigastrium
A : PPOK, HT
P:
- Terapi tetap

Tanggal 9 januari 2016


S:
- Tidak ada keluhan
O:
- TD
: 140/98 mmHg
- Nadi
: 87x/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
- RR
: 21x/menit
- Suhu
: 36,60 C (axiller)
Keadaan umum: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Mata
: CPA (-/-) SI (-/-)
Mulut
: Pursed lips-breathing (-)
Paru
: Ronki (-/-)
Abdomen
: NT (-) kuadran epigastrium
A : PPOK, HT
P : BLPL

15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang dapat dicegah dan
dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang signifikan, yang dapat mengakibatkan
tingkat keparahan yang berbeda pada tiap individual. (Slamet H, 2006)
Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting, jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya. Faktor resiko genetik yang paling sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1
antitripsin, yang merupakan inhibitor sirkulasi utama dari protease serin.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,
dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK sedang), derajat 3 (PPOK
berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).
Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis,
sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau
gejala. Dan baku emas untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri.
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat keparahan PPOK. PPOK
eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P
yaitu: 1. Peningkatan batuk/memburuknya batuk 2. Peningkatan produksi dahak/phlegm 3.
Peningkatan sesak napas.. Komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi berulang dan cor
pulmonal. Prognosa PPOK tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit
komorbid lain.(Riyanto dan Hisyam, 2006)
DEFINISI
Penyakit Paru Obstrutif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh
hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel
parsial., bersifat progresif, biasanya disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh
pajanan gas berbahaya yang dapat memberikan gambaran gangguan sistemik. Gangguan ini
16

dapat dicegah dan dapat diobati. Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari
pembakaran, dan partikel gas berbahaya.
Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tandatanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang
tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.
Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :

Kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %)

Pertambahan penduduk

Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an menjadi 63
tahun pada tahun 1990-an

Industrialisasi

Polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri, dan di pertambangan


(PDPI,2010)

FAKTOR RESIKO
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih
penting dari faktor penyebab lainnya.
Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :
a) Riwayat merokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Bekas perokok

17

b) Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah ratarata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

Berat : >600

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja


3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
PATOGENESIS
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa faktor resiko utama dari PPOK ini adalah
merokok. Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu
sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar
dan sulit dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang
menyebabkan edema dan pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan.(Antonio et all, 2007)
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena perubahan
struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi sel goblet dan hipertropi
otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas seperti pada gambar 1.

18

Gambar 1. PPOK Terkait Partikel Inhalasi

(Sumber :Antonio et all, 2007)


Ada beberapa karakteristik inflamasi yang terjadi pada pasien PPOK, yakni : peningkatan
jumlah neutrofil (didalam lumen saluran nafas), makrofag (lumen saluran nafas, dinding saluran
nafas, dan parenkim), limfosit CD 8+ (dinding saluran nafas dan parenkim). Yang mana hal ini
dapat dibedakan dengan inflamasi yang terjadi pada penderita asma.(Corwin EJ, 2001)
Tabel 1. Patogenesis PPOK

19

KLASIFIKASI
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,
dibagi atas 4 derajat :(Antonio et all, 2007)
Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin
tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP 1 / KVP < 70%; 50% < VEP 1 <
80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini pasien biasanya
mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang dialaminya.
Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk (VEP 1 /
KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,
penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak pada kualitas hidup
pasien.
Derajat IV: PPOK sangat berat
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30%
prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas kronik dan gagal
jantung kanan.
Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu
diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa diprediksi dengan VEP1.

DIAGNOSA
20

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga
berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
Anamnesis
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
Inspeksi

Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertropi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan
edema tungkai
21

Penampilan pink puffer atau blue bloater

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

Suara napas vesikuler normal, atau melemah

Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh

Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :


Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan
pursed lips breathing
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai
dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2
yang terjadi pada gagal napas kronik.
Pemeriksaan penunjang

22

a. Pemeriksaan rutin
Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP)
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP
(%).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE
meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau
APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
23

Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus
Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total (KPT),
VR/KRF, VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
24

Uji provokasi bronkus


Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan
VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak
terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
Gagal napas kronik stabil
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Radiologi
CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang
tidak terdeteksi oleh foto toraks polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan.
Ekokardiografi
25

Menilai funfsi jantung kanan


Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan
untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi
saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita
PPOK di Indonesia.
Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda),
defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
DIAGNOSA BANDING
Diagnosis Banding PPOK Adalah
Asma
SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis) Adalah penyakit obstruksi saluran napas
yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
Pneumotoraks
Gagal jantung kronik
Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di Indonesia,
karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.
Adapun karakteristik dari Asma, PPOK, dan SOPT pada tabel 2
Tabel 2. Perbedaan Asma, PPOK, dan SOPT

26

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan :
-

Mengurangi gejala

Mencegah eksaserbasi berulang

Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru

Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

27

1. Edukasi
2. Obat obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga
penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2)
penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik
yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat
reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan
pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada
setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan
di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara
28

intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu
yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas.
Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien PPOK.
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat
pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita.
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti
bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat obatan

Macam obat dan jenisnya

Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )

Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau perlu
saja )

Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya

29

3. Penggunaan oksigen

Kapan oksigen harus digunakan

Berapa dosisnya

4. Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen

Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen

Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya

5. Tanda eksaserbasi :

Batuk atau sesak bertambah

Sputum bertambah

Sputum berubah warna

6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi


7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima, langsung ke pokok
permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang
dengan bahan edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan
hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan
penyakit kronik progresif yang ireversibel
obat obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan
dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian
obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang (long acting).
30

Macam - macam bronkodilator :


-

Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).

Golongan agonis beta 2


Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat
sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.

Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2


Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya
mempunyai tempat kerja yang berbeda.
Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.

Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada
derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega
napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.


b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu
terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
31

Lini I : amoksisilin
makrolid

Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat


Sefalosporin
Kuinolon
Makrolid baru

d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N - asetilsistein.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai
pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati hati
Tabel 3. Penatalaksanaan PPOK

32

33

Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan
sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ organ lainnya.
a. Manfaat oksigen :
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
34

- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup
b. Indikasi
-

Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%

Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P
pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru
lain
Macam terapi oksigen :
-

Pemberian oksigen jangka panjang

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di
rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.
Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat,
ruang rawat ataupun ICU. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah
dibedakan :
-

Pemberian oksigen jangka panjang ( Long Term Oxygen Therapy = LTOT )

Pemberian oksigen pada waktu aktiviti

Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak


Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila

tidur atau sedang aktiviti, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal
kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering
terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktiviti bertujuan menghilangkan sesak
35

napas dan meningkatkan kemampuan aktiviti. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah
atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.
c. Alat bantu pemberian oksigen :
-

Nasal kanul

Sungkup venturi

Sungkup rebreathing

Sungkup nonrebreathing

Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisis gas
darah pada waktu tersebut.
3

Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal
napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik.
Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah.
a. Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
-

Ventilasi mekanik dengan intubasi

Ventilasi mekanik tanpa intubasi

Ventilasi mekanik tanpa intubasi

Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan
dapat digunakan selama di rumah.

Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure
(NIPPV) atau Negative Pessure Ventilation (NPV).
NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :
-

Volume control
36

Pressure control

Bilevel positive airway pressure (BiPAP)

Continous positive airway pressure (CPAP)

NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (LTOT / Long Tern
Oxygen Theraphy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :
-

Analisis gas darah

Kualiti dan kuantiti tidur

Kualiti hidup

Analisis gas darah

b. Indikasi penggunaan NIPPV


-

Sesak napas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan
abdominal paradoksal

Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 - 7, 35

Frekuensi napas > 25 kali per menit

NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran napas atas, disamping
harus menggunakan perlengkapan yang tidak sederhana.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
-

Gagal napas kronik

Gagal napas akut pada gagal napas kronik

2. Infeksi berulang
37

3. Kor pulmonal
Gagal napas kronik :
-

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :

Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

Bronkodilator adekuat

Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

Antioksidan

Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing Gagal napas akut pada gagal napas kronik,
ditandai oleh :
-

Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

Sputum bertambah dan purulen

Demam

Kesadaran menurun

Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal
ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah,
ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
Kor pulmonal :
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung kanan

PENCEGAHAN

38

1. Mencegah terjadinya PPOK


-

Hindari asap rokok

Hindari polusi udara

Hindari infeksi saluran napas berulang

2. Mencegah perburukan PPOK


-

Berhenti merokok

Gunakan obat-obatan adekuat

Mencegah eksaserbasi berulang

39

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim

2008.

Konsensus

PPOK.

Tersedia

di:

http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/konsensus-ppok
2. Corwin EJ 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC, p. 437-8.
3. DMI.

2006.Acuan

Penanganan

PPOK

Terkini.

Tersedia

di:

www.kalbe.co.id/news/seminar/acuanpenangananppokterkini
4. Drummond MB, Dasenbrook EC, Pitz MW, et all 2011. Inhaled Corticosteroids in
Patients With Stable Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Journal of American
Medical Association, p. 2408-2416.
5. Irwanto 2010. Penyakit Paru Obstruktif Kronis.. Didapat dari: hhtp://IrwantoFK04USK.blogspot.com/2010/08/Penyakit-Paru-Obstruktif-Kronik-PPOK.html
6. Rani AA 2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
FKUI, p. 105-8
7. Riyanto BS, Hisyam B 2006. Obstruksi Saluran Pernafasan Akut. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI, p. 984-5.
8. Slamet H 2006. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.

Jakarta:. p. 1-18.

40

Anda mungkin juga menyukai