Alhamdulillah adalah kata yang mampu melukiskan perasaan hati saya setelah
menyelesaikan kumpulan puisi MENUJU PELABUHAN.
Kumpulan puisi ini berisi 17 puisi pilihan. Dibuka dengan puisi berjudul
MENUJU PELABUHAN yang menceritakan tentang pelayaran seseorang mencari
Tuhannya dan diakhiri dengan puisi berjudul PENGAKUAN yang akhirnya menemukan
jatidirinya dan hubungan antara dirinya dengan Tuhannya.
Membaca kumpula puisi MENUJU PELABUHAN sama halnya berfantasi
menyisiri dunia yang penuh warna, penuh pesona hingga lahirlah ketakjuban.
Kumpulan puisi ini juga memuat tentang puisi persahabatan dan puisi-puisi cinta.
Akhirnya saya ucapkan selamat membaca, semoga anda mendapat inspirasi baru
dan mendapat pengalaman baru. Ketakjuban baru. Harapan baru. Hadiah baru untuk
dijadikan warisan kepada generasi setelah anda nantinya.
Hanya kepada Allah saya pasrahkan segala akhir dari karya yang sederhana ini,
semoga karya ini bisa bermanfaat dan bisa menambah variasi dalam berkarya. Amien ya
rabbal ’alamien.
Hormat Penulis
Moh. Ghufron Cholid
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
Esai : Memetik hikmah dari puisi-puisi transendental, karya Moh.Gufron Chalid.
“Sastra adalah jalan keempat untuk mencari kebenaran, setelah agama, filsafat,
dan ilmu pengetahuan.” ( Teeuw ).
Seperti yang dikatakan Teeuw di atas, seperti itulah yang saya temukan pada
sajak-sajak Moh. Gufron Chalid yang terkumpul pada 17 sajak pilihan, yang di inbokkan
ke saya untuk saya pelajari.
Setelah menelusuri setiap detak nafas sajak-sajak tadi, di sana saya dapat
merasakan bagaimana penyair dalam menjalani proses pencarian jalan kebenaran melalui
medium sastera.
Sebagai salah satu alat atau media untuk meletupkan rasa dan pemikiran-
pemikiran yang diharapkan dapat mempengaruhi pola piker dan atau pola piker baru yang
berdampak positip pada pribadi penyair serta penghayat selanjutnya, puisi,sajak,
merupakan perwujudan yang tepat dari sekumpulan kata atau kalimat yang merupakan
bagian dari yang namanya bahasa (baca: bahasa hati,bahasa piker,bahasa rasa, dll).
Bahwa Puisi sebagai reinkarnasi bahasa/samsara bahasa, pada kelahirannya
kembali, tidak terlepas dari proses/ritus suasana baik buruk yang mempengaruhi rasa
imajinatip pengkarya ciptanya. Dalam pengertian, melalui puisi penyair berusaha
menghidupkan imaji tersembunyi ke dalam tubuh “bahasa”. Tubuh bahasa dari
bayangan diri, baik bayangan diri penyairnya maupun bayangan diri penikmat bacanya
yang sudah menyatu pada bayangan puisi itu sendiri!, maka jadilah bayangan diantara
bayangan; diri membayang pada puisi, puisi membayang pada diri. Dan puisi yang baik,
adalah puisi yang ditulis dengan penuh ketulusan, serta tetap mengacu pada estetika
moral, sehingga nantinya bisa memberi pencerahan positip dan atau bisa menciptakan
pola piker baru yang baik bagi pencipta maupun apresiator yang membacanya.
Bahkan Jhon F Kennedy mantan presiden Amerika yang fonumenal mengkaitkan
puisi dengan kehidupan bernegara: “ bila politik bengkok, maka Puisi yang akan
meluruskannya”. Dari statemen tersebut, betapa penting dan berpengaruhnya puisi yang
baik, tidak hanya dikaitkan dari sudut agama atau keyakinan saja, tapi juga terkait kuat
(bila mau menyelaminya) bagi tatanan Bangsa,Negara, dan perbaikan pola piker positip
bagi masyarakat dan atau indifidu penghayat.
Latar belakang budaya, pendidikan, pola hidup, kejiwaan, keyakinan, dll, sangat
berpengaruh sekali akan hasil perwujudan puisi, baik dalam kapasitas tekstual puisi
maupun muatan makna yang tersurat dan atau tersirat pada karya sastra puisi,sajak
bersangkutan.
Dan factor-faktor seperti itu juga yang mempengaruhi karya-karya Moh. Ghufron
Cholid yang terkumpul pada 17 puisi pilihan “MENUJU PELABUHAN.” Dimana
nuansa transendental (kemenonjolan hal-hal yang bersifat spiritual/kerohanian) sangat
menonjol pada setiap karyanya. Tidak perlu heran, karena lingkungan agamis yang kuat
dari keluarganya serta atmosfir kehidupan pesantren, secara tidak langsung telah
membentuk pola pikernya dalam berkarya cipta.
Seperti yang tertuang pada enam buah puisi Moh.Ghufron Cholid “ Menuju
Pelabuhan, Sholat, Pertemuan, Selepas Subuh, Perempuan malam,dan Pengakuan “ yang
saya anggap paling kuat dari segi alur, bunyi, pemaknaan, sehingga sangat-sangat
menyita perhatian saya selaku penghayat, bila dibandingkan dengan puisi lainnya yang
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
tergabung dalam 17 puisi pilihan “MENUJU PELABUHAN”, yang menurut saya
terkesan hanya mengalir biasa saja.
Tajuk puisi ““Menuju Pelabuhan” yang sekaligus dijadikan sebagai puisi
pembuka pada 17 kumpulan puisi pilihan Moh.Ghufron Cholid, begitu kental dengan
nuansa transendental, betapa aku lirik beserta segala ketidak berdayaannya dalam
menghadapi tipu daya pesona dunia nan fana, dengan tiga hal sifat yang senantiasa
melekat pada insan Tuhan ( suka berkeluh kesah, tak pernah merasa puas, dan penyakit
iri ), di sini aku lirik berusaha melawannya dengan cara mendekatkan diri pada sang
pencipta, serta menyadari dengan sepenuh rendah hati, betapa tiada yang patut dia
sombongkan di hadapan Illahi Rabbi, serta berharap mendapat Ijabah dengan cara sujud
yang sebenar-benar sujud atas segala kebesaran-Nya.
Dan nuansa seperti itu akan pembaca dapatkan pada Sajak “Menuju Pelabuhan”
yang menjadi tajuk dan pembuka pada 17 kumpulan sajak terpilih Moh. Ghufron Cholid,
saya petikan bait awal sajak tersebut, di bawah ini :
Begitu kuatnya unsur transendental yang tersirat pada bait awal sajak tersebut.
Dan saya yakin ini semua juga tidak terlepas dari pengaruh budaya hidup Moh.Ghufron
Cholid yang sedikit tidak banyak dipengaruhi oleh atmosfir pesantren.
Puisi “Menuju Pelabuhan” ini, langsung mengingatkan saya dari sisi kekerabatan
makna pada karya “CERITA BUAT IMANA TAHIRA” buah tangan penyair surealis
spiritual Acep Zamzam Noor, yang sajak-sajak liris spiritualnya kebanyakan sering
mengajak alam bawah sadar pemghayat untuk masuk ke dunia sufistik dalam
mengungkap makna-makna yang bersifat transendental, melalui symbol-symbol alam,
benda, cuaca, dll sebagai wujud pencitraan.
Seperti halnya “Menuju Pelabuhan”, Penyair Sepiritual Acep Zamzam Noor
yang merupakan asset khasanah sastera tanah air ini, dalam “CERITA BUAT IMANA
TAHIRA”, tersirat adanya suatu kekerabatan makna, yakni sama-sama tunduk dan
tawaduk atas kebesaran Illaihi, betapa kita insan hanya serupa debu dihadapan Tuhan.
Kurang lebih itu inti makna yang sama-sama ingin disampaikan. Mari kita baca dua bait
yang saya kutip dari sajak Acep Zamzam Noor “CERITA BUAT IMANA TAHIRA”, di
bawah ini :
“Memandang langit
Aku ingat wajah kekuasaan
Merah padam
Sedang menginjak bumi
Seperti kudengar suaraku yang sunyi
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
Di jalan setapak
Yang disediakan bumi tulus ini
Kata-kataku tumbuh dari udara
Kata-kataku membangun menara tinggi
Namun akhirnya runtuh juga” ( di petik dari sajak Acep Zamzam Noor )
Kekerabatan makna “Menuju Pelabuhan” ini juga bisa kita jumpai pada sajak
“Doa” buah karya dari penyair D. Zawawi Imron, di mana pada karya “Doa”, penyair
melalui aku lirik, betapa takjub akan kebesaran dan kekuasan Tuhan, dan betapa insan
setiap mengingat kebesaranNya, terlihat kerdil tiada daya dibandingkan dengan segala
kebesaran-Nya.
Suasana transendental juga akan kita jumpai pada karya “SHALAT” yang ada
pada 17 sajak pilihan Moh. Gufron Chalid. Sajak pendek yang hanya satu bait dan terpeta
terdiri 3 baris, saya rasa cukup berhasil membawa penghayat untuk masuk ke dalam
dunia renung akan pentingnya menjalankan syariat Tuhan dengan sebaik-baiknya iman.
Secara makna, sajak ini mengingatkan saya pada tembang “Tamba Ati” karya
Sunan Bonang yang sering saya nyanyikan saat saya masih kecil dan mengaji di mushola
di desa saya Malang.
Sekali lagi saya katakana, secara makna, sajak Sholat ini sangat dalam, hanya
secara puitika bahasa, karya ini terasa mengalir begitu saja, dalam arti, cengkeraman kuat
yang bisa menghisap imaji penghayat kurang terbentuk, hal ini bisa jadi di karenakan
puitisasi bahasanya yang terkesan standart ( umum).
Saya tidak membandingkan karya “Sholat” dengan” Tamba Ati” karya Sunan
Bonang, namun saya hanya ingin menggambarkan betapa dengan pilihan diksi yang kuat
dan susunan yang tepat, walau pendek, tembang “Tamba Ati” tetap mengemakan bunyi
yang begitu mengesankan.
Saya petikan sajak “ Shalat “ dan “ Tamba Ati “, yang secara kekerabatan inti
makna tidak jauh berbeda; yakni mengajak insan untuk menjalankan Syariat Tuhan
dengan setulus-tulusnya ikhlas.
“Tuhan
Kau dan aku
Tak ada tabir rahasia”
Betapa di sini penyair dalam sajak “Sholat” ingin menyampaikan, bilamana kita
menjalankan segala perintah-Nya ( Shalat ), ibarat pengantin dan atau bila dalam suatu
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
rumah tangga, suami istri, tiada lagi penyekat untuk senantiasa berdekatan ( dalam
koridor tanda kutip ). Sebuah pesan tersirat yang mengingatkan setiap insane
( penghayat ) untuk senantiasa tawaduk dan iklas dalam mendapatkan ijabah dari Tuhan,
seperti yang ada pada larik lengkap tembang “ tamba Ati” karya Sunan Bonang dalam
syiar islaminya.
Jadi secara implisit seperti itulah pesan yang terkandung pada puisi pendek yang
hanya 3 baris di luar judul, mempunyai kandungan makna seperti pemaknaan yang ada
pada tembang “tamba Ati”, khususnya dalam pencapaian tingkat ijabah Tuhan “Siapa
saja yang mampu mengerjakannya, Insya’ Allah Tuhan dari segala Tuhannya umat akan
mengabulkan”.
Terlepas dari kurang kuatnya daya hisap imaji karya, sajak “Sholat” ini patut
untuk dibaca sebagai bahan renung agar kita senantiasa ingat dan bisa lebih dekat dengan
Tuhan. Amin.
Dan pembaca akan semakin diajak bertilawah hati dalam menangkap pesan-pesan
transendental yang ada pada 17 sajak pilihan karya Moh.Ghufron Cholid, yang dengan
bahasa lugas dan membumi. Walau dalam kesederhanaan puitisasi bahasa, dan minimnya
penggunaan majas metaphora, tapi ketotalan penyair dalam menjiwai setiap gores baris
sajaknya, menjadikan sajak-sajak tersebut serasa punya roh untuk bercerita, serta
memudahkan setiap pembaca dalam menerjemahkan pesan tekstual sajak dengan mudah.
Seperti pada sajak “ SELEPAS SUBUH” yang merupakan bentuk penghormatan dan
kekaguman penyair pada gurunya yang telah berpulang ke Rahmattullah, saya kutip
penuh , seperti di bawah ini:
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
SELEPAS SUBUH
Teruntuk guru tercinta Alm. KH. Moh. Tidjani Djauhari
Guru
Selepas subuh
Rumput-rumput bertahlilan
Beburung membaca yasin
Di sekitar nisanmu
Lalu
Kusaksikan pohon-pohon doa semakin lebat daunnya
Lantas
Meneduhi nisanmu
Kemudian
Aku mengerti
Suatu hari nanti
Wajahku berganti nisan
Namun
Aku belum tahu
Apakah nisanku akan seteduh nisanmu
Namun
Aku belum tahu
Jika wajahku telah berganti nisan
Apakah rumput-rumput akan bertahlilan
Dan beburung akan membaca yasin
Semisal yang kusaksikan selepas subuh ini (Al-Amien, 2009)
Biodata Penyair :
Moh. Ghufron Cholid, lahir di Bangkalan 07 Januari 1986 M dari pasangan KH.
Cholid Mawardi dan Nyai Hj. Munawwaroh. Ia adalah salah seorang Pembina Sanggar
Sastra Al-Amien (SSA), selain itu adalah seorang tenaga edukatif di MTs TMI Al-Amien
Prenduan Sumenep Madura 69465 dan ditengah kesibukannya menjadi ketua Lembaga
Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (LPPM) Pondok Pesantren Al-Amien, ia
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
menjadikan menulis puisi sebagai kegiatan yang menyenangkan untuk mengisi waktu
luang.
Karya-karyanya bisa dibaca di Antologi.Net, Puitika.Net, penulisindonesia.com,
www.kopisastra.co.cc dan diberbagai situs online lainnya.
Mengasah Alief (2007),Antologi puisinya yang mendapat kata sambutan positip
dari D. Zawawi Imron, KH. Moh. Idris Jauhari, dan Penyair Jerman. Selain itu Antologi
Puisi Yaasin (2007), Antologi Puisi Toples (2009), merupakan karya-karyanya yang telah
berhasil dia bukukan.
Salam lifespirit!
___________________________________________
@ Imron Tohari _ lifespirit, 20 Maret 2010
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
MENUJU PELABUHAN
Al-Amien, 2009
TAKBIR
Al-Amien, 2009
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
SHALAT
Tuhan
Kau dan aku
Tak ada tabir rahasia
Al-Amien, 2009
PERSAHABATAN
Al-Amien, 2009
Al-Amien, 2009
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
KALIGRAFI CINTA
Teruntuk sahabat karibku Ach. Zulfikar Ali
Al-Amien, 2009
Prita
Kau takkan pernah sendiri
Allah selalu bersamamu
Allah selalu menganugerahkan keajaiban
Hadiah ketabahan
Hamba yang bertaqwa
Prita
Lihatlah
Nusantara membuka pintu
Lalu memetikkan daun-daun rupiah untukmu
Perlahan
Bocah-bocah rela menunda mimpi mereka
Sekedar menyaksikan bunga-bunga senyummu
Bermekaran di bibirmu
Al-Amien, 2009
PERTEMUAN
Al-Amien, 2009
SELEPAS SUBUH
Teruntuk guru tercinta Alm. KH. Moh. Tidjani Djauhari
Guru
Selepas subuh
Rumput-rumput bertahlilan
Beburung membaca yasin
Di sekitar nisanmu
Lalu
Kusaksikan pohon-pohon doa semakin lebat daunnya
Lantas
Meneduhi nisanmu
Kemudian
Aku mengerti
Suatu hari nanti
Wajahku berganti nisan
Namun
Aku belum tahu
Apakah nisanku akan seteduh nisanmu
Namun
Aku belum tahu
Jika wajahku telah berganti nisan
Apakah rumput-rumput akan bertahlilan
Dan beburung akan membaca yasin
Semisal yang kusaksikan selepas subuh ini
Al-Amien, 2009
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
MENGENALMU
Teruntuk guru tercinta KH. Moh. Idris Jauhari
Guru
Mengenalmu
Aku selalu ingin meniru
Mekar bunga ikhlasmu
Di taman hidupku
Al-Amien, 2008
PEREMPUAN MALAM
Al-Amien, 2008
BUNGA VELERY
Al-Amien, 2008
KAMAR PENGANTIN
Teruntuk sahabat karibku Najib
Di kamar pengantin
Kau mewisuda
Perempuan dunia menjadi bidadari surga
Al-Amien, 2008
MENJEMPUT BIDADARI
Teruntuk guruku tercinta KH. Dr. Ahmad Fauzi Tidjani
Al-Amien, 2008
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
RUANG UJIAN
Ruang tenang
Angin menari riang
Bel bendendang
Semua berperang
Lalu meninggalkan ruang
Dengan sujud panjang
Ada pula yang semakin bimbang
Lantas semakin asing
Al-Amien, 2009
PENGAKUAN
Tuhan
MenguraiMu
Aku kehabisan kata-kata
Tuhan
MeraibkanMu
Aku kehilangan lentera
Tuhan
MenujuMu
Lembah nafsu dan bukit ihsan
Saling membimbing jalanku
Kadang Kau asing
Kadang kau sangat dekat
Al-Amien, 2009
Antologi Puisi Menuju Pelabuhan
Moh. Ghufron Cholid
Biodata Penulis