Anda di halaman 1dari 31

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

1.1.Memahami dan menjelaskan anatomi makroskopik pankreas

VASKULARISASI
a. Arteri

Arteri lienalis > rr.pancreatici : pancreas


Arteri hepatica communis > aretri gastroduodenalis > arteri pancreaticoduodenalis
superior : memperdarahi caput pancreas bagian atas.
Arteri mesentrica superior > arteri pancreaticoduodenalis inferior

b. Vena
c. Vena yang sesuai dengan arterinya mengalirkan darah ke system porta.
ALIRAN LIMFATIK

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteri yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya
mengalirkan cairan limfe ke nodulus limfatikus coeliaci dan mesentrica superior.
INERVASI
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).
DUCTUS PANCREATICUS
a. Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)
Mulai dari cauda berjalan di sepanjang kelenjar menuju caput, menerima banyak cabang pada
perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya
bergabung dengan ductus choledocus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang
muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledocus.
b. Ductus pancreaticus minor (Santorini)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
c. Ductus choledocus
Ductus choledocus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu rongga, yaitu
ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica
mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni mayor. Pada ujung papilla terdapat muara ampulla.
1.2.Memahami dan menjelaskan anatomi mikroskopik pancreas
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
2. Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan kecil sel yang
tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut:
1. Sel alfa, jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
2. Sel beta mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
3. Sel delta mensekresi somatostatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.
4. Sel F mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk fungsi yang
tidak jelas.
2.1.Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia insulin
Insulin adalah hormone yang disekresi oleh sel-sel beta pancreas dan merupakan polipeptida
yang terdiri atas dua rantai, yaitu rantai A dan B., yang saling dihubungkan oleh dua jembatan
disulfide antar-rantai yang menghubungkan A7 ke B7 dan A20 ke B19. Jembatan disulfide intrarantai yang ketiga menghubungkan residu 6 dan 11 pada rantai A. Lokasi ketiga jembatan

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

disulfide ini selalu tetap dan rantai A serta B masinbg-masing mempunyai 21 dan 30 asam amino
pada sebagian besar spesies.
Insulin disintesis sebagai preprohormon (berat molekul sekitar 11.500) dan merupakan prototype
untuk peptide yang diproses dari molekul precursor yang lebih besar. Rangkaian pre- yang
bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan molekul tersebut ke dalam sisterna
reticulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan. Proses ini menghasilkan molekul proinsulin
dengan berat molekul 9000 yang menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan
jembatan disulfide yang sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan
peptide yang tapak-spesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptide C dengan jumlah
ekuimolar.

Menjelaskan Peranan Insulin

A. Efek Insulin pada metabolisme Karbohidrat


Insulin Meningkatkan Metabolisme dan Ambilan Glukosa Otot
Selama hampir sepanjang hari, jaringan otot tak tergantung atas glukosa untuk energinya tetapi
pada asam-asam lemak. Alasan utama hal ini adalah bahwa membrane otot normal yang dalam

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

keadaan istirahat hampir tak permeable terhadap glukosa kecuali bila serat otot dirangsang oleh
insulin. Dan diantara waktu makan, jumlah insulin yang disekresikan terlalu kecil untuk
meningkatkan masuknya insulin dalam jumlah bermakna kedalam sel-sel otot. Tetapi, pada dua
keadaan (selama kerja fisik sedang dan berat, dan selama beberapa jam setelah makan), otot
menggunakan sejumlah besar glukosa untuk energinya.
Penyimpanan Glikogen di dalam Otot
Bila setelah makan otot tidak bekerja, dan walaupun glukosa yang ditranspor ke dalam otot
jumlahnya banyak, sebagian besar glukosa sampai batas 2 hingga 3 persen kemudian akan
disimpan dalam bentuk glikogen otot daripada digunakan untuk energi. Kemudian glikogen
dapat digunakan untuk energi oleh otot. Glikogen otot berbeda dari glikogen hati karena ia tidak
dapat dikonversi kembali menjadi glukosa dan dilepaskan ke dalam cairan tubuh. Alasan untuk
ini adalah bahwa tidak terdapat glukosa fosfatase di dalam sel-sel otot.
Mekanisme insulin meningkatkan transport glukosa melalui membrane sel otot
Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel otot dalam cara yang sungguh berbeda
dari cara meningkatkan transport ke dalam sel-sel hati. Transpor ke dalam hati terutama akibat
mekanisme penangkapan yang disebabkan oleh fosforilasi glukosa atas pengaruh glukokinase.
Tetapi ini hanya merupakan factor kecil dalam efek insulin untuk memindahkan glukosa ke
dalam sel-sel otot. Yang lebih penting, insulin langsung mempengaruhi membrane sel otot untuk
mempermudah transport glukosa. Transpor glukosa melalui membrane sel tidak terjadi melawan
perbedaan konsentrasi. Yaitu sekali konsentrasi glukosa di dalam sel meningkat setinggi
konsentrasi glukosa di luar, tak ada glukosa tambahan yang akan ditranspor ke dalam sel.
Sehingga, proses transpor bukan salah satu difusi yang dipermudah, yang secara sederhana
berarti bahwa pengangkut mempermudah difusi glukosa melalui membrane tetapi tidak dapat
memberikan energi bagi proses transport untuk menyebabkan pemindahan glukosa melawan
perbedaan energi.
Kurangnya Efek insulin atas ambilan dan penggunaan glukosa oleh otak
Otak memang berbeda dari kebanyakan jaringan tubuh lainnya, pada mana insulin mempunyai
sedikit atau tak berefek atas ambilan atau penggunaan glukosa. Namun, sel-sel otak permeable
bagi glukosa tanpa diintermediasi oleh insulin.
Efek insulin dalam meningkatkan ambilan, penyimpanan, dan penggunaan glukosa oleh hati
Salah satu efek insulin yang terpenting adalah menyimpan sebagian besar glukosa yang telah
diabsorpsi sesudah makan di dalam hati dalam bentuk glikogen. Kemudian diantara waktu
makan, bila insulin tak tersedia dan konsentrasi glukosa darah mulai turun, maka glikogen hati
dipecah kembali menjadi glukosa, yang dilepaskan kembali ke darah untuk menjaga konsentrasi
glukosa darah agar tidak turun terlalu rendah.
Mekanisme insulin menyebabkan ambilan dan penyimpanan glukosa di dalam hati meliputi
beberapa langkah yang hampir serentak:

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Insulin menghambat fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati dipecah menjadi
glukosa
2 insulin meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Ini terjadi dengan
meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan fosforilasi
awal glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali terfosforilasi, glukosa
tertangkap di dalam sel-sel hati karena glukosa yang telah terfosforilasi tidak dapat
berdifusi kembali melalui membrane sel.
3 Insulin juga meningkatkan aktivitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen
Efek dari kerja diatas adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen
dapat meningkat sekitar 5-6% dari massa hati, yang hampir sama dengan penyimpanan 100g
glikogen.
Pelepasan glikogen dari hati diantara waktu makan
Setelah makan berlalu dan kadar glukosa mulai turun sampai kadar rendah, sekarang terjadi
beberapa kejadian yang menyebabkan hati melepaskan glukosa kembali ke dalam darah yang
bersirkulasi.
1
2

Penurunan glukosa darah menyebabkan pancreas menurun sekresi insulinnya


kemudian kurangnya insulin membalikan semua efek yang telah dijelaskan sebelumnnya
untuk penyimpanan glikogen
3 kurangnya insulin juga mengaktivasi enzim fosforilase, yang menyebabkan pemecahan
glikogen menjadi glukosa fosfat
4 Enzim glukosa fosfatase menyebabkan gugusan fosfat pecah dari glukosa dan ini
memungkinkan glukosa bebas berdifusi kembali ke darah.
Hati mengambil glukosa dari darah bila glukosa berlebihan setelah makan dan
mengembalikannya ke dalam darah bila glukosa diperlukan diantara waktu makan.
Efek insulin lainnya atas metabolisme karbohidrat di dalam hati
Insulin juga meningkatkan konversi glukosa hati menjadi asam lemak dan asam lemak ini
diangkut lagi ke dalam jaringan adipose serta disimpan sebagai lemak. Insulin juga menghambat
glukoneogenesis. Ini terutama terjadi dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim hati yang
diperlukan untuk glukoneogenesis.
B. Efek Insulin pada Metabolisme Lemak
Efek Insulin dalam sintesis dan penyimpanan lemak
Beberapa factor yang menyebabkan peningkatan sintesis asam lemak di dalam hati meliputi:
1
2

Insulin meningkatkan transport glukosa ke dalam sel-sel hati. Kemudian glukosa dipecah
menjadi piruvat di dalam jalur glikolisis dan kemudian piruvat dikonversi menjadi Asetil
CoA (substrat untuk sintesis asam lemak)
Kelebihan ion sitrat dan isositrat terbentuk oleh siklus asam sitrat bila glukosa dalam
jumlah berlebihan digunakan untuk energi. Kemudian ion ini mempunyai efek langsung
dalam mengaktivasi asetil CoA karboksilase, enzim yang diperlukan untuk memulai
stadium pertama sintesis asam lemak.
Kemudian asam lemak ditransport dari hepar ke sel-sel adipose, untuk disimpan.

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Efek insulin atas penyimpanan lemak di dalam sel-sel adipose


1

Insulin menghambat kerja lipase yang sensitive hormone. Karena lipase merupakan
enzim yang menyebabkan hidrolisis trigliserida di dalam sel-sel lemak, sehingga
pelepasan asam lemak ke dalam darah yang bersirkulasi dihambat.
2 Insulin meningkatkan transport ke dalam sel-sel lemak dalam jalan yang sama seperti
meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel-sel otot. Glukosa juga membentuk zat lain
yang penting untuk penyimpanan lemak. Selama proses glikosis glukosa, sejumlah besar
zat -gliserofosfat terbentuk. Zat ini memberikan gliserol yang terikat dengan asam
lemak untuk membentuk trigliserida, bentuk lemak yang disimpan di dalam sel-sel
adipose.
Peningkatan katabolisme lemak karena defisiensi insulin
1 Lipolisis lemak yang disimpan dan pelepasan asam lemak bebas selama defisiensi insulin
Efek yang terpenting adalah bahwa enzim lipase yang sensitive hormone di dalam sel-sel lemak
menjadi sangat teraktivasi. Ini menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, melepaskan
sejumlah besar asam lemak dan gliserol ke dalam darah. Akibatnya, konsentrasi asam lemak
bebas plasma meningkat dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Kemudian asam lemak
bebas ini menjadi substrat energi utama yang digunakan oleh semua jaringan tubuh di samping
otak.
2 Defisiensi insulin meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma
Kelebihan asam lemak di plasma akibat defisiensi insulin juga memacu pengubahan sejumlah
asam lemak menjadi fosfolipid dan kolesterol di hati, yang merupakan dua zat utama yang
dihasilkan dari metabolisme lemak. Kedua zat ini bersama dengan beberapa trigliserida yang
terbentuk di dalam hati, kemudian dikeluarkan ke dalam darah di dalam lipoprotein. Konsentrasi
lipid yang tinggi, terutama konsentrasi kolesterol yang tinggi, menyebabkan cepatnya timbul
aterosklerosis pada pasien dengan diabetes yang serius.
3

Pemakaian lemak yang berlebihan selama tidak ada insulin menyebabkan ketosis dan
asidosis
Defisiensi insulin juga menyebabkan kelebihan pembentukan asam asetoasetat di dalam sel
hati. Ini akibat cepatnya pemecahan asam lemak di dalam hati untuk membentuk asetil CoA
dalam jumlah yang sangat banyak. Sebagian asetil CoA ini dapat digunakan untuk energi
tetapi kelebihannya dikondensasi menjadi asam asetoasetat, yang sebaliknya akan dilepaskan
ke dalam darah. Sejumlah asam asetoasetat juga dikonversi menjadi asam -hidroksibutirat
dan aseton. Kedua zat ini bersama dengan asma asetoasetat dinamai badan keton dan adanya
dalam jumlah besar pada cairan tubuh dinamai ketosis.
C. Efek Insulin pada Metabolisme Protein dan Pertumbuhan
Insulin meningkatkan sintesis dan penyimpanan protein
1

Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar asam amino ke dalam sel

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Diantara asam amino yang banyak diangkut adalah valin, leusin, isoleusin, tirosin, dan
fenilalanin. Insulin bersama-sama dengan hormone pertumbuhan mempunyai kemampuan untuk
meningkatkan ambilan asam amino ke dalam sel.
2 Insulin meningkatkan translasi RNA messenger
Dengan cara yang belum dpat dijelaskan, insulin dapat menyalakan mesin ribosom. Tanpa
insulin, ribosom benar-benar berhenti bekerja.
3 Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilih
Hal ini menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein, terutama
mengaktifkan sejumlah besar enzim untuk penyimpanan karbohidrat, lemak, dan protein.
4 Insulin menghambat proses katabolisme protein
Hal ini akan mengurangi kecepatan pelepasan asam amino dari sel, khususnya dari sel-sel otot
5 Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis
Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi aktivitas enzim yang memacu glukoneogenesis.
Karena zat terbanyak yang digunakan untuk sintesis glukosa dengan proses glukoneogenesis
adalah asam amino plasma, maka supresi glukoneogenesis ini menghemat asam amino dari
cadangan protein tubuh.
Tidak adanya insulin menyebabkan berkurangnya protein dan peningkatan asam amino plasma
Bila tidak ada insulin, hampir seluruh proses penyimpanan protein menjadi terhenti sama sekali.
Proses katabolisme protein akan meningkat, sintesis protein berhenti, dan sejumlah besar asam
amino dibuang ke dalam plasma. Konsentrasi asam amino dalam plasma sangat meningkat, dan
sebagian besar kelebihan asam amino akan langsung dipergunakan sebagai sumber enrgi atau
menjadi substrat dalam proses glukoneogenesis. Pemecahan asam amino ini juga meningkatkan
ekskresi ureum dalam urin.
Insulin dan hormone pertumbuhan berinteraksi secara sinergis untuk memacu pertumbuhan

Mekanisme Sekresi Insulin

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Sel-sel beta pancreas mempunyai sejumlah besar pengangkut glukosa (GLUT-2) yang
memungkinkan terjadinya ambilan glukosa dengan kecepatan yang sebanding dengan nilai
kisaran fisiologis konsentrasi glukosa dalam darah. Begitu berada di dalam sel, glukosa akan
terfosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat oleh glukokinase. Langkah ini menjadi penentu kecepatan
metabolisme glukosa di sel beta dan dianggap sebagai mekanisme utama untuk mendeteksi
glukosa dna menyesuaikan jumlah insulin yang disekresikan dengan kadar glukosa darah.
Glukosa-6fosfatase selanjutnya dioksidasi untuk membentuk adenosine trifosfat (ATP) yang
menghambat kanal kalium yang peka-ATP di sel. Penutupan kanal kalium akan
mendepolarisasikan membrane sel sehingga akan membuka kanal natrium bergerbang voltase,
yang sensitive terhadap perubahan voltase membrane. Keadaan ini akan menimbulkan aliran
masuk kalsium yang merangsang penggabungan vesikel yang berisi insulin dengan membrane
sel dan sekresi insulin ke dalam cairan ekstrasel melalui eksositosis.
3.1.Memahami dan menjelaskan definisi epidemiologi Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,kerja insulin atau kedua-duanya
(Setiati,2014)
DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan timbulnya hiperglikemia
akibat gangguan sekresi insulin. Hal ini terkait dengan kelainan pada karbohidrat, metabolism
lemak dan protein (Palaian, et al., 2005). Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik DM
lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan
system vaskular (Cavallerano, 2009)
Tingkat prevalensi DM tipe 2 cukup tinggi, diperkirakan sekitar 16 juta kasus DM di
Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. DM merupakan penyebab
kematian di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa
akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita DM paling sedikit 2,5 kali lebih sering
terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak menderita DM. Tujuh puluh lima
persen penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal
jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi utama. Selain itu kematian fetus
intrauterine pada ibu penderita DM yang tidak terkontrol juga meningkat. Dampak ekonomi
pada DM jelas terlihat akibat biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan, selain konsekwensi
finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler (Price danWilson,
2002).
3.2.Memahami dan menjelaskan etiologi Diabetes mellitus
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun
pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

5
6

Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health :


Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan
aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifisitas
sel-sel jaringan menurun sehinga tidak menerima insulin.
Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu
DM. selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot dan
mengganggu kerja insulin di otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu apoptosis sel
beta pankreas.
Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat
perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM,
misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.
Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga
15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM tipe 2
mempunya riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
tipe 1 sebanyak 57% keluarga DM.
Kurang berolahraga atau beraktivitas
Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan penumpukan
lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM.
Infeksi
Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel
beta pankreas virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga menyarang
melalui reaksi autoimunitas sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. DM
akibat bakteri masih belum bias di deteksi.
3.3.Memahami dan menjelaskan klasifikasi diabetes mellitus

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Menurut American Diabetes Association 2005 (ADA 2005) klasifikasi diabetes melitus,
yaitu
1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM (destruksi sel
beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
Melalui proses imunologikBentuk diabetes ini merupakan diabetes tergantung
insulin, biasanya disebut sebagai juvenile onset diabetes. Hal ini disebabkan karena
adanya destruksi sel beta pankreas karena autoimun. Kerusakan sel beta pankreas
bervariasi, kadang-kadang cepat pada suatu individu dan kadang-kadang lambat pada
individu yang lain.
Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah terjadi ketoasidosis. Pada
diabetes tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan
dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali.
Sebagai marker terjadinya destruksi sel beta pankreas adalah autoantibodi sel pulau
langerhans dan atau aoutoantibodi insulin dan autoantibodi asam glutamate
dekarboksilase sekitar 85-90 % terdeteksi pada diabet tipe ini. Diabetes melitus autoimun
ini terjadi akibat pengaruh genetik dan faktor lingkungan.b. IdiopatikTerdapat beberapa
diabetes tipe 1 yang etiologinya tidak diketahui. Hanya beberapa pasien yang diketahui
mengalami insulinopenia dan cenderung untuk terjadinya ketoasidosis tetapi bukan
dikarenakan autoimun. Diabetes tipe ini biasanya dialami oleh individu asal afrika dan
asia. DM tipe 1 merupakan bentuk DM parah yang sangat lazim terjadi pada anak remaja
tetapi kadangkandang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang nonobesitas dan
mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut
merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan hampir tidak terdapat insulin
dalam sirkulasi darah, glukagon plasma meningkat dan selsel pankreas gagal
merespons semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu diperlukan pemberian insulin
eksogen untuk memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglukagonemia dan

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

peningkatan kadar glukosa darah (Karam, 2002). Gejala penderita DM tipe 1 termasuk
peningkatan ekskresi urin poliuria), rasa haus (polidipsia), lapar, berat badan turun,
pandangan terganggu, lelah, dan gejala ini dapat terjadi sewaktuwaktu (tibatiba) (WHO,
2008).
2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Melitus (bervariasi mulai
dari predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang
predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)
Pada penderita Diabet Mellitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk kedalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang
merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena
terjadinya resistensi insulin ( reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya
masih tinggi dalam darah ) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut
dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama
bahan perangsang sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami
desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset diabetes mellitus tipe ini perlahan lahan
karena itu gejalanya tidak terlihat ( asimtomatik ). Adanya resistensi yang terjadi perlahan
lahan akan mengakibatkan pula kesensitifan akan glukosa perlahan-lahan berkurang.
Oleh karena itu, diabetes tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
Komplikasi yang terjadi karena ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat
antibiotik oral.
DM tipe 2 merupakan bentuk DM yang lebih ringan, terutama terjadi pada orang
dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal atau
secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya penyebab gangguan kerja
insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada DM tipe ini dan sebagian
besar pasien dengan DM tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya penurunan
kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi respons sel pankreas
terhadap glukosa (Karam, 2002). Gejala DM tipe 2 mirip dengan tipe 1, hanya
dengan gejala yang samar. Gejala bisa diketahui setelah beberapa tahun, kadang
kadang komplikasi dapat terjadi. Tipe DM ini umumnya terjadi pada orang
dewasa dan anakanak yang obesitas.
3. Diabetes Melitus Tipe Lain
Defek genetik fungsi sel beta (MODY Maturity Onset Diabetes of the Young):
Kromosom 12, HNF-1 Kromosom 7, glukokinase Kromosom 20,HNF-4
Kromosom 13, insulin promoter factor Kromosom `17, HNF-1 Kromosom 2,
Neuro D1 DNA Mitokondria
Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A, leprechaunism, Sindrom
Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik
Penyakit Eksokrin Pankreas (suatu kelenjar yang mengeluarkan hasil produksinya
melalui pembuluh), yaitu : Pankreatitis (radang pada pankreas)
Trauma/pankreatektomi (pankreas telah diangkat) Neoplasma Fibrosis kistik
Hemokromatosis Pankreatopati Fibro kalkulus (adanya jaringan ikat dan batu
pada pankreas)
Endokrinopati : Akromegali (terlampau banyak hormon pertumbuhan) Sindrom
cushing (terlampau banyak produksi kortikosteroid dalam tubuh) Feokromositma
(tumor anbak ginjal) Hipertiroidisme Somasostatinoma Aldostreroma

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa
Infeksi : Rubella Kongenital
Sebab imunologi yang jarang : antibodi, antiiinsulin (tubuh menhasilkan zat anti
terhadap insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja memasukkan glugosa ke
dalam sel)
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom
Klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolframs.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan (WHO, 2008).
Wanita hamil yang belum pernah mengalami DM sebelumnya namun memiliki kadar
gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita DM gestationalPada golongan ini,
kondisi diabetes dialami sementara selama masa kehamilan. Artinya kondisi intoleransi
glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada semester kedua dan
ketiga dan umumnya hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Diabetes melitus
gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (sekitar waktu
melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk menderita penyakit DM yang lebih besar
dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. Diabetes tipe ini merupakan
intoleransi karbohidrat akibat terjadinya hiperglikemia dengan berbagai keparahan
dengan serangan atau pengenalan awal selama masa kehamilan.
Pada wanita hamil, jumlah hormon estrogen yang dimiliki lebih banyak daripada
wanita normal karena plasenta juga menghasilkan estrogen yang bekerja secara simpatis
sehingga secara tidak langsung menghambat pengeluaran insulin (sehingga terjadi
resistensi insulin), mengakibatkan aktivasi glukagon untuk memecah glikogen yang
menyebabkan kadar gula darah pada wanita hamil meningkat. Resistensi insulin ini
membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari normal.
DM gestational terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan seluruh
insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin, glukosa tidak dihantarkan ke
jaringan untuk dirubah menjadi energi, sehingga glukosa meningkat dalam darah yang
disebut dengan hiperglikemia (Anonim, 2009). Faktor risiko nya adalah usia tua, etnik,
obesitas, multiparitas,riwayat keluarga dan riwayat diabetes gestasional terdahulu.
Diabetes gestational terjadi pada 35% wanita hamil (Anonim, 2009). Mekanisme DM
gestational belum diketahui secara pasti. Seseorang diakatakan menderita Diabetes
Melitus Gestasional apabila 2 atau lebih nilai berikutr ditemukan atau dilampaui sesudah
pemberian 75 g glukosa oral
Puasa 105 mg/dl
1 jam 190 mg/dl
2 jam 165 mg/dl
3 jam 145 mg/dl
5. PraDiabetes
Pradiabetes merupakan DM yang terjadi sebelum berkembang menjadi DM tipe
2. Penyakit ini ditandai dengan naiknya KGD melebihi normal tetapi belum cukup tinggi
untuk dikatakan DM. Di Amerika Serikat 57 juta orang menderita pradiabetes.
Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa beberapa kerusakan jangka panjang
khususnya pada jantung dan sistem sirkulasi, kemungkinan sudah terjadi pada pra

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

diabetes, untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan diet nutrisi dan latihan fisik
(Anonim, 2009).
3.4.Memahami dan menjelaskan patofisiologi Diabetes mellitus
Diabetes melitus tipe 1
Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa
plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika
hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria.
Glikosuria ini akan mengakibtakan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin
(poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien
mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin
besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah
dan mengantuk.
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan
polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis,
serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi insulin biasanya
diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin.

Diabetes melitus tipe 2


Sebaliknya, pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan
gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan
melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang berat, pasien tersebut mungkin

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

menderita polidipsia, poliuria, lemah, dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami
ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut, namun hanya relatif.
Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau
hiperglikemia berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat
hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya.
Pasien ini biasnaya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer tehadap insulin. Kadar insulin
pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai
untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin
eksogen.
3.5.Memahami dan menjelaskan manifestasi klinis Diabetes mellitus

Poliuri (banyak kencing)


Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik
cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena
poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar).
Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan,
tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena
tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang
ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM
walaupun banyak makan akan tetap kurus.
Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga
menyebabkan pembentukan katarak.
3.6.Memahami dan menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding diabetes mellitus
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat
ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa
darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma
vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang
berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan
dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih
sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulangulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang
diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
1. TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
2. GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2
jam < 140 mg/dL.
Kriteria diagnosis DM :
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria
diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan
baik.

Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap
tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring
dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Pemeriksaan Fisik :
a. Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index
(ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
c. Pemeriksaan funduskopi
d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
e. Pemeriksaan jantung
f. Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

h. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
i. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
Evaluasi Laboratoris / penunjang lain :
i.
Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
ii.
A1C
iii.
Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
iv. Kreatinin serum
v. Albuminuria
vi.
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
vii.
Elektrokardiogram
viii.
Foto sinar-x dada
A. Insulin Resistance
Resistensi Insulin (IR) adalah kondisi di mana jumlah normal insulin tidak memadai untuk
menghasilkan respons insulin normal dari sel lemak, sel otot dan sel hati. resistensi insulin
umumnya bersifat "pasca-reseptor", yang berarti masalah terletak pada respon sel terhadap
insulin alih-alih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan glukosa akibat
resistensi insulin diyakini sebagai asal usul sindrom metabolik dan diabetes tipe 2, termasuk
komplikasinya.
B. Hiperglikemi reaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai reaksi non
spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi peningkatan glukosa darah
dari pada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140
160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai
peningkatan kadar glukosa darahpuasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini
adalah fenomena yangtidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan
biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).
C. Glucose intolerance
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8 jam.
Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosadarah menunjukkan salah satu
dari tersebut dibawah ini :
1. Toleransi glukosa terganggu (TGT = IGT)
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan
adanya disglikemi yaitu kenaikan glukosa plasma 2 jam setelah beban 75 gram
glukosa pada pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO) yaitu antara 140 mg/dl
sampai dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena
risiko untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat
besar. Disebut TGT jika gula darah setelah makan tidak normal, atau berkisar antara
140-199 mg/dL. Sedangkan gula darah puasa normal.
2. Gula darah puasa terganggu (GDPT = IFG)
Kadar gula darah yang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes.
Disebut GPT jika kadar gula darah puasa (8-10 jam tidak mendapat asupan kalori)
tidak normal, atau berkisar 100-125 mg/dL.
3.7.Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan Diabetes mellitus

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Non-Farmakoterapi
A. Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan.
Timkes mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan
tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
B. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan
berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.
Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
a) Kadar glukosa darah mendekati normal
b) Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
c) Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
d) Kadar A1c <7%.
e) Tekanan darah <130/80 mmHg.
f) Profil Lipid
g) Kolesterol LDL<100 mg/dl
h) Kolesterol HDL >40 mg/dl.
i) Trigliserida < 150 mg/dl.
j) Beran badan senormal mungkin.
Jenis Bahan Makanan
KARBOHIDRAT
Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65% dari
total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada
setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
o Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
o Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
o Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori perhari.
o Julah serat 25-50 gram per hari.
o Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari
total kebutuhan kalori perhari.

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

o Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfame,
dan sukralosa.
o Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
o Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
o Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.
PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40
gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung
energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
o Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
o Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
o Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
o Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari dan
tidak kurang dari 40gram.
o Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.
LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat
penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan
rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan
lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki
profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal
(monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat
memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat
menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar
kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid=
PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi
trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di
dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar
VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
o Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari total
kebutuhan kalori per hari.
o Jika kadar kolestrol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
o Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

o Batasi asam lemak bentuk trans.


o Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.
Penghitungan Jumlah Kalori
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan kegiatan
jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi
badan (dalam meter) kuadrat.
o
o
o
o
o
o

Berat badan kurang <18,5


Berat badan normal 18,5-22,9
Berat badan lebih 23,0
Dengan resiko 23-24.9
Obes I 25-29,9
Obes II 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca


Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.
Penetuan stasus gizi dihitung dari :
(BB aktual : BB idaman) x 100%
o
o
o
o

Berat badan kurang BB <90% BBI


Berat badan normal BB 90-110% BBI
Berat badan lebih BB 110-120% BBI
Gemuk
BB>120% BBI

Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.


Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:
o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
o Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
o Umur diatas 40 tahun
o Aktivitas ringan

: -5%
: +10%

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

o
o
o
o
o

Aktifitas sedang
Aktifitas berat
Berat badan gemuk
Berat badan lebih
Berat badan kurus

: +20%
: +30%
: -20%
: -10%
: +10%

3. Stress metabolik

: +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II

: +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori


Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak
berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.
Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.
C. Latihan jasmani
- Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah, mempertahankan
atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.
- Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90
menit/minggu dengan latihan aerobic berat (mencapai denyutjantung>70%
maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.
Famakoterapi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1 Terapi Insulin
a Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin dulakukan
dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi
perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung
hormone ini pada hepar menjadi kurang.
b Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi
dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk
menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki semua aspek metabolism.
c Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan
pasien.
- Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
- Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm makan
pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.
- DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
d ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem,
kembung,dll.
e Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid,
estrogen, glucagon,dll)

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

2
-

Obat Antidiabetik Oral


a Sulfonylurea ( insulin secretagogues )
Pemberian : 15-30 mnt sebelum makan
Mek. Kerja : berinteraksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel beta
depolarisasi membrane dan keadaan ini membuka kanal Ca. sehingga Ca masuk sel beta,
merangsang sekresi insulin.
Farmakokinetik :masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 sangat bervariasi.
Semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui ginjal, sediaan ini tidak
boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.
ES : hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic (leukopenia,
agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo, bingung, ataksia), mata dsbg.
Indikasi : untuk pasien DM yang diabetesnya di peroleh pada usia diatas 40 tahun.
Kegagalan disebabkan perubahan farmakogenetik obat, misalnya penghancuran yang
terlalu cepat.
Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile, pasien
yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan
gawat.
Interaksi : meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide, probenezid,
kloramfenikol)
b Meglitinid
Pemberian : sesaat sebelum makan
Mek. Kerja : sama dengan sulfonylurea, tetapi struktur kimianya berbeda. Merangsang
insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel beta pankreas.
Pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa
paruh 1 jam, sehingga harus diberikan beberapa kali sehari sebelum makan.
Farmakokinetik : metabolism utama di hepar, 10% di ginjal.
ES : hipoglikemi, gangguan saluran cerna, dan alergi.
c Biguanid
Pemberian : sebelum/saat/sesudah makan
Teridiri : fenformin (ditarik dari peredaran karena sebabin asidosis laktat), buformin,
metformin.
Mek. Kerja : merupakan antihiperglikemik, metformin dapat menurunkan produksi
glukosa dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin.
Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP activated protein kinase). Pada
DM yang gemuk, biguanid dapat menurunkan BB.
Farmakokinetik : metformin oral di absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein
plasma, eksresi dalam urin utuh, masa paruh sekitar 2 jam.
Dosis : awal 2x500 mg, maintenance dose 3x500 mg, max 2,5 gr. Diminum saat makan.
Indikasi : pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat diatasi
dengan metformin, atau kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.
ES :mual, muntah, diare, metallic taste, ketosis (pada pasien yang mutlak dengan insulin
eksogen), gangguan keseimbangan elektrolit cairan tubuh.
KI : kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremi dan penyakit jantung
kongestif dan penyakit paru, dengan hipoksia kronik, pemberian zat kontras intravena
atau yang akan di operasi harus dihentikan dan sesudah 48 jam boleh.

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

d Tiazolidinedion
Pemberian : tidak bergantung pada jadwal makan
Mek. Kerja : berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor (PPAR ) suatu
resptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer.
ES: peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal jantung
kongestif, hipoglikemi.
KI : gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Interaksi : dengan insulin dapat menyebabkan edem.
e Penghambat enzim Alfa-glikosidase (Acarbose)
Pemberian : bersama makan suapan pertama
Mek. Kerja : memperlambat absoprsi glukosa (polisakarida, dekstrin, dan disakarida) di
usus halus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Kerjanya
tidak mempengaruhi sekresi insulin.
ES : kembung, flatulens.
Interaksi : dengan insulin menimbulkan hipoglikemi.
f DPP-4 Inhibitor
Pemberian : diberikan bersama makan dan atau sebelum makan
Mek. Kerja : glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang
dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan
insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glucagon. Namun, sekresi GLP-1
menurun pada DM-2.

3.8.Memahami dan menjelaskan komplikasi Diabetes mellitus


1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga
terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan
mengalami hal berikut:7
Hiperglikemia

Hiperketonemia

Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat,
hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis.
Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil
akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami
syok.3,7

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga
kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan
sedini mungkin.3

Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik


1. Dehidrasi
8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine)
9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer
10. Kelelahan
4. Takikardi
11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing
12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton
13. Pandangan kabur
7. Hipotermia
14. Koma (10%)
B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes
tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia
muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:

Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.

Dehidrasi berat

Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani.
Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah
pada HHNK tidak terdapat ketosis.3

Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting
adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis
insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.7
C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa
darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang.
Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea,
khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk,
memperllihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita
lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. meskipun hipoglikemia sering
pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering
timbulkarena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan
pada tubuhnya.1

Penyebab Hipoglikemia
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi
hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari
hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.1

Tanda-tanda Hipoglikemia
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan,
berdebar-debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun
suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1)
Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2)
Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan
pada puncak kerjanya, misalnya:

Insulin reguler
: 2-4 jam setelah suntikan

Insulin NPH
: 8-10 jam setelah suntikan

P.Z.I
: 18 jam setelah suntikan
3)
Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik),
sedangkan akibat insulin sangat menonjol.
Kronik Jangka Panjang
A. Mikrovaskular / Neuropati
Retinopati, catarak penurunan penglihatan
Nefropati gagal ginjal
Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak
Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis
Kelainan pada kaki ulserasi, atropati
D.Retinopati diabetik
Retinopati diabetes non proliferatif adalah cerminan klinis dari hiperpermeabilitas dan
inkompetens pembuluh darah yang terkena. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol
seperti titik-titik yang disebut mikroaneurisma, sedangkan vena retina mengalami dilatasi dan
berkelok-kelok
Etiologi
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti
dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan
jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo
retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di
retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes


Patofisiologi
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi
melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxy- gen
intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak
perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric
oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan.
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan
ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol
kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC).
Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC.
VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu
terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan
kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur
tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia
menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan
pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap
antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein
plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.
Epidemiologi
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9
juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The DiabCare
Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder
di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan
6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.
Klasifikasi
Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13
Derajat 1, Tidak terdapat retinopati DM
Derajat 2, Hanya terdapat mikroaneurisma
Derajat 3, Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai oleh
mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:

Venous loops

Perdarahan

Hard exudates

Soft exudates

Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)


Venous beading
Derajat 4,

Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh:

Perdarahan derajat sedang-berat

Mikroaneurisma

IRMA
Derajat 5,

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan perdarahan viterous


Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala
penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat
ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina.
Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan
serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi
tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates
pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM nonproliferatif.
Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini
merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi
akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina traksional.
Pemeriksaan dan Diagnosis
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan
funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi
kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah
mudah dilaksanakan, interpretasi dapat di- lakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu
laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus photography
berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula,
retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus
photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan opti- cal coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit
terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh
perdarahan vitre- ous atau kekeruhan media refraksi.
Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan
pembuluh darah di kutub pos- terior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk
melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi
midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan
kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontra- indikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk
berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi)
pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri
dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan
oftalmoskop dipegang di tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang
berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm
dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah
muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat
ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikro- aneurisma, eksudat, perdarahan, dan
neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai
makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati dia- betikum.
Tatalaksana
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati DM
nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani
pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan
edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4 bulan.
Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani panretinal laser
photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk berkembang menjadi
retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal
laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif.
Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka kombinasi
focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.
3.9.Memahami dan menjelaskan pencegahan dan prognosis Diabetes mellitus
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk
menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus
diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya
pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak
masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya kegiatan
jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu
gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada
pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup
dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Salah satu
penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular yang merupakan
penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan
GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

i.
ii.
iii.
iv.

Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes


Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
Orang-orang yang gemuk

b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan pengobatan
bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan menurunkan berat
badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu dibantu dengan diet
dan bergerak badan.
Obat
Lamanya Dosis
jam
lazim/hari
Klorpropami 60
1
d (diabinise)
Glizipid
12-24
1-2
(glucotrol)
Gliburid
16-24
1-2
(diabeta,
micronase)
Tolazamid
14-16
1-2
(tolinase)
Tolbutamid
6-12
1-3
(orinase)
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik masih merupakan
pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal
maka diperlukan penambahan obat oral. Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk
mengobati beberapa individu dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel
beta pancreas atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan yang masuk harus
dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten dari hari kehari. Adalah sangat penting bagi
pasien yang menerima insulin dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan aktivitas
insulin lebih jauh orang dengan DM tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan
dengan resistensi insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan
penurunan berat badan. (Hendrawan,2002). Modifikasi dari faktor-faktor resiko
a) Menjaga berat badan
b) Tekanan darah
c) Kadar kolesterol
d) Berhenti merokok
e) Membiasakan diri untuk hidup sehat
f) Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas fisik
yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan tubuh yang
berulang untuk mencapai kebugaran.
g) Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu lama, karena
hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang atau minim.

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

h) Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan kandungan. garam


yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan kandungan kadar karbohidrat
dan lemak tinggi.
i) Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien
dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai
penyulit makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien
dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
holistik dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi
yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah
vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).
Prognosis
Prognosis Diabetes Melitus usia lanjut tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya
buruk, pasien usia lanjut dengan Diabetes Melitus tri II (Diabetes Melitus III) yang terawat baik
prognosisnya baik pada pasien Diabetes Melitus usia lanjut yang jatuh dalam keadaan koma
hipoklikemik atau hiperosmolas, prognosisnya kurang baik. Hipoklikemik pada pasien usia
lanjut biasanya berlangsung lama dan serius dengan akibat kerusakan otak yang permanen.
Karena hiporesmolar adalah komplikasi yang sering ditemukan pada usia lanjut dan angka
kematiannya tinggi.
4.1.Memahami dan menjelaskan pola makan yang baik dan halal

A. Prinsip
1Diniatkan bahwa tujuan makan dan minum adalah untuk menambah ketaqwaan kepada
Allah SWT.
2Makanan dan minuman yang dikonsumsi adalah yang halal dan baik (halalanthoyyiban)
serta bersih.
Kriteria Makanan Halal
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menjelaskan bahwa makanan halal adalah apabila alQuran maupun hadis menjelaskannya dan tidak melarangnya. Namun makanan halal
yang dijelaskan teks agama tidak mencakup seluruh makanan yang ada. Karena itu para
ulama berijtihad sesuai kaedah: al-Ashlu fi al-asyya al-ibahah illa ma dalla ad-dalilu
ala tahrimihi (Hukum asal segala sesuatu itu adalah mubah/boleh kecuali bila ada dalil
yang mengharamkannya). Secara umum al-Quran maupun hadis memberikan kriteria
bahwa makanan halal itu adalah thayyib (halalan thayyiban). Maksud halalan thayyiban,
menurut Sayyid Sabiq, terangkum dalam tiga hal: pertama, sesuai selera alamiah

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

manusia. Kedua, bermanfaat dan tidak membahayakan tubuh manusia. Ketiga, diperoleh
dengan cara yang benar dan dipergunakan untuk hal yang benar.
Para ulama menjelaskan kriteria makanan yang halal sebagai berikut:
1. Pertama, makanan nabati berupa tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan,
selama tidak membahayakan tubuh.
2. Kedua, minuman seperti air, susu (dari hewan yang boleh dimakan dagingnya),
kopi, cokelat.
3. Ketiga, makanan hewani terdiri dari binatang darat dan air. Hukum binatang darat
baik liar mapun jinak adalah halal selain yang diharamkan syariat. Begitu juga
binatang air, dalam pendapat yang paling sahih, adalah halal kecuali yag
membahayakan.
Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi SAW ketika ditanya tentang bersuci dengan air laut,
beliau menjawab: Laut itu suci airnya dan halal bangkai binatangnya. (HR. Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasai).
Kriteria Makanan Haram
Makanan dan minuman yang pelarangannya dijelaskan oleh al-Quran dan al-Hadis
adalah haram. Al-Quran maupun hadis menjelaskan kriteria makanan haram itu adalah
khabitsah dan rijs, seperti khamr yang dinyatakan rijs min amal asy-syaithan (QS. alMaidah: 90). Rijs kata ulama berarti najis secara fisik dan manawi. Dalam Shahih
Muslim, Rasulullah SAW bersabda: Harga anjing itu khabits, mahar pelacur itu khabits
dan upah bekam itu khabits.
Tata cara makan Rasulullah SAW .
1Cara/adab makan:
a

Mencuci (wudhu) tangan terlebih dahulu.

Duduk, tidak bersandar pada punggung atau bersila. Cara duduk nabi saw adalah
duduk berlutut, duduk diatas kaki yang kiri dan menegakkan kaki kanannya.

Meletakkan makanan di sebelah kanan.

Makan bersama keluarga dan mengajak orang banyak, dengan duduk mengitari
makanan.

Mengambil makanan yang terdekat.

Tidak mencelamakanan.

Menggunakan tangan kanan.

Hanya menggunakan 3 jari: ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah.

Membaca bismillah ( ) setiap kali memasukkan makanan atau minuman ke


dalam mulut, ; apabila lupa sewaktu teringat
bacalahbismillahiawwallohuwaaakhirohu.

Abdul Rahman Nasution (1102013001)

Menjilati jari-jari tangan atas makanan yang menempel dijari tersebut.

Makan ketika terasa lapar dan berhenti sebelum kenyang, prinsipnya ruang
lambung dibagi 3 bagian: yaitu 1/3 air, 1/3 makanan, dan 1/3 udara.

Bersyukur dan berdoa sesudah makan,


mengucapkan:alhamdulillahiladziiathamanawasaqoonawajaalanamuslimin.

m Mencuci tangan sesudah makan.


n

Berkumur-kumur dan bersiwak (menyikat gigi) sesudah makan.

Mencuci bejana bekas makanan dan minuman.

Menutup kembali wadah tempat makanan dan minuman.

Sumber :
-

Sherwood. L.2004. Fisiologi Manusia: Dari sel ke Sistem


Murray, Robert K.,dkk. 2003. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall.2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.Jakarta: EGC.
Setiati,S.dkk.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi VI.Jakarta:InternaPublishing
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI

Anda mungkin juga menyukai