Anda di halaman 1dari 10

MATI BATANG OTAK

Menurut kriteria komite ad hoc Harvard tahun 1968, kematian otak


didefinisikan oleh beberapa hal. Yang pertama, adanya otak yang tidak berfungsi
lagi secara permanen, yang ditentukan dengan tidak adanya resepsi dan respon
terhadap rangsang, tidak adanya pergerakan napas, dan tidak adanya refleksrefleks, yakni respon pupil terhadap cahaya terang, pergerakan okuler pada uji
penggelengan kepala dan uji kalori, refleks berkedip, aktivitas postural (misalnya
deserebrasi), refleks menelan, menguap, dan bersuara, refleks kornea, refleks
faring, refleks tendon dalam, dan respon terhadap rangsang plantar. Yang kedua
adalah data konfirmasi yakni EEG yang isoelektris. Kedua tes tersebut diulang 24
jam setelah tes pertama, tanpa adanya hipotermia (suhu < 32,2o C) atau pemberian
depresan sistem saraf pusat seperti barbiturat. Penentuan tersebut harus dilakukan
oleh seorang dokter. 1,2
Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial,
hipoksia, overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhan
dan bunuh diri. Dalam kepustakaan lain, hipoglikemia jangka panjang disebut
sebagai penyebab kematian otak.6
a. Kriteria Mati Batang Otak
a. Kriteria Harvard
Diagnosis kematian otak diterbitkan Kriteria Harvard, kunci diagnosis
tersebut adalah2,3:
Tidak bereaksi terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive
coma).
Hilangnya kemampuan bernapas spontan.
Hilangnya refleks batang otakdan spinal.
Hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi.
EEG datar.

b. Kriteria Minnesota
Pengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang disarankan
mungkin sangat terbatas. Hal ini menyebabkan Mohandes dan Chou
mengusulkan Kriteria Minnesota untuk kematian otak. Yang dihilangkan dari
kriteria ini adalah tidak dimasukkannya refleks spinalis dan aktivitas EEG
karena masih dipandang sebagai sebuah pilihan pemeriksaan untuk konfirmasi,
elemen kunci kriteria Minnesota adalah3:
Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit pemeriksaan.
Hilangnya refleks otak yang ditandai dengan: pupil dilatasi, hilangnya
refleks batuk, refleks kornea dan siliospinalis, hilangnya dolls eye
movement, hilangnya respon terhadap stimulus kalori dan hilangnya
refleks tonus leher.
Status penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam
Proses patologis yang berperan dan dianggap tidak dapat diperbaiki.
Pertimbangan utama dalam mendiagnosis kematian otak adalah sebagai berikut:
1) Hilangnya fungsi serebral
2) Hilangnya fungsi batang otak termasuk respirasi spontan
3) Bersifat ireversibel.
Hilangnya fungsi serebral ditandai dengan berkurangnya pergerakan spontan dan
berkurangnya respon motorik dan vokal terhadap seluruh rangsang visual,
pendengaran dan kutaneus. Refleks-refleks spinalis mungkin saja ada.
EEG merupakan indikator berharga dalam kematian serebral dan banyak
lembaga kesehatan yang memerlukan pembuktian Electro Cerebral Silence (ECS),
yang juga disebut EEG datar atau isoelektrik. Dikatakan EEG datar apabila tidak
ada perubahan potensial listrik melebihi 2 mikroVolt selama dua kali 30 menit
yang direkam setiap 6 jam. Perlu ditekankan bahwa tidak adanya respon serebral
dan EEG datar tidak selalu berarti kematian otak. Akan tetapi, keduanya dapat

terjadi dan bersifat reversible pada keadaan hipotermia dan intoksikasi obatobatan hipnotik-sedatif.4
Fungsi-fungsi batang otak dianggap tidak ada jika tidak terdapat reaksi
pupil terhadap cahaya, tidak terdapat refleks kornea, vestibulo-ocular, orofaringeal
atau trakea. Tidak ada respon deserebrasi terhadap stimulus noksius dan tidak ada
pernapasan spontan. Untuk kepentingan dalam praktek, apnea absolut dikatakan
terjadi pada pasien, jika pasien tersebut tidak melakukan usaha untuk menolak
penggunaan alat respirasi setidaknya selama 15 menit. Sebagai tes akhir, pasien
dapat dilepaskan dari respirator lebih lama beberapa menit untuk memastikan
bahwa PCO2 arteri meningkat di atas ambang untuk merangsang pernapasan
spontan.
Jika hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa semua fungsi otak hilang,
maka pemeriksaan harus diulang dalam waktu 6 jam untuk memastikan bahwa
keadaan pasien bersifat ireversibel. Jika riwayat dan pengamatan komprehensif
yang sesuai terhadap prosedur penggunaan obat-obatan tidak ada, maka observasi
selama periode 72 jam mungkin dibutuhkan untuk memperoleh reversibilitas
walaupun jarang terjadi dalam praktek, studi perfusi serebral menunjukkan
terhentinya sirkulasi intrakranial secara sempurna menyebabkan terjadinya
kematian otak.3
b. Langkah Penetapan Diagnosis Kematian Batang Otak
Diagnosis kematian otak terutama ditegakkan secara klinis. Tidak ada tes
lain yang perlu dilakukan apabila pemeriksaan klinis yang menyeluruh, meliputi
kedua tes refleks batang otak dan satu tes apnea, memberikan hasil yang jelas.
Apabila tidak ditemukan temuan klinis, atau uji konfirmasi, yang lengkap yang
konsisten dengan kematian otak, maka diagnosis tersebut tidak dapat ditegakkan.
Pertama-tama, harus ditemukan kondisi cedera otak berat yang konsisten
dengan proses terjadinya kematian otak (yang biasanya dikonfirmasi dengan
pencitraan otak). Tidak boleh ada keraguan bahwa kondisi yang dialami pasien
diakibatkan oleh kerusakan struktural otak yang tidak dapat diperbaiki. Diagnosis
dari kelainan yang dapat menimbulkan kematian otak harus ditegakkan dengan
jelas. Diagnosis tersebut dapat jelas terlihat beberapa jam setelah kejadian
intrakranial primer seperti cedera kepala berat, perdarahan intrakranial spontan,

atau setelah pembedahan otak. Namun, saat kondisi pasien disebabkan oleh henti
jantung, hipoksia, atau insufisiensi sirkulasi yang berat tanpa periode anoksia
serebri yang jelas, atau dicurigai mengalami embolisme udara atau lemak otak
maka penegakan diagnosis akan memakan waktu lebih lama.4
Kondisi kedua yang dapat menjadi pertimbangan untuk menegakkan
diagnosis kematian otak adalah pasien yang apneu dan menggunakan bantuan
ventilator. Pasien tidak responsif dan tidak bernafas secara spontan. Obat penyekat
neuromuskuler atau lainnya harus dieksklusi dari penyebab kondisi tersebut.
Langkah-langkah penetapan kematian batang otak meliputi hal-hal
berikut2,3:
1. Evaluasi kasus koma
2. Memberikan penjelasan kepada keluarga mengenai kondisi terkini pasien
3. Penilaian klinis awal refleks batang otak
4. Periode interval observasi
a. Sampai dengan usia 2 bulan, periode interval observasi 48 jam
b. Usia lebih dari 2 bulan - < 1 tahun, periode interval observasi 24 jam
c. Usia lebih dari 1 tahun - < 18 tahun, periode interval observasi 12 jam
d. Usia 18 tahun ke atas, periode interval observasi berkisar 6 jam
5. Penilaian klinis ulang refleks batang otak
6. Tes apnea
7. Pemeriksaan konfirmatif apabila terdapat indikasi
8. Persiapan akomodasi yang sesuai
9. Sertifikasi kematian batang otak
10. Penghentian penyokong kardiorespirasi

Evaluasi kasus koma


Penentuan kematian batang otak memerlukan identifikasi kasus koma
ireversibel beserta penyebab koma yang paling mungkin. Cedera kepala
berat, perdarahan intraserebral hipertensif, perdarahan subarachnoid, jejas otak
hipoksik-iskemik, dan kegagalan hepatik fulminan adalah merupakan penyebab
potensial hilangnya fungsi otak yang bersifat ireversibel. Dokter perlu menilai
tingkat dan reversibilitas koma, serta potensi berbagai kerusakan organ.
Dokter juga harus menyingkirkan berbagai faktor perancu, seperti
intoksikasi obat, blokade neuromuskular, hipotermia, atau kelainan metabolik
lain yang dapat menyebabkan koma namun masih berpotensi reversible.
Kedalaman koma diuji dengan penilaian adanya respon motorik terhadap
stimulus nyeri yang standar, seperti penekanan nervus supraorbita, sendi
temporomandibuler, atau bantalan kuku pada jari Koma dalam adalah tidak
adanya respon motorik cerebral terhadap rangsang nyeri pada seluruh
ekstremitas (nail-bed pressure) dan penekanan di supraorbital.19
Yang harus diperhatikan dalam pengujian ini adalah kemungkinan adanya respon
motorik Lazarus sign yang dapat terjadi secara spontan selama tes apnea,
seringkali pada kondisi hipoksia atau episode hipotensi, dan berasal dari spinal.
Agen penyekat neuromuskuler juga dapat menghasilkan kelemahan motorik yang
cukup lama.20

Gambar 1. Tes Rangsang Nyeri

Penilaian klinis refleks batang otak


Pemeriksaan refleks batang otak meliputi pengukuran jalur refleks pada
mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Saat terjadi kematian otak, pasien
kehilangan refleks dengan arah rostral ke kaudal, dan medulla oblongata adalah
bagian terakhir dari otak yang berhenti berfungsi. Beberapa jam dibutuhkan untuk
terjadinya kerusakan batang otak secara menyeluruh, dan selama periode tersebut,
mungkin masih terdapat fungsi medula. Pada kasus yang jarang dimana terdapat
fungsi medula oblongata yang tetap ada, ditemukan tekanan darah normal, respon

batuk setelah suction trakhea, dan takhikardia setelah pemberian 1 mg


atropine.20,21
Penentuan kematian batang otak memerlukan penilaian fungsi otak oleh
minimal dua orang klinisi dengan interval waktu pemeriksaan beberapa jam.
Tiga temuan penting pada kematian batang otak adalah koma dalam, hilangnya
seluruh refleks batang otak, dan apnea. Pemeriksaan apnea (tes apnea) secara
khas dilakukan setelah evaluasi refleks batang otak yang kedua.21
Hilangnya refleks batang otak19,20,21
Pupil:
a. Tidak terdapat respon terhadap cahaya atau refleks cahaya negatif
b. Ukuran: midposisi (4 mm) sampai dilatasi (9 mm)
Gerakan bola mata /gerakan okular:
a. Refleks oculocephalic negatif
Pengujian dilakukan hanya apabila secara nyata tidak terdapat retak
atau ketidakstabilan vertebrae cervical atau basis kranii.
b. Tidak terdapat penyimpangan atau deviasi gerakan bola mata terhadap
irigasi 50 ml air dingin pada setiap telinga. Membrana timpani harus tetap
utuh; pengamatan 1 menit setelah suntikan, dengan interval tiap telinga
minimal 5 menit.
Respon motorik facial dan sensorik facial:
a. Refleks kornea negatif
b. Jaw reflex negatif (optional)
c. Tidak terdapat respon menyeringai terhadap rangsang tekanan dalam
pada kuku, supraorbita, atau temporomandibular joint.
Refleks trakea dan faring:
a. Tidak terdapat respon terhadap rangsangan di faring bagian posterior
b. Tidak

terdapat

respon

(tracheobronchial suctioning).

terhadap

pengisapan

trakeobronkial

Gambar 2. Pemeriksaan Refleks Batang Otak


Penilaian klinis terhadap refleks batang otak dikerjakan secara menyeluruh. Nervus cranialis
yang diperiksa ditunjukkan dengan angka romawi; garis panah utuh menunjukkan jaras
aferen; garis panah terputus menunjukkan jaras eferen. Hilangnya respon menyeringai atau
mata tidak membuka terhadap rangsang tekanan dalam pada kedua condyles setinggi
temporomandibular joint (afferent n. V dan efferent n. VII), hilangnya refleks kornea terhadap
rangsang sentuhan tepi kornea mata (n. V dan n. VII), hilangnya refleks cahaya (n. II dan n. III),
hilangnya respon oculovestibular ke arah sisi stimulus dingin oleh air es (n. VIII dan n. III dan n.
VI), hilangnya refleks batuk terhadap rangsangan pengisapan yang dalam pada trachea (n. IX dan
n. X).

Tes Apnea
Secara umum, tes apnea dilakukan setelah pemeriksaan refleks batang otak
yang

kedua dilakukan. Tes apnea dapat dilakukan apabila kondisi prasyarat

terpenuhi, yaitu4:
a. Suhu tubuh 36,5 C atau 97,7 F
b. Euvolemia (balans cairan positif dalam 6 jam sebelumnya)
c. PaCO2 normal (PaCO2 arterial 40 mmHg)
d. PaO2 normal (pre-oksigenasi arterial PaO2 arterial 200 mmHg)
Setelah syarat-syarat tersebut terpenuhi, dokter melakukan tes apnea dengan
langkah-langkah sebagai berikut20:
a. Pasang pulse-oxymeter dan putuskan hubungan ventilator
b. Berikan oksigen 100%, 6 L/menit ke dalam trakea (tempatkan kanul
setinggi carina)
c. Amati dengan seksama adanya gerakan pernafasan (gerakan dinding dada
atau abdomen yang menghasilkan volume tidal adekuat)
d. Ukur PaO2, PaCO2, dan pH setelah kira-kira 8 menit, kemudian ventilator
disambungkan kembali
e. Apabila tidak terdapat gerakan pernafasan, dan PaCO 2 60 mmHg (atau
peningkatan PaCO2 lebih atau sama dengan nilai dasar normal), hasil

tes apnea dinyatakan positif (mendukung kemungkinan klinis kematian


batang otak).
f. Apabila terdapat gerakan pernafasan, tes apnea dinyatakan negatif
(tidak mendukung kemungkinan klinis kematian batang otak) .
g. Hubungkan ventilator selama tes apnea apabila tekanan darah sistolik
turun sampai < 90 mmHg (atau lebih rendah dari batas nilai normal
sesuai

usia

pada

pasien

<

18

tahun),

atau

pulse-oxymeter

mengindikasikan adanya desaturasi oksigen yang bermakna, atau


terjadi aritmia kardial.

Segera ambil sampel darah arterial dan periksa analisis gas darah.

Apabila PaCO2 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 20


mmHg di atas nilai dasar normal, tes apnea dinyatakan positif.

Apabila PaCO2 < 60 mmHg atau peningkatan PaCO2 < 20 mHg di


atas nilai dasar normal, hasil pemeriksaan belum dapat dipastikan dan
perlu dilakukan tes konfirmasi

Gambar 3. Tes Apneu


Diskoneksi ventilator dan penggunaan oksigenasi apneik difusi (apneic diffusion
oxygenation) memerlukan syarat tertentu. Suhu tubuh harus 36.5 C, tekanan darah
sistolik harus 90 mmHg, dan balans cairan harus positif selama enam jam. Setelah
preoksigenasi (fraksi oksigen insprasi harus 1.0 selama 10 menit), tingkat ventilasi harus
dikurangi. Ventilator harus diputus apabila PaO2 arterial mencapai 200 mmHg, atau apabila
PaCO2 arterial mencapai 40 mmHg. Pipa oksigen harus berada pada carina
(menghantarkan oksigen 6 liter per menit). Dokter harus mengamati dinding dada dan abdomen
untuk mengamati adanya gerakan pernafasan selama 8-10 menit, dan harus mengawasi pasien
terhadap adanya perubahan fungsi vital. Apabila PaO2 arterial 60 mmHg, atau terdapat
peningkatan > 20 mmHg dari nilai dasar yang normal, maka tes apnea dinyatakan positif.

Pemeriksaan Konfirmatif Apabila Terdapat Indikasi


Diagnosis kematian batang otak merupakan diagnosis klinis. Tidak diperlukan
pemeriksaan lain apabila pemeriksaan klinis termasuk pemeriksaan refleks batang
otak dan tes apnea dapat dilaksanakan secara adekuat. Beberapa pasien dengan
kondisi

tertentu

seperti

cedera

servikal

atau

kranium, instabilitas

kardiovaskular, atau faktor lain yang menyulitkan dilakukannya pemeriksaan


klinis untuk menegakkan diagnosis kematian batang otak, perlu dilakukan tes
konfirmatif.
Pemilihan tes konfirmatif yang akan dilakukan sangat tergantung pada
pertimbangan praktis, mencakup ketersediaan, kemanfaatan, dan kerugian yang
mungkin terjadi. Beberapa tes konfirmatif yang biasa dilakukan antara lain21:
a. Angiography

(conventional,

computerized

tomographic, magnetic

resonance, dan radionuclide) : kematian batang otak ditegakkan apabila


tidak

terdapat

pengisian

intraserebral

(intracerebral filling) setinggi

bifurkasio karotis atau sirkulus Willisi


b. Elektroensefalografi (EEG) : kematian batang otak ditegakkan apabila
tidak terdapat aktivitas elektrik setidaknya selama 30 menit
c. Nuclear brain scanning : kematian batang otak ditegakkan apabila tidak
terdapat ambilan (uptake) isotop pada parenkim otak dan atau vasculature,
bergantung teknik isotop (hollow skull phenomenon)
b. Somatosensory evoked potentials : kematian batang otak ditegakkan
apabila

tidak

terdapat respon N20-P22 bilateral pada stimulasi nervus

medianus
c. Transcranial doppler ultrasonography : kematian batang otak ditegakkan
oleh adanya puncak sistolik kecil (small systolic peaks) pada awal
sistolik tanpa aliran diastolik (diastolic flow) atau reverberating flow,
mengindikasikan

adanya

resistensi

yang

sangat

tinggi

(very

high

vascular resistance) terkait adanya peningkatan tekanan intrakranial yang


besar.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wijdicks. Current Concepts, The Diagnosis of Brain Death, N Engl J Med,
2010, 344 (16)
2. Guidelines On Certification Of Brain Death, The Hong Kong Society Of
Critical Care Medicine, journal of the Royal College of Physicians of
London 2005, 29:381-2.
3. RM, Schapiro R, eds. The definition of death: contemporary controversies,
Johns Hopkins University Press, Baltimore, 2010
4. New York State Department of Health. Guidelines for Determining
Brain Death, Department of Health, New York, 2005
5. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat;
2004.hal.280.
6. Guyton AC, Hall JE. Aliran darah serebral, cairan serebrospinal, dan
metabolisme otak. Dalam: Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.hal.975-83.

Anda mungkin juga menyukai