Anda di halaman 1dari 7

DESA SIAGA, BIDAN DESA

Pengertian dan Landasan Hukum


Desa siaga adalah suatu kondisi masyarakat tingkat desa atau kelurahan yang memiliki
potensial sumberdaya dalam mengatasi masalah kesehatan, bencana, kegawatdaruratan secara
mandiri. Siaga singkatan dari siap antar jaga, Siaga dipakai dalam berbagai fungsi dalam
menggalang partisipasi masyarakat seperti suami siaga, desa siaga, bidan siaga, dan
sebagainya. Desa Siaga (Siap Antar Jaga) adalah desa yang memiliki sistem kesiagaan untuk
menanggulangi kegawatdaruratan ibu hamil dan ibu bersalin (Depkes RI, 2007).
Landasan hukum pelaksanaan desa siaga adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan, khususnya pada pasal 5, 8, 711
dan 722 serta Bab VII tentang peran serta masyarakat.
b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 564/ Menkes/ SK/ VII/ 2006
tanggal 2 Agustus 2006 tentang pengembangan Desa Siaga.
Tujuan Desa Siaga
a. Tujuan Umum
Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan
kesehatan ibu dan anak diwilayahnya.
b. Tujuan Khusus
1) Turunnya angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Kulon Progo.
2) Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi.
3) Tersosialisasi Desa Siap Antar Jaga di masyarakat.
4) Meningkatnya kesadaran keluarga dan masyarakat tentang pentingnya kesehatan ibu dan
bayi.
5) Termotivasinya keluarga dan masyarakat untuk memanfaatkan Desa Siap Antar Jaga.
6) Termotivasinya pembentukan jaringan kemitraan di masyarakat.
Kriteria Desa Siaga
Desa Siap Antar Jaga memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki mekanisme pendataan/notifikasi
Desa Siap Antar Jaga memiliki sistem yang dikembangkan oleh masyarakat untuk mencatat
dan menginformasikan kepada masyarakat tentang keberadaan dan kondisi ibu hamil dan
masa persalinan sampai masa nifas. Bentuk pendataan dapat berupa:
- Catatan ibu hamil
- Peta ibu hamil
- Peta fasilitas kesehatan
- Informasi ibu hamil resiko tinggi (misal dengan stiker bumil risti)
- Catatan persalinan.
b. Memiliki mekanisme transportasi
Desa Siap Antar Jaga harus memiliki sistem kegotongroyongan yang dikembangkan untuk
mengantar/membina ibu hamil yang akan bersalin, terutama juga ibu tersebut mengalami
komplikasi. Bentuk transportasi dapat berupa:
- Mobil atau sepeda motor milik warga masyarakat
- Ambulan Puskesmas
- Kendaraan umum yang beroperasi di desa.
Transportasi tersebut penggunaannya harus ada kesepakatan tertulis sebelumnya dari yang

memiliki kendaraan. Kendaraan tersebut diberi tanda khusus agar mudah dikenali oleh
petugas kesehatan, polisi dan masyarakat.
c. Memiliki mekanisme donor darah
Desa Siap Antar Jaga harus memiliki kelompok pendonor darah sebagai penyedia darah bagi
PMI yang dapat digunakan oleh ibu bersalin yang membutuhkan. Bentuk:
- Donor darah tetap
Pendonor secara rutin mendonorkan darahnya setiap 3 bulan sekali ke PMI.
- Donor darah tidak tetap/ donor darah tetap
Daftar nama relawan golongan darahnya yang bersedia mendonorkan darahnya sewaktuwaktu dibutuhkan.
Pelaksanaan kegiatan donor darah ini dapat bekerjasama dengan puskesmas setempat
khususnya untuk pemeriksaan golongan darah dan pemeriksaan kesehatan pendonor secara
umum. Hal ini dilakukan sebagai upaya antisipasi biaya pemeriksaan laboratorium bagi
warga miskin.
d. Memiliki mekanisme pendanaan
Sistem dana adalah tabungan yang dikembangkan oleh masyarakat atau ibu hamil yang
digunakan antara lain untuk:
- Biaya Persalinan
- Biaya Transportasi
- Bantuan Akomodasi (makan, minum, dan lain-lain)
e. Memiliki mekanisme kemitraan
Kemitraan dalam Desa Siap Antar Jaga adalah bentuk kerja sama dengan berbagai pihak
terkait yang mendukung keberadaan Desa Siap Antar Jaga selanjutnya. Bentuk kemitraan
dapat berupa:
- Kemitraan bidan dengan dukun.
- Kemitraan dengan LSM
- Kemitraan dengan PMI
- Kemitraan dengan PKK
- Kemitraan dengan media
- Kemitraan dengan organisasi masyarakat yang lain.
Mekanisme kemitraan sebaiknya didukung dengan persetujuan tertulis.
Langkah Pengembangan Jejaring Desa Siaga
Mengingat permasalahan yang mungkin dihadapi Desa Siap Antar Jaga maka perlu
dikembangkan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Wujud pengembangan jejaringnya
dapat dilakukan melalui pertemuan pengurus Desa Siap Antar Jaga secara internal, pertemuan
antar pengurus Desa Siap Antar Jaga, pertemuan pengurus dengan pengelola upaya kesehatan
yang ada di desa tersebut minimal 3 bulan sekali. Pengembangan Desa Siap Antar Jaga
dimaksudkan secara halus untuk terciptanya keadaan masyarakat yang terpenuhi kewajiban
dan hak-haknya.
Pengembangan Desa Siap Antar Jaga dibangun dengan 3 sistem, yaitu:
a. Sistem Pengelolaan Kesehatan di Masyarakat
Misal: Penggalangan dana melalui posyandu, atau kelompok lembaga masyarakat yang lain.
b. Sistem Pendidikan Kesehatan di Masyarakat
Misal: Penyuluhan melalui pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan di masyarakat.
c. Sistem Pendukung Kesehatan di Masyarakat
Misal: Dukungan kepada ibu hamil untuk memperoleh hak-haknya dalam memperoleh
pelayanan kesehatan termasuk dalam pengambilan keputusan oleh ibu sendiri. Dukungan
dalam memperoleh kemudahan transportasi. Dukungan dalam memperoleh donor darah

sewaktu-waktu diperlukan.
Pengembangan 3 sistem dapat dimulai dengan usaha fasilitator desa masuk dalam kegiatan
didesa. Misalnya Posyandu balita, lansia, pengobatan tradisonal, pesantren, usaha kesehatan
masjid, dan lain-lain.
Pembentukan dan Tata Laksana Desa Siaga
a. Tahap Persiapan
1) Rekuitmen Fasilitator Desa
Dalam membentuk Desa Siap Antar Jaga, diperlukan Fasilitator Desa (FD) yaitu orang yang
berfungsi untuk mengkoordinir semua aktivitas/kegiatan yang ada didesanya. Fasilitator desa
juga sekaligus sebagai penghubung antara masyarakat dengan pelayanan kesehatan, Rumah
Sakit, Instansi Kesehatan, wartawan dan lembaga terkait lainnya bila terjadi suatu masalah
didesanya.
Untuk menjadi desa Siap Antar Jaga dibutuhkan bidan yang tinggal di desa dan siap
memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) selama 24 jam. Bidan di desa sebagai
tenaga kesehatan terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan ibu, bayi, anak dan
reproduksi diwilayahnya, harus dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan yang
memadai agar dapat menunjang kegiatan desa Siap Antar Jaga.
Jenis pelatihan bidan di desa Siap Antar Jaga adalah sebagai berikut:
a) Citra Diri Bidan
Dalam pelatihan ini bidan dibekali pengetahuan dan keterampilan mengenai: manajemen
pelayanan KIA, komunikasi informasi dan edukasi (KIE), menggali kemampuan diri,
menciptakan motivasi diri dan pelayanan prima.
b) Asuhan Persalinan Normal (APN)
Suatu kebijakan pelayanan dengan metode pendekatan asuhan sayang ibu dan sayang bayi,
termasuk didalamnya manajemen aktif kala III, sebagai upaya pencegahan perdarahan post
partum pada persalinan normal.
c) Penanganan Kasus Kegawatdaruratan Obstetrik dan Neonatal
d) Pelatihan Klinis yang lain (Pelayanan KB)
2) Pelatihan IMP (Identifikasi Masyarakat Partisipatif)
Pelatihan yang bertujuan untuk membentuk calon fasilitator menjadi seorang penggerak atau
pengorganisir masyarakat desanya.
b. Pelaksanaan
1) Pembentukan Pengurus Desa Siap Antar Jaga
Fasilitator yang sudah terbentuk dan dilatih bersama unsur yang ada dimasyarakat
mengadakan pertemuan untuk menyampaiakan / mensosialisasikan kegiatan dan sekaligus
membentuk kepengurusan desa siap antar jaga.
2) Sosialisasi pada pertemuan warga RW / Dusun
Keberadaan Desa Siap Antar jaga perlu disosialisasikan di masyarakat agar mereka
mengetahui dan dapat berperan didalamnya. Kegiatan ini bisa diikutkan pad pertemuanpertemuan yang sudah ada dimasyarakat seperti pertemuan-pertemuan rutin dasa wisma, RT,
RW, Dusun, Desa, pemgajian dan lainnya.

3) Pertemuan Pengurus Warga Siaga, Bidan di Desa, Kader Desa (Focus Group
Discussion/ FGD). Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai:
a) Mekanisme Pencatatan dan Informasi (Motifikasi)
Adalah sistem yang dikembangkan oleh masyarakat untuk mencatat dan mengidentifikasikan
kepada masyarakat tentang:
- Catatan dan Peta Ibu Hamil di Desa
- Catatan kematian ibu hamil, melahirkan dan nifas
- Catatan kelahiran dan kematian bayi dan balita
- Peta fasilitas kesehatan desa.
Langkah-langkah:
- Berkoordinasi dengan bidan desa, kader posyandu dan masyarakat untuk mendapatkan data.
- Fasilitator desa bersama bidan desa memberi tanda (stiker) pada buku KIA untuk ibu hamil
resiko tinggi.
- Memberikan informsi kepada masyarakat setempat mengenai keberadaan ibu hamil dan
perkiraan persalinan.
- Fasilitator desa bersama dengan pengurus membuat peta ibu hamil dan tanda khusus
(Indikator PHBS)
b) Mekanisme Pendanaan
Adalah sistem tabungan yang dikembangkan oleh masyarakat atau ibu hamil yang digunakan
untuk persalinan. Bentuk:
1. Dasolin (Dana Sosial Persalinan)
Uang yang dikumpulkan oleh masyarakat secara rutin dari jimpitan, dana sehat atau iuran lain
(dasa wisma, RT, RW, dan dusun, desa)
2. Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin)
Uang yang dikumpulkan atau ditabung oleh ibu hamil yang dapat disimpan oleh bidan desa
atau pengurun, dan lain-lain.
3. Simpanan dalam bentuk In-Natura
Simpanan dalam bentuk bukan uang, yang selanjutnya dapat diuangkan/ dijual pada saat
persalinan. Misalnya ternak, hasil bumi, perhiasan, dan lain-lain.
4. Alokasi Dana Pemerintah
Bagi keluarga miskin, ada alokasi dana dari pemerintah untuk biaya persalinan, melalui
Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin (Askeskin), Jaminan Kesehatan Sosial (Jamkessos)
atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
5. Sumbangan lain yang tidak mengikat.
c) Mekanisme Transportasi
Adalah sistem kegotong-royongan yang dikembangkan untuk mengantar ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, dan bayi yang perlu dirujuk. Bentuk:
a. Mobil atau sepeda motor milik warga
b. Ambulance Puskesmas
c. Kendaraan Umum (Becak, dan lain-lain) yang dikelola atau beroperasi di desa.
d) Kelompok Donor Darah
Adalah kelompok pendonor darah di masyarakat sebagai donor hidup, digunakan oleh semua
warga masyarakat yang memerlukan. Bentuk:
1. Donor darah tetap
Pendonor secara rutin mendonorkan darahnya setiap 3 bulan sekali tercatat di PMI.
2. Donor darah tidak tetap
Berupa daftar nama relawan beserta golongan darahnya yang bersedia mendonorkan, baik
secara rutin maupun insidental saat dibutuhkan, yang tergabung dalam Persatuan Donor
Darah Indonesia (PDDI) di desa.
Syarat pendonor : memenuhi persyaratan medis.

Untuk mempertahankan eksistensinya ditengah masyarakat, maka pengurus Desa Siap Antar
Jaga perlu mengadakan pertemuan secara rutin bulanan atau tiga bulanan, bersama dengan
fasilitator desa dan bidan di desa, untuk membahas permasalahan yang ada, rencana kerja dan
informasi lain yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan bayi.
Peran Organisasi Desa Siap Antar Jaga (SIAGA)
1). Kepala Desa
Kepala Desa selaku penanggung jawab kegiatan mempunyai tugas untuk:
a) Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan desa Siap Antar
Jaga.
b) Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan
khususnya yang berkaitan dengan ibu hamil dan bayi didesanya.
c) Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat Siaga
(suami siaga, ambulan desa, bank darah).
d) Menindaklanjuti pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan desa Siap Antar Jaga secara
berkesinambungan.
2) Peran Kepala Puskesmas
Puskesmas sebagai salah satu unsur dalam organisasi Desa Siaga mempunyai peran sebagai
berikut:
a) Melakukan advokasi serta penggerakan masyarakat.
b) Memfasilitasi pembentukan Desa Siap Antar Jaga.
c) Memberikan bimbingan teknis berupa orientasi, pelatihan dan pengembangan sumber daya
desa Siap Antar Jaga.
d) Melakukan monitoring, evaluasi dan pembinaan terhadap pelaksanaan Desa Siap Antar
Jaga.
3) Peran Fasilitator
Fasilitator selaku ketua daalam pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga memiliki peran sebagai
berikut:
a) Memfasilitasi pembentukan Desa Siap Antar Jaga diwilayahnya masing-masing.
Disini fasilitator berperan dalam pembentukan Desa Siaga di wilayahnya.
b) Melakukan penggalangan solidaritas masyarakat untuk berperan dalam pelaksanaan Desa
Siap Antar Jaga.
Disini fasilitator membantu mengembangkan UKBM serta hal-hal yang terkait lain,
contohnya PHBS, dana sehat, tabulin, dasolin dan ambulan desa.
c) Mendorong anggota masyarakat untuk mampu mengungkapkan pendapatnya dan berdialog
dengan sesama anggota masyarakat, tokoh/ pemuka masyarakat, petugas kesehatan, serta
unsur masyarakat lain yang terlibat dalam pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga.
Fasilitator Desa Siaga membantu dalam memecahkan setiap permasalahan yang ada di
wilayahnya secara musyawarah bersama.
d) Melakukan koordinasi pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga secara berkesinambungan.
Fasilitator setiap bulan melakukan pertemuan dengan kader dan tokoh masyarakat lainnya.
e) Menjadi penghubung antara masyarakat dengan sarana pelayanan kesehatan.
Fasilitator membantu tenaga kesehatan dalam pelaksanaan Desa Siaga di wilayahnya.

4) Peran PKK
PKK dalam pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga memiliki peran sebagai berikut:
a) Berperan aktif dalam penyelenggaraan upaya kesehatan bersumber masyarakat (UKBM)
yang mendukung pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga, seperti misalnya membina kelompok
peminat kesehatan ibu dan anak (KPKIA), posyandu, dan lain-lain.
b) Penggerakan masyarakat untuk terwujudnya masyarakat Siaga (Suami Siaga, ambulan
siaga, bank darah, dan lain-lain)
c) Menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam Desa Siap Antar
Jaga.
5) Peran Tokoh Masyarakat/ Agama
a) Memberikan dukungan dan motivasi kepada masyarakat agar keberadaan Desa Siap Antar
Jaga dapat diterima masyarakat.
b) Ikut berperan dalam sosialisasi Desa Siap Antar Jaga melalui pertemuan-pertemuan yang
dilaksanakan di desa, maupun melalui ceramah-ceramah di masjid atau tempat ibadah
lainnya.
c) Memberikan masukan atau saran yang membangun untuk kelangsungan Desa Siap Antar
Jaga.
Peran Kelompok Dusun
a. Kepala Dusun
Kepala Dusun selaku penanggung jawab kegiatan mempunyai tugas untuk:
1) Bertanggung jawan terhadap pelaksanaan dusun Siaga.
2) Penggerakan masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat Siaga
(suami siaga, transportasi siaga, bank darah).
3) Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Dusun Siap Antar Jaga secara
berkesinambungan.
b. Peran LPMD Dusun
LPMD sebagai salah satu unsur dalam kelompok Dusun Siap Antar Jaga juga mempunyai
peran sebagai berikut:
1) Memberikan saran dan masukan dalam pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga.
2) Menggerakkan masyarakat dalam penggalian sumber daya masyarakat yang diperlukan
oleh masyarakat.
3) Bersama Kepala Dusun turut serta dalam memecahkan permasalahan yang berkaitan
dengan pelaksanaan Desa Siap Antar Jaga.
c. Peran Fasilitator Dusun (Bidan atau Kader)
Fasilitator selaku ketua dalam pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga memiliki peran sebagai
berikut:
1) Melakukan penggalangan solidaritas masyarakat untuk berperan dalam pelaksanaan Dusun
Siap Antar Jaga.
2) Mendorong anggota masyarakat untuk mampu mengungkapkan pendapatnya dan
berdialog dengan sesama anggota masyarakat, tokoh/ pemuka masyarakat, petugas kesehatan,
serta unsur masyarakat lain yang terlibat dalam pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga.
3) Melakukan koordinasi pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga.

d. Peran PKK Dusun


PKK dalam pelaksanaan Dusun Siap Antar Jaga memiliki peran sebagai berikut:
1) Berperan aktif dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang mendukung pelaksanaan
Dusun Siap Antar Jaga, seperti misalnya membina kelompok peminat kesehatan ibu dan anak
(KPKIA), posyandu.
2) Penggerakan masyarakat untuk terwujudnya masyarakat Siaga (Suami Siaga, ambulan
siaga, bank darah, dan lain-lain.
3) Menggerakkan masyarakat untuk dapat hadir dan berperan aktif dalam Dusun Siap Antar
Jaga.
e. Peran Tokoh Masyarakat/ Agama
1) Memberikan dukungan dan motivasi kepada masyarakat agar keberadaan Dusun Siap
Antar Jaga dapat diterima masyarakat.
2) Ikut berperan dalam sosialisasi Dusun Siap Antar Jaga melalui pertemuan-pertemuan yang
dilaksanakan di desa, maupun melalui ceramah-ceramah di masjid atau tempat ibadah
lainnya.
3) Memberikan masukan atau saran yang membangun untuk kelangsungan Dusun Siap Antar
Jaga.

Anda mungkin juga menyukai