Anda di halaman 1dari 6

Penyebab Utama Sumbatan Vaskuler Serebral dan Stroke Iskemik

Dua penyebab stroke iskemik yang menonjol adalah: penyakit aterosklerotik-trombotik


dari pembuluh darah serebral dan ekstraserebral, dan emboli serebral. Pemahaman
terkait dengan biologi dari kedia proses ini penting untuk penalaran klinis, laboratoris,
dan gambaran radiologis dari stroke dan tatalaksananya. Semua penyebab sumbatan
vaskuler lain apabila disatukan, bertanggung jawab atas jauh lebih sedikit kasus stroke
yang muncul. Sebab-sebab lainnya ini juga penting dan hal tersebut akan dibahas pada
bagian tersendiri di akhir bab ini.
Aterotrombosis
Perubahan fenomena klinis dari trombosis serebral, baik pembuluh darah besar
intrakranial (basiler, karotid) atau ekstrakranial (karotid, vertebral) dan kecil (lakunar),
lebih bervariasi dibandingkan dengan fenomena klinis emboli dan pendarahan. Pada
sekitar separuh pasien stroke diawali dengan tanda minor atau satu atau lebih serangan
sementara dari disfungsi neurologis fokal, TIA, yang akan dibahas kemudian. Episodeepisode prodromal sementara ini dapat menandakan awal dari terjadinya kejadian
vaskuler yang disebabkan oleh stroke aterotrombotik. Seringkali emboli didahului oleh
gangguan neurologik sementara namun TIA biasanya lebih sering dianggap berkaitan
dengan stroke aterotrombotik.
Sindrom stroke trombotik muncul pada satu dari beberapa mekanisme. Mungkin dapat
berupa episode tunggal, namun biasanya keseluruhan stroke berkembang dalam
beberapa menit atau jam atau kurang. Karakteristiknya adalah stuttering atau progresi
intermiten dari defisit neurologis yang berlangsung dalam beberapa jam atau sehari atau
lebih lama. Hal ini jelas menunjukkan perbedaan karakteristik dari stroke onset tiba-tiba
yang terlihat pada mekanisme embolik yang akan dibahas selanjutnya. Pada trombosis,
stroke parsial dapat muncul dan bahkan menghilang sementara selama beberapa jam,
yang dimana setelahnya akan terjadi progresi cepat hingga defisit total atau beberapa
episode sekejap yang mungkin diikuti oleh episode yang lebih panjang dan, beberapa
jam atau hari kemudian, kemudian oleh stroke besar. Beberapa bagian dari tubuh dapat
terpengaruh sekaligus atau hanya satu bagian, seperti anggota gerak atau satu sisi dari
wajah, bagian lainnya juga terkena dampaknya secara bertahap hingga stroke tersebut

terjadi sepenuhnya. Terkadang munculnya defisit bersifat episodik; serangan-serangan


dari kelemahan atau gerakan involunter dari tangan atau lengan atau penurunan
penglihatan, yang berlangsung selama 5 hingga 10 menit, terjadi secara spontan atau
yang muncul saat berdiri atau berjalan. Setiap serangan-serangan parsial dapat
menghasilkan gambaran stroke secara miniatur. Dengan kata lain, prinsip dari
intermitensi tampaknya merupakan karakteristik dari proses trombotik dari awal hingga
akhir.
Karakteristik lain dari kejadian aterotrombotik pada banyak, namun bukan semua kasus,
adalah kemunculan stroke pada saat tidur; pasien bangun dengan paralisis, baik pada
waktu malam atau di pagi hari. Tidak menyadari adanya kelemahan, pasien dapat
bangun lalu terjatuh ke lantai pada langkah pertama. Cerita ini diceritakan oleh separuh
pasien kami yang mengalami stroke trombotik, dan juga dengan jumlah yang kecil, pada
pasien dengan stroke embolik.
Hal yang paling menipu adalah pada beberapa kejadian, dimana kelainan neurologis
berkembang dengan sangat perlahan, selama berhari-hari (slow stroke). Reaksi
pertama dokter adalah membuat diagnosis tumor otak, abses, atau hematoma subdural.
Kesalahan ini biasanya dapat dihindari dengan analisa secara teliti terhadap perjalanan
penyakit pasien, yang juga akan memperlihatkan perubahan yang berlonjak-lonjak dan
tidak merata. Terdapat pula beberapa kasus dan kasus-kasus ini biasanya merupakan
kasus hemiplegia motorik murni dimana perkembangan stroke trombotik terlihat
progresif secara merata dalam jangka waktu beberapa hari. Hal ini juga dapat terjadi
pada kemunculan trombus yang tiba-tiba pada plak ateroskletorik di pembuluh darah
serebral distal (diluar sirkulus Willisi), dimana hal ini dapat juga menyebabkan
perkembangan stroke yang cukup mendadak atau setidaknya cepat, namun hal ini bukan
merupakan karakteristiknya.
Plak ateromatosa lebih sering muncul di titik percabangan dan perlekukan arteri-arteri
serebral. Lokasi-lokasi yang paling sering adalah (1) di arteri karotis internal pada
percabangannya dari karotis komunis; (2) pada bagian servikal dari arteri vertebralis
dan titik pertemuannya yang membentuk arteri basilaris; (3) pada batang atau bifurkasi
utama dari arteri serebri media; (4) pada bagian proksimal arteri serebri posterior
dimana ia berputar di sekitar mesensefalon; dan (5) pada bagian proksimal arteri serebri

anterior saat ia lewat ke arah anterior lalu berbelok menyusuri korpus kallosum. Dua
lokasi terakhir jauh lebih jarang terjadi dibandingkan tiga lokasi pertama. Munculnya
plak pada arteri serebral diluar percabangan pertamanya setelah sirkulus Willisi
tergolong jarang terjadi. Dan juga, merupakan hal yang tidak umu terjadi apabila arteri
serebelar dan oftalmik memperlihatkan kejadian ateromatosa. Arteri karotis komunis
dan vertebralis pada titik awal mereka dari aorta merupakan lokasi tambahan dimana
sering terjadi penumpukan ateroma, namun dikarenakan banyaknya jaras arteri
kolateral, sumbatan pada lokasi-lokasi tersebut lebih jarang diasosiasikan dengan
iskemia serebral sebagaimana yang akan dibahas kemudian.
Aterotrombosis dapat menyebabkan infark serebral melalui beberapa cara. Cara yang
paling jelas adalah melalui plak yang menyumbat atau trombus yang muncul di atas
plak yang menutupi lumen dari pembuluh darah utama intraserebral, seperti arteri
serebral media, yang lalu menghentikan sirkulasi darah menuju daerah otak yang
diperdarahi oleh pembuluh-pembuluh darah tersebut. Sebuah variasi dari mekanisme ini
adalah satu dari sumbatan oleh aterosklerosis di pembuluh darah yang lebih proksimal,
seperti bagian distal arteri karotis. Hal ini akan menyebabkan infark pada daerah
diantara cabang-cabang utama dari sirkulasi arteri karotis interna yang termasuk paling
rawan mengalami penurunan sirkulasi darah yang sering disebut watershed
infarction. Atau, sebuah lesi aterotrombotik pada pembuluh darah proksimal dapat
berfunsgi sebagai sumber pembentukan embolus yang akan menyebabkan stroke di
salah satu daerah perfusi pembuluh darah tersebut yang biasa disebut embolisme
artery-to-artery. Permasalahan penting di sini adalah stenosis parah di arteri karotis
interna proksimal sering menghasilkan baik stroke iskemik atau embolik; pada derajat
yang lebih ringan biasanya tidak terjadi. Sebuah mekanisme lainnya terjadi saat plak
aterosklerotik besar di pembuluh darah besar dari sirkulus Willisi menyumbat orifisium
dari pembuluh-pembuluh darah kecil, dimana yang paling sering adalah cabagn
lentikulostriatum dari arteri serebri media atau pembuluh darah thalamostriatum dari
arteri serebri posterior, yang menyebabkan stroke kecil, atau lebih tersebar, di lokasi
yang lebih dalam.
Mengenai apakah ruptur plak berperan dalam sumbatan pembuluh darah atau
terbentuknya trombus, seperti yang terjadi pada arteri koroner, hal ini masih belum

jelas. Pada arteri karotid, Hosseini dan sejawat menemukan bukti dari pendarahan
intraplak menggunakan teknik MRI spesial dan menemukan perubahan-perubahan ini
bersifat prediktif pada stroke yang terjadi pada perdarahan distal dari arteri yang
bersangkutan. Penelitian sebelumnya oleh Fisher dan Ojemann, yang dikutip di dalam
referensi, melibatkan beberapa pemotongan dari plak arteri yang dilepaskan dalam
pembedahan, membuktikan hal sebaliknya. Jal ini jelas bahwa semakin parah ateromata
fokal, semakin mungkin pula terjadinya komplikasi trombotik. Mengenai apakah
kompleksitas plak arteri karotid dengan ulserasi merupakan komponen penting dari
risiko stroke, sebagai contoh, dengan menjadi sumber emboli kecil, masih belum
dipastikan. Dan lagi, stenosis derajat tinggilah, biasanya penyempitan lebih dari 90
persen dari ukuran lumen, atau lumen residual yang kurang dari sekitar 2 mm, atau
arteri karotid yang lebih mungkin dihubungkan dengan stroke pada wilayah pembuluh
darah distal.
Lesi ateromatosa dapat menyusut dengan efek dari diet atau obat-obat penurun kadar
lemak darah. Hennerici dan sejawat mengikuti sejumlah pasien dengan stenosis karotis
selama periode 18 bulan dan melihat regresi spontan pada hampir 20 persen lesi. Namun
kebanyakan kasus pada umumnya, aterosklerosis merupakan penyakit yang bersifat
progresif.
Elemen hemostasis, baik faktor pembekuan dan platelet, yang menghasilkan trombus di
dalam pembuluh darah tergolong kompleks dan telah menjadi objek penelitian yang
intens (lihat Furie dan Furie untuk diskusi dalam bidang ini). Namun, seperti pada kasus
penyakit arteri koroner, perkembangan dan perbesaran trombus sering berperan sebagai
elemen terakhir dalam sumbatan vaskuler serebral dan pada stroke iskemik. Hal ini
terlihat cukup masuk akal, walau tidak diteliti secara cukup, bahwa karakteristik
temporal dari stroke aterotrombotik mencerminkan pertumbuhan bekuan darah ini di
dalam pembuluh darah. Mekanisme-mekanisme biologis ini telah dibawa kedalam
terapi dan pencegahan stroke.
Emboli Serebral
Ini merupakan penyebab tersering stroke iskemik dan semua jenis stroke, emboli
serebral terjadi paling cepat, seperti guruh dari langit. Sebagai panutan, gambaran

komplit muncul dalam hitungan detik, memperlihatkan gambaran profil temporal ideal
dan sempurna dari stroke. Meski dengan ketiba-tibaannya dimana muncul stroke dan
tidak adanya gejala prodromal mengarahkan dengan kuat kasus ke embolisme,
diagnosis didasarkan secara total pada gambaran klinis. Embolisme selalu memerlukan
pertimbangan yang cermat pada orang berusia muda, dimana aterosklerosis lebih jarang
terjadi. Hanya terkadang masalah muncul dengan lebih perlahan, dalam jangka waktu
beberapa jam, dengan beberapa fluktuasi gejala. Mungkin, dalam kasus-kasus ini,
embolus memulai sebuah persebaran pembentukan trombus pada pembuluh darah yang
ia sumbat.
Pada sebagian besar kasus, material emboli terdiri dari fragmen yang telah terputus dari
sebuah trombus di dalam jantung (kardioemboli). Pada lebih sedikit kasus, sumbernya
adalah intraarterial dari ujung distal sebuah trombus dalam lumen arteri karotis atau
vertebral yang tersumbat atau mengalami stenosis parah, atau gumpalan darah yang
berasal dari sistem vena sistemik dan melawi bukaan dari dinding jantung, atau sumber
embolus tersebut dapat berasal dari plak ateromatosa besar pada aorta. Material
trombotik atau terinfeksi (endokarditis) yang menempel ke katup jantung aortik atau
mitral dan terlepas juga merupakan sumber emboli yang sering ditemukan, sama halnya
dengan gumpalan darah yang muncul dari katup jantung prostetik. Emboli yang
disebabkan oleh lemak, sel tumor (miksoma atrial), fibrokartilako, cairan amnion, atau
udara masuk ke dalam diagnosis banding stroke hanya dalam kondisi-kondisi khusus.
Embolus biasanya tertahan pada bifurkasi atau lokasi lain dimana terdapat penyempitan
alami dari lumen pembuluh darah intrakranial. Hasil infark dapat berupa keucatan,
pendarahan, atau campuran; infark hemoragik hampir selalu menandakan embolisme
(walau sumbatan vena dapat menyebabkan hal yang serupa). Wilayah otak manapun
dapat terkena dampaknya, wilayah perfusi arteri serebri media, secara khusus bagian
superior, merupakan lokasi yang paling sering terkena. Kedua hemisfer serebral juga
dapat terkena dengan kemungkinan yang sama. Gumpalan darah embolik besar dapat
menyumbat pembuluh darah besar (sebagai contoh, arteri karotis di leher atau pada
ujung intrakranialnya), dimana fragmen kecil dapat mencapai hngga pembuluh darah
dengan diameter 0,2 mm, biasanya dengan efek yang tidak berturutan. Materi embolik
dapat tetap tertahan dan menutup lumen dengan kuat, namun sering juga terpecah

menjadi pecahan-pecahan yang masuk ke pembuluh darah yang lebih kecil, sehingga
walau dengan pemeriksaan patologis yang teliti dapat gagal menyingkapkan likasi akhir
mereka. Pada kasus ini, efek klinis dapat mereda. Dikarenakan oleh kecepatan dimana
sumbatan embolik muncul, aliran kolateral yang fungsional belum dapat muncul.
Sehingga, daerah distal otak yang terbebas dari dampak sumabtan tidak biasanya
muncul seperti pada trombosis yang muncul secara perlahan.
Berdasarkan Framingham Heart Study, pasien dengan fibrilasi atrial kronik
diperkirakan enam kali lebih rentan mengalami stroke dibandingkan dengan populasi
berusia sama dengan ritme jantung normal (Wolf dkk, 1983)

Anda mungkin juga menyukai