anterior saat ia lewat ke arah anterior lalu berbelok menyusuri korpus kallosum. Dua
lokasi terakhir jauh lebih jarang terjadi dibandingkan tiga lokasi pertama. Munculnya
plak pada arteri serebral diluar percabangan pertamanya setelah sirkulus Willisi
tergolong jarang terjadi. Dan juga, merupakan hal yang tidak umu terjadi apabila arteri
serebelar dan oftalmik memperlihatkan kejadian ateromatosa. Arteri karotis komunis
dan vertebralis pada titik awal mereka dari aorta merupakan lokasi tambahan dimana
sering terjadi penumpukan ateroma, namun dikarenakan banyaknya jaras arteri
kolateral, sumbatan pada lokasi-lokasi tersebut lebih jarang diasosiasikan dengan
iskemia serebral sebagaimana yang akan dibahas kemudian.
Aterotrombosis dapat menyebabkan infark serebral melalui beberapa cara. Cara yang
paling jelas adalah melalui plak yang menyumbat atau trombus yang muncul di atas
plak yang menutupi lumen dari pembuluh darah utama intraserebral, seperti arteri
serebral media, yang lalu menghentikan sirkulasi darah menuju daerah otak yang
diperdarahi oleh pembuluh-pembuluh darah tersebut. Sebuah variasi dari mekanisme ini
adalah satu dari sumbatan oleh aterosklerosis di pembuluh darah yang lebih proksimal,
seperti bagian distal arteri karotis. Hal ini akan menyebabkan infark pada daerah
diantara cabang-cabang utama dari sirkulasi arteri karotis interna yang termasuk paling
rawan mengalami penurunan sirkulasi darah yang sering disebut watershed
infarction. Atau, sebuah lesi aterotrombotik pada pembuluh darah proksimal dapat
berfunsgi sebagai sumber pembentukan embolus yang akan menyebabkan stroke di
salah satu daerah perfusi pembuluh darah tersebut yang biasa disebut embolisme
artery-to-artery. Permasalahan penting di sini adalah stenosis parah di arteri karotis
interna proksimal sering menghasilkan baik stroke iskemik atau embolik; pada derajat
yang lebih ringan biasanya tidak terjadi. Sebuah mekanisme lainnya terjadi saat plak
aterosklerotik besar di pembuluh darah besar dari sirkulus Willisi menyumbat orifisium
dari pembuluh-pembuluh darah kecil, dimana yang paling sering adalah cabagn
lentikulostriatum dari arteri serebri media atau pembuluh darah thalamostriatum dari
arteri serebri posterior, yang menyebabkan stroke kecil, atau lebih tersebar, di lokasi
yang lebih dalam.
Mengenai apakah ruptur plak berperan dalam sumbatan pembuluh darah atau
terbentuknya trombus, seperti yang terjadi pada arteri koroner, hal ini masih belum
jelas. Pada arteri karotid, Hosseini dan sejawat menemukan bukti dari pendarahan
intraplak menggunakan teknik MRI spesial dan menemukan perubahan-perubahan ini
bersifat prediktif pada stroke yang terjadi pada perdarahan distal dari arteri yang
bersangkutan. Penelitian sebelumnya oleh Fisher dan Ojemann, yang dikutip di dalam
referensi, melibatkan beberapa pemotongan dari plak arteri yang dilepaskan dalam
pembedahan, membuktikan hal sebaliknya. Jal ini jelas bahwa semakin parah ateromata
fokal, semakin mungkin pula terjadinya komplikasi trombotik. Mengenai apakah
kompleksitas plak arteri karotid dengan ulserasi merupakan komponen penting dari
risiko stroke, sebagai contoh, dengan menjadi sumber emboli kecil, masih belum
dipastikan. Dan lagi, stenosis derajat tinggilah, biasanya penyempitan lebih dari 90
persen dari ukuran lumen, atau lumen residual yang kurang dari sekitar 2 mm, atau
arteri karotid yang lebih mungkin dihubungkan dengan stroke pada wilayah pembuluh
darah distal.
Lesi ateromatosa dapat menyusut dengan efek dari diet atau obat-obat penurun kadar
lemak darah. Hennerici dan sejawat mengikuti sejumlah pasien dengan stenosis karotis
selama periode 18 bulan dan melihat regresi spontan pada hampir 20 persen lesi. Namun
kebanyakan kasus pada umumnya, aterosklerosis merupakan penyakit yang bersifat
progresif.
Elemen hemostasis, baik faktor pembekuan dan platelet, yang menghasilkan trombus di
dalam pembuluh darah tergolong kompleks dan telah menjadi objek penelitian yang
intens (lihat Furie dan Furie untuk diskusi dalam bidang ini). Namun, seperti pada kasus
penyakit arteri koroner, perkembangan dan perbesaran trombus sering berperan sebagai
elemen terakhir dalam sumbatan vaskuler serebral dan pada stroke iskemik. Hal ini
terlihat cukup masuk akal, walau tidak diteliti secara cukup, bahwa karakteristik
temporal dari stroke aterotrombotik mencerminkan pertumbuhan bekuan darah ini di
dalam pembuluh darah. Mekanisme-mekanisme biologis ini telah dibawa kedalam
terapi dan pencegahan stroke.
Emboli Serebral
Ini merupakan penyebab tersering stroke iskemik dan semua jenis stroke, emboli
serebral terjadi paling cepat, seperti guruh dari langit. Sebagai panutan, gambaran
komplit muncul dalam hitungan detik, memperlihatkan gambaran profil temporal ideal
dan sempurna dari stroke. Meski dengan ketiba-tibaannya dimana muncul stroke dan
tidak adanya gejala prodromal mengarahkan dengan kuat kasus ke embolisme,
diagnosis didasarkan secara total pada gambaran klinis. Embolisme selalu memerlukan
pertimbangan yang cermat pada orang berusia muda, dimana aterosklerosis lebih jarang
terjadi. Hanya terkadang masalah muncul dengan lebih perlahan, dalam jangka waktu
beberapa jam, dengan beberapa fluktuasi gejala. Mungkin, dalam kasus-kasus ini,
embolus memulai sebuah persebaran pembentukan trombus pada pembuluh darah yang
ia sumbat.
Pada sebagian besar kasus, material emboli terdiri dari fragmen yang telah terputus dari
sebuah trombus di dalam jantung (kardioemboli). Pada lebih sedikit kasus, sumbernya
adalah intraarterial dari ujung distal sebuah trombus dalam lumen arteri karotis atau
vertebral yang tersumbat atau mengalami stenosis parah, atau gumpalan darah yang
berasal dari sistem vena sistemik dan melawi bukaan dari dinding jantung, atau sumber
embolus tersebut dapat berasal dari plak ateromatosa besar pada aorta. Material
trombotik atau terinfeksi (endokarditis) yang menempel ke katup jantung aortik atau
mitral dan terlepas juga merupakan sumber emboli yang sering ditemukan, sama halnya
dengan gumpalan darah yang muncul dari katup jantung prostetik. Emboli yang
disebabkan oleh lemak, sel tumor (miksoma atrial), fibrokartilako, cairan amnion, atau
udara masuk ke dalam diagnosis banding stroke hanya dalam kondisi-kondisi khusus.
Embolus biasanya tertahan pada bifurkasi atau lokasi lain dimana terdapat penyempitan
alami dari lumen pembuluh darah intrakranial. Hasil infark dapat berupa keucatan,
pendarahan, atau campuran; infark hemoragik hampir selalu menandakan embolisme
(walau sumbatan vena dapat menyebabkan hal yang serupa). Wilayah otak manapun
dapat terkena dampaknya, wilayah perfusi arteri serebri media, secara khusus bagian
superior, merupakan lokasi yang paling sering terkena. Kedua hemisfer serebral juga
dapat terkena dengan kemungkinan yang sama. Gumpalan darah embolik besar dapat
menyumbat pembuluh darah besar (sebagai contoh, arteri karotis di leher atau pada
ujung intrakranialnya), dimana fragmen kecil dapat mencapai hngga pembuluh darah
dengan diameter 0,2 mm, biasanya dengan efek yang tidak berturutan. Materi embolik
dapat tetap tertahan dan menutup lumen dengan kuat, namun sering juga terpecah
menjadi pecahan-pecahan yang masuk ke pembuluh darah yang lebih kecil, sehingga
walau dengan pemeriksaan patologis yang teliti dapat gagal menyingkapkan likasi akhir
mereka. Pada kasus ini, efek klinis dapat mereda. Dikarenakan oleh kecepatan dimana
sumbatan embolik muncul, aliran kolateral yang fungsional belum dapat muncul.
Sehingga, daerah distal otak yang terbebas dari dampak sumabtan tidak biasanya
muncul seperti pada trombosis yang muncul secara perlahan.
Berdasarkan Framingham Heart Study, pasien dengan fibrilasi atrial kronik
diperkirakan enam kali lebih rentan mengalami stroke dibandingkan dengan populasi
berusia sama dengan ritme jantung normal (Wolf dkk, 1983)