LAPORAN
HASIL PENELITIAN DOSEN
OLEH
Ketua Peneliti
NIK / NUPN
Judul Penelitian
:
PENGARUH PEMBERIAN COGNITIV SUPPORT
(INFORMASI) TENTANG PENYAKIT DIABETES MELLITUS TERHADAP
MEKANISME KOPING PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RS SIDOWARAS
Peneliti
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Nama Lengkap
NIK
NIDN
Pangkat/Golongan
Jabatan Fungsional
Fakultas/Jurusan
Pusat penelitian
Asal Institusi
Telepon/Faks/E-mail
:
: Amar Akbar, S. Kep., Ns.
: 162 601 100
: 9907146557
: IIIa
:: Ilmu Keperawatan
: LPPM AKPER Bina Sehat PPNI Mojokerto
: AKPER Bina Sehat PPNI Mojokerto
: 0321 390203/amar.akper.ppni@gmail.com
: Rp 5.000.000,-
Mengetahui,
Direktur Akper
Ketua Peniliti
( Ana Zakiyah,M.Kep.)
NIK 162 601 036
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
ABSTAK ................................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..............................................................................
22
23
24
25
25
26
26
29
31
31
31
32
32
iii
33
33
33
The fact that there is in Diabetes Mellitus patients show maladaptive coping such as
difficulty in maintaining adequate blood sugar control and not on a regular basis. The
phenomenonon is happening right now in the Hospital Diabetes Mellitus patients Sido Waras
there is not adaptive in coping with irregular markin disease control and unstable blood sugar
levels. The expectation after the administration of cognitive support (information) Diabetes
Mellitus patients showed an adaptive coping, thus slowing the occurrence of complications.
Purpose of the study to analyze the influence giving cognitive support (informations) about
Diabetes Mellitus disease against coping mechanism to the patient at Sido Waras hospital.
The Research desing using a pre-experiment (one group pre test - post test desaign) with a
sample of Diabetes Mellitus disease patients at Sido Waras hospital as many as 28
respondents. Sampling technique using a consecutive sampling. In the Wilcoxon signed ranks
test p = 0.000 obtained test (p<0.05) and z = -3.873a. This means that there are the difference
in coping before and after the given in formation. It can be concluded that there was a
significant effecton the provision of information to thepatient's coping mechanisms Diabetes
Mellitus. And as a suggestion that the provision of adequate information will form an
adaptive coping so that it can slow down/reduce the occurrence of complications and
encourage patients to regularly control.
Key words: Diabetes Mellitus, cognitive support (information), coping mechanisms.
6
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Meningkatnya prevalensi Diabetes Mellitus di negara berkembang termasuk
beban fisiologis pasien akan menjadi lebih serius. Selain itu ketidak patuhan tersebut
merupakan salah satu hambatan untuk tercapainya tujuan pengobatan, juga mengakibatkan
pasien mendapatkan pemeriksaan atau pegnobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Pada
akhirnya pasien akan mendapatkan komplikasi penyakit lain lebih cepat
bahkan bisa
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian cognitive support (informasi) tentang
DM terhadap mekanisme koping pada pasien DM di Rumah Sakit Sido Waras.
2
1
Tujuan Khusus
Mengidentifikasi mekanisme koping pasien DM sebelum diberi informasi tentang
penyakit DM di Rumah Sakit Sido Waras
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA
Etiologi
Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk
mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang
tepat terhadap insulin.
Penyebab diabetes lainnya adalah:
a. Kadar kortikosteroid yang tinggi
b. Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan.
c. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
d. Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
2.1.3.
Patofisiologi
Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu badan juga memerlukan energi supaya sel badan
dapat berfungsi dengan baik. Pada manusia bahan bakar itu berasal dari makanan yang
dimakan sehari - hari, yang terdiri dari karbohidrat ( gula dan tepung tepungan ), protein
( asam amino ) dan lemak ( asam lemak ). Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus
kemudian masuk ke pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan
10
organ organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan
bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel
terjadi proses metabolisme, dalam proses metabolisme insulin memegang peranan yang
sangat penting. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggung
jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke
dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi.
2.1.3.1. Patofisiologi DM tipe 1
Insulin pada diabetes tipe 1 tidak ada, ini disebabkan oleh karena pada jenis ini timbul
reaksi autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini menyebabkan
timbulnya anti bodi terhadap sel beta yang disebut ICA ( Islet Cell Antibody ). Reaksi antigen
( sel beta ) dengan antibodi ( ICA ) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta.
Insulitis bisa disebabkan macam macam diantaranya virus, seperti virus cocsakie, rubella,
CMV, herpes dll. Yang diserang pada insulitis ini hanya sel beta, biasanya sel alfa dan delta
tetap utuh
2.1.3.2. Patofisiologi DM tipe 2
Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah
reseptor insulin yang berada dipermukaan sel yang kurang. Reseptor insulin ini dapat
diibaratkan sebagai lubang kunci, pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang
kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak kuncinya ( insulin ) banyak, tetapi karena
lubang kuncinya ( reseptor ) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit , sehingga sel
akan kekurangan bahan bakar ( glukosa ) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat.
Dengan demikian keadaan ini sama dengan DM tipe 1. Perbedaannya adalah DM tipe 2
disamping kadar glukosanya tinggi kadar insulinnya tinggi atau normal, keadaan ini yang
disebut resistensi insulin
Menurut kriteria diagnostik PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) 2006,
seseorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL
dan pada tes sewaktu >200 mg/dL.
11
insulin
12
2.1.5. Manifestasi Klinis
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan dikeluarkan
melalui air kemih.
Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih
dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak
(poliuri). Akibatnya, maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak
minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami
penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan
lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan
tubuh selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol
lebih peka terhadap infeksi.
2.1.6. Mendiagnosis Diabetes Mellitus
Diabetes
13
Puasa
< 110
110-125
> 126
Sewaktu
< 110
110-199
> 200
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi glukosa. Tes ini
dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya pada wanita hamil. Hal ini untuk mendeteksi
diabetes yang sering terjadi pada wanita hamil.
Penderita berpuasa dan contoh darahnya diambil untuk mengukur kadar gula darah
puasa. Lalu penderita diminta meminum larutan khusus yang mengandung sejumlah glukosa
dan 2-3 jam kemudian contoh darah diambil lagi untuk diperiksa.
Hasil glukosa contoh darah dibandingkan dengan kriteria diagnostik gula darah
terbaru yang dikeluarkan oleh PERKENI tahun 2006.
Sebelum berkembang menjadi diabetes tipe 2, biasanya selalu menderita pra-diabetes,
yang memiliki gejala tingkat gula darah lebih tinggi dari normal tetapi tidak cukup tinggi
untuk didiagnosa diabetes. Setidaknya 20% dari populasi usia 40 hingga 74 tahun menderita
pra-diabetes. .
2.1.7. Komplikasi Diabetes
14
Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar (makro) bisa melukai
otak, jantung, dan pembuluh darah kaki (makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil
(mikro) bisa melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka panjang jika
diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi yang lebih sering terjadi dan mematikan
adalah serangan jantung dan stroke.
Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa menyebabkan gangguan penglihatan akibat
kerusakan pada retina mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa menyebabkan
gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa bentuk. Jika satu saraf
mengalami kelainan fungsi (mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara
tiba-tiba menjadi lemah.
Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati
diabetikum), maka pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri seperti
terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering mengalami cedera karena
penderita tidak dapat membedakan perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran
darah ke kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua penyembuhan luka berjalan
lambat. Ulkus di kaki bisa sangat dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya
lama sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.
Penelitian menunjukkan beberapa kerusakan dalam jangka panjang, terutama pada
jantung dan sistem peredaran darah selama pra-diabetes ini. Dengan pre-diabetes, anda akan
memiliki resiko satu setengah kali lebih besar terkena penyakit jantung. Saat Anda menderita
diabetes, maka risiko menjadi 2 hingga 4 kali.
Akan tetapi, pada beberapa orang yang memiliki pra-diabetes, kemungkinan untuk
menjadi diabetes dapat ditunda atau dicegah dengan perubahan gaya hidup.
2.2.8. Terapi Untuk Diabetes Mellitus
15
Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula
darah dalam kisaran yang normal. Namun, kadar gula darah yang benar-benar normal sulit
untuk dipertahankan.
Meskipun demikian, semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan
terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang menjadi semakin berkurang. Untuk
itu diperlukan pemantauan kadar gula darah secara teratur baik dilakukan secara mandiri
dengan alat tes kadar gula darah sendiri di rumah atau dilakukan di laboratorium terdekat.
Pengobatan diabetes meliputi intervensi farmakologis, olah raga dan perencanaan
makan, edukasi. Seseorang yang obesitas dan menderita diabetes tipe 2 tidak akan
memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara
teratur.
Namun, sebagian besar penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan
olah raga yang teratur. Karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat
hipoglikemik (penurun kadar gula darah) per-oral.
Diabetes tipe 1 hanya bisa diobati dengan insulin tetapi tipe 2 dapat diobati dengan
obat oral. Jika pengendalian berat badan dan berolahraga tidak berhasil maka dokter
kemudian memberikan obat yang dapat diminum (oral = mulut) atau menggunakan insulin.
Pembagian terapi farmakologi untuk diabetes, yaitu:
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
2. Terapi Sulih Insulin
2.1.8.1 . Obat hipoglikemik oral
Golongan sulfonilurea seringkali dapat menurunkan kadar gula darah secara adekuat
pada penderita diabetes tipe II, tetapi tidak efektif pada diabetes tipe I. Contohnya adalah
glipizid, gliburid, tolbutamid dan klorpropamid. Obat ini menurunkan kadar gula darah
dengan cara merangsang pelepasan insulin oleh pankreas dan meningkatkan efektivitasnya.
16
Pada diabetes tipe 1, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan
insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin
dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan).
Bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk
insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang
berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya.
Insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau
dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri.
Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja
yang berbeda:
a. Insulin kerja cepat.
Contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar.
Insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai
puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.
Insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan
setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.
b. Insulin kerja sedang.
Contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan.
Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan
17
Perubahan
18
dan informasi. Bahwa informasi baru yang diperoleh seseorang dapat terjadi perubahan
dalam pemikirannya. Ini suatu permulaan untuk memahami perbuatan kognitif .
Pertama, informasi baru yang sama tersebut menyebabkan perubahan perubahan
yang amat berbeda dalam kognisi yang serupa. Terdapat hubungan antara efektifitas
informasi dalam menimbulkan perubahan kognitif dan multikompleksitas, penyesuaian dan
antar kaitan dari sistem kognitif yang sudah ada sebelumnya (Sarwono, 2000)
Kedua, perubahan dalam keinginan individu. Bahwa terdapat kaitan antara keinginan,
tujuan dan hambatan terhadap perubahan kognitif. Sifat perubahan kognitif memungkinkan
individu untuk menyingkirkan hambatan dan mencapai tujuan mulai yang sederhana sampai
yang komplek. Tahap tahap pembentukan kognitif:
1) Kognisi Dan Struktur Kognitif
Kognisi adalah proses sentral yang menghubungkan peristiwa peristiwa di
eksternal dan internal diri sendiri. Kognisi adalah elemen elemen kognitif, yaitu hal
hal yang diketahui oleh seseorang tentang dirinya sendiri, tingkah lakunya, dan keadaan
di sekitarnya. Kognisi adalah proses yang mengubah, mereduksi, memperinci,
menyimpan, mengungkapkan, dan memakai setiap masukan yang datang dari alat indera
(Sarwono, 2000).
Struktur kognitif adalah serangkaian sifat sifat yang terorganisir yang digunakan
oleh individu untuk mengidentifikasi dan mendiskriminasi suatu objek atau peristiwa
tertentu. Struktur kognitif adalah struktur yang terdiri dari elemen elemen berupa ide
ide yang secara sadar dipertahankan oleh seseorang atau satu set ide ide yang
dipertahankan oleh orang yang bersangkutan dan setiap waktu tersedia bagi kesadaran
(Sarwono, 2000).
2) Rangsang
Rangsang ada tiga macam, berdasarkan elemen dari proses penginderaan, yaitu: 1)
Rangsang yang merupakan objek dalam bentuk fisiknya (rangsangan distal). 2) Rangsang
sebagai keseluruhan hal yang tersebar dalam lapang proksimal (belum menyangkut proses
system saraf). 3) Rangsang sebagai representasi fenomenal (gejala yang dikesankan) dari
objek yang ada di luar (Sarwono, 2000).
3) Respon
Respon adalah proses pengorganisasian rangsang. Rangsang proksimal diorganisasikan
sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsang proksimal itu. Pada
individu telah mempunyai unit untuk merespon informasi yang dibuat khusus untuk
19
menangani representasi fenomenal dari keadaan di luar yang ada dalam diri individu
(lingkungan internal). Lingkungan internal digunakan memperkirakan peristiwa yang
terjadi di luar (Sarwono, 2000).
4) Arti
Arti adalah konsep utama dalam teori kognitif dan memainkan peran dalam
menerangkan tentang segala proses psikologi yang komplek. Atau arti adalah hasil dari
proses belajar yang berwujud gejala idiosinkrasi. Dalam proses belajar, arti yang terpendam
dalam simbol simbol dikonversikan dalam isi kognitif yang berbeda beda. Perubahan
dari struktur kognitif yang disebabkan oleh masuknya isi baru inilah yang menimbulkan arti
yang baru. Adanya proses fisiologi (saraf) dalam peristiwa tersebut di atas, menyatakan
bahwa proses fisiologi itu dengan timbulnya arti yang baru tidak ada hubungan sebab akibat
(Sarwono, 2000).
2.2.3 Tingkat Pengetahuan Seseorang Terhadap Informasi
1. Tahu
Tahu diartikan hanya sebagai recall ( memanggil) memori yang telah ada sebelumnya
setelah mengamati sesuatu
2. Memahami ( comprehension)
Memahami suatu obyek bukan sekedar tahu terhadap obyek tersebut, tidak sekedar dapat
menyebutkan, tetapi orang itu harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang
obyek yang diketahui tersebut
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami obyek yang dimaksud dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen komponen yang terdapat dalam suatu
masalah atau obyek yang diketahui. Indikator bahwa pengetahuan seseorang itu sudah
sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau
memisahkan, mengelompokkan , membuat diagram ( bagan) terhadap pengetahuan atau
oyek tersebut
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan
dalam satu hubungan yang logis dari komponen komponen pengetahuan yang dimiliki.
20
Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu obyek tertentu. Penilaian dengan sendirinya didasarkan pada
suatu kriteia yang ditemukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat
2.2.4 Meningkatkan Kognitif
Kognitif dapat ditingkatkan oleh perubahan keyakinan, perubahan emosi dan
perubahan perilaku (Abraham, 1997). Cara lain dengan pendekatan sosial kognitif misalnya
perilaku kesehatan yaitu dengan usaha mencari cara menerangkan perilaku yang berkaitan
dengan kesehatan dimulai dari pertimbangan orang orang mengenai kesehatan. Juga
melakukan tindakan pencegahan tergantung secara langsung pada hasil dari keyakinan atau
penilaian kesehatan (Smet, 1994).
2.2.5 Faktor faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) menyebutkan faktor factor yang mengpengaruhi
pengetahuan diantaranya : pertama faktor Pendidikan dimana semakin tinggi pendidikan
seseorang maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal
yang baru tersebut. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan
seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak
berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh
di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Kedua
faktor Pengalaman dimana faktor pengalaman ini berkaitan dengan umur dan pendidikan
individu, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pengalamannya dan
semakin tua seseorang maka akan semakin banyak pengalamannya. Ketiga faktor sosial
ekonomi dimana Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang,
sedang ekonomi dikaitkan dengan pendidikan. Jika ekonomi baik maka tingkat pendidikan
akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan juga akan tinggi. Keempat faktor kultur (budaya,
agama) dimana budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena
informasi yang baru dan diambil yang sesuai dengan budaya yang ada dan agama yang dianut
2.3 Konsep Mekanisme Koping
2.3.1 Definisi
21
22
umur usia muda lebih mudah mengalami peningkatan stres dibandingkan dengan umur usia
dewasa. Lazarus (dalam Suprapto, 2002) mengatakan bahwa struktur psikologis individu
yang komplek dan sumber koping yang berubah sesuai dengan
tingkat usianya akan menghasilkan reaksi yang berbeda dalam menghadapi situasi yang
menekan.Makin tua umur seseorang makin kontruktif dalam menggunakan koping terhadap
masalah yang dihadapi ( Nursalam , 2001)
2. Jenis Kelamin
Pria dan wanita mempunyai koping yang berbeda dalam menghadapi masalah. Perilaku
koping wanita biasanya lebih ditekankan pada usaha untuk mencari dukungan sosial dan
lebih menekankan pada relegius, sedangkan pria lebih menekankan pada tindakan langsung
untuk menyelesaikan pokok permasalahan. Pada jenis kelamin perempuan (khususnya
melankolis) mempunyai koping yang maladaptif sehingga lebih rentan terhadap penyakit
(Putra, 2003).
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan proses hasil belajar yang berlangsung di suatu lembaga pendidikan
atau instusi dengan berbagai jenjang. Individu yang mempunyai pendidikan tinggi akan tinggi
pula perkembangan kognitifnya yaitu dengan adanya pengalaman pengalaman bersama dan
pengembangan cara cara pemikiran baru mengenai masalah
2.3.4 Meningkatkan Koping
Dengan cara meningkatkan dukungan sosial, meningkatkan kontrol pribadi atau
kontrol yang dirasakan, mengatur kehidupan yang lebih baik (misal pengaturan waktu),
mempersiapkan diri terhadap kejadian yang penuh stress, fitnes, modifikasi perilaku ( Taylor,
1991).
23
Skiner seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau
reaksi seseorang tehadap stimulus ( rangsang dari luar )
2.4.2. Pengelompokan Perilaku Manusia
Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Perilaku tertutup
Perilaku tertutup terjadi bila respon terhadap terhadap stimulus belum dapat diamati
( dari luar ) secara jelas. Respon masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan,
persepsi pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan
2. Perilaku terbuka
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan
atau praktik. Ini dapat diamati orang lain dari luar
2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seseorang
Menurut (Sunaryo.2004), perilaku dipengaruhi oleh faktor endogen dan faktor eksogen
Faktor endogen yaitu :
1. Faktor genetik atau keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk kelanjutan
perkembangan perilaku makhluk hidup itu.
2. Jenis ras, setiap ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda satu
dengan lainnya.
3. Jenis kelamin, perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan
melakukan pekerjaan sehari-hari. Perilaku pada pria disebut maskulin, sedangkan
perilaku wanita disebut feminin.
4. Sifat fisik, misalkan perilaku pada individu yang pendek dan gemuk berbeda dengan
individu yang memiliki fisik tinggi kurus.
5. Sifat kepribadian, perilaku individu tidak ada yang sama karena adanya perbedaan
kepribadian yang dimiliki individu, yang dipengaruhi oleh aspek kehidupan seperti
pengalaman,usia watak, tabiat, sistem norma, nilai dan kepercayaan yang dianutnya.
24
6. Bakat pembawaan, bakat merupakan interaksi dari faktor genetik dan lingkungan serta
bergantung pada adanya kesempatan untuk pengembangan.
7. Inteligensi, Ebbinghaus mendefinisikan inteligensi adalah kemampuan untuk membuat
kombinasi. Dari batasan tersebut dapat dikatakan bahwa inteligensi sangat berpengaruh
terhadap perilaku individu.
Faktor eksogen yaitu :
1. Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik fisik,
biologis maupun sosial. Ternyata lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku
individu
2. Pendidikan. Proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku
individu maupun kelompok.
3. Agama. Agama sebagai suatu keyakinan hidup yang masuk ke dalam konstruksi
kepribadian seseorang sangat berpengaruh dalam cara berpikir, bersikap, beraksi, dan
berperilaku individu.
4. Sosial ekonomi, telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu lingkungan yang
berpengaruh terhadap perilaku seseorang adalah lingkungan sosial.
5. Kebudayaan. Ternyata hasil kebudayaan manusia akan mempengaruhi perilaku manusia
itu sendiri.
6. Faktor-faktor lain: Susunan saraf pusat, Persepsi, Emosi
2.4.4. Domain Perilaku
Menurut (Notoatmodjo, 2003), meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan
respons sangat tergantung pada karekteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun
respon tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus
yang berbeda disebut determinan perilaku. Benyamin Bloom ( 1908) membedakan 3 wilayah
25
perilaku. Dalam perkembangan selanjutnya, berdasar pembagian domain oleh Bloom ini, dan
untuk kepentingan pendidikan praktis, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku
1. Pengetahuan ( knowledge)
Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan seseorang terhadap obyek melalui indra
yang dimilikinya ( mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada
waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda.
2. Sikap (Attitude)
Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang
sudah melibatkan factor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang,
setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan
sangat sederhana, yakni: An indivisuals attitude is syndrome of response consistency
with regard to object. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau
kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan
pikiran, perasaan, pehatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
Newcomb, salah seorang ahli psikologi social menyatakan bahwa sikap adalah
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupukan
pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan
(reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan),
atau reaksi tertutup.
3. Tindakan atau Praktik (Practice)
Seperti telah disebutkandi atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak
(praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya
tindakan perlu factor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik
atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya
26
Faktor yang
berpengaruh
terhadap
perilaku
Faktor Endogen
a.
b.
c.
d.
e.
Genetik
Ras
Jenis kelamin
Sifat fisik
Sifat
kepribadian
f. Pembawaan
g. Intelegensi
Lingkungan
Pendidikan
Agama
Sosial
ekonomi
e. Faktor-
Predisposing
factors
a.
b.
c.
d.
e.
Pengetahuan
Sikap
Kepercayaan
Keyakinan,
Nilai nilai
Enabling
factors
a. Ketersediaan
Sarana
kesehatan
b. Informasi
Reinforcing
factors
sikap dan
perilaku
27
Pasien DM
Perilaku
Koping
Perilaku
Tertutup
a. Knowledge
Perilaku
Terbuka
Praktis
b. Attit ude
Adaptif
Maladaptif
Tahap
tingkat
pengetahu
an
Setelah
mendapat
Informasi
Tahu
Memahami
Aplikasi
Analisis
Sintesis
Gambar 2.1 Kerangka Teori Pengaruh Pemberian Cognitive Support (informasi) Tentang
Penyakit DM Terhadap Mekanisme Koping Pada Pasien di Rumah Sakit
Sido Waras
Cognitive
Support
(informasi)
28
Pasien DM
Tahap
tingkat
pengetahu
an
a. Tahu
Enabling
factors
Perilaku
koping
a. Ketersediaa
n
Sarana
kesehatan
Knowledge
Attitude
Reinforcing
factors
sikap dan
perilaku
petugas
Keterangan: Diteliti
Memahami
Aplikasi
Analisis
e. Sintesis
Adaptif
Maladapti
f
Tidak Diteliti =
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Pengaruh Pemberian Cognitive Support (informasi) Tentang
Penyakit DM Terhadap Mekanisme Koping Pada Pasien di Rumah Sakit Sido
Waras
2.6 Hipotesis
29
BAB 3
METODE PENELITIAN
30
31
Definisi
Parameter
Operasional
Independen: Keterangan atau 1.Pengertian
Cognitive
pemberitahuan
Penyakit
support
atau
berita
Diabetes
(informasi)
tentang Diabetes
Mellitus
Mellitus.
Alat
Skala
Skor
Ukur
2.Penatalaksanaan
penyakit DM :
a. Perencanaan
makan
b. Olah raga
c. Terapi
farmakologi
d. Olah raga
e. Edukasi
Dependen:
Segala
Mekanisme
yang
Koping
penderita
yang
sesuatu 1.Knowledge
dilakukan 2.Attitude
DM 3.Praktis
terbentuk
Kuesion
er
Ordinal
Sangat tidak
setuju =1
Tidak setuju
=2
setelah mendapat
Setuju = 3
informasi
Sangat setuju
adekuat.
yang
=4
Dengan
penilaian:
32
20
maladaptif
21 40 =
adaptif
sampel
menggunakan
33
Gambar 3.1 Kerangka kerja Pengaruh Pemberian Cognitive Suppor (informasi) tentang
Penyakit DM Terhadap Mekanisme Koping Pada Pasien di
Waras
itu
dilakukan
intervensi
(diberikan
informasi)
tentang
penyakit
dan
penatalaksanaannya yang diberikan langsung oleh peneliti kepada responden. Setelah itu
responden kemudian dilakukan post test yaitu mengisi kuesioner yang sama untuk
mengetahui koping.
: Tidak setuju
34
: Setuju
: Sangat setuju
Setelah data didapat skor atau nilai masing masing pertanyaan selanjutnya
dijumlahkan. Kemudian hasil penelitian tersebut diidentifikasi berdasarkan krteria yang telah
di buat.
Uji statistik non parametrik yang digunakan adalah wilcoxon sign rank test untuk
mengetahui variabel independen dan dependen dengan tingkat kemaknaan p < 0.05.
Selanjutnya dibandingkan koping sebelum dan sesudah diberikan informasi. Tujuan dari
analisa uji di atas adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh pemberian cognitive
support (informasi) tentang Diabetes Mellitus terhadap mekanisme koping pada pasien
Diabetes Mellitus, analisis ini menggunakan SPSS 17 .
3.7 Masalah Etika
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan
manusia,maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi
dalam kegiatan penelitian (Hidayat, 2010) Pada penelitian ini harus mengajukan permohonan
ijin dari Direktur Rumah Sakit Sido Waras Mojokerto untuk mendapatkan persetujuan. Pada
responden yang akan diteliti ada beberapa permaslahan sebagai berikut :
3.7.1 Informed Consent
Subyek harus mendapat informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan
dilakukan, mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Juga
dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu
(Nursalam, 2003).
3.7.2 Anonimity
Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak mencantumkan nama responden, tetapi
memberi kode tertentu sebagai tanda keikutsertaannya.
3.7.3 Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan subyek dijamin oleh peneliti.
3.8 Keterbatasan
Peneliti dalam melaksanakan penelitian ini mengalami keterbatasan sebagai berikut
3.8.1 Keterbatasan Sampel
35
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian yang diterapkan.
Selanjutnya hasil penelitian ini akan dianalisa sesuai variabel yang diteliti
4.1 Hasil Penelitian
Pada hasil penelitian ini penyajian dibagi menjadi dua bagian yaitu data umum dan data
khusus. Data umum akan menampilkan karakteristik responden yang meliputi umur, jenis
36
Umur
30 40 th
Frekuensi
5
Prosentase ( % )
18 %
41 50 th
10
36 %
51 60 th
Jumlah
13
28
46 %
100 %
Jenis Kelamin
Laki laki
Frekuensi
11
Prosentase ( % )
39 %
Perempuan
17
61 %
37
Jumlah
28
100 %
Pada tabel 4.2 menunjukkan responden terbesar berjenis kelamin perempuan sebanyak 61
%
3) Tingkat Pendidikan
Tabel 4,3 Distriusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Rumah
Sakit Sido Waras Bulan Januari 2012
No
1
Tingkat Pendidikan
SD
Frekuensi
Prosentase ( % )
3%
SMP
11 %
SMA
16
57 %
Akademik/Perguruan
29 %
Tinggi
Jumlah
28
100 %
Pada tabel 4.3 menunjukan responden terbesar berpendidikan SMA sebanyak 57 %
4) Pekerjaan
Tabel 4.4 Distriusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Rumah Sakit Sido
Waras Bulan Januari 2012
No
1
Pekerjaan
Frekuensi
PNS
11
Prosentase ( % )
39 %
Swasta
29 %
Wiraswasta
14 %
Tani
Jumlah
5
28
18 %
100 %
Mekanisme Koping
Adaptif
Frekuensi
10
Prosentase ( % )
36 %
38
Mal Adaptif
Jumlah
18
28
64 %
100 %
Pada tabel 4.5 menunjukkan responden sebagian besar memiliki koping mal adaptif yaitu
sebesar 64 %
Diabetes Mellitus di
Mekanisme Koping
Adaptif
27
Frekuensi
Prosentase ( % )
96 %
Mal Adaptif
Jumlah
1
28
4%
100 %
Tabel 4.6 menunjukkan responden sebagian besar memiliki koping adaptif yaitu sebanyak
96 %
2)
Berdasarkan teori
dibandingkan dengan umur usia dewasa. Berdasarkan teori juga menjelaskan bahwa
pengalaman ini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin luas pengalamannya dan semakin tua seseorang maka akan semakin
39
dibandingkan dengan umur usia dewasa. Makin tua umur seseorang makin kontruktif dalam
menggunakan koping terhadap masalah yang dihadapi ( Nursalam , 2001). Jadi ternyata
memang sudah sesuai dengan teori yang ada karena sebagian besar dari pasien tersebut
memiliki koping yang adaptif setelah mendapatkan informasi tentang penyakitnya
Untuk tabulasi data yang lain yaitu untuk pendidikan responden sebagian besar
berpendidikan SMA yaitu sebanyak 57 %. Berdasarkan teori Individu yang mempunyai
pendidikan tinggi akan tinggi pula perkembangan kognitifnya yaitu dengan adanya
pengalaman pengalaman bersama dan pengembangan cara cara pemikiran baru mengenai
masalah ( Handayani, 2000). Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
40
diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak
berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh
di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Dari 16
responden yang berpendidikan SMA semua memiliki koping yang adaptif dan satu orang
yang maladaptive adalah berpendidikan SMP Jadi ternyata memang sudah sesuai dengan
teori yang ada karena sebagian besar dari pasien tersebut memiliki koping yang adaptif
setelah mendapatkan informasi tentang penyakitnya
Tabulasi data jenis kelamin yang lebih banyak respondennya berjenis kelamin perempuan
sebanyak 61 %. Berdasar teori Perilaku koping wanita biasanya lebih ditekankan pada usaha
untuk mencari dukungan sosial dan lebih menekankan pada relegius, sedangkan pria lebih
menekankan pada tindakan langsung untuk menyelesaikan pokok permasalahan. Pada jenis
kelamin perempuan (khususnya melankolis) mempunyai koping yang maladaptif sehingga
lebih rentan terhadap penyakit (Putra, 2003). Tapi ternyata 1 responden yang maladaptive
justru berjenis kelamin laki laki. Jadi ternyata laki laki tidak selalu memiliki koping
adaptif bisa dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu pendidikan/pengetahuan, pengalaman,
umur , ekonomi dll
5.2.2 Analisa Pengaruh Pemberian Cognitive Support (informasi) Tentang DM Terhadap
Koping Pasien
Berdasarkan hasil penelitian dengan perhitungan menggunakan uji wilcoxon sign
rank test bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian cognitive support
(informasi) terhadap koping pada pasien Diabetes Mellitus
teori. Perilaku koping terbentuk melalui perubahan cara berpikir (kognitif), perubahan
perilaku atau lingkungan yang bertujuan untuk menyelesaikan stress yang dihadapi. Perilaku
koping juga terbentuk melalui proses belajar, mengingat dan relaksasi. Belajar di sini adalah
kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh faktor internal dan eksternal
(Nursalam, 2003). Perilaku Koping juga dipengaruhi oleh Knowledge, attitude, praktis.
( Notoadmojo, 2010)
Informasi baru yang diperoleh seseorang, dapat terjadi perubahan perubahan dalam
pemikirannya. Informasi baru dapat menyebabkan perubahan yang amat berbeda dalam
kognisi yang serupa. Informasi baru menyebabkan perubahan dalam keinginan individu
Perubahan keinginan individu dan informasinya saling berkaitan. Jika orang memperoleh
keinginan baru, mereka terdorong mencari informasi baru untuk mengetahui lebih banyak
41
mengenai suatu masalah, dapat timbul keinginan baru sehingga akan mendorong mereka
untuk mengetahui lebih banyak lagi (Smet, 1994)
Hasilnya berupa perubahan perubahan pada kognisi, perubahan perilaku, dan
menghadapkan diri pada informasi dan pendapat pendapat baru yang sudah diseleksinya.
Sarwono, 2000).
Pada pendidikan seseorang yang semakin tinggi, maka akan mudah menerima
informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan
yang rendah akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru
diperkenalkan (Nursalam, 2003).
Pandangan tentang jenis kelamin mengisyaratkan bahwa perbedaan biologis akan
bertanggung jawab pada perbedaan dalam pola perilaku (Abraham, 1997).
Jadi disini sudah sesuai dengan teori bahwa seseorang yang telah mendapatkan
informasi maka mereka sudah dapat memahami dan dapat mengambil keputusan yang tepat
42
BAB 5
BIAYA DAN JADWAL PELAKSANAAN
5.1 Anggaran Biaya
No
1.
2.
3.
4.
Jenis Pengeluaran
Gaji dan upah
Bahan habis pakai dan peralatan
Perjalanan
Lain-lain (seminar, laporan publikasi)
Jumlah
KEGIATAN
BULAN
Agust
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Penyusunan Proposal
Proses perijinan pengambilan data
Input Data
Analisis data
Penyusunan laporan hasil penelitian
Seminar hasil & publikasai
Sept
Okt
Nop
Des
43
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasien Diabetes Mellitus di
Rumah Sakit Sido Waras sebelum diberi cognitive support (informasi) sebagian besar
mempunyai koping yang maladaptif dan sesudah mendapatkan informasi sebagian besar
kopingnya menjadi adaptif
Ada pengaruh yang signifikan pada pemberian cognitive support (informasi) tentang
Penyakit DM terhadap mekanisme koping pada pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit
Sido Waras terbukti dengan z = -3.873a dan p = 0.000 (p < 0.05).
6.2 Saran
6.2.1 Bagi Rumah Sakit
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien Diabetes Mellitus,
perawat dan dokter perlu memberikan cognitive support (informasi).
2.6.1
DAFTAR PUSTAKA
44
Alimul H, A. 2003. Riset Keperawatan Dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi III. Jakarta: Rineka
Cipta.
Einon, D. 2006. Learning Early Panduan Perkembangan Mental Dan Fisik Buah Hati
Anda. Jakarta Timur: Dian Rakyat.
Hurlock, E. 1995. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Hawadi, R.A. 2003. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta : Grasindo.
Juliansyah, Noor. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta : Kencana.
Kanisius, 2006. Melatih Anak Mandiri. Jakarta: Tim Pustaka Familia.
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Nurahmi, W. 2003. Biarkan Anak Bicara. Jakarta: Republik.
Nursalam. 2003. Konsep Dan penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nursalam, Pariani. 2001. Pendidikan, Praktek Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta:
Sagung Seto.
Pudjiastutik, Sri Suriani. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta : EGC.
Santrock, John W. 2007. Remaja Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Soetjiningsih, DSK. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Thompson, June. 2003. Toodler Care Pedoman Merawat Balita. Jakarta: Erlangga.
Woolfson, Richard C. 2004. Mengapa Anakku Begitu. Jakarta: Erlangga.
Wawan, Junaedi. 2010. Macam-Macam Pola Asuh Orang Tua ( internet), Oktober. Available
from: (http://www.wawan-junaedi.blogspot.com)(Accessed October 14,2011).