Anda di halaman 1dari 28

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

ALL (Acute Limfoblastik Leukemia)

Oleh:
M. Aldy Angri Husain
Angga Aditya
Restya Meisya

Pembimbing:
dr. Fatchul Wahab, Sp.A

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNMUL RSUD A. W. SJAHRANIE
SAMARINDA
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Leukemia Limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan
menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblas.
Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Faktor penyebab
LLA tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi sejumlah faktor: neoplasia,
infeksi, radiasi, keturunan, zat kimia, mutasi gen.
Leukemia akut cepat terjadi dan lambat penyembuhannya, dapat diakhiri dengan
kematian bila tidak segera diobati.LLA sering ditemukan pada anak-anak (82 %) daripada
umur dewasa dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas pasien :

Ruang perawatan

: Melati

Nama

: An. SA

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 3 tahun 1 bulan

MRS tanggal

: 9 september 2012

Identitas Orang Tua

Nama Ayah

: Tn. Swedi

Umur

: 30 tahun

Pekerjaan

: Swasta

Pendidikan Terakhir

: SMA

Ayah perkawinan ke

:1

Nama Ibu

: Ny.H

Umur

: 25 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan Terakhir

: SMA

Ibu perkawinan ke

:1

Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan terhadap ibu pasien pada tanggal 10 September 2012.

Keluhan utama
Pucat
Riwayat Penyakit Sekarang
Pucat dikeluhakan pasien 1 bulan sebelum masuk RS, pasien tampak lemas dan
lesu. Pasien juga mengeluhkan demam 1 bulan, demam sumer-sumer, tidak mengigil
dan berkeringat malam. Nafsu makan pasien juga menurun, untuk keluhan BAB pasien
mengeluh BAB hitam seperti kecap, konsistensi lunak ampas > air. Keluhan perdarahan
seperti mimisan dan gusi berdarah tidak ada. BAK normal.
Riwayat penyakit dahulu :

Pasien sebeumnya terdiagnosa pertama kali di RSU AWS pada bulan maret.

Pasien sudah menjalani kemoterapi sebanyak 8 kali.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat ataupun keluhan serupa
Riwayat Kehamilan

Pemeliharaan Prenatal

: pernah

Periksa di

: Bidan

Penyakit kehamilan

: tidak ada

Obat-obatan yang sering diminum

: vitamin dan penambah darah

Riwayat Kelahiran :

Lahir di

: puskesmas

di tolong oleh

: bidan

Berapa bulan dalam kandungan

: 9 bulan 5 hari

Jenis partus

: pervaginam

Pemeliharaan postnatal

Periksa di

: Posyandu

Keluarga berencana

: tidak

Pertumbuhan dan perkembangan anak :

Berat badan lahir

: 3200 gram

Panjang badan lahir

: 51 cm

Tersenyum

: 4 bulan

Miring

: 4 bulan

Tengkurap

: 6 bulan

Duduk

: 8 bulan

Gigi keluar

: 6 bulan

Merangkak

: 6 bulan

Berdiri

: 1 tahun

Berjalan

: 1 tahun

Berbicara dua suku kata

: 1 tahun

Masuk TK

:-

Masuk SD

:-

Riwayat Makan Minum anak :

ASI

: dari lahir 2 tahun

Susu sapi/buatan

: 2 tahun hingga sekarang

Buah

: dancow

Bubur susu

: 9 bulan

Tim saring

: 9 bulan

Makanan padat dan lauknya

:-

Riwayat Imunisasi : imunisasi lengkap di posyandu


Imunisasi

Usia Saat Imunisasi


I

II

III

IV

BCG

1 bulan

////////

///////

///////

Polio

1 bulan

2 bulan

3 bulan

Campak

9 bulan

/////////

////////

///////

DPT

2 bulan

3 bulan

4 bulan

///////

Hepatitis B

2 buln

3 bulan

4 bulan

///////

Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal : 10 September 2012
Keadaan Umum

Kesan sakit

: Sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Antropometri

Berat badan

: 14 kg

Panjang Badan

: 75 cm

BMI

: Kg/m2

Tanda Vital

Nadi

: 104 x/menit

Frekuensi napas

: 28 x/menit

Suhu aksiler

: 36,8C

Kepala

Rambut

: hitam, UUB cekung (-)

Mata

: cowong (-), edema pre orbita (-/-), anemis (-), ikterik (-), pupil
3mm/3mm, Reflek cahaya +/+

Hidung

: sumbat (-), bau (-), selaput putih (-)

Telinga

: Bersih, Bau (-), sakit (-)

Mulut

: lidah bersih, tonsil dan faring tidak hiperemi

Leher

Pembesaran kelenjar

: (-)

Kaku kuduk

: (-)

Kulit
Dalam batas normal
Pulmo

Inspeksi

: simetris, seirama gerakan nafas, retraksi (-)

Palpasi

: krepitasi (-), fremitus raba dekstra sama dengan sinistra

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: suara napas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus Cordis terlihat di ICS V midclavicula line sinistra

Palpasi

: Ictus Cordis teraba di ICS V midclavicula line sinistra

Perkusi

: Batas Kanan = ICS III Parasternal line dextra


Batas Kiri = ICS V Midclavicula line sinistra

Auskultasi

: S1/S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Abdomen
Inspeksi

: datar, venektasi (-), penonjolan massa (-)

Palpasi : lemas, organomegali (-), nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) kesan normal

Ekstremitas

Akral Hangat, sianosis (-), edema (-), KGB inguinal (-)

Pemeriksaan Refleks:
Refleks fisiologi :

Refleks patella

: +/+

Refleks Achilles

: +/+

Refleks tendo biceps

: +/+

Refleks triceps

: +/+

Refleks patologis :

Refleks Babinski

: -/-

Refleks Chaddock

: -/-

Refleks Oppenheim

: -/-

Pemeriksaan penunjang :
Darah lengkap :
Hb

: 10,1

Urin lengkap

Leu

: 15.300

BJ

: 1.020

HCT : 30%

ph

:6

Trombo : 223.000

kuning jernih

Ur

: 26,7

epitel : +2

Cr

: 0,6

leukosit : 1-3

Na

: 139

eritrosit : 0-1

: 3,3

Chloride : 10,6
Diagnosa kerja sementara : ALL
Prognosa

: dubia
Lembar Follow uppasien

PerintahPengobatan / Tindakan yang

Tanggal/Jam

Perjalananpenyakit

11/09/2012

S : demam (-), lemas (-) nafsu

P:

mkan menurun

IVFD D5 NS 8 tpm

O : N 106x/I, rr : 26 x/i, T :
37,5oC, an (-/-) ikt (-/-)

diberikan

Prednison 2-2-1
Pro kemoterapi :
diazepam 9,2 mg
Midazolam 3,8 mg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Leukemia Limfositik akut adalah bentuk akut dari leukemia yang diklasifikasikan
menurut cell yang lebih banyak dalam sumsum tulang yaitu berupa limfoblas.
Pada keadaan leukemia terjadi proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering
disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat
menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Faktor penyebab LLA
tidak diketahui, tapi dimungkinkan karena interaksi sejumlah faktor: neoplasia, infeksi, radiasi,
keturunan, zat kimia, mutasi gen.

ETIOLOGI
Etiologinya sampai saat ini masih belum jelas, diduga kemungkinan besar karena virus
(virus onkogenik). Faktor lain yang turut berperan ialah:
1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, hormone, bahan kimia (benzol, Arsen,
preparat sulfat), infeksi (virus, bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras (orang Yahudi mudah menderita LLK), faktor konstitusi seperti
kelainan kromosom (angka kejadian LMK lebih tinggi dari Sindrom Down), herediter
(kadang-kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-beradik atau kembar satu telur),
angka kejadian pada anak lebih tinggi sesuai dengan usia maternal.
Secara imunologik, patogenesis leukemia dapat diterangkan sebagai berikut: bila virus
dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen tertentu),
maka virus tersebut dengan mudah akan masuk ke dalam tubuh manusia seandainya struktur
antigen manusia itu. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan struktur antigen virus,
maka virus tersebut akan ditolaknya, sama kejadiannya dengan penolakan terhadap benda asing.
Struktur antigen manusia terbentuk oleh struktur antigen dari berbagai alat tubuh, terutama kulit
dan selaputlendir yang terketak di permukaan tubuh (kulit disebut juga antigen jaringan).Oleh
WHO terhadap antigen jaringan telah ditetapkan istilah HLA (Human Leucocyte locus
A).Sistem HLA individu ini diturunkan menurut hukum genetika, sehingga agaknya peranan
factor ras dan keluarga dalam etiologi leukemia tidak dapat diabaikan. 2,7
Faktor predisposisi:
1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T cell

leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazon, dan agen anti
neoplastik
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur
6. Kelainan kromosom8

EPIDEMIOLOGI
Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari
15 tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada
perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk
berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai risiko
20% untuk berkembang menjadi LLA.8

PATOFISIOLOGI
Kelainan sitogenetik yang sering ditemukan pada kasus dewasa ialah t(9;22)/BCR-ABL
(20-30%) dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%) yang prognosisnya buruk. ABL adalah nonreceptor
tyrosine protein kinase yang secara enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat protein
sehingga terjadi aktivasi jalur transduksi sinyal yang penting dalam regulasi proliferasi dan
pertumbuhan sel. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah inaktivasi gen
supresor tumor Rb dan p53 yang berperan mengontrol progresi siklus sel. Kelainan yang lain
meliputi delesi, mikrodelesi, dan penyusunan kembali gen yang melibatkan p16.
Kasus LLA disubkalasifikasikan menurut gambaran morfologi dan imunologi, dan
genetik sel induk leukemia.Diagnosis pasti biasanya didasarkan pada pemeriksaan aspirasi sumsum tulang.Gambaran sitologi sel induk sangat bervariasi walaupun dalam satu cuplikan
tunggal, sehingga tidak ada satu klasifikasi yang memuaskan.Sistem the French-AmericanBritish (FAB) membedakan tiga subtipe morfologi L1, L2 dan L3. Pada limfoblas L1 umumnya

kecil dengan sedikit sitoplasma, pada sel L2 lebih besar dan pleomorfik dengan sitoplasma lebih
banyak, bentuk inti ireguler, dan nukleoli nyata, dan sel L3 meampunyai kromatin inti homogen
dan berbintik halus, nukleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata. Karena
perbedaan yang subyektif antara blas L1 dan L2 dan korelasi dengan penanda imunologik dan
genetik yang sedikit, hanya subtipe L3 yang mempunyai arti klinis.
Klasifikasi LLA bergantung pada kombinasi gambaran sitologik, imunologik dan
kariotip.Dengan antibodi monoklonal yang mengenali antigen permukaan sel yang terkait
dengan galur sel dan antigen sitoplasma.Maka imunotipe dapat ditentukan pada kebanyakan
kasus. Umumnya berasal dari sel progenitor , lebih kurang 15% berasal dari sel progenitor T,
dan 1% berasal dari sel B yang relatif matang. Imunotipe ini mempunyai implikasi prognostik
maupun terapeutik.Subtipe dari LLA, sifat klinis tertentu, dan angka insidensi relatifnya
ditunjukkan pada Tabel 2. Beberapa kasus belum dapat diklasifikasikan karena menunjukan
ekspresi antigen yang berkaitan dengan beberapa galur sel yang berbeda (LLA galur campuran
atau bifenotipik).6,8

Subtipe

Jumlah

Penderit

Umur

Hitung Leukosit

dengan

Abnormalitas

(Median)

(x 103)(Median)

pria

Massa

Kromosom

T(T+)
B(slg +)
PreB(clg+)
PreB
awal

a
44
2
56
209

14
0,6
18
67

7,4 th

61,2

67,2

Mediastinum
38,2

4,7 th
4,4 th

12,2
12,4

54,8
56,5

1,2
1.0

Terkait
t(11;14)
t(8;14)
t(1;19)
t(9;22)

(T-,slg-,clg-)
PreB
awal

33

NA

1 th

50

55

Tidak ada

t(4;11)

bayi
Tabel 2. Insidensi subtipe leukemia limfoblastik akut pada suatu penelitian tunggal, dengan
insidensi beberapa gambaran klinis pada waktu diagnosis 8

Kelainan kromosom dapat diidentifikasikan setidaknya 80-90% LLA anak.Kariotip dari


sel leukemia mempunyai arti penting, prognostik, dan terapeutik.Mereka menunjukan tepat sisi
bagi penelitian molekuler untuk mendeteksi gen yang mungkin terlibat pada transformasi
leukemia.LLA anak dapat juga diklasifikasikan atas dasar jumlah kromosom tiap sel leukemia
(ploidy) dan atas penyusunan kembali (rearrangement) kromosom struktural misalnya
translokasi.Penanda biologik lain yang potensial bermanfaat adalah aktivitas terminal
deoksinukleotidil tranferase (TdT), yang umumnya dapat diperlihatkan pada LLA sel

progenitor-B dan sel T. Karena enzim ini tidak terdapat pada limfoid normal, ia dapat berguna
untuk mengidentifikasikan sel leukemia pada situasi diagnostik yang sulit. Misalnya, aktivitas
TdT dalam sel dari cairan serebrospinal mungkin menolontg untuk membedakan relaps susunan
saraf sentral awal dengan meningitis aseptik.Kebanyakan penderita dengan leukemia
mempunyai penyebaran pada waktu diagnosis, dengan keterlibatan sumsum tulang yang luas
dan adanya sel blas leukemia di sirkulasi darah.Limpa, hati, kelenjar limfe biasanya ikut terlibat.
Karena itu, tidak ada sistem pembagian stadium (staging) untuk LLA.6,8

KOMPLIKASI
Komplikasi metabolik pada anak dengan LLA dapat disebabkan oleh lisis sel
leukemik akibat kemoterapi atau secara spontan dan komplikasi ini dapat mengancam
jiwa pasien yang memiliki beban sel leukimia yang besar. Terlepasnya komponen
intraselular dapat menyebabkan hiperurisemia, hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia
dengan hipokalsemia sekuder. Beberapa pasien dapat menderita nefropati asam urat atau
nefrokalsinosis. Jarang sekali timbul urolitiasis dengan obstruksi uretersetelah pasien
diobati untuk leukemia. Hidrasi, pemberian alopurinol dan alumunium hidroksida, serta
penggunaan alkalinisasi urin yang tepat dapat mencegah atau memperbaiki komplikasi
ini. Infiltrasi leukemik yang difus pada ginjal juga dapat menimbulkan kegagalan ginjal.
Terapi vinkristin atau siklofossamid dapat mengakibatkan peningkatan hormon
antidiuretik, dan pemberian antibiotika tertentu yang mengandung natrium, seperti
tikarsilin atau kabernisilin, dapat mengakibatkan hipokalemia. Hiperglikemia dapat
terjadi pada 10 % pasien setelah pengobatan dengan prednison dan asparaginasi dan
memerlukan penggunaan insulin jangka pendek.
Karena efek mielosupresif dan imunosupresif LLA dan juga kemoterapi, anak
yang menderita leukemia lebih rentan terhadap infeksi. Sifat infeksi ini bervariasi
dengan pengobatan dan fase penyakit. Infeksi yang paling awal adalah bakteri, yang
dimanifestasikan oleh sepsis, pneumonia, selulitis, dan otitis media. Pseudomonas
aeruginosa,

Escherichia

coli,

Staphylococcus

aureus,

Klebsiella

pneumonia,

Staphylococcus epidrmidis, Proteus mirabilis, dan Haemophilus influenza adalah


organisme yang biasanya menyebabkan septik. Setiap pasien yang mengalami febris
dengan granulositopeniayang berat harus dianggap septik dan diobati dengan antibiotik
spektrum luas. Transfusi granulosit diindikasikan untuk pasien dengan granulositopenia

absolut dan septikemia akibat kuman gram negatif yang berespon buruk terhadap
pengobatan.
Dengan pengguanaan kemoterapi yang intensif dan pemajanan antibiotika atau
hidrokortison yang lama, infeksi jamur yang diseminata oleh Candida atau Aspergillus
lebih sering terjadi, meskipun organisme itu sulit dibiakkan dari bahan darah. CT scan
bermanfaatuntuk mengetahui keterlibatan organ viscera. Abses paru, hati, limpa, ginjal,
sinus, atau kulit memberi kesan infeksi jamur. Amfositerin B adalah pengobatan pilihan,
dengan 5-fluorositosin dan rifamisin kadang kala ditambahkan untuk memperkuat efek
obat tersebut.
Pneumonia Pneumocytis carinii yang timbul selama remisi merupakan
komplikasi yang sering dijumpai pada masa lalu, tetapi sekarang telah jarang karena
kemoprofilaksis rutin dengan trimetropim-sulfametoksazol. Karena penderita leukemia
lebih rentan terhadap infeksi, vaksin yang mengandung virus hidup ( polio, mumps,
campak, rubella ) tidak boleh diberikan.
Karena adanya trombositopenia yang disebabkan oleh leukemia atau
pengobatannya, manifestasi perdarahan adalah umum tetapi biasanya terbatas pada kulit
dan membran mukosa. Manifestasi perdarahan pada sistem saraf pusat, paru, atau
saluran cerna jarang terjadi, tetapi dapat mengancam jiwa pasien. Transfusi dengan
komponen trommbosit diberikan untuk episode perdarahan. Koagulopati akibat
koagulasi intravaskuler diseminata, gangguan fungsi hati, atau kemoterapi pada LLA
biasanya ringan. Dewasa ini, trombosis vena perifer atau serebral, atau keduanya, telah
dijumpai pada 1 3 % anak setelah diinduksi pengobatan dengan prednison, vinkristin,
dan asparaginase. Patogenesis dari komplikasi ini belum diketahui, tetapi disebabkan
oleh status hiperkoagulasi akibat obat. Biasanya, obat yang dapat menyebabkan
gangguan fungsi trombosit, seperti salisilat, harus dihindaripada penderita leukemia.
Dengan adanya keberhasilan dalam pengobatan LLA, perhatian sekarang lebih banyak
ditujukan pada efek terapi yang lambat. Profilaksis sistem saraf pusat dan pengobatan
sistemikyang diintensifkan telah mengakibatkan leukoensefalopati, mineralisasi mikroangiopati,
kejang, dan gangguan intelektual pada beberapa pasien. Pasien juga memiliki resiko tinggi
untuk menderita keganasan sekunder. Efek lambat lainnya adalah gangguan pertumbuhan dan
disfungsi gonad, tiroid, hati, dan jantung. Kerusakan jantung terutama terjadi secara
tersembunyi,karena gangguan fungsional tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian.
Terdapat juga beberapa pertanyaan mengenai arteri koroner serta insufiensi miokard dini.

Sedikit informasi yang didapat tentang efek teratogenik dan muagenik pada terapi antileukemik;
meskipun demikian, tidak ada bukti meningkatnya cacat lahir di antara anak yang dilahirkan
oleh orang tua yang penah mendapat pengobatan leukemia. 5,7

ANAMNESIS
Anamnesis pada LLA harus ditanyakan apakah ada gejala anemia, kelemahan tubuh, berat
badan menurun, anoreksia, mudah sakit, sering demam, perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi.
Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis , antara lain:

Keluhan utama:
o Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik dinilai pada
telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva.
Keluhan penyerta:
o Biasanya anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit, muntah sehingga
menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah bahkan dapat
ditemukan kulit yang tampak kuning pucat seperti penyakit kuning.1

PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik yang khas ialah pucat, panas, dan perdarahan disertai
splenomegaly, dan kadang-kadang hepatomegaly serta limfadenopatia.Penderita yang
menunjukkan gejala lengkap seperti tersebut di atas, secara klinis dapat didiagnosis
leukemia.Pucat dapat terjadi mendadak, sehingga bila pada seorang anak terdapat pucak yang
mendadak dan sebab terjadinya sukar diterangkan, waspadalah leukemia.Perdarahan dapat
berupa ekimosis, petekia, epistaksis, perdarahan gusi, dan sebagainya.Pada stadium permulaan
mungkin tidak terdapat splenomegali.Gejala yang tidak khas ialah sakit sendi atau sakit tulang
yang dapat disalah-tafsirkan sebagai penyakit reumatik. Gejala lain dapat timbul sebagai akibat
infiltrasi sel leukemia pada alat tubuh, seperti lesi purpura pada kulit, efusi pleura, kejang pada
leukemia serebral dan sebagainya. 2

Gambar 1. Splenomegali.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya pansitopenia, limfositosis
yang kadang-kadang menyebabkan gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast
(menunjukkan gejala patogonomik untuk leukemia).
Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu hanya terdiri dari sel
limfopoetik patologis sedangkan sistem lain terdesak (aplasia sekunder).
Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang berasal
dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit normal, RES, granulosit, pulp cell. 2
Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan
kromosom normal, dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil.Untuk menentukan
pengobatannya harus diketahui jenis kelainan yang ditemukan.Pada leukemia biasanya
didapatkan dari hasil darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel blast. Juga
diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan menggunakan mikroskop elektron akan
terlihat adanya sel patologis.

BiopsiDokter mengangkat beberapa sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar
lainnya. Seorang ahli patologi memeriksa contoh dibahwah sebuah mikroskop. Pengangkatan
jaringan untuk mencari sel-sel kanker disebut suatu biopsi. Suatu biopsi adalah cara satusatunya yang pasti untuk mengetahui apakah sel-sel leukemia ada didalam sumsum tulang.

Ada dua cara dokter dapat memperoleh sumsum tulang. Beberapa pasien-pasien akan
mempunyai kedua-duanya prosedur:
1

Bone

marrow

aspiration

(Penyedotan

sumsum

tulang):

Dokter

menggunakan sebuah jarum untuk mengangkat contoh-contoh dari sumsum


tulang.
2

Bone marrow biopsy (Biopsi Sumsum Tulang): Dokter menggunakan suatu


jarum yang sangat tebal untuk mengangkat sepotong kecil dari tulang dan
sumsum tulang.

Pembiusan lokal membantu membuat pasien-pasien lebih enak.

Gambar 2. Bone Marrow Aspiration.

CytogeneticsLab melihat pada kromosom-kromosom dari sel-sel dari contoh-contoh dari


peripheral blood, sumsum tulang, atau nodus-nodus getah bening.

Spinal tapDokter mengangkat beberapa dari cairan cerebrospinal (cairan yang mengisi

ruang-ruang di dan sekitar otak dan sumsum tulang belakang). Dokter menggunakan suatu
jarum panjang yang kecil untuk mengangkat cairan dari kolom tulang belakang (spinal column).
Prosedur memakan waktu kira-kira 30 menit dan dilaksanakan dengan pembiusan lokal. Pasien
harus terbaring untuk beberapa jam setelahnya untuk mempertahankannya dari mendapat sakit
kepala. Lab memeriksa cairan untuk sel-sel leukemia dan tanda-tanda lain dari persoalanpersoalan.

Chest x-rayX-ray dapat mengungkap tanda-tanda dari penyakit di dada. 3

Gambar 3. Morfologi LLA (Limfositosis).

Jenis Pemeriksaan

Hasil yang ditemui

Complete blood count

leukositosis, anemia, trombositopenia

Bone Marrow Puncture

hiperselular dengan infiltrasi limfoblas, sel berinti

Sitokimia

Sudan black negatif, mieloperoksidase negatif


Fosfatase asam positif (T-ALL), PAS positif (B-ALL)

Imunoperoksidase

peningkatan TdT (enzim nuklear yang mengatur kembali gen reseptor sel
T dan Ig

Flowcytometry

precursor B: CD 10, 19, 79A, 22, cytoplasmic m-heavy chain, TdT


T: CD1a, 2, 3, 4, 5, 7, 8, TdT

B: kappa atau lambda, CD19, 20, 22


Sitogenetika

analisa gen dan kromosom dengan immunotyping untuk menguraikan klon


maligna

Pungsi lumbal

keterlibatan SSP bila ditemukan > 5 leukosit/mL CSF

Tabel 1. Gambaran Laboratorium.4

WORKING DIAGNOSIS
Leukemia Limfositik Akut/Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah keganasan
klonal dari sel-sel prekursor limfoid.Pada lebih dari 80% kasus, sel-sel ganas berasal dari
limfosit B dan sisanya merupakan leukemia sel T. Leukemia ini merupakan bentuk leukemia
yang paling banyak pada anak-anak.Walaupun demikian, 20% kasus adalah dewasa.Jika tidak
diobati, dapat fatal.
Manifestasi leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan
tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum
tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia.Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di
sumsum tulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi
utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia.
Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:

Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada


Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise
Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanay terjadi

pada anak
Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme). Disebabkan oleh
hipermetabolisme yang terjadi karena aktivitas proliferasi sel-sel leukemia. Semua
cadangan energi tubuh dipergunakan oleh aktivitas sel-sel leukemik yang ganas, sehingga
semakin lama cadangan lemak dalam jaringan adiposa semakin berkurang, akibatnya gizi
pasien terkesan kurang, lemas, dan mudah lelah. Kemungkinan lain penyebab penurunan
status gizi pasien adalah anemia dan gangguan oksigenasi jaringan. Peningkatan aktivitas
seluler yang terjadi mengakibatkan peningkatan suhu inti, akibatnya tubuh menjalankan
mekanisme pengaturan suhu sehingga terjadi demam. Kemungkinan lain akibat terjadinya
demam adalah adanya infeksi. Walaupun sel-sel leukosit yang berperan dalam sistem

imunitas meningkat, tetapi sel yang terbentuk tidak berdiferensiasi dengan sel imun jenis
apapun, sehingga tidak fungsional dalam menjaga kekebalan tubuh. Fenomena ini disebut

dengan leukopenia fungsional.


Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah gram negatif

usus,stafilokokus, streptokokus, serta jamur


Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria
Limfadenopati. Hiperplasia terjadi akibat kerja limfonodus yang berlebihan dalam
memproduksi limfosit. Sehingga sel-sel limfonodus yang berlebihan menyebabkan

timbulnya rasa sakit.


Hepatomegali. Terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1) infeksi; 2) akibat anemia
hemolitik; atau 3) akibat infiltrasi. Namun, dalam kasus ini, kaitan yang paling mungkin

adalah hepatomegali terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik ke dalam jaringan hepar.
Splenomegali. Splenomegali yang terjadi dapat disebabkan karena tiga hal terkait: 1)
infiltrasi; 2) infeksi; atau 3) sumbatan/gangguan aliran darah. Namun, dalam kasus ini,
kemungkinan yang paling besar splenomegali terjadi akibatinfiltrasi sel-sel leukemia ke

dalam limpa/spleen.
Massa di mediastinum (T-ALL).
Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik, muntah,
kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan status
mental.5,6

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Limfositosis, limfadenopati, dan hepatomegaly yang berhubungan dengan infeksi virus

dan limfoma
Anemia aplastik.6

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien ALL adalah:
a. Transfusi darah, jika kadar Hb kurang dari 69%. Pada trombositopenia yang berat dan
pendarahan pasif dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat
diberikan heparin.
b. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya). Setelah dicapai remisi
dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
c. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp, metotreksat atau MTX)

pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten seperti obat lainnya. Umumnya
sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison.Pada pemberian obatobatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis, leucopenia, infeksi
sekunder atau kadidiasis.Bila jumlah leukosit kurang dari 2000 / mm 3 pemberiannya harus hatihati.
d. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama).
e. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai remisi dan jumlah
sel leukimia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengani cara pengobatan
yang terbaru masih dalam perkembangan).
Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi
prinsipnya sama, yaitu dengan pola dasar:
a. Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel blas
dalam sumsum kurang dari 5%. Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan.Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase.Fase induksi
dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum
tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
b. Konsilidasi, bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.Pada fase ini,
kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel
leukemia yang beredar dalam tubuh.Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk
menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan.Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
c. Rumat, untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama, biasanya dengan memberikan
sitostatika setengah dosis biasa.
d. Reinduksi, dimaksudkan untuk mencegah relaps, biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pad induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukimia pada susunan saraf pusat diberikan MTX secara intratekal dan
radiasi kranial.
f. Pengobatan imunologik.Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam
tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna.Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun
remisi terus menerus.

Induksi
Sistemik :
a) VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
b) ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai
pada hari ketiga pengobatan
c) Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian
tapering off selama 1 minggu.
SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5
kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.
Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir
(siklofosfamid)
Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah
VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari
konsolidasi
Rumat
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :
a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral
b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan
Kamis)
Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir.Selama reinduksi obat - obat rumat
dihentikan.

Sistemik :
a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1
minggu kemudian tapering off

SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP:


MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali
Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing masing 0,2 ml. Suntikan BCG
diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat obat
rumat diteruskan.
Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6 minggu). 2,7

PREVENTIF
Tidak diketahui secara pasti cara-cara pencegahan berbagai tipe leukemia.Karena
kebanyakan penderita leukemia tidak mengetahui factor risiko mereka masing-masing.
Beberapa tipe dari leukemia mungkin dapat dicegah dengan cara menghindari paparan radiasi
dosis tinggi (bahkan pasca kemoterapi / terapi radiasi), pajanan zat kimia (benzene),
menghindari merokok ataupun paparan asap rokok.
Namun sayangnya, banyak kasus dari leukemia tidak dapat dicegah.Karena
sesungguhnya tidak dapat diidentifikasi secara nyata dan pasti mengenai penyebabnya. Hanya
saja perlu dihindari faktor-faktor lain (eksogen) yang dapat mencetuskan LLA. 8

PROGNOSIS
Sampai saat ini leukemia masih merupakan penyakit yang fatal, tetapi dalam
kepustakaan dilaporkan pula beberapa kasus yang dianggap sembuh karena dapat hidup lebih
dari 10 tahun tanpa pengobatan. Biasanya bila serangan pertama dapat diatasi dengan
pengobatan induksi, penderita akan berada dalam keadaan remisi ini secara klinis penderita
tidak sakit, sama seperti anak biasa. Tetapi selanjutnya dapat timbul serangan yang kedua
(kambuh), yang disusul lagi oleh masa remisi yang biasanya lebih pendek dari masa remisi
pertama. Demikian seterusnya masa remisi akan lebih pendek lagi sampai akhirnya penyakit ini

resistensi terhadap pengobatan dan penderita akan meninggal. Kematian biasanya disebabkan
perdarahan akibat trombositopenia, leukemia serebral atau infeksi (sepsis, infeksi jamur).
Sebelum ada prednisone, penderita leukemia hanya dapat hidup beberapa minggu
sampai 2 bulan.Dengan pengbatan prednisone jangka waktu hidup penderita diperpanjang
sampai beberapa bulan.Dengan ditambahkannya obat sitostatika (MTX, 6-MP) hidup penderita
dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi dan dengan digunakannya sitostatika yang lebih poten lagi
disertai cara pengobatan yang mutakhir, usia penderita dapat diperpanjang 3-4 tahun lagi,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Epilepsi
Teori
Anamnesis

Fakta

Keluhan utama:
-Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia.
Pucat paling baik dinilai pada telapak -

Ibu pasien mengaku hasil EEG pasien

tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan

saat diperiksakan ke dokter spesialis

konjungtiva.

syaraf tidak ada kelainan.

Keluhan penyerta:
-Biasanya anak lemas, demam, penurunan
kadar

trombosit,

menunjukkan

gejala

muntah
seperti

Untuk

pengendalian

pasien sudah memakai bermacam-

serangan

macam obat

kulit yang tampak kuning pucat seperti


penyakit kuning

Diazepam
Fenitoin
Phenobarbital
Dilantin
Dephacene

Pemeriksaan Penunjang

Carbamazepin

Didapatkan kelainan EEG

Topiramat
Midazolam

Penatalaksanaan
-

Tindakan resusitasi segera

Dubia
airway,

breathing,circulation
Pengendalian kejang
Fase Pramonitor - diazepam
Status awal- benzodiazepine
Status
menetapfenobarbital,
fenintoin
Status refrakter - tiopenton
Identifikasi (dan pengobatan) penyebab
yang mendasari.

pada

sehingga

demam berdarah bahkan dapat ditemukan

kejang

Prognosis
Dubia

BAB V
PENUTUP
Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh masyarakat
dewasa ini.Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari keganasan hemopoetik
ini tidak diketahui secara keseluruhan.
Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik.Pada leukemia akut, sel darah sangat tidak
normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya meningkat secara cepat.Kondisi
pasien dengan leukemia jenis ini memburuk dengan cepat.Pada leukemia kronik, pada awalnya
sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin
tidak menunjukkan gejala.Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan
gejala ketika sel leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang.

Untuk pengobatan leukemia akut, bertujuan untuk menghancurkan sel-sel kanker


sampai habis.Pelaksanaannya secara bertahap dan terdiri dari beberapa siklus.Tahapannya
adalah induksi (awal), konsolidasi dan pemeliharaan.Tahap induksi bertujuan memusnahkan sel
kanker secara progresif.Tahap konsolidasi untuk memberantas sisa sel kanker agar tercapai
sembuh sempurna.Tahap pemeliharaan berguna untuk menjaga agar tidak kambuh. Terapi yang
biasa dilakukan antara lain pemberian kemoterapi, radioterapi dan juga transplantasi sumsum
tulang.
Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat yang mahal,
ketersediaan obat yang belum tentu lengkap, dan adanya efek samping, serta perawatan yang
lama. Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan pasien apalagi dimasa krisis
sekarang ini, Selain macam obat yang banyak , juga lamanya pengobatan menambah beban
biaya untuk pengadaan obat.
Efek samping sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok,
granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis, miokarditis dan
sebagainya. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relaps (kambuh). Relaps merupakan
pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya dan dapat terjadi sekitar 20% pada penderita LLA
yang diterapi. Pada dasarnya ada 3 tempat relaps yaitu intramedular (sumsum tulang),
ekstramedular (susunan saraf pusat, testis, iris), intra dan ekstra meduler. Relaps bisa terjadi
pada relaps awal (early relaps) yang terjadi selama pengobatan atau 6 bulan dalam masa
pengobatan dan relaps lambat (late relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan, et al.Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ke-1. Cetakan ke11. Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.
2. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Hematologi. Hassan, R, Alatas, H. In: Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Percetakan Infomedika Jakarta; 2007. P.469-79.
3. Total Kesehatan Anda. Kanker darah (leukemia). 2008. Diunduh dari,
http://www.totalkesehatananda.com/leukemia7.html,
4. Leukemia
Limfoblastik
Akut.
13
November

2010.

Diunduh

dari

http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/2010/10/13/leukemialimfoblastik-akut/.
5. Baldy CM, Gangguan sel darah putih. In: Price SA, Wilson LM, Patofisiologi: Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit 6th ed. Jakarta: EGC; 2006.
6. Fianza, PI. Leukemia limfoblastik akut. Sudoyo, AR, editors. In: Ilmu Penyakit Dalam.
4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. p.728-34.
7. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik Rudolph.
Edisi 20. Jakarta: EGC; 2006.
8. Referat
Leukemia
pada

Anak.

http://bukanjokimakalah.co.cc/?p=40,

15

Juli

2010.

Diunduh

dari,

Anda mungkin juga menyukai