Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN KEUANGAN EKONOMI RUMAH TANGGA PEMULUNG

(Studi Kasus: Pemulung di TPS Kalimangkak, TPS Tamansari dan TPS Hassanudin, Salatiga)
Oleh :
R.E.P.Ragil (222012005), V.M.Khusna (222012008), C.W.Lestari (222012007),
Y.T.Remindauw (222012013), S.M.D.Remindauw (222012014), Y.R.Mahardika (222012017)
Abstrak
Pemulung tidak pernah lepas dari kehidupan di perkotaan. Kehadiran mereka selalu ada
dan tidak pernah ada habisnya, seperti keberadaan sampah yang tidak pernah ada habisnya.
Pemulung melakukan kegiatan mengumpulkan barang-barang bekas untuk memperoleh
pendapatan. Pendapatan yang diperoleh dikekola untuk dapat menjaga kestabilan ekonomi
rumah tangga dan melanjutkan hidup dimasa depan. Permasalah penelitian ini adalah
bagaimana manajemen keuangan ekonomi rumah tangga pemulung untuk melakukan investasi
bagi kelangsungan hidup masa depannya.
Metode yang digunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan
data wawancara, pengamatan dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu
mendeskripsikan fenomena, mengklafikasikan dan melihat bagaimana konsep-konsep yang
muncul satu dengan lainnya saling berkaitan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pemulung melakukan investasi untuk pendidikan
anak mereka. Sebagian meminjam uang untuk biaya sekolah anak-anak. Modal sosial sangat
diperlukan untuk dapat memperoleh pinjaman.
Kata Kunci : Pemulung, Investasi, Manajemen Keuangan
Abstract
Scavengers cant be separated from urban areas. Their presence is always be there, like
the existence of garbage that never ending. Scavenger doing activities to collecting goods to
get some money. The money is managed to maintain economic stability and survive the future
life. The Problems of this research is how the financial management of the household economy
scavenger to make investments for its future survival.

The method used descriptive qualitative. Data collection techniques is using interview,
observation and documentation. Data analysis techniques are used which describe the
phenomenon, classification and see how the concepts are emerging inter-related to each other.
The results showed that scavenger invest in their children's education. Most borrow
money for the children's school fees. Social capital is needed to be able to obtain a loan.
Keywords: Scavenger, Investment, Financial Management
A. LATAR BELAKANG
Sebagian masyarakat memandang sampah sebagai barang yang menjijikan dan tidak
bermanfaat, tetapi lain dengan pemulung. Pemulung beranggapan bahwa sampah adalah ladang
yang akan menghidupi keluarga mereka. Di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) merupakan
kawasan strategis untuk mengadu nasib bagi pemulung. Menurut Sutarji (2009), pemulung
adalah orang yang memulung dan mencari nafkah dengan jalan memungut serta memanfaatkan
barang-barang bekas (seperti kaleng, plastik, kardus bekas dan sebagainya) kemudian
menjualnya kepada pengusaha yang akan mengolahnya kembali menjadi barang komoditi.
Pada umumnya mereka bekerja dengan jalan kaki menggunakan alat kerja sederhana seperti
karung dan gancau dan ada juga yang menggunakan sepeda berkeranjang dan becak, mereka
juga bekerja tidak dibatasi oleh waktu jadi bekerja sesuka hati mereka. Jenis sampah yang
dipungut adalah jenis sampah plastik, karet, minuman kaleng dengan besi, dan lain-lain.
Pekerjaan pemulung ini selalu dipandang sebagai pekerjaan yang rendah dan sangat tidak
bergengsi, dan dapat diasumsikan sangat jarang anak-anak yang memiliki cita-cita sebagai
pemulung. Menurut Salim (2013) dan Medina (2001) komunitas pemulung adalah mereka
yang termasuk dalam kelompok marjinal yang keberadaannya cenderung tidak diakui.
Fenomena munculnya pemulung ini merupakan aktivitas ekonomi di sektor informal yang
muncul dari terbatasnya ketersediaan lapangan pekerjaan.
Dalam keberadaannya, pemulung berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pengelolaan pendapatan menjadi penting untuk dilakukan supaya pemulung dapat bertahan
hidup. Pengaturan atau manajemen keuangan dalam mengelola pendapatan pemulung akan
sangat berpengaruh terhadap pola konsumsi pemulung. Menurut Rachman (2011), pola
konsumsi dan pengeluaran rumah tangga umumnya berbeda antara agroekosistem, antar
kelompok pendapatan, antar etnis, antar suku dan antar waktu. Struktur pola dan pengeluaran
konsumsi merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga. Suatu masyarakat

dikatakan mengalami kesejahteraan yang rendah apabila pendapatan yang mereka keluarkan
untuk konsumsi tinggi. Sebab, hampir seluruh pendapatan mereka hanya digunakan untuk
kegiatan konsumsi, sehingga mereka tidak memiliki investasi dalam bentuk tabungan untuk
pemenuhan kebutuhan selain konsumsi, misalnya kebutuhan kesehatan dan pendidikan.
Dengan keterbatasan pendapatan dan pola konsumsi yang dimiliki oleh pemulung
penulis hendak melihat bagaimana mereka mengelola keuangan dalam rumah tangganya untuk
melakukan investasi bagi kelangsungan hidup mereka dimasa depan.
B. MASALAH PENELITIAN
1. Bagaimana pemulung mengelola keuangan dalam rumah tangganya untuk
melakukan investasi bagi kelangsungan hidup dimasa depan?
C. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang berupa
studi kasus pada pemulung di TPS Kalimangkak, TPS Tamansari dan TPS Hassanudin,
Salatiga. Data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan pemulung
di tiga TPS tersebut.
D. HASIL TEMUAN
1. Pola Konsumsi Rumah Tangga Pemulung
Dilihat dari lima orang responden yang ada, pendapatan yang mereka miliki digunakan
untuk untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ada dua jenis kebutuhan hidup yang mereka penuhi,
yaitu kebutuhan konsumsi dan non konsumsi. Dari dua jenis kebutuhan tersebut, mereka harus
dapat memilah jenis kebutuhan yang diutamakan untuk dipenuhi. Seperti yang dikatakan oleh
Suparni (33 th) bahwa, Uang yang saya peroleh itu selalu saya utamakan kebutuhan penting,
seperti uang saku sekolah, bayar sekolah, dan saya sisihkan untuk menabung setelah
dipisahkan untuk kebutuhan makan sehari-hari.
Untuk menanggulangi resiko kekurangan dana dalam menukupi kebutuhan hidupnya
sebagai akibat dari pendapatan yang tidak menentu (flutuatif), maka tiga dari lima responden
memilih untuk mencari pekerjaan sampingan disamping pekerjaan utamanya sebagai
pemulung. Seperti yang dilakukan oleh Mardi (34 th) yang memiliki pekerjaan sambilan
sebagai buruh bersih-bersih rumah, disisi lain istrinya juga membantu mencari tambahan
pendapatan dengan bekerja sebagai buruh cuci. Disisi lain, dua responden lainnya yang
notabene memiliki usia diatas 50 tahun, tidak memiliki pekerjaan sampingan selain memulung.
Hal ini disebabkan karena tanggungan biaya hidup mereka bisa dikatakan lebih sedikit. Sedikit

dalam artian bahwa mereka sudah tidak memiliki tanggungan biaya sekolah anak. Seperti yang
dialami oleh Suparti (51 th) yang sudah tidak memiliki tanggungan berupa biaya sekolah, dan
anak-anaknya yang sudah bekerja tersebut dapat membantu meringankan beban hidupnya.
Disamping memiliki pekerjaan sampingan selain memulung dan menambah jam kerja
untuk menambah pendapatan, cara lain yang dilakukan oleh hampir seluruh responden adalah
berhutang. Berbagai jenis kebutuhan yang mendorong mereka untuk memilih cara berhutang
jika pendapatan mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tertantu. Kebutuhan ini bisa
bersifat penting dan mendesak. Seperti halnya yang dikatakan oleh Suparti (51 th) bahwa:
Kalau untuk kebutuhan sehari-hari ya pinjam teman. Kalau untuk kebutuhan sekolah anak ya
pinjam ke bank. Tapi anak saya sekarang sudah lulus, jadi saya ga punya kebutuhan yang
jumlahnya besar. Paling bayar kontrakan rumah.
2. TANGGUNGAN KELUARGA
Keterbatasan keluarga pemulung yang kurang mendapatkan pendidikan yang cukup,
sehingga dimungkinkan mereka tidak merencanakan keluarganya ataupun keluarga berencana
(KB). Keadaan keluarga yang besar mengakibatkan Informan yang sudah ditemui biasanya
mereka mempunyai 3 orang anak dan ada juga yang masih ada tanggungan keluarga yang
lain,sebut saja bapak Mardi:
saya punya 3 anak mas. Yang pertama sudah gak mau sekolah, memang anaknya gak
nyandak kalau ngikuti pelajaran. Saya biarkan saja mas, gak saya paksa. Adiknya sudah
SMP, yang kecil masih SD. Dan saya tinggal serumah dengan mertua saya, tapi kalau
urusan kebutuhan hidup kami sendiri-sendiri. Tanggungan saya hanya anak dan istri saja
mas.

Namun bukan berarti semua informan mempunyai tanggungan keluarga yang besar, ada juga
mereka yang hidup sebatang kara sehingga mereka memilih untuk menjadi pemulung karena
selain tidak membutuhkan modal yang banyak juga kerja bisa fleksibel.
Tanggungan keluarga yang besar membuat informan merasa, penghasilan yang mereka
dapatkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup semua keluarganya. Banyak diantara
mereka, dalam management uangnya mereka berusaha mengurangi konsumsi ataupun
meminjam uang kepada orang lain.

Pendapatan yang didapat kurang, mereka akhirnya berusaha untuk memenuhi hidupnya
dengan pekerjaan sampingan ataupun menambah jam kerja. Namun banyak para pemulung
yang bekerja dengan kerasnya namun mereka belum bisa mengendalikan untuk konsumsi
rokok. Menurut informan yang ditemui, mereka lebih baik tidak makan daripada harus berhenti
merokok.
Setiap orang pastinya mempunyai orang tua, anak, ataupun cucu, begitu pula dengan
para pemulung. Para pemulung yang sudah terbeban pendapatan yang pas-pasan diluar
keluarga inti, mereka harus dibebani oleh orang tua ataupun cucu yang mengakibatkan
membengkaknya pengeluaran. Walaupun sekarang masih ada yang hidup bersama orang tua
namun kebutuhan sendiri-sendiri.
Hal bekerja menjadi pemulung biasanya yang bekerja hanya orang tua saja, anak-anak
mereka bebaskan dari pekerjaan memulung. Mereka membiarkan anak-anak mereka sekolah
daripada membantu orang tuanya memulung.Karena mereka berharap supaya anak-anak
mereka kelak bisa sukses tidak akan seperti orang tuanya.
3. INVESTASI RUMAH TANGGA PEMULUNG
Dari 5 responden yang diwawancarai, pendapatan yang mereka miliki digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Disamping itu mereka juga menyisihkan pendapatan mereka
untuk menyekolahkan anak mereka. Seperti ibu Karmi (35 th), uang yang saya dapatkan
digunakan untuk makan sehari-hari dan untuk biaya sekolah anak. Dalam mengatasi masalah
kekurangan pendapatan, mereka ada yang meminjam bank, menambah jam kerja , dan ada pula
yang bekerja sambilan.
Contohnya ibu Sulasmi (55 th), beliau juga bekerja sampingan sebagai buruh pencuci
baju. Dengan penghasilan yang tidak pasti beliau mengerjakan pekerjaan sampingan agar
menambah pendapatan. Ada pula ibu Suparni (33 th), beliau sudah 12 tahun bekerja sebagai
pemulung, namun penghasilan yang didapat tetap saja kurang mencukupi untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya. Beliau juga juga bekerja di Dinas kebersihan dan baru 5 bulan
bekerja. Ada pula ibu Karmi (35 th) yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai buruh cabut
rumput, saya juga mempunyai pekerjaan sambilan, sebagai buruh rumput, kata ibu Karmi.
Mereka mempunyai harapan untuk anak merekan, supaya anak mereka lebih baik daripada
orang tuanya, ya anak saya saya sekolahkan mbak, biar tidak kayak orang tuanya, biar bisa
cari uang tanpa harus memulung, kata ibu Karmi.
Mereka sangat memperhatikan pendidikan anak mereka, karena mereka berfikir
sekolah itu penting, harapan saya buat anak saya supaya anaknya tidak seperti orang tuanya

yang pekerjaannya memulung, kata ibu Suparni. Ada pula yang meminjam uang untuk biaya
sekoalh anaknya. Kalau untuk kebutuhan sekolah anak ya pinjam ke bank. Tapi anak saya
sekarang sudah lulus, jadi saya ga punya kebutuhan yang jumlahnya besar. Paling bayar
kontrakan rumah, kata ibu Suparti. Selain itu, mereka juga menghemat konsumsi sehari-hari,
untuk hemat kebutuhan konsumsi ya saya beli sayur di warung, untuk makan sehari
dianggarkan sebesar 10.000, kata ibu Suparni.
4. TANGGUNG JAWAB SOSIAL
Dalam kehidupan sosial, pemulung selalu berusaha untuk menjalin hubungan baik
dengan siapapun. Menjalin hubungan baik dengan lingkungan sosialnya dilakukan berdasarkan
pada kekerabatan, hubungan sosial dan kepercayaan.

Dalam hal pinjaman, pemulung

memberikan pertolongan kepada kerabat maupun teman dekat yang dikenalnya dengan baik.
Pemulung mau meminjamkan uang bukan kepada sembarang orang melainkan kepada orangorang yang mereka percaya. Apabila mereka belum mengenal baik siapa yang akan meminjam
uang, mereka tidak akan meminjamkan uang kepada orang tersebut.
Kalau saya tidak sembarang meminjamkan uang mbak. Kan ada bos yang bisa kasih pinjam
uang. Kalau yang pinjam teman lama dan saya percaya dan kebetulan ada uang ya saya
pinjami. Bapak Mardi
Kalau pinjam uangnya selalu kembali mbak. Belum pernah tidak kembali. Ibu Suparti
Alasan pemulung mau meminjamkan uang kepada teman maupun kerabat adalah menjaga
hubungan baik. Beberapa dari pemulung mengaku bahwa mereka memberikan bantuan
pinjaman uang karena mereka lebih dulu mendapat bantuan pinjaman baik dari teman ataupun
kerabat. Menurut pemulung yang diwawancarai, dengan mereka meminjamkan uang kepada
teman atau kerabat, hal tersebut menjadi modal sosial bagi mereka sehingga dimasa mendatang
mereka juga akan mendapatkan pertolongan dari teman maupun kerabat yang pernah mereka
tolong.
Interaksi sosial yang dilakukan pemulung dalam lingkungannya menciptakan hubungan
yang saling menguntungkan (simbiosis mutualisme). Seperti dalam hal pinjaman uang, ketika
pemulung membutuhkan pertolongan maka teman mereka akan menolong. Begitu pula
sebaliknya, ketika teman atau kerabat pemulung membutuhkan pertolongan dalam bentuk
pinjaman uang, maka pemulung akan membantu.

Kalau saya butuh ya saya pinjam, kalau ada teman butuh ya teman saya pinjam ke saya.
ya kan temen mbak, kalau saya butuh saya juga pinjam. Kalau mereka butuh ya saya
pinjamkan kalau ada uang. Sama-sama teman saling menolong. Kalau saya susah mereka mau
bantu jadi kalau mereka susah saya juga harus mau bantu. Ibu Suparti
Namanya teman mbak, kalau susah kita bisa bantu ya kita bantu. Kalau kita susah juga pasti
mereka bantu... . Bapak Mardi
Pinjaman yang dilakukan pemulung biasanya digunakan untuk melakukan transaksi ekonomi
seperti membayar sekolah anak-anak mereka, membayar kontrakan rumah dan memenuhi
kebutuhan ekonomi harian.
kalau untuk kebutuhan sehari-hari ya pinjam teman. Kalau untuk kebutuhan sekolah anak ya
pinjam ke bank. Tapi anak saya sekarang sudah lulus, jadi saya ga punya kebutuhan yang
jumlahnya besar. Paling bayar kontrakan rumah Ibu Suparti
.. biasanya saya pinjam kalau pas musim bayar sekolah dan butuh banyak uang
Bapak Mardi
Pemulung mau memberika pinjaman karena adanya transaksi sosial dengan lingkungannya.
saya pernah meminjamkan uang kepada tetangga karena tetangga saya baik, tetangga saya
sudah mau menyalurkan air dan listrik untuk rumah saya . Ibu Karmi
Pemulung melakukan pinjaman uang kepada teman maupun kerabat tujuannya ialah
untuk menjaga kestabilan ekonomi rumah tangga mereka. Ketika mereka kekurangan uang dan
butuh uang untuk melakukan transaksi ekonomi seperti membayar uang sekolah, membayar
kontrakan rumah dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka meminjam uang supaya
kehidupan mereka tetap dapat berlangsung.

Daftar Pustaka
Sutarji .2009. Karakteristik Demografi dan Sosial Ekonomi Pemulung. Jurnal Geografi. Vol. 6.
No.2 Juli. Hal: 121-132.
Wiyatna, M.Y.P. 2015. Analisis Pengaruh Faktor Sosial Demografi Dan Aktifitas Ekonomi
Terhadap Kesejahteraan Keluarga Pemulung Di Kota Denpasar. Universitas Udayana
Denpasar. Hal:2-5.
Gunawan. 2012. Strategi Bertahan Hidup Pemulung. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Tanjungpinang.

Anda mungkin juga menyukai